NovelToon NovelToon

GADIS PENOLONG Sang Mafia

1. Menolong Pengemis

Hujan badai malam itu cukup menyeramkan bagi Alia yang nekat membawa motor di tengah hujan badai.

Karena pandangannya kabur ia akhirnya berhenti di emperan toko di mana ada seorang pengemis yang sedang tidur meringkuk di toko itu.

Alia membuka mantelnya dan juga helmnya hingga wajahnya cantik nampak jelas terlihat saat gadis ini mengibas rambutnya.

"Uhukkk....uhuk...!"

Pengemis itu terbatuk-batuk memancing perhatian Alia. Alia yang sangat baik hati mengeluarkan roti dan air di dalam tasnya untuk di berikan kepada pengemis itu.

"Bang...ini aku punya roti, tapi bukan roti mahal. Aku tahu bagaimana rasanya lapar. Ambillah roti ini dan juga airnya. Di makan ya." Ucap Alia dengan senyum merekah dan terlihat sangat cantik.

Pengemis itu pun bangkit lalu duduk mengambil roti yang di letakkan Alia di hadapannya.

"Makanlah...! Aku tahu kamu kelaparan. Aku tidak punya uang untuk memberikan kepadamu hanya roti ini yang aku punya." Ucap Alia lagi lalu membuka jaket miliknya dan di berikan kepada pemuda pengemis itu.

Penampilan pengemis itu dengan rambut panjang dan brewok tak terurus tidak membuat Alia takut.

Ia hanya menatap mata pengemis itu yang masih terlihat tajam dengan iris tebal yang menegaskan tatapannya yang dalam.

"Pakailah jaket ini agar kamu tidak kedinginan. Aku cukup pakai switer ini saja. Lagi pula sebentar lagi aku akan pulang ke rumahku dan kamu hanya tidur di sini beralaskan koran."

Ucap Alia lagi dengan penuh kerendahan hati membuat pemuda pengemis itu begitu tersentuh.

Pengemis itu tidak ingin membuka suaranya. Ia hanya membuka syalnya yang lusuh yang sudah terkena percikan hujan dan mengambil jaket miliknya Alia lalu di pakainya.

Ia kembali menatap wajah cantik Alia seakan ingin menyimpan wajah cantik itu dalam memorinya.

Ada rasa kagum pada gadis penolong itu. Dengan kesederhanaannya ia rela memberikan apapun yang ia punya hanya untuk seorang pengemis.

Pengemis itu melihat rok panjang warna abu-abu yang menunjukkan Alia masih duduk di jenjang SMA. Pengemis itu memperhatikan motor milik Alia yang juga terlihat bukan motor bagus.

Sepertinya gadis itu hanya butuh mesin motor itu yang masih berfungsi bukan bodi motor yang terlihat keren yang biasa di pakai gadis-gadis SMA yang memiliki status sosial menengah.

Pengemis itu terus memperhatikan wajah cantik Alia yang saat ini sibuk membuka ponselnya yang lagi-lagi ponsel yang hanya bisa telepon dan mengirim SMS.

Tidak seperti gadis seusianya yang berlomba-lomba mencari ponsel android dengan merk terkenal dan juga yang lebih mahal sesuai style mereka.

Pengemis itu mengulum senyumnya penuh kepuasan seakan perjuangannya selama satu tahun ini akhirnya berbuah manis karena ia sudah mendapatkan targetnya.

Ia melihat gadis itu mengirimkan pesan untuk keluarganya. Alia hanya mengirim pesan untuk adiknya kalau saat ini ia terjebak hujan badai.

Tidak lama kemudian, hujan mulai reda tinggal hujan rintik yang bisa ia lalui saat ini. Alia mengenakan lagi mantelnya dan juga helm. Ia juga tidak lupa pamit pada pemuda pengemis itu.

