NovelToon NovelToon

The Stupid Lady And Cursed Prince

PROLOG

Gejolak api biru serta teriakan pilu bersatu padu menjadi sebuah kematian. Di malam yang sunyi, tepatnya di tengah hutan lebat dan gelap, tubuh sepasang suami-istri telah lenyap dilahap api yang menyisakan abu. Mereka yang menyaksikan, hanya menatap datar. Tanpa suara, tanpa air mata dan tanpa rasa takut.

Hutan gelap itu hanya diisi oleh sekelompok sosok berjubah hitam, bersama abu hangus yang mereka tatap.

Gulungan awan kelabu itu bergeser, mempersilahkan bulan dan bintang berlomba dengan keindahan mereka. Salah satu sosok berjubah hitam mendongak ke langit malam. Cahaya bulan purnama menerangi topeng putih yang menutupi sebagian dari wajah sosok tersebut. Terukir jelas pada wajahnya jejak kekhawatiran yang teramat sangat.

"Hanya tersisa 4 bulan lagi. Aku harus cepat! Sebelum semuanya terlambat!" katanya gelisah.

Sedang di sisi lain hutan, seorang wanita cantik tengah mengintai dari balik pepohonan lebat. Mata biru langitnya berkedip-kedip karena kurangnya pencahayaan dan juga berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungan. Hanya cahaya bulan dan kilatan api biru yang membantunya melihat sekitar. Rambut panjang peraknya kian indah saat angin dingin menerbangkannya bersama cahaya bulan yang menghujaninya.

Dia terus menatap lekat pergerakan dari para sosok misterius tersebut.

"Mereka semakin kejam!" makinya lirih.

"Seiring bergantinya hari, perbuatan mereka pun semakin menggila!" lanjutnya kian gusar.

Tatapannya pun beralih pada bulan purnama yang menggantung di langit malam. Lalu kembali berpindah pada para sosok misterius yang tengah berkumpul tersebut. Mereka terlihat sedang mendiskusikan sesuatu dengan mata tajam yang tak pernah lalai dari sikap waspada. Merasa situasi tak aman lagi, wanita cantik itupun melangkahkan kaki menjauh dari tempat mengerikan tersebut.

Dengan langkah lebar, wanita itu terlihat sangat mudah dalam melewati akar-akar pohon dan semak belukar yang menghalangi jalannya. Dari gelagatnya, sepertinya wanita pemilik rambut perak itu sudah sangat akrab dengan seluk-beluk hutan ini.

Malam ini adalah malam bulan purnama. Cahaya putihnya berpendar menghipnotis mata yang memandang. Semua yang diselimuti kegelapan mulai sedikit menampakkan warnanya. Sebuah rumah sederhana di tengah hutan ikut disinari oleh cahaya bulan. Atapnya memperlihatkan warna cokelat kusam yang tertutupi dedaunan kering.

Akhirnya langkah lebar wanita itu membawanya sampai di sebuah rumah yang terletak di tengah hutan tersebut. Tanpa ada kata menunggu, wanita itu langsung melangkah masuk.

di luar jendela, tampak kilatan cahaya kuning dan oren yang tak beraturan. Di dalam sana wanita cantik tersebut tengah sibuk dengan sebuah buku kuno.

Tangan putihnya meraba-raba permukaan kertas yang usang itu. Dan sesekali tangannya menepis anak rambut yang menghalangi wajahnya. Dia berjalan anggun menuju jendela untuk melihat bulan purnama. Rambut perak panjangnya bergoyang mengikuti gerak tubuhnya.

Dia pun berbalik dan mengambil sebuah kapur dari dalam laci.

Tangannya bergerak lincah menulis di atas lantai kayu. Sebuah simbol lingkaran sihir sedikit demi sedikit mulai terbentuk. Simbol itu cukup besar sampai bisa mengelilingi tubuh wanita itu. Kemudian dia mengambil sejumlah lilin dan menempatkannya mengelilingi garis pola lingkaran sihir tersebut.

