Sore itu langit tiba-tiba menggelap dan menghitam seperti akan runtuh dan menjatuhkan dirinya ke bumi. Seperti halnya dengan hati Alaric hari itu. Hatinya juga gelap menghitam seolah siap runtuh dan hancur karena diputuskan oleh sang pacar.
Hatinya dipenuhi amarah dan dendam akan pengkhianatan pacarnya. Hanya karena dirinya tidak bisa mewujudkan keinginan gadis itu untuk melakukan one night bersamanya, Alaric justru dicampakkan oleh gadis itu.
Seperti mendukung suasana hati Alaric yang tengah berjalan pulang menuju rumahnya, cuaca hari itu nampaknya sedikit aneh dan tak biasa. Selain langit yang berwarna gelap menghitam, banyak awan yang nampak menggulung seperti ombak di lautan.
“Wuah, kayaknya langit juga sedang dikhianati” celotehnya konyol.
Meski ucapan konyol Alaric hanyalah sebuah celetukan untuk menghibur dirinya sendiri, nyatanya langit memang sedang dikhianati. Sistem yang seharusnya berjalan dengan semestinya, harus porak poranda karena seorang gadis.
“Flora, kau harus ikut bersama kami! Tugasmu sudah tak kau jalankan dengan semestinya, kau harus dimusnahkan!”
Sebuah suara yang menggelegar memekakkan telinga seorang peri kecil bernama Flora. Dia berusaha melarikan diri dari kejaran Selectors, yang bertugas menyeleksi peri yang sudah tidak berguna di dunianya, dan harus bersiap untuk dimusnahkan.
“Saya tidak mau!” teriak Flora histeris.
Gadis itu terbang melesat menuju gerbang pembatas antara dunia peri dengan dunia manusia. Gerbang itu sering disebut dengan Gerbang Cacing, karena mirip dengan warmhole atau lubang cacing yang menghubungan dan terbuka di antara dua dunia yang berbeda.
“Kalau kalian mencoba memusnahkanku, akan kuobrak abrik sistem di dunia kita dan dunia manusia” ancamnya.
Suara besar itu kembali terdengar. Ia memerintahkan seorang anggota Selectors bernama Eldora untuk segera menangkap Flora dan memusnahkannya.
Flora semakin panik mendengar nama itu, karena Eldora adalah Selectors yang paling ditakuti para peri. Dia terkenal paling jahat dan susah untuk diajak negosiasi. Setiap nama yang ia pegang, selalu berakhir dengan kematian.
Sebelum Eldora mendatanginya, Flora langsung melarikan diri dan keluar dari gerbang cacing. Tubuhnya yang kecil ternyata tak mampu menangani besarnya tekanan yang ada di dalam gerbang cacing itu.
Ia pun berteriak kesakitan karena tubuhnya yang mungil harus bergulung melawan perubahan dimensi waktu. Rasanya seolah dirinya tengah dicabik-cabik dengan ribuan pisau yang menghujami tubuh kecil Flora.
Tapi Flora terus bertahan. Dimusnahkan oleh Eldora lebih menyakitkan dan menakutkan baginya. Dalam proses itu akhinya Flora tak sadarkan diri. Tubuhnya terbang menghilang di antara cahaya putih yang seolah menelannya.
***
Alaric telah sampai di rumahnya. Perpisahannya dengan sang pacar membuatnya cukup frustasi, sebab Alaric tidak mudah jatuh cinta. Dan ia sudah berpacaran dengan kekasihnya ini selama lima tahun.
Selama itu pula dia hanya berpegangan tangan dan memeluknya. Alaric bukan tipe orang yang berpikiran terbuka. Dia tidak akan pernah mau berhubungan di luar batas karena baginya itu akan sangat merugikan bagi banyak pihak.
Itulah sebabnya dia merasa hatinya hancur karena sang pacar memutuskannya setelah ketahuan selingkuh dan melakukan one night stand bersama selingkuhannya. Alaric merasa dirinya tak berguna. Ia mulai goyah akan prinsip yang dibuatnya sendiri. Ia malah membayangkan seandainya dia menuruti kekasihnya, apakah dia akan bahagia dan tidak seterpuruk ini.