"Bang...aku pulang ya...! Hujannya sudah reda. Carilah tempat yang lebih nyaman untuk tempatmu berteduh. Semoga ada yang memberikanmu makanan yang layak daripada roti yang aku berikan kepadamu." Ucap Alia sambil naik ke atas motornya.

Pengemis itu hanya mengangguk pada Alia. Ia seakan tidak ingin membuat Alia mendengar suaranya.

Motor Alia berlalu dari hadapan pengemis itu. Beberapa menit kemudian, Damara mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi asistennya yang tidak jauh parkir di depan pertokoan yang sudah sepi itu.

"Apakah kamu sudah merekam adegan aku dan gadis itu tadi?" Tanya Damara.

"Sudah king."

"Bagus." Ayo jemput aku sekarang..!" Damara beranjak dari tempatnya lalu masuk ke mobil mewah miliknya.

Di dalam mobil, ia menanggalkan semua atribut penyamarannya dan menggantikan lagi dengan pakaian mahalnya.

"King ..! Apakah kita langsung pulang atau cari target lain?" Tanya Bili.

"Aku rasa gadis itu sudah memenuhi syarat untuk menjadi istriku. Aku jatuh cinta dengan kesederhanaannya dan juga perhatiannya pada kaum lemah.

Ia rela memberikan roti yang harganya hanya seribu perak dengan air putih yang harganya sama. Ia rela memberikan jaketnya padaku agar aku tidak kedinginan. Gadis yang seperti ini yang aku butuhkan." Ucap Damara.

"Bagaimana cara kita untuk menemukan lagi gadis itu, King?"

"Bukankah kamu tadi sudah meminta anggota kita untuk mengikuti gadis itu?" Tanya Mara terlihat gusar.

"Maaf king...! Aku tidak tahu apakah king suka atau tidak pada gadis itu." Ucap Bili terlihat menyesal.

Damara menendang jok belakang milik Bili sangat keras.

"Sialan ...! Kau telah menghancurkan rencanaku yang sudah bersusah payah menyamar beberapa bulan ini hanya untuk mendapatkan gadis yang tulus seperti gadis tadi.

Bagaimanapun caranya kamu harus mendapatkan alamat tempat tinggalnya gadis itu agar aku tidak kehilangan jejaknya." Titah Mara.

"Baik King...!"

Bili mengusap tengkuknya yang terasa sangat kaku karena harus mengikuti kegiatan aneh king nya hanya untuk mendapatkan ketulusan hati seorang gadis.

Sementara di bekang sana, Damara sedang menikmati dua roti pemberian Alya.

"Roti ini lebih mahal dan nikmat daripada roti yang biasa aku makan, Cinderella ku. Karena kamu telah memberikan padaku dengan ketulusan dan itulah harga yang tidak ternilai, dibandingkan makanan yang paling mahal di dunia ini." Ucap Mara.

Mara memejamkan matanya sambil mencium jaket milik Alia beraroma pelembut pakaian. Dari kemiskinan Alia yang bisa ia amati berdasarkan penampilan gadis itu.

Sepatu yang sepertinya sudah beberapa kali di tambal. Rok sekolah yang mungkin cuma satu terlihat warnanya mulai kusam, mungkin di pakai setiap hari jadi, langsung cuci kering pakai. Tas sekolah dan juga ponsel gadis itu, dan semua yang melekat di tubuhnya, kalau di hargai kurang dari lima ratus ribu.

"Semoga kita bisa bertemu lagi, Cinderella. Senyum dan wajah cantikmu sudah terpatri di hatiku dan semoga saja akan bertahta di jiwaku." Batin Damara.

Benda mewah itu kembali ke pemukiman elit di mana Damara bernaung. Pria tampan ini langsung membersihkan tubuhnya sambil berendam di dalam bathtub dengan air hangat beraroma terapi.

Sementara itu Alia yang sudah tiba di rumahnya di sediakan air hangat yang di masak ibunya agar putrinya tidak masuk angin.

Alia memiliki kedua orangtua dengan ibu yang bekerja sebagai tukang cuci gosok dan ayahnya bekerja sebagai tukang cuci mobil.

Alia juga memiliki dua orang adik kembar yang bernama Dewa dan Dewi. Keluarga itu hidup di dalam kesederhanaan.

Walaupun mereka miskin, tapi mereka masih punya rumah sendiri dengan luas tanah dua ratus meter yang merupakan tanah warisan dari kakeknya Alia dari pihak ayah.

Alia memejamkan matanya setelah membersihkan tubuhnya tanpa ingin makan malam lagi karena tidak ada yang bisa ia makan malam itu.

2. Penghasilan sepuluh ribu

Sekitar jam lima tiga puluh waktu subuh, Alia sudah berada di atas jok motornya karena ia harus berangkat lebih pagi agar tidak bertemu dengan para polisi yang sedang melakukan razia.

Maklum saja, Alia tidak memiliki SIM saat ini dan plat motor yang di gunakan adalah nomor plat palsu. Ia harus mensiasati bagaimana caranya ia berangkat lebih awal ke sekolah.

Sekolah yang cukup jauh dari tempat tinggalnya yang menjadi pertimbangannya Alia untuk berangkat lebih pagi.

Sebenarnya bukan alasan itu saja yang memaksa Alia berangkat lebih pagi. Alia sengaja bekerja dengan salah satu pemilik kantin makanan matang yang di jual di salah satu perusahaan, agar ia bisa mendapatkan makanan gratis dengan upah harian yang di bayar hanya sepuluh ribu.

Itulah cara Alia untuk mendapatkan uang sendiri dari membantu pemilik kantin itu. Kebetulan pemilik kantin itu tinggal di belakang gedung sekolahnya, jadi ia harus memarkirkan motor buntutnya di rumah bibi Ida.

"Assalamualaikum bibi Ida..!"

"Waalaikumuslam Alia. Tolong masak sayur sup itu dan opor ayamnya!" Titah bibi Ida sambil membalikkan ayam yang sedang ia goreng.

"Baik bibi." Ucap Alia semangat dengan menyiapkan bahan yang semalam sudah ia siapkan.

"Apakah kamu semalam kehujanan Alia? Karena semalam badai nya cukup menakutkan." Tanya bibi Ida.

"Aku harus menepikan motorku dulu bibi jika terobos, maka motorku mogok makanya aku memilih berteduh."

Sahut Alia yang selalu membantu bibi Ida menyiangi bahan sayuran dan membersihkan daging ayam, ikan dan daging untuk pagi ini mereka memasak usai pulang sekolah.

Itulah sebabnya, Alia selalu pulang malam hanya untuk upah sepuluh ribu sehari dengan bekal makan siang sesuai yang ia inginkan.

Hampir tiga tahun Alia berkutat dengan pekerjaannya itu dan sedikitpun ia tidak mengeluh dengan masalah upah.

Usai makanan matang, ia harus membersihkan semua perabot bekas memasak, baru ia bisa berangkat ke sekolahnya. Jam 6.20, Alia harus sudah berada di dalam kelasnya.

Rutinitasnya ini tidak diketahui oleh teman-temannya." Bibi..! Semuanya sudah rapi. Alia berangkat dulu."

Ucap Alia yang sudah memasukkan kotak makanannya ke dalam tasnya.

"Terimakasih Alia." Ucap bibi Yati.

Tiba di kelas, Alia sudah mengeluarkan bukunya untuk belajar sesaat sebelum pelajaran dimulai. Alia tercatat sebagai siswa yang cerdas.

Waktu istirahatnya ia gunakan untuk belajar dan mengerjakan tugasnya. Gadis yang berusia enam belas tahun ini meminimalisir waktu luangnya dengan belajar.

Jika teman-teman lainnya memilih untuk menjadi sugar baby agar cepat mendapatkan uang banyak, tapi tidak dengan Alia yang sangat menjaga kehormatannya.