Salah satu tangannya pun terangkat. Dengan gerakan ringan seluruh sumbu lilin menyala dengan sendirinya.

Dirinya pun duduk bersila di tengah simbol dan menyatukan kedua telapak tangannya di depan dada. Bibir ranumnya pun bergerak-gerak merapalkan mantra....

...----------------...

Bip!

Shinichi mengakhiri panggilan di handphonenya. Dia mendengus kesal. Baru saja ia diceramahi oleh ibunya lewat telepon.

Jarum jam telah menunjukkan pukul 09:00 malam.

Dia pun merebahkan tubuhnya di atas kasur dan memejamkan matanya. Pikirannya pun hanyut. Ia membayangkan apa jadinya jika dia hidup di dunia yang damai? Rasanya ingin sekali mengakhiri masalah-masalah yang terjadi dalam waktu dekat ini.

Apakah bisa?

Tapi dia hanya sendirian!

Apakah ada orang yang mau membantunya?

"Arkhh!! " Kepalanya langsung pusing.

"Mau bagaimana pun dipikirkan , tidak akan ada gunanya! " katanya dalam hati sambil mengubah posisi tidurnya ke mode paling nyaman.

Ting tong!

Belum lama Shinichi menikmati mimpinya, tiba-tiba seseorang memencet bell rumahnya.

"Shinichi!!! Shinichi!! "

Di luar pagar rumahnya, ada Ran yang tengah berteriak minta dibukakan pintu.

Dengan mata sayunya Shinichi melangkah malas menuju pintu luar. Sedangkan Ran sudah mulai kedinginan. Dan Shinichi tak kunjung membukakan pintu.

Dalam pelukan Ran terdapat sebuah buku kuno yang baru ia temukan tadi pagi. Buku itu cukup besar dan tebal. Ia berwarna putih dengan ukiran emas di pinggirannya, serta sebuah pola lingkaran sihir di setiap kedua sisinya.

Hari semakin larut. Udara dingin sudah mulai terasa menusuk kulit. Angin membawa awan bergeser ke langit yang gelap, memperlihatkan bulan purnama yang bersembunyi sejak tadi. Diam-diam buku di dalam pelukan Ran memancarkan cahaya biru. Wajah dan tubuhnya serta tempat di sekitarnya juga ikut kebagian cahaya birunya.

Ran sungguh terpukau dengan keajaiban buku tersebut.

Dirinya memandang genangan air yang berasa tepat di sebelah kakinya.Setetes air terjun memasuki genangan air dan membuat riak di dalamnya. Bayangan dirinya terpantul jelas di permukaan air dengan bantuan cahaya bulan. Ia tersenyum senang melihat bayangannya yang begitu cantik.

Wusshhh....

Angin dingin berlalu melewati setiap helai rambut panjangnya. Sekilas ia melihat pantulan bayangan dirinya yang berbeda.

Tampak bayangan dirinya dan Shinichi tengah bersanding dengan setelan pakaian kerajaan yang senada, serta sebuah mahkota yang menghiasi rambut mereka.

"Mungkin aku salah lihat"

Dia mengerjapkan matanya berkali-kali dan membukanya lebar-lebar. Sedetik kemudian permukaan air telah gelap, diiringi cahaya biru yang meredup dan menghilang.

Terukir raut kebingungan di wajah Ran.

Bulan kembali bersembunyi di balik awan, menyisakan langit gelap tanpa bintang.

"Ada apa? "

...----------------...

01. Buku Misterius

"Ada apa? "

Tiba-tiba Shinichi datang menjemput. Matanya masih setengah terbuka. Dia menguap dan mengucek matanya.

"I- itu... Apa kau lihat tadi? " balas Ran sambil menunjuk genangan air yang gelap.

"Lihat apa? " Shinichi mengerutkan dahinya. Ran tampak kecewa dengan jawaban Shinichi.

"Ayo masuk. Nanti kau bisa masuk angin karena terlalu lama di luar," ajak Shinichi.

Ran hanya mengangguk dan mengikuti langkah Shinichi. Sesaat dia kembali menoleh ke arah genangan air lalu beralih ke buku dalam pelukannya.

...----------------...

Sebuah buku asing diletakkan di atas meja. Kemudian tubuh itu duduk di atas sofa dengan posisi ternyamannya. Sedangkan Shinichi sedang mengambil minuman kaleng dari kulkasnya.

"Tadi kau sedang apa? " tanya Ran ketika melihat Shinichi telah memasuki ruangan.

"Yahh, seperti biasa. Aktifitas di atas kasur. "jawab Shinichi santai.

"Kau ini! Dari pagi sampai pagi tidur saja. Apa tidak ada kerjaan lain di hari libur selain tidur?!" gerutu Ran.

"Aku tidak tidur, aku cuma mengistirahatkan otak. "Alasan Shinichi. Dia meletakkan minuman di depan Ran tanpa memperhatikan kalau ada benda asing di atas

mejanya.

Shinichi duduk malas di Armchair dengan salah satu kaki ditumpuk dengan kaki yang lain dan satu tangan menyangga kepalanya.

"Kau sendiri, kenapa datang ke sini?"

Jeda sesaat, "Aku tau, hari ini adalah hari bersih bersih mu. Apa kau tak lelah?"

Gadis itu hanya diam. Dia memilih membuka minumannya dan meneguknya. Kemudian buku asing itu dia dorong sampai tepat di depan Shinichi.

Teman masa kecilnya itu hanya menatap datar benda tersebut tanpa berniat untuk menyentuhnya. Tatapannya lebih tertuju pada salah satu kaki Ran yang berusaha dia tutupi dengan kaki yang lain.

"Aku datang karena itu. "Nada bicara Ran sedikit bergetar karena Shinichi mengetahui apa yang sedang dia sembunyikan.

Shinichi sama sekali tak menggubris pernyataan Ran. Dia lebih memilih berpindah tempat duduk di samping gadis itu.

"Ada apa dengan kakimu?"

Matanya meneliti goresan memanjang di beberapa sisi.

"Apa kau berkelahi dengan seseorang?"

"Ti- tidak, tidak kok .." Ran menggeleng cepat.

"Lalu?"

"Karena itu. "jawab Ran sambil menunjuk buku yang dia bawa tadi. Ran memberi jawaban yang sama dengan pertanyaan sebelumnya. Kerutan pun hadir di dahi Shinichi.

"Memangnya ada apa dengan buku itu? " Shinichi menarik kasar buku itu sampai dihadapannya.

"Mm... soal itu.... " Ran menyatukan kedua ujung jari telunjuknya. dia merasa malu untuk menjelaskannya.

TADI PAGI.....

Awan kelabu yang bergelantungan itu belum juga bergeser dari ufuk timur. Kini waktunya matahari menggantikan posisi bulan. Meski samar, cahayanya tetap ada untuk membangun pagi.

Ran membuka lebar sebuah pintu kamar yang tak asing lagi baginya. Wajahnya begitu segar dan bersemangat.

Matanya meneliti setiap sudut ruangan. Hingga pandangannya jatuh pada lemari pakaiannya. Akhirnya dia memutuskan untuk memulai acara bersih bersihnya dari sana.

Semua pintu lemari itu dibuka lebar. Dengan hati-hati Ran mengeluarkan pakaiannya yang masih terlipat rapi.Ia memisahkan antara yang dipakai dan tidak dipakai, agar nanti bisa dia simpan di gudang atau disumbangkan.

"Hufh...." Ran menghela nafas sambil menyeka keringat di dahinya.

"Akhirnya selesai juga ."Dia Mundur sedikit dan memandangi lemari pakaiannya yang telah tersusun rapi.

Sedangkan di luar lemari masih ada beberapa tumpukan pakaian yang hanya dilipat asal, yang rencananya akan dia taruh di gudang nanti.

Pakaian itu dia ambil satu persatu hingga memenuhi kedua tangannya.

Sudah lama sekali gudang itu tak di kunjungi. Bahkan anak kunci yang tak pernah pindah dari lubangnya itu, kini telah berkarat.

Beberapa helai pakaian terjatuh.Tangan itu sibuk memutar kunci tanpa mempedulikan ada pakaian yang terjatuh. Dengan sedikit usaha akhirnya kunci itu menurut.

Belum lagi Ran melangkahkan kakinya, udara pengap langsung menyapa tubuhnya terlebih dahulu.

Gelap dan pengap!

Dan sekarang dia lupa di mana letak tombol lampu berada. Dia melangkahkan kakinya dengan hati-hati. Dan....

Brakk!!!

Setengah kaki kanannya terjerumus masuk ke dalam lantai. Pakaian yang ada di tangannya langsung berserakan.

"Akh!" Ran meringis kesakitan sambil berusaha menarik keluar kakinya. Dirinya benar benar tidak menyangka kalau lantai gudangnya yang terbuat dari kayu itu rapuh.

Setiap sisi kakinya terasa perih. Bagian tajam dari lubang lantai itu membuat goresan panjang di beberapa sisi terutama di bagian tulang kering. Bahkan ada serpihan kayu yang menyusup ke kulitnya.

Perlahan dia menyeret tubuhnya menjauh dari pintu. Kemudian ia meluruskan kedua kakinya untuk memeriksa lukanya. Sambil menahan rasa sakit, dia mencabut serpihan serpihan kayu yang menancap di kulitnya dan sesekali dia tiup.

Diantara aktifitasnya, tiba-tiba seberkas cahaya biru memancar dari gudang. Setelah diteliti, ternyata itu berasal dari lubang lantai tempat kakinya terjerumus tadi. Karena penasaran, dia kembali mencoba masuk dengan hati-hati.

Jelas di dalam lubang itu terdapat sebuah buku asing yang cukup tebal dan besar yang tersusun rapi di bawah sana. Cahaya birunya meredup seiring Ran mengambilnya, dan kemudian sirna.Tanpa pikir panjang dia langsung berdiri dengan berpegangan dinding dan membawa buku itu ke kamarnya.

Suara rintihan keluar dari bibirnya ketika kapas yang telah dibubuhi alkohol itu menyentuh luka di kulitnya. Setelah merasa cukup, ia mengoleskan obat di bagian tertentu.

Tangannya pun meraih buku asing yang dia temukan tadi dan menaruhnya di atas pangkuannya. Warnanya masih bersih walau sedikit tertutupi oleh debu.

Kosong!

Hanya kata itu yang dapat menjelaskan situasi ketika buku misterius tersebut di buka. Tak ada satupun goresan tinta di dalamnya. Hanya hamparan kertas putih usang yang dia temukan.

"Ini sungguh aneh!." Gumam Ran sambil menutup buku tersebut.

"Apa sebaiknya Aku tanyakan pada Shinichi saja? Diakan penggila misteri."

...----------------...

"Jadi itu sebabnya kakimu bisa terluka." ujar Shinichi jengkel. Gadis ini terluka karena kecerobohannya sendiri!

Ran hanya mengangguk pelan sebagai jawaban.

"Jadi apa kau tau tentang buku itu?"

Pada akhirnya Shinichi menyentuh buku itu dan membukanya. Apa yang terjadi pada Ran juga terjadi pada dirinya.

Buku itu kosong!

"Bagaimana bisa aku tau, sedangkan tak ada satupun tulisan di dalam sini." Kata Shinichi sedikit kesal. "Lalu bagaimana dengan pendapatmu sendiri?" Shinichi menyodorkan buku itu pada Ran.

Ran menatap lama buku tersebut.

"Kalau menurutku, buku ini adalah sebuah buku sihir. Hanya saja kita tidak bisa melihat tulisannya." Ujarnya dengan tersenyum manis.

Shinichi memutar bola matanya malas. "Kau ini!" Dan menyentil dahi Ran."Mana mungkin ada yang seperti itu sekarang!"

"Tapi aku yakin itu ada!" Bantah Ran yang tengah mengusap usap dahinya.

"Cukup, biar aku antar kau pulang." Kata Shinichi tanpa menggubris pendapat Ran. Kemudian ia beranjak dan membukakan pintu. Gadis itu mendengus kesal.

Dalam hati, Ran terus menggerutu kalau Shinichi belum melihat apa yang telah dia lihat. Iapun berdiri sambil mengambil buku tersebut dengan tangan kirinya dan tangan yang satunya menggandeng tangan Shinichi. Dirinya tak punya pilihan selain mengikuti kemauan teman masa kecilnya itu.

Tangannya terus ditarik melewati pintu yang kebetulan telah dia buka hingga ke tengah halaman. Dia memandang gadis itu tengah mencari sesuatu di balik gulungan awan.

"Sekarang apa lagi?" Shinichi sudah mulai kesal.

"Tunggu sebentar. Kau akan melihat sesuatu yang luar biasa." Sahut Ran.

...----------------...

02.Keluarga Malang

Tangan Ran terus memegangi buku tersebut. Tanpa dia sadari genggamannya bersama Shinichi sudah terlepas.

Dia terus memandangi gumpalan gelap di langit. Dengan harapan bahwa mereka cepat berlalu.

"Ayolah, aku mohon." Ucapnya dengan penuh keyakinan.

Kini telah beberapa menit berlalu. Sesekali terdengar suara helaan nafas panjang yang penuh lelah.

Mata gadis itu melirik ke arah Shinichi. Tubuh pemuda itu tengah bersandar malas di pagar. Kedua matanya telah terpejam, pertanda bosan.

Dan sesaat kemudian tiba-tiba mata biru itu terbelalak. Jelas di telinganya seseorang meneriakkan namanya.

Itu Ran!

"Shinichiiii!!!"

Gadis itu berlari kencang dengan senyum bahagianya. Dia berlari sambil membawa seberkas cahaya biru di tangannya.

Terasa sedikit pantulan cahaya di wajah Shinichi. Pantulan itu berasal dari permukaan lubang dangkal yang mengandung air di dalamnya. Dan itu hanya berjarak beberapa langkah dari Ran.

Gadis itu terlalu girang untuk menyadarinya. Shinichi tidak takut dengan cahaya itu, tapi dia lebih takut bila gadis itu tersandung. Tanpa menunggu dia langsung berlari dari arah yang berlawanan.

Yang dia khawatirkan sungguh terjadi. Kaki gadis itu masuk ke lubang dan tersandung. Sebelum menyentuh tanah, dengan sigap tubuh ramping itu langsung disambut olehnya. Pandangan mereka saling bertemu. Kilat biru mata itu beradu dengan cahaya biru di tangan Ran.

"Dasar bodoh!" Hanya kata itu yang bisa Shinichi keluarkan saat ini.

Kini bulan berada tepat di tengah-tengah langit. Dia sendirian tanpa ada bintang ataupun awan yang menemani. Buku yang berada di genggaman Ran semakin merespon cahaya bulan, seolah ia sedang menyerap energi yang dipaparkan oleh bulan.

Cahayanya semakin terang dan menyilaukan mata. Shinichi langsung merebut buku itu dan melemparkannya ke atas tanah.

Bukannya meredup, cahaya itu justru semakin liar. kemudian cahaya itu berkumpul di satu titik dan tertembak lurus ke arah lingkaran bulan. perlahan namun pasti, sebuah pola lingkaran sihir terukir di atas sana. Lingkaran itu rumit dan sama besarnya dengan bulan. Dia sungguh terang benderang.

Kedua tangan Ran menangkup wajahnya. Salah satu tangan Shinichi merayap memeluk Ran dan yang satunya lagi untuk menutupi wajahnya. Meski sudah seperti itu, cahaya tersebut tak juga bisa di kalahkan, seakan-akan dia bisa menembus kulit.

Cahaya itu terus meluas hingga melahap kedua insan yang tengah berpelukan itu.

...----------------...

"Tidaaaakk!! Lepaskaaann!!!"

Teriakan pilu menggema menyusuri seluruh penjuru hutan. Beberapa hewan yang beraktivitas di malam hari juga ikut menyaksikan kejadian itu dari kejauhan.

Seekor burung hantu itu tengah bertengger di sebuah dahan pohon, Dia memutar kepalanya 180 derajat. Matanya yang bulat dan besar mendelik ketika melihat pemandangan itu.

"Aku mohon, tolong, tolong bebaskan kami." rintih seorang pria penuh ketakutan dan permohonan.

Orang yang sedang duduk angkuh di depannya hanya menatap dingin dirinya. Dia adalah tuan dari orang-orang yang telah menyiksa pria tersebut.

Kilat berkali-kali berkedip, sekilas memperlihatkan wajah pria malang itu. Ternyata dia tak sendirian!

Tubuhnya dirantai bersama keluarganya di atas tanah. Mereka terdiri dari ibu, istri dan putri tunggalnya yang baru beranjak dewasa.

Tampang mereka sungguh mengerikan! Rambut mereka kusut bercampur debu dan darah. Banyak luka sayatan di wajah dan di bagian tubuh lainnya. Dan wajah sang putri tunggallah yang paling mengerikan, bahkan sampai hampir tak bisa dikenali. Pakaian bangsawan yang mereka kenakan juga sudah tak indah lagi.

Keluarga itu telah disiksa selama lima hari oleh sekelompok orang berjubah hitam tanpa ampun.

Untuk sekarang Mereka berada di tengah hutan yang sangat jauh dari pemukiman.

Kata kata kotor, caci makian, sumpah serapah, amarah sekaligus permintaan ampunan silih berganti meluncur dari bibir mereka. Namun itu sama sekali tak merubah keadaan ataupun ekspresi tuan mereka.

"Tidak bisakah kalian diam?!!" teriak seorang bawahan yang tengah berdiri tepat di samping tuanya.

Hanya dengan satu kalimat saja keluarga itu langsung bungkam. Tampaknya orang itu adalah bawahan terdekat dari tuan mereka.

"Percuma! Apapun yang kalian lakukan, itu tidak akan ada gunanya!" kata orang itu sambil menyeringai.

Si istri menatap ke sekelilingnya. Banyak orang berjubah hitam yang tak pernah diketahui wajahnya. Setengah bagian atas wajah mereka ditutupi oleh topeng yang kurang lebih sama bentuknya. Menyisakan lubang hidung hingga dagu dibiarkan terbuka.

Namun sedikit berbeda dengan tuan mereka. Dia sedikit lebih mencolok. Di setiap ujung dari jubahnya bergaris emas dan penutup wajahnya berwarna putih dengan ukiran emas di sudut kiri dahinya.

Kembali terdengar suara rintihan dari si putri tunggal. Air matanya mengalir bercampur dengan darah di pipinya. Lalu disusul raungan pilu dari anggota keluarga lainnya. Suara itu seperti menandakan keputusasaan mereka.

"Mau kalian berteriak sampai tenggorokan kalian putus pun, itu tidak akan bisa merubah nasib kalian!" Bawahan itu menatap wajah mengerikan mereka satu persatu.

"Kecuali-..." Dia sengaja memutus kalimatnya. Hanya sekedar ingin tau tanggapan dari keluarga tersebut. Orang itu melirik pada tuannya yang masih duduk tanpa merubah posisinya sedikitpun.

Hening!

Mendengar kata pengecualian itu, mereka langsung menutup mulut rapat-rapat dan membuka telinga lebar-lebar. Mereka menatap orang itu dengan penuh harap.

"Kecuali apa tuan?? Apapun itu, akan aku berikan. Aku mohon, beri kami kesempatan." Sang kepala keluarga membuka suara. "Ya. Kami memang salah! Kami akan perbaiki semuanya !" tambahnya lagi dengan suara penuh getaran.

Tuan mereka yang tengah duduk angkuh itu menganggukkan kepalanya sebagai isyarat. Bawahan itupun langsung paham dengan maksud tuannya.

Dia menatap lurus pada keluarga itu.

"Kecuali kalian mau menjawab pertanyaan tuanku ." Ucap orang itu.

"Tentu, tentu kami akan menjawabnya." Kini sang istri yang berbicara. Dia tampak terburu-buru dan tidak sabaran.

Wajah di balik topeng putih itu terangkat, bibir tipis itupun sedikit terbuka. Mata elangnya menatap penuh bahaya, seolah ingin menerkam mangsanya saat itu juga.

"Siapa…" Nada bicaranya begitu dingin, bahkan lebih dingin dari udara malam yang selama ini menemani mereka.

"Siapa yang mengirim surat itu?" Bibir itu kembali tertutup.

Ketika mendengar pertanyaan itu, mereka diam sesaat. Memikirkan arti dari setiap kata yang diajukan oleh orang itu. Tak ada apapun yang berhubungan dengan pertanyaan itu di dalam pikiran mereka.

"Kami sungguh tidak tahu apa yang tuan maksud." Ujar sang kepala keluarga takut dan penuh kehati-hatian.

"Surat ancaman yang ditujukan pada Raja." Percakapan diambil alih oleh sang bawahan tadi. Keluarga itu saling bertatapan dan menggeleng serentak.

"Kalau begitu, tidak ada pengecualian bagi kalian!" putus bawahan itu.

seketika mata mereka terbelalak mendengar kalimat itu.

Akhirnya orang yang duduk angkuh itu pun beranjak dari kursinya. Dia melangkah lebar masuk ke hutan lebih dalam dan menghilang di telan oleh kabut.

"Tidak tuan! Aku mohon!! beri kami kesempatan!!" Raungan menyedihkan itu kembali menggema. Mau bagaimanapun mereka meronta, rantai besi itu tetap erat mengikat mereka. Jika diberi syarat harus diinjak, maka mereka akan rela. Asalkan tidak mati dalam keadaan seperti ini.

Sang bawahan itu mendekati mereka. Tangannya dia angkat setinggi bahu. Kedua telapak tangan itu mengeluarkan semacam cahaya yang panas. Setelah itu muncullah kobaran api biru yang siap melahap korbannya tanpa sisa. Bahkan abunya saja pun juga tak tertinggal.

"Sihir api?!" Kata ibu dari keluarga tersebut lirih. Sebagai orang tua yang sudah berpengalaman, tentu dia tau dengan hal yang sedang mereka hadapi. Wanita tua itu berusaha berdiri namun sudah tak mampu lagi.

"Si- siapa kalian? Bukankah para penyihir telah dimusnahkan oleh Raja 11 tahun yang lalu?"

"Itu bukan urusan kalian!!!" Teriak bawahan itu.

Sang jagoan biru semakin besar dan ganas. Tanpa basa-basi lagi kobaran api itu langsung diarahkan pada keluarga malang tersebut. Dia langsung mengamuk! Melahap 4 tubuh itu tanpa ampun.

Lagi-lagi teriakan pilu itu menggema. Mungkin sekarang pita suara mereka telah putus dan hangus terbakar!

Sedikit demi sedikit teriakan itu hilang di udara. Menyisakan suara remukan tulang dan bau busuk yang mengerikan.

...----------------...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!