Alaric berdiri di belakang jendela ruang tamunya sambil memandang ke arah halaman depan rumahnya yang luas. Ia membayangkan dirinya yang berlarian dengan kekasih yang teah menjadi istrinya, dan anak-anaknya yang cantik dan ganteng. Bayangan itu sepertinya sangat menyenangkan baginya. Bahkan ia nampak tersenyum-senyum sendirian.
Tiba-tiba ia melihat cahaya putih yang menyilaukan dan membuat matanya mengerjap. Cahaya itu seperti akan mendatangi dirinya. Alaric berteriak histeris karena cahayanya semakin membesar dan mendekat ke arahnya. Ia mengira sebuah satelit jatuh dari langit dan akan menghancurkan dirinya.
Cahaya itu akhirnya terhempas dan jatuh menabrak halaman depan rumah Alaric. Ia menutup mata dan melindungi dirinya dari ledakan yang mungkin akan terjadi, pikirnya.
Namun saat ia memberanikan diri membuka matanya, dia tak melihat apapun yang terjadi. Mulut Alaric terbuka lebar saat melihat rumah dan ruang tamunya baik-baik saja. Ia bahkan keluar ke halaman dan semua tetap seperti saat ia melewatinya.
“Apa yang barusan tadi?” teriaknya.
Alaric menjadi ketakutan. Dengan jelas ia melihat sebuah cahaya putih besar menghantam rumahnya, tapi semua baik-baik saja seolah tak ada yang terjadi.
Ia masih berjalan kesana kemari untuk memastikan dan mencari tahu. Bahkan Alaric bertanya pada tetangganya apakah mereka melihat cahaya putih besar yang jatuh menghantam halaman rumahnya. Tapi para tetangganya justru melihat Alaric dengan pandangan aneh, seolah dirinya sedang halusinasi atau bicara melantur.
“Masa nggak ada yang ngeh sih, segede itu lho” gumamnya heran.
Meski masih merasa takut dan heran dengan keanehan itu, Alaric berusaha melupakannya dan kembali ke dalam rumah.
***
Flora membuka matanya dan menyadari dirinya yang terjebak dalam suatu tempat yang tak ia kenali. Perputaran dalam gerbang cacing membuat tubuhnya lemas.
“Hiw, dimana ini? Apa aku udah mati?”
Flora mencoba menggerakkan sayap kecilnya untuk terbang mencari tahu keberadaannya, tapi ia tidak bisa keluar dari tempat itu.
“Hiw, kenapa aku nggak bisa keluar, apa Eldora mengurungku di sini?” teriaknya.
Flora memukul-mukul dinding yang tak terlihat namun ia bisa rasakan. Tapi seberapapun ia berusaha menghancurkan dinding itu, hasilnya selalu gagal. Ia sudah yakin bahwa dirinya terkurung di tempat asing ini.
“Eldoraaa” teriaknya panjang.
Dan tiba-tiba terdengar sebuah suara yang hanya didengar oleh Flora.
“Flora, kau dihukum atas perbuatanmu yang melanggar hukum dunia peri. Kau akan dikurung di sini sampai Eldora menjemputmu. Renungkan kesalahanmu!”
Flora kembali berteriak frustasi. Ia baru sadar kalau dirinya terjebak dalam sebuah pohon. Namun ia belum tahu bahwa dirinya telah berada di dunia manusia.
“Sial, apa aku harus disini sampai Eldora sialan itu datang?” teriaknya lagi.
Dan saat malam hari mulai tiba, ia melihat sebuah pemandangan yang membuatnya bahagia. Flora melihat seorang manusia berdiri di depan pohon dimana ia terjebak.
Setelah mengamati beberapa saat ia menyadari bahwa dirinya terlempar ke dunia manusia. Ia melihat sebuah rumah, dengan cahaya lampu yang hangat, dan seorang manusia.
“Hiiiiwww, ini dunia manusia ternyata. Aku terlempar kesini rupanya” serunya antusias.
Sejak lama Flora memang menyukai dunia manusia, dulu ia berusaha agar bisa turun ke dunia yang menakjubkan ini. Tetapi kemampuannya tak pernah diakui, sehingga dia terus berada di dunia peri dan berakhir akan dimusnahkan.
"Nggak terjadi apapun, tapi ada yang aneh” celetuk Alaric.
Dia yang masih penasaran kembali ke halaman depan rumahnya. Ia berjalan ke arah pohon yang memang menjadi lokasi jatuhnya cahaya aneh tadi.
Dan tiba-tiba dia mendengar suara yang sangat lirih tapi cukup untuk masuk ke dalam pendengarannya.
Ia mendengar seperti suara rintihan, tapi ia tak menemukan siapapun di sana. Alaric berlari karena mengira ada hantu di rumahnya itu, tapi kemudian ia berhenti dan berbalik setelah mendengar suara itu lagi memanggil dirinya.
“Hei, kau! Kesinilah!” teriak Flora memanggil Alaric.
“Apa aku sudah gila karena putus kemarin, sekarang aku mendengar ada yang memanggilku tapi nggak ada orangnya” gumam Alaric.
Berulang kali Flora memanggilnya dan justru membuat Alaric semakin takut dan melarikan diri. Ia hanya berputar-putar terus di dalam rumahnya. Entah kenapa ia tidak terpikirkan untuk berlari ke jalanan atau lebih jauh dari itu. Ia hanya terus berputar-putar sampai akhirnya ia malah berhadapan lagi dengan Flora, hingga akhirnya dia jatuh terjerembab dan tak sadarkan diri.
Alaric tersadar dan mendapati dirinya masih berada di halaman depan rumahnya. Ia memegang kepalanya yang masih terasa berat dan pusing. Matanya yang perih dan terus mengerjap, masih meninggalkan pandangan yang buram. Begitu mengingat kejadian sebelum dia jatuh pingsan, Alaric langsung bangkit dan berlari ke dalam rumah. Ia terkejut melihat waktu sudah menunjukkan pukul satu pagi.
“Haish, berapa lama aku pingsan?” gerutunya.
Beberapa kali dia mengintip ke luar jendela dan menatap pohon yang ada di depan rumahnya itu. Ia mencoba menyadarkan dirinya, menelaah kejadiannya, dan tetap saja tidak mendapatkan hasilnya.
“Aaahh, apa benar di sini ada hantunya? Bisa gila aku” gerutunya lagi.
Alaric memang tinggal seorang diri. Dia memutuskan tinggal di rumah itu setelah membelinya dari seseorang yang sedang membutuhkan uang dengan cepat. Melihat harganya yang tergolong murah dan tabungannya juga cukup, ia memutuskan untuk membeli rumah itu. Tetapi dia tidak pernah tahu ada info apapun mengenai cerita hantu atau semacamnya. Dan akhirnya Alaric terjaga semalam suntuk karena takut akan ada hantu yang mengganggunya lagi.
Sementara Alaric menjaga dirinya akan hantu yang ditakutinya, Flora yang gagal memanggil Alaric untuk mendekat ke pohon, mulai merasa kesal. Flora bahagia karena dilempar ke dunia manusia, tapi bukan untuk terkurung di sebuah pohon tua seperti ini.
“Eldora, akan kubuat kau menyesal telah mengurungku disini” teriaknya frustasi.
“Argh, gimana caranya keluar dari sini?” gerutunya sambil terus memukul-mukul dinding yang menahannya.
Tiba-tiba Flora melihat sesuatu yang terang sepert cahaya lampu yang besar di depan pohonnya. Dari balik cahaya terang itu keluar seseorang bertudung hitam dengan wujud seperti manusia namun memiliki sayap yang besar. Dia mendekati pohon tempat Flora terkurung. Begitu melihatnya dari dekat, Flora menggerakkan sayapnya untuk mundur hingga menabrak dinding pohon. Ia mengenali seseorang itu, dia adalah Eldora.
Eldora mengatakan sesuatu dengan suara yang menggelegar. Flora langsung bergetar mendengar suara sebesar itu, ia bahkan masih sempat memikirkan manusia-manusia yang mungkin mendengarnya. Namun tentu saja manusia tak akan mendengarnya meskipun suara Eldora sekeras guntur. Suaranya hanya bisa didengar oleh peri yang dia pilih untuk mendengarkannya.
“Flora, apa kau serius bisa membuatku menyesal karena telah mengurungmu di sini?”
Flora sangat ketakutan karena ucapannya yang asal keluar dari mulutnya, didengar oleh Eldora. Ia tak menyangka suaranya akan tetap terdengar dari dunia manusia.
“Heii, i..itu tidak mungkin. Mana berani aku melawanmu” jawabnya tergagap.
"Tunggu sebentar, apa maksudmu.. kau yang mengirimku kesini? Bukan aku yang terlempar dari gerbang cacing?” tanyanya tak mengerti.
“Apa menurutmu, para Ratu akan membiarkanmu melewati gerbang cacing semudah itu? Kau harusnya sudah mati melewatinya dengan tubuh lemahmu” jawab Eldora.
Flora masih tak mengerti, jika dia bukan terlempar tapi sengaja dilempar dan dikurung di sini, apa tujuannya? Terlebih yang melakukannya bukan ratu atau raja peri, melaikan Eldora. Bukankah Eldora diutus untuk menangkap dan memusnahkannya.
“Pertanyaan yang bagus, Flo” kata Eldora.
Flora lupa bahwa Selectors memiliki kemampuan membaca pikiran para peri, apalagi peri kecil nan lemah seperti dirinya.
“Aku memang diutus untuk memusnahkanmu, tapi tidak sekarang. Masih ada satu kesempatan terakhir untukmu” lanjutnya.
“Kesempatan terakhir untuk apa?” Flora masih saja tak mengerti.
Akhirnya Eldora memberitahunya tentang kesempatan terakhir itu. Setiap peri yang dianggap tidak berguna lagi akan dimusnahkan dari dunia peri, namun sebelum pilihan itu terjadi, mereka akan diberi satu kesempatan terakhir untuk melakukan tugas terakhir mereka.
“Tugas terakhir? Untukku?”
“Mm.. tugas itu yang menjadi alasan aku menemuimu malam ini” ucap Eldora.
Flora mendengarkan tugas apa yang akan diberikan padanya. Dan setelah dia selesai mendengarnya, Flora tertegun. Ia tak tahu harus bereaksi seperti apa. Apakah dia harus senang, bahagia, atau justru sedih dan takut?
Setelah Eldora menghilang dari pandangannya, dia merasakan ada yang berbeda. Ia tak lagi merasakan kekuatan dinding yang mengurungnya. Flora mencoba mendekati dinding itu dan melewatinya. Ternyata dia berhasil melewatinya tanpa kesulitan dan bahkan bisa keluar dari dalam pohon itu.
“Hiiiwww, akhirnya aku bebaaas” teriaknya.
Lantas ia mencoba memulai misi dan tugas terakhirnya. Ia membutuhkan wujud manusianya untuk melakukan misi itu. Namun setelah ia mencoba berubah wujud menjadi manusia, kekuatannya seperti menghilang. Ia terus mencoba merubah wujudnya tetapi selalu gagal. Berpikir kekuatannya telah benar-benar hilang, ia mencoba menghidupkan satu tanaman yang mati di sekitar pohon itu, dan berhasil.
“Ini berhasil, kenapa aku nggak bisa berubah?” gumamnya heran.
Tiba-tiba ada seekor kupu-kupu yang datang entah dari mana, terbang mendekatinya. Kupu-kupu itu mengatakan padanya bahwa dia diutus menyampaikan pesan dari Eldora.
“Kau tidak akan bisa merubah wujudmu sebelum seorang manusia membebaskanmu dari pohon ini. Kau hanya kuijinkan keluar dalam wujud peri. Kau harus meminta manusia mematahkan satu ranting pohon itu agar kau bisa terbebas seluruhnya dan bisa menggunakan kekuatanmu untuk berubah wujud”
Mendengar pesan dari kupu-kupu itu, Flora langsung terbang berputar-putar tak terkendali. Ia merasa frustasi dan kesal dengan hukuman yang dia terima.
“Gimana caranyaaa?” teriaknya keras. Bahkan teriakannya tak lebih keras dari helaan napas manusia.
Namun setidaknya Flora masih bisa terbang di luar pohon. Jika dia masih terkurung di sana, ia merasa akan menjadi lebih gila.
“Baiklah, mari kita coba! Ngomong-ngomong di mana manusia itu sekarang?”
Flora menyemangati dirinya sendiri agar bisa melalui misi terakhirnya. Ia pun menggerakkan sayapnya mencari manusia yang tak lain adalah Alaric.
***
Pagi akhirnya tiba, langit subuh yang masih sedikit gelap telah berganti menjadi langit pagi yang lebih cerah. Alaric yang mencoba begadang semalaman karena berjaga dari hantu, akhirnya bisa terlelap meski baru satu jam ia tertidur.
Di tengah-tengah tidurnya, dia bermimpi seseorang yang sangat cantik menghampirinya dan memintanya untuk membukakan sebuah pintu. Tentu saja Alaric dengan senang hati bersedia membantunya. Namun begitu dia mencoba membuka pintu itu, ada sebuah badai yang tiba-tiba menerjang mereka berdua hingga terhempas jauh dari pintu itu.
Dan saat itulah Alaric terbangun dari tidurnya. Namun begitu ia bangun, ada yang aneh di sekitar dirinya. Ia merasa ada yang mengawasinya dari dekat. Ia juga merasa ada yang berkeliaran di sekitarnya tapi ia tak tahu itu apa. Ia tak melihat lalat atau nyamuk beterbangan di sekitarnya, tapi perasaan seperti itu terus saja ia rasakan.
Ya, perasaan Alaric tidak salah. Flora memang tengah mengitarinya seperti nyamuk dengan teriakan-teriakannya memanggil Alaric agar melihatnya.
Tentu saja tak semudah itu melihat seorang peri yang bahkan tak banyak orang yang mempercayai keberadaannya di era modern ini. Itulah sebabnya Flora merasa frustasi dan mengitarinya terus selama yang ia bisa.
Bagaimana dia bisa meminta Alaric mematahkan satu ranting pohon untuknya jika mendengar dan melihatnya saja tidak bisa.
“Heiiiii, manusiaaaaaaaa, lihat akuuuuu!!!”
Setidaknya sudah ada seratus kali Flora meneriakinya seperti itu sejak Alaric membuka matanya. Tetapi bagi Alaric suara teriakannya hanya terasa seperti udara yang berhembus tapi tidak terasa olehnya.
Bahkan usahanya memasuki mimpi Alaric pun dihambat oleh Eldora. Dia tidak diperbolehkan curang dan mengambil jalan pintas. Menyebalkan sekali, pikir Flora.
Tapi bukan Flora jika tidak mempunyai cadangan ide lainnya. Ia terkenal punya banyak akal di kalangan para peri. Hanya saja memang tak pernah ada kesempatan untuknya memperlihatkan kekuatannya di depan para raja dan ratu peri.
Ia terpikir satu cara yang memungkinkan manusia melihatnya. Ia akan terbang tepat di depan matanya. Jika gagal ia akan masuk ke telinganya. Benar-benar, Flora tak akan melepas kesempatannya untuk tetap hidup.
Flora memutuskan akan memulai rencana pertamanya. Tapi ia pikir, ia tidak bisa sembarangan terbang di depan mata Alaric saat pria itu tengah banyak bergerak. Ia harus menunggu saat yang tepat untuk memulai aksinya.
Namun setelah menunggu selama kurang lebih dua jam lamanya, pria itu sama sekali tak berhenti bergerak. Ia terus saja menyibukkan diri dengan berbagai aktifitas yang tak masuk akal di mata Flora. Ada saja hal yang Alaric lakukan demi melupakan kejadian menakutkan kemarin. Ia berolaharaga, menonton televisi sambil berjoget, bahkan sampai berkaraoke. Sangat sulit menemukan timing saat dia membuka matanya dengan posisi diam, seperti melamun misalnya.
“Aaghh, manusia satu ini sebenarnya mesin atau apa? Kenapa dia tidak bisa berhenti dari tadi?” gerutu Flora.
Dan saat Alaric menunjukkan tanda-tanda lelah fisik dan mental, dan Flora sudah bersiap menyambutnya, ia malah tertidur tanpa aba-aba.
“Sialan! Benar-benar ya ini manusia satu” teriak Flora, tentu saja hanya dia dan hewan-hewan di sekitarnya yang mendengar suaranya.
Padahal Flora sedang diburu waktu. Ia tidak bisa terus membuang waktunya seperti ini. Akhirnya ia memutuskan untuk beralih ke rencana kedua, masuk ke dalam telinganya dan berteriak sekencangnya di depan gendang telinga.
“Baiklahh, aku akan mulai sekarang..”
Baru saja Flora memasang kuda-kuda untuk melesat masuk ke dalam telinga Alaric, dia melihat pria itu tiba-tiba membuka matanya. Flora pun langsung bersorak kegirangan dengan gerakan tangan meninju-ninju udara.
Ia bersiap untuk terbang cantik di depan mata Alaric agar pria itu melihatnya. Dengan kecepatan terbang yang disesuaikan dengan rute, Flora akhirnya memulai penerbangannya. Ia masih berputar-putar di atas kepala Alaric sembari menunggu waktu yang pas untuk turun ke depan matanya.
Sedangkan Alaric yang secara tiba-tiba membuka mata, mulai merasakan perasaan yang sama dengan sebelumnya. Perasaan diawasi dari dekat oleh seseorang. Alaric juga merasakan sesuatu yang lain namun ia mencoba menahan mulutnya agar tidak berteriak. Ia segera bangkit dari tempat tidurnya, dan duduk dengan perlahan. Ia mencoba fokua dan berdiam diri. Alaric mendengar sesuatu tengah terbang di sekitar kepalanya.
Ia memfokuskan pandangan dan pendengarannya. Dan dalam hitungan ketiga dalam hatinya, Alaric menepukkan kedua telapak tangannya di atas kepala.
“Nyamuk sialaan!” teriaknya geram.
Ia merasa sudah frustasi karena diputuskan pacarnya, lalu mengalami hal yang aneh, dan sekarang nyamuk pun menggangggu tidurnya.
Sementara itu Flora yang dari tadi sibuk mengatur rute dan kecepatan terbangnya, hampir saja gepeng karena tepukan tangan Alaric yang diluar dugaan.
“Wuah, manusia satu ini bener-bener ngajak berantem nih. Awas aja kalau aku udah bisa berubah jadi manusia, selesai kau!” kata Flora.
***
Usaha Flora menampakkan wujud perinya pada Alaric gagal total selama dua hari berturut-turut. Diluar dugaannya, Alaric yang mudah takut karena hantu, sekarang lebih waspada akan dirinya. Sikap siaga itu justru membuat Flora sulit memanfaatkannya.
Ia pun memikirkan rencana lainnya dari atas pohon. Flora duduk di satu ranting yang paling rendah. Ia meminta saran dari seekor kumbang yang tengah menikmati istirahat siangnya. Para peri memang memiliki kekuatan untuk bisa berbicara dengan hewan.
“Hei, kau kumbang kecil! Berapa lama kau hidup di sini?” tanya Flora.
Tapi kumbang itu tak menjawab pertanyaan Flora. Ia malah memalingkan wajahnya sambil mengeluarkan suara “huh” yang berarti “sedang marah”. Kumbang itu tak menyukai cara Flora bertanya padanya.
“Hiw, kamu nakal sekali kumbang kecil..”
“..baiklah, aku akan membawamu ke tempat yang kau inginkan nanti” katanya dengan nada dan wajah yang dimanis-maniskan.
Kumbang yang sepertinya berjenis kelamin jantan itu, akhirnya menjawab pertanyaan Flora bahwa dia sudah lima bulan tinggal di halaman rumah ini.
“Apa kau tahu gimana caranya agar aku bisa dilihat oleh manusia itu?” tanya Flora lagi.
Si kumbang lantas memberinya saran agar dia duduk di atas benda yang selalu manusia pegang setiap saat.
“Benda apa itu? Apa ada benda yang selalu dipegang manusia setiap saat?” tanyanya lagi.
Si kumbang menjawab dengan mengajaknya terbang ke rumah Alaric. Dia menunjuk ke arah ponsel yang tergeletak di atas meja di dalam kamar Alaric.
“Benda apa itu?”
Kali ini si kumbang benar-benar sudah frustasi meladeni pertanyaan-pertanyaan Flora. Bahkan ia sempat mengumpat padanya dan mengatakan bahwa Flora tak lebih pintar darinya.
“Kau, beraninya menghina peri!” teriak Flora.
Si kumbang akhirnya menyerah membantunya lagi, dan terbang pergi sambil mengeluarkan kata “huh” lagi, yang kali ini artinya adalah “bodo amat”.
Flora ingin meninjunya tapi ia juga terlalu gemas pada kumbang itu. Dengan informasi yang kumbang berikan, dia mendekati ponsel milik Alaric.
“Apa benar kalau aku duduk di sini dia akan melihatku?” gumamnya.
Akhirnya tanpa ragu lagi dia mencoba duduk di atas ponsel Alaric, dan menunggu manusia itu muncul.
Beberapa menit Flora menunggu Alaric di atas ponsel, tapi ia tak kunjung datang. Dan saat ponselnya tiba-tiba bergetar dan berbunyi, Flora berteriak kaget dan langsung terbang melesat bersembunyi di balik lemari.
Mendengar ponselnya berbunyi, Alaric berlari dari arah belakang rumahnya dan bergegas mengambil ponselnya. Sementara itu dari balik lemari, Flora mengintip Alaric yang mengambil benda itu dan menempelkannya di telinga.
“Wuah, apa itu? Kenapa dia bicara dengan benda itu?” seru Flora heran.
Ia memberanikan diri terbang di dekat Alaric dan ponselnya. Flora merasa takjub lagi saat ia juga mendengar suara dari dalam benda itu.
“Hiiw, manusia sangat hebat. Jadi mereka bisa berbicara satu sama lain dengan benda ini?” ucap Flora takjub.
Saking heran dan takjubnya, saat Alaric masih berbicara dengan seseorang di telepon, Flora justru dengan santai terbang ke depan matanya. Ia bahkan tak sengaja melakukan itu, karena niatnya hanya terbang karena takjub akan kehebatan manusia.
Dan saat itulah Alaric melihatnya dengan sangat jelas di depan matanya. Ia melihat sesosok perempuan kecil dengan sayap putih bening terbang di depannya. Alaric masih terdiam memandangi Flora yang belum sadar bahwa Alaric memandangnya. Flora tetap saja terbang sambil bernyanyi kegirangan.
Dan setelah memandangnya dengan fokus dalam waktu yang cukup lama, Alaric yakin bahwa sesuatu yang tengah terbang di depannya itu tak lain adalah seorang peri yang ia lihat di film-film. Tanpa disadarinya, Alaric justru mengulurkan tangannya dan berusaha meraih peri itu.
Flora terkejut melihat Alaric meraih dan meletakkan dirinya di atas telapak tangannya. Saking terkejutnya dengan hal ini, ia justru tak bisa mengucapkan apa yang seharusnya dia ucapkan pada Alaric soal permintaannya.
Namun beberapa saat setelah bisa mengatur dan menyadarkan dirinya, Flora akhirnya bisa mengucapkan kalimat pertamanya di depan Alaric.
“Hai, manusia! Kenalin aku Flora, aku seorang peri”
Alaric cukup jelas mendengar kalimat itu karena Flora sedang duduk manis di atas telapak tangannya. Ia mendekatkan wajahnya pada telapak tangannya sekali lagi, dan akhirnya mengibaskan tangannya agar Flora terlepas.
“Aaaaaaaaarrrghh”
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!