Nama ku Tiara Zafira, saat ini aku duduk di bangku kelas XI SMK negeri 1 Nusa.
Aku mempunyai 1 adik yang selisih umurnya cukup jauh dengan ku, namanya Ahmad Arya, dan dia masih kelas 2 SD.
Meski orang tua ku masih lengkap, tapi aku seperti tidak mempunyai figur ayah.
Ibu ku cantik, sangat baik dan penuh kasih sayang.
Berbeda dengan ayah ku, dia orangnya tempramen, suka marah meski tanpa sebab bahkan tak jarang bermain tangan.
Aku tidak tahu kenapa ibu ku bisa menikah dengan pria seperti itu.
Sejak aku kecil aku memang tidak pernah mendapat kasih sayang dari ayah ku, entah apa salah ku, setiap kali melihat ku kebencian di mata ayah begitu jelas terlihat.
Berbeda saat dengan adikku, ayah begitu memanjakan dia.
Apapun yang Arya minta tak pernah tidak di turuti meski dalam kondisi tidak punya uang sekalipun.
Aku mencoba berpikir positif, karena kata ibu, ayah memperlakukan Arya begitu karena Arya masih kecil.
"Tiara, Ra.... bangun, ayo nak bangun udah siang"
Terdengar suara ibu ku yang memanggil ku dari balik pintu kamar ku.
Sedari tadi ibu sudah berulang kali membangun kan aku, tapi kantukku mengalahkan ku.
Sebenarnya hari ini aku harus berangkat sekolah lebih pagi karena akan ada ulangan, tapi saking mengantuk nya aku hampir lupa itu.
Toktoktok.... "Ra, ayo bangun. Nanti kamu telat loh, ini udah setengah 7 Ra" Teriak ibu ku lagi dan membuat ku langsung terperanjat bangun dari tempat tidur ku.
"Hah, setengah 7. Gawat gawat, bisa bisa aku telat" seru ku lalu mengambil handuk dan segera mandi.
Tak peduli dinginnya air di pagi hari, aku mengguyur kan beberapa gayung air di atas kepala ku.
Dinginnya air begitu terasa menusuk hingga ke tulang.
Selepas mandi segera aku berganti pakaian dengan seragam putih abu-abu, beruntung seragam dan buku mata pelajaran hari ini sudah aku siapkan sejak semalam.
Segera aku keluar dari kamar dan langsung pergi ke dapur untuk sarapan.
"Bu, sarapan ku mana?" tanya ku sambil menarik kursi
Ibu ku yang sedang sibuk dengan kuali dan spatula di tangannya tersenyum melihat ku yang sudah rapi duduk di meja makan.
"Sabar, ini" ucap ibuku sembari menyodorkan sepiring nasi goreng di depan ku
Segera aku menyantapnya dengan cepat, aku tidak mau lagi membuang waktu karena detak dari jam dinding seakan mengejar ku.
"Pelan pelan makannya, Ra. Takut tersedak loh"
"Udah ga keburu bu, Tiara takut telat" jawab ku dengan mulut ku yang penuh dengan makanan
"Makanya, kalo ibu bangunin tuh cepet bangun. Emangnya semalam kamu begadang ya?"
"Heem, aku ulangan hari ini soalnya bu"
Segera aku menelan suapan terakhir di mulut ku dan lantas aku minum.
Aku beranjak dari kursi dan langsung mengambil tas ku dan memeluk ibu dari belakang
"Tiara berangkat sekarang ya bu, takut telat. Dah ibu .."
Segera aku berlari keluar rumah untuk memakai sepatu ku.
"Ra, Tiara... Tunggu ibu Ra" terdengar ibuku yang berteriak memanggil ku
"Ada apa bu, Tiara udah telat nih"
Ibu ku berlari dari dalam karena takut aku pergi lebih dulu "Ini uang saku mu, Ra. Ga mau?"
Aku menoleh dan langsung tersenyum dan memperlihatkan gigi ku yang gingsul
"Hehe... Tiara lupa bu, makasih bu" ucap ku lalu mencium pipi ibu dan segera berlari.
Jam di tangan ku kini sudah menunjukkan pukul 6.32, sedangkan kelas akan di mulai pukul 7.00.
Jarak dari rumah ke sekolah ku kurang lebih 20 menit menggunakan angkutan kota.
Beruntung aku tidak telat sampai di sekolah, ya meski sedikit lagi gerbang sekolah akan di tutup oleh penjaga.
Akhirnya aku bisa bernafas lega dan memasuki halaman sekolah dengan senyuman.
Saat aku hendak masuk ke kelas ku, terdengar suara yang begitu lengking memanggil namaku.
"Tiara, tunggu..."
Mendengar suaranya saja aku sudah tahu betul siapa yang memanggil ku, dia pasti Imel, sabahat ku.
Aku berbalik dan benar saja, Imel berlari mendekat pada ku.
Nafasnya langsung ngos-ngosan meski hanya berlari beberapa meter saja.
"Asma?" ejek ku karena nafas Imel yang tidak beraturan
Plak "Enak aja kalo ngomong, gue masih sehat tau" sahutnya setelah memukul lengan ku.
Sebagai orang yang dekat dengan Imel, aku sudah biasa mendapat pukulan karena tangannya yang memang sangat ringan, tapi bukan Tiara nama ku jika aku tidak membalas pukulannya.
Aku membalasnya dengan mencubit pipinya yang tembem lalu berlari masuk ke kelas.
Imel orangnya cantik, tapi tubuhnya yang sedikit berisi membuat nya tidak bisa berlari kencang seperti ku yang memiliki tubuh slim.
Karena hari ini adalah hari senin, sebelum pelajaran di mulai semua guru dan siswa/i melakukan upacara.
Aku terpilih sebagai pembawa bendera karena tubuh ku yang tinggi.
Upacara berjalan lancar, tapi entah kenapa saat aku hendak masuk ke kelas kepala ku tiba-tiba terasa pusing dengan pandangan ku yang perlahan mulai kabur.
Langkah ku terhenti tepat di depan pintu kelas karena semakin lama kepala ku semakin terasa berat, hingga akhirnya aku terjatuh ke lantai.
Beruntung sebelum tubuh ku menyentuh lantai, Alam menangkap tubuh ku.
Aku tidak tahu apa yang setelah nya terjadi, saat aku membuka mata aku sudah berada di UKS.
Perlahan aku mencoba bangun dan menurunkan kaki ku.
"Aduh... Kenapa kepala ku tiba-tiba jadi pusing ya" batin ku
"Tiara, lo udah bangun?" tanya seseorang dari ambang pintu.
Segera aku menoleh ke asal suara dan ternyata itu adalah Alamsyah Wirayuda.
Alam adalah teman sekelas ku, tepatnya dia adalah ketua kelas juga ketua OSIS.
Alam melangkah mendekat dan menyodorkan sebotol air mineral ada ku
"Minum lah dulu, Ra. Lo pasti dehidrasi, makanya pingsan" ujarnya
Aku mengambilnya dan hendak meminumnya, namun tangan ku tidak kuat untuk membuka tutup botolnya.
"Maaf, gue lupa membuka tutup botolnya" Alam mengambil kembali botolnya lalu membukakan tutupnya.
"Lo belum sarapan, Ra?" tanya nya
"Sudah" jawab ku setelah minum
"Apa kepala lo masih terasa pusing?"
Aku menggeleng pelan "Ngak, gue udah lebih baik"
Aku mengedipkan kelopak mata ku beberapa kali sebelum aku turun dari kasur.
Aku di buat terkejut karena Alam yang tiba-tiba memegang tangan ku.
Ku pandangi kedua bola matanya yang hitam yang kini juga sedang menatap kedua bola mata ku.
"Gue bantu lo berjalan ke kelas, lo pasti masih pusing, kan?"
Aku tetap terdiam dengan mata ku yang masih tetap memandanginya.
Bagaimana tidak, banyak teman sekelas hingga adik kelas ku yang mengejar-ngejar Alam, namun tak ada 1 pun dari mereka yang Alam tanggapi.
Alam adalah siswa incaran setiap siswi di sini, selain ia tampan nan tinggi, ia juga sangat berprestasi.
BERSAMBUNG.....
☀️☀️☀️☀️☀️
Entah apa yang terjadi, perasaan ku menjadi tidak menentu karena genggaman tangan Alam.
Sepanjang berjalan dari UKS hingga ke kelas ku, Alam tidak melepas tangan ku.
Aku berjalan dengan mata ku yang tetap fokus pada tangan ku.
Karena aku yang kurang fokus dan tidak memperhatikan jalan, aku sampai menabrak pintu saat hendak masuk kelas.
Brak..
Semua teman sekelas ku langsung menoleh serentak terhadap ku, begitupun dengan Alam.
Sebenarnya bukan diriku yang menjadi pusat perhatian mereka, melainkan tangan Alam yang masih memegang tangan ku.
Aku langsung melepas tangan Alam dan memegangi dahi ku yang kini terasa sakit, mungkin sakitnya tidak seberapa, tapi malu nya itu membuat ku ingin menghilang dari muka bumi.
"Lo ga papa?" bisik Alam
Aku menggeleng dan menunduk karen malu.
"Tiara, kamu sudah lebih baik?" tanya bu Vina selaku guru sekaligus wali kelas ku
"Iya bu" jawab ku
"Baiklah, ayo masuk dan duduk di bangku mu. Karena ulangannya udah selesai nanti kamu menyusul"
"Baik bu" Jawab ku lalu melangkah masuk.
Saat aku duduk di bangku, aku menyadari semua teman teman ku masih terus memperhatikan diriku, terutama teman perempuan.
Aku pura pura sibuk dengan mengeluarkan buku pelajaran ku dari dalam tas.
"Lo beneran ga papa, Ra" bisik Imel yang satu bangku dengan ku
"Masih sedikit pusing sih, tapi ga papa kok" jawab ku tanpa melihat wajah Imel
"Ish... Bukan itu maksud gue" tukas Imel
"Lalu?" tanya ku yang tidak mengerti
"Perasaan lo gimana sekarang, hm... Mimpi apa lo semalam bisa gandengan tangan sama Alam"
Aku melirik wajah Imel dan alisku yang langsung mengerut "Apaan sih Mel, udah ah. Dengerin bu Vina tuh lagi ngejelasin di depan"
Aku mengalihkan pembicaraan karena tidak mau Imel bertanya lebih banyak tentang Alam.
Karena aku masih merasa sedikit pusing, saat jam istirahat aku memilih untuk tetap di kelas.
Semua teman teman ku saat ini sedang ada di kuar kelas, termasuk juga Imel.
Imel pergi ke kantin karena ingin membeli camilan.
Aku menunduk dengan berbantalkan tas, lalu memejamkan mata ku.
Terdengar suara langkah kaki yang mendekat pada ku, namun aku tetap memejamkan mata karena aku pikir dia adalah Imel.
Brak....
Suara keras dari seseorang yang memukul meja hingga membuat aku terkejut.
Dia adalah Silvi dan anggota geng nya.
Silvi adalah teman seangkatan ku, namun kami berbeda kelas.
Dia juga merupakan siswi yang populer di sekolah karena kecantikannya juga karena papa nya yang merupakan donatur utama di sekolah ini.
Aku mengangkat wajah ku menatap Silvi yang sedang melipat kedua tangannya di depan dada nya.
"Seret dia" ucap Silvi pada temannya meminta mereka untuk menyeret ku
Kedua temannya langsung menarik tangan ku tanpa permisi.
"Eh, apa apaan nih" tanya ku dan berusaha melepas tangan mereka
"Ga usah banyak tanya, lo mending diam ikut apa kata Silvi" sahut Dewi dan Rena
"Eh, sory. Gue bukan lo yang selalu menurut apapun perintah Silvi" bantah ku
"Lo ga usah sok berani sama gue" bentak Silvi pada ku
"Gue ga mau punya urusan sama lo" ucap ku lalu beranjak dari kursi dan hendak keluar
Saat kaki ku hendak keluar dari pintu kelas, Silvi menarik tangan ku hingga aku terjatuh ke lantai.
"Tutup pintunya!" titah Silvi pada Dewi
Di dalam kelas hanya ada kami berempat, entah apa yang ingin Silvi lakukan pada ku saat ini.
Aku bangun dan berdiri tegap di hadapannya.
"Heh, gue peringatin lo ya. Jangan pernah berani berani deketin Alam! Lo itu ga pantes buat Alam, tau ga!" ancam Silvi pada ku dengan menunjuk wajah ku
Ku tepis tangannya dan ku tatap balik kedua bola matanya
"Gue ga pantes buat Alam? Terus yang menurut lo siapa? Lo?"
Silvi langsung menarik krah baju ku lengkap dengan matanya yang melotot.
"Ya, cuma gue yang pantes dan sangat cocok dengan Alam. Bukan lo. Lo itu cuma rakyat kelas bawah, jadi berhenti bermimpi"
Aku diam dan mengatur nafasku agar tidak terpancing amarah.
"Ga perlu lo tarik-tarik baju gue, gue denger kok apa yang lo katakan tanpa perlu lo harus capek-capek teriak. Sekarang, lepasin baju gue atau...."
"Atau apa, lo berani apa sama gue, hah??"
Aku yang berbicara dengan pelan tak di indahkan oleh Silvi terpaksa aku harus berlaku kasar.
Aku tarik tangannya dan ku lipat ke belakang membuat nya merintih kesakitan.
"Aauu... Sakit!!" teriak Silvi
"Sakit? Apa masih kurang sakit" bisikku di telinga nya
Dewi dan Rena berusaha akan menyerang ku karena tidak terima.
"Berhenti mendekat atau aku akan semakin menyakiti ratu kalian" ancam ku pada mereka
Dewi dan Rena pun berhenti melangkah. Silvi yang masih terus merengek kesakitan tak aku peduli kan karena aku benar-benar ingin memberinya pelajaran.
Sudah sering dan banyak murid yang lain Silvi perlakuan sesuka hati.
"Sedari tadi gue udah cukup sabar dengan lo tapi sekarang ga lagi.
Gue tau, lo itu emang cantik dan juga populer di sekolah ini. Banyak murid yang lain takut sama lo, tapi itu bukan gue.
Oh ya, 1 lagi. Gue ga peduli ada hubungan apa antara lo dengan Alam, gue ga peduli. Cukup hanya hari ini saja lo ganggu gue, jika ke depannya lo masih berani, gue ga janji kalo tangan lo akan baik-baik aja" ancam ku lalu mendorong Silvi
Ku tinggalkan mereka di sana yang masih terpaku, mungkin mereka masih tidak menyangka kalo aku bisa melawan mereka.
"Ra, tunggu..." panggil Imel yang sedikit berlari mengejar ku
Dengan tangannya yang penuh dengan jajanan Imel menghadang di depan ku.
"Ra, lo ga papa?" tanya nya dan memerhatikan sekujur tubuh ku
"Apa sih Mel" tanya ku
"Eh, gue barusan pas mau masuk ke kelas di hadang sama Silvi dan gengnya, mereka ga ngapa ngapain lo kan di dalem?" terlihat Imel yang begitu khawatir pada ku
Aku tersenyum lalu merangkul bahu nya "Dah, lo tenang aja. Mereka ga bakal berani ngapa ngapain gue, ikut gue yuk"
"Kemana?" tanya nya sambil terus memakan jajanannya
"Ke ruangan bu Vina, gue kan belum ngerjain ulangan"
"Ih ceritain dulu Ra, bisa bisa nya lo setenang ini. Pasti ada yang ga beres"
"Iya, yang ga beres itu lo. Dari tadi makam sendirian ga bagi-bagi" sahut ku lalu mengambil makanan dari tangan Imel.
"Ih Ra, itu kesukaan gue. Napa lu ambil semua" teriak Imel karena aku berlari setelah memakan jajan miliknya.
BERSAMBUNG.....
☀️☀️☀️☀️☀️
Sepulang sekolah seperti biasa aku menunggu angkot bersama Imel.
Rumah kami memang se arah tapi jarak rumah ku lebih jauh dati Imel.
Imel sebenarnya anak dari keluarga kaya, tapi Imel sangat sederhana.
Tidak pernah sombong dan memperlihatkan kekayaannya.
Ia bahkan tidak mau di jemput oleh supirnya karena sudah mulai ketagihan naik angkot bersama ku.
"Eh, ayo Mel" ajak ku saat angkot langganan ku sudah berhenti di depan ku
"Ra, gue udah minta supir buat jemput kita" ucap Imel
"Kita?" tanya ku
"Iya, gue khawatir kalo lo naik angkot"
"Khawatir kenapa Mel, kan udah tiap hari gue bolak balik naik angkot"
"Iya, gue ngerti. Tapi gue takut aja kalo Silvi bakal ngejar lo dan akan berbuat hal yang nekat sama lo. Pulang bareng gue ya" ajak Imel
Aku tersenyum lalu merangkul bahu nya
"Hei, lo tau kan sahabat lo ini bukan wanita lemah. Gue udah kasih pelajaran tadi sama Silvi, dia ga bakal berani lagi deket-deket apa lagi jahatin gue. Udah lo santai aja" ujar ku berusaha menenangkan Imel
"Ya terserah, yang penting kita hari ini pulang bareng supir gue, dan gue bakal anterin lo sampa ke rumah"
"Neng, jadi naik apa kagak?" tanya supir angkot
"Kagak pak, besok aja ya" sahut Imel dan angkot pun langsung pergi begitu saja
"Eh Mel, kok..."
"Udah ah, kak kok kak kok. Ayo, itu mobil gue udah dateng"
Imel memotong kalimat ku yang belum selesai lalu menarik tangan ku.
Tak lama kami pun sampai di rumah.
"Mel, mampir dulu yuk" ajak ku
"Dengan senang hati" jawab Imel dengan tersenyum
Namun saat kami hendak turun dari mobil, pak supir mencegah Imel.
"Maaf non, ibu tadi pesan katanya non Imel di suruh langsung pulang"
Imel memanyunkan bibir nya dan menatap ku.
"Lain kali aja ya Ra, gue di suruh cepet pulang sama mami"
"Oke, makasih ya udah anterin gue sampe rumah" ucap ku pada Imel
"Sama sama. Gue balik ya, salam buat ibu. Bye Ra..."
"Bye...."
Ku lambaikan tangan ku mengantar kepergian Imel, setelah mobil nya pergi barulah aku masuk ke rumah.
Begitu aku membuka pintu rumah, bau asap rokok begitu kuat, ini berarti ayah ku sedang ada di rumah.
Aku langsung pergi ke kamar ku untuk meletakkan tas ku dan berganti pakaian.
Namun begitu aku melewati kamar ibu, aku mendengar ada suara tangisan dari sana.
Aku mengintip di balik pintu yang tidak tertutup rapat, dan ternyata ibu yang sedang menangis dan duduk dengan menyembunyikan wajahnya di antara kedua lututnya.
Segera aku masuk dan menghampiri ibu, aku khawatir sesuatu terjadi pada nya.
"Ibu, ibu kenapa? Ada apa bu, kenapa ibu menangis?" tanya ku dengan penuh kekhawatiran
Tangisan ibu seketika langsung berhenti, ibu juga langsung menghapus air matanya dan berpura pura tidak terjadi apa-apa.
"E.. Kamu sudah pulang nak, bagaimana dengan ulangan mu?"
Ibu menanyakan sekolah ku karena ingin mengalihkan pembicaraan.
Aku memegang pipi ibu karena ingin melihat wajah nya, namun ibu meringis kesakitan.
Betapa terkejutnya aku ketika melihat bekas tangan hingga membuat di pipi ibu menjadi merah.
"Ibu...."
Ibu menyingkirkan tangan ku dan mencoba menyembunyikan wajah nya dari ku.
"Apa ini bu, apa ayah menampar mu lagi?"
Ibu hanya diam tidak menjawab, dan berpura-pura sibuk merapikan kasurnya.
"Ibu, jawab aku bu. Ini pasti ayah sudah menampar ibu lagi, iya kan bu?"
Aku mengejar ibu dengan terus bertanya, namun ibu tetap diam.
Aku sudah tidak tahan lagi karena ibu yang selalu diam dan menerima semua perlakukan kasar dari ayah.
"Ibu. Kenapa ibu tetap diam? Sampai kapan ibu akan terus di siksa seperti ini? Bicara lah bu. Dia bukan suami yang baik untuk ibu, bukan juga ayah yang baik untuk ku. Tapi kenapa ibu masih sanggup bertahan hidup dengan nya?" teriak ku
"Sudah Ra! Kamu masih kecil. Kamu belum mengerti. Tidak seharusnya kamu mengatakan itu tentang ayah mu"
Lagi-lagi ibu selalu membela ayah, meski dirinya selalu di siksa tapi ibu selalu saja membela nya.
"Lalu aku harus apa bu, apa aku harus membanggakan seorang suami yang suka menyiksa istri nya? Aku harus mengatakan pada dunia kalau ayah ku suka menyiksa ibu ku?"
"Diam!!" Teriak ibu pada ku
Aku semakin heran dan tudak mengerti dengan pikiran ibu, ibu rela membentak ku demi membela suaminya yang suka kasar dan jahat pada nya.
Aku keluar dari kamar ibu dan membanting pintu dengan keras.
Aku hampir saja menabrak Arya yang sedang berdiri di depan pintu.
Tatapannya pada ku begitu polos, namun karena suasana hati ku sedang kesal, aku tinggalkan Arya dan memilih mengurung diri di kamar.
Rasanya aku begitu kesal, marah dan ingin melawan pada ayah. Namun aku tidak bisa.
Sekali aku melawan ayah, ibu akan menerima banyak siksaan dari ayah.
Aku mengambil laptop ku dan mencari tahu bagaimana seorang istri bisa menggugat cerai suaminya.
Aku catat semua syarat dan nanti akan aku berikan pada ibu.
Aku ingin ibu bercerai dengan ayah, aku tidak lagi sanggup melihat ibu yang selalu di siksa lahir dan batinnya.
*****
Matahari kembali menyapa ku dengan sinar terangnya.
Aku mengucek mata ku sebelum aku bangun dari tempat tidur ku.
Mata ku sedikit berat saat di buka, dan saat aku berkaca mata ku sedikit sembab karena menangis semalaman.
"Tiara, bangun nak. Tiara..."
terdengar ibu yang memanggil ku dari balik pintu.
Seketika aku kembali teringat dengan yang terjadi kemarin, aku memilih diam dan tidak menjawab panggilan ibu.
"Tiara, apa ibu boleh masuk? Ibu mau bicara, nak"
Aku berdiri di belakang pintu dan ingin membuka nya, namun aku masih sedikit kesal dengan ibu.
"Sudah siang bu, aku mau mandi" ucap ku lalu pergi ke kamar mandi
Aku tidak tau apakah ibu masih berdiri di depan kamar ku atau tidak, aku hanya ingin membuat ibu mengerti kalau ayah itu tidak pantas untuk nya.
Setelah aku siap dan rapi, aku keluar dari kamar ku.
Di meja makan, ayah dan Arya sudah duduk di sana.
Niat ku ingin berpamitan pada ibu urung ku lakukan, aku memilih untuk langsung pergi ke sekolah tanpa sarapan lebih dulu.
"Tiara, mau kemana kamu? Ayo sarapan dulu nak" cegah ibu yang melihat ku keluar dari pintu
"Aku sudah telat bu" jawab ku dengan ketus tanpa menoleh
"Kenapa kamu mengejar anak itu, biar kan kalau dia tidak mau makan. Sajikan sarapan untuk ku dan Arya, apa kamu mau Arya telat ke sekolahnya!" terdengar ayah yang berteriak pada ibu karena mengejar ku hingga ke halaman, aku segera berlari agar ibu tak lagi mengejar ku.
Sejujurnya aku sedih bersikap seperti ini pada ibu, tapi mau bagaimana lagi....
Pikiran ku menjadi kacau, aku bahkan tidak bisa konsentrasi dalam pelajaran ku.
Di tambah lagi dengan perut ku yang lapar karena aku tidak makan sejak sore kemarin.
Aku bahkan juga tidak ada uang saku, aku hanya diam dan memilih menahan rasa lapar ku sendiri.
BERSAMBUNG.....
☀️☀️☀️☀️☀️
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!