"Alia...! Aku belum mengerjakan tugas IPA, apakah aku boleh menyontek milikmu?" Pinta Lidia dengan wajah memelas.

"Sudah. Ini....!" Alia memberikan tugasnya pada Lidia, sahabatnya yang selalu menghabiskan waktunya sebagai sugar baby dengan om tajir di luar sana.

Lidia secepat kilat menyalin semua tugas milik Alia dan seperti biasa, Alia selalu menolak uang seratus ribu pemberian dari Lidia.

"Kenapa sih Alia, kamu tidak mau menerima uang dariku? Apakah karena uang ini uang haram?" Tanya Lidia dengan wajah sedih.

"Maafkan aku Lidia, setiap orang punya pilihan hidupnya masing-masing, jadi aku lebih menikmati apa yang aku miliki daripada menerima uang darimu yang jelas-jelas aku tahu bagaimana cara kamu untuk mendapatkannya.

Itu tidak akan berkah untuk aku dan keluargaku. Aku tidak mau memasukkan satu butir makanan dalam tubuhku atau untuk keluargaku dengan yang haram." Tegas Alia.

"Jangan terlalu memandang hidup di dunia ini begitu idealis, Alia. Di pasar manapun, pedagang tidak pernah bertanya dari mana uang yang kita dapatkan dengan cara apa saat kita belanja pada mereka. Kenapa kamu sangat pusing memikirkannya?" Sungut Lidia.

"Karena aku tahu pekerjaan sampingan mu itu yang membuat aku enggan untuk menerimanya." Timpal Alia membuat Lidya hanya menarik nafas gusar.

Tidak lama kemudian, semua temannya sudah berada di bangku mereka masing-masing.

Daffa melirik wajah cantik Alia yang sedang fokus memperhatikan guru yang sedang menjelaskan rumus fisika.

Daffa adalah putra seorang pejabat di negeri ini yang sangat naksir berat pada Alia yang memang terkenal paling cantik di sekolahnya. Namun Daffa tidak bisa mendekati Alia yang selalu menjaga jarak dengannya.

"Apa yang kurang dengan diriku? kenapa gadis itu selalu menjauhiku?" Batin Daffa yang tetap menatap wajah Alia.

Nadin tidak suka dengan cara Daffa menatap Alia. Gadis ini selalu mencari cara untuk menjatuhkan Alia dengan kemiskinannya agar Daffa menjauhi gadis itu.

Ketika memasuki waktu rehat, semua siswa satu persatu merapikan buku pelajaran mereka di dalam tas. Lidia yang sengaja tidak menutup kencang botol minumnya agar Alia menyenggol botol itu.

Alia benar-benar tidak sengaja menyenggol meja milik Lidia hingga botol itu jatuh dan tumpah.

"Hei..gadis miskin!" Teriak Nadin yang pura-pura membuat roknya basah ketika air itu tumpah.

"Ya Allah...! Maafkan saya Nadin...! Saya tidak sengaja menyenggol meja kamu." Ucap Alia sambil mencari tisu untuk mengeringkan meja milik Lidia.

"Apa yang kau cari..?" Segera lap mejaku dengan rok mu itu..!"

"Mana mungkin Nadin, ini rok sekolahku." Ujar Alia sedih.

"Itu sudah pantas dijadikan jadi lap. Aku akan memberimu uang untuk membeli rok sekolah yang baru. Yang penting bersihkan meja ini dengan rok kusam mu itu!" Titah Nadin dengan angkuh.

"Maaf Nadin! Untuk mendapatkan rok ini, ibuku harus mencuci gosok baju orang kaya sepertimu seharian untuk mendapatkan upah hingga kulit tangannya sampai melepuh.

Untuk itulah aku menjaga dengan baik hasil keringat orangtuaku bagaimana mereka bisa memenuhi kebutuhanku."

Ucap Alia dengan kata-kata menohok hingga membuat banyak temannya yang begitu terenyuh mendengarkan pengakuan gadis malang itu.

Nadin terlihat gugup sendiri kala teman-temannya yang lain membantu Alia untuk membersihkan meja Nadin dengan tisu milik mereka.

"Apakah kamu tidak apa Alia?" Tanya Lidia dan Vania.

"Hahhh ..! Kalian adalah kumpulan manusia menyedihkan. Yang satunya tampil seperti pelacur, yang satunya seperti pembantu. Memang benar sih hidup kalian tidak jauh dengan kemiskinan." Ucap Nadin sambil melangkah meninggalkan kelasnya.

"Ingin rasanya aku merobek mulut besarnya itu." Ucap Lidia gemas.

Alia mencegah Lidia agar tidak terjadi keributan karena ia tidak ingin orangtuanya harus dipanggil ke sekolah gara-gara hal sepele seperti ini.

Sementara di tempat berbeda, Bili sibuk mencari informasi mengenai keberadaan Alia. Ia tidak bisa melacak nomor kendaraan bermotor milik Alia yang ternyata plat palsu.

"Sial...susah banget dapatin alamat gadis ini. Apakah aku harus pasang foto gadis ini agar bisa menemukannya?" Tanya Bili senewen sendiri di ruang kerjanya.

Cek...lek ..!

"Apakah kamu sudah mendapatkan alamat gadis itu?" Tanya Damara yang sudah tidak sabar ingin bertemu dengan Alia.

"Maaf king...! Motor yang dipakai gadis itu adalah motor bodong." Ucap Bili membuat Damara murka.

"Cari gadis itu hingga ketemu atau kamu akan aku pecat...!" Ancam Damara yang tidak ingin mendengar kata gagal.

Degggg....

3. Pertemuan Kembali Selama Tiga Bulan

Saat masuk liburan semester pertama, Alia begitu semangat untuk mulai aktivitasnya membantu bibi Ida yang saat ini sedang menerima pesanan untuk acara meeting perusahaan.

Biasanya perusahaan itu selalu memesan makan siang saat meeting di luar perusahaan bukan kantin perusahaan. Rupanya pemilik perusahaan lebih senang dengan masakan bibi Ida sehingga meminta asistennya kali ini memesan makan siang mereka di kantinnya bibi Ida.

Jika libur seperti ini, Alia sedikit santai membantu bibi Ida karena tidak terikat waktu dengan jadwal sekolah. Ia kini meracik semua bumbu masakan untuk setiap menu masakan sesuai pesanan perusahaan itu sendiri.

"Ini untuk seratus orang bibi, anggota meeting nya?" Tanya Alia menghitung lagi setiap kardus makanan yang di susun sepuluh tingkat untuk sepuluh ikat.

"Jangan sampai kurang Alia. Dan buatkan lima lagi untuk satpam dan OB yang akan membantu membawa makanan ini ke ruang meeting." Ucap bibi Ida.

"Baik bibi."

Usai memastikan semuanya sesuai dengan jumlah pesanan, kini Alia membantu meletakkan kardus makanan itu di dalam mobil bibi Ida.

Wanita paruh baya ini hanya mengandalkan Alia karena gadis itu selain pintar memasak, Alia juga sangat cekatan dalam melakukan apapun.

"Alia...! Upahmu hari ini tiga ratus ribu ya sayang." Kata bibi Ida membuat wajah Alia berbinar.

"Terimakasih ya bibi, aku boleh bawa makanan juga untuk keluargaku..?" Ijin Alia pada bibi Ida.

"Bawa saja. Siapa juga yang mau makan makanan itu. Kamu tahu sendiri anak-anak bibi semuanya belajar di luar negeri." Ucap bibi Ida yang sudah siap berangkat ke perusahaannya.

"Alhamdulillah, terimakasih ya bibi. Lumayan ini bisa buat makan siang dan makan malam untuk keluargaku." Ucap Alia yang sudah merapikan makanan untuk di bawa pulang.

"Alia...! Pastikan kamu pulang, dapur sudah bersih dan kompor sudah di matikan. Bibi jalan dulu karena sebentar lagi meeting akan di mulai." Ucap bibi Ida yang sudah masuk ke dalam mobilnya.

"Ok bibi. Siap..!" Ucap Alia melepaskan kepergian bibi Ida dan menutup lagi pagar rumah itu.

Saking buru-buru nya bibi Ida lupa membawa ponselnya yang tertinggal di dapur. Sementara itu Alia membersihkan semua peralatan masak dan wadah lainnya. Ia juga harus membuat dapur itu bersih dan wangi sebelum meninggalkan rumah itu.

Usai melakukan tugasnya, Alia ingat dengan adik-adiknya untuk segera pulang membawa makanan untuk mereka.

Dewa dan Dewi yang sedang menunggu kakak mereka membawa makanan membantu kakaknya menuruni makanan yang di ikat di jok motor kakaknya.

"Wah...! Ini banyak sekali kakak makanannya." Ucap Dewi saat melihat banyak lauk pauk yang terpisah masing-masing sesuai jenis dagingnya.

"Alhamdulillah. Hari ini kita pesta dek," ucap Alia yang ikut makan dengan kedua adiknya yang benar-benar lahap menikmati makanan itu.

Wajar si kembar menikmati makanan enak itu karena mereka jarang makan ayam maupun daging. Makanan Si kembar tidak jauh-jauh dengan tempe maupun tahu yang di masak ibunya dengan sambal andalan yang menjadi primadona di keluarga sederhana itu.

Dreetttt....

Ponsel Alia berbunyi. Alia mengamati nomor yang masuk tidak ia kenal. Karena takut penting, ia segera menerima panggilan itu.

"Hallo Alia...! Ini bibi Ida. Apakah kamu masih di rumah bibi...?"

"Alia sudah tiba rumah Alia bibi. Sekarang sedang makan siang dengan si kembar bibi. Ada apa bibi, ini nomor siapa?"

"Ini nomor pak satpam. Ponsel bibi tertinggal di atas kulkas. Bisa tolong antarkan ke perusahaan? Kamu tahukan perusahaan tempat bibi dagang..?"

"Tahu bibi. Tapi Alia tidak tahu kantin bibi di lantai berapa?"

"Kantin bibi di lantai dua. Tapi bibi akan tunggu kamu di taman perusahaan supaya kamu tidak perlu mencari bibi di dalam." Ucap bibi Ida.

"Baik bibi. Mungkin agak lama tiba di perusahaan bibi karena aku tidak mungkin membawa motorku. Aku naik ojek saja dari pada kena tilang."

"Iya tidak apa, nanti bibi ganti ongkosnya." Ucap bibi Ida.

Alia harus kembali ke rumah bibi Ida dengan menumpangi ojek yang mangkal di ujung gang rumahnya, untuk mengambil ponsel itu. Jarak perusahaan itu lumayan jauh dari tempat tinggal bibi Ida.

Setibanya di depan perusahaan rupanya ada sesi wawancara oleh media yang sedang mengerumuni seseorang.

Alia terlihat senang melihat para awak media yang rata-rata berasal dari berbagai stasiun televisi swasta. Rupanya gadis ini tidak tahu kalau perusahaan yang bibi Ida membuka kantin adalah perusahaan milik Damara.

Alia melewati awak media yang sedang bicara dengan Damara. Alia belum sempat melihat wajah pemilik perusahaan itu.

Ia harus mengembalikan ponsel bibi Ida karena wanita itu sedang menunggunya di taman samping sesuai perjanjian mereka tadi.

"Bibi ..! Teriak Alia ketika melihat bibi Ida sedang menunggunya di bawah pohon rindang.

"Alhamdulillah Alia, akhirnya kamu datang nak."

"Apakah meeting nya sudah kelar bibi..?" Tanya Alia seraya menyerahkan ponsel bibi Ida.

"Ini minum dulu teh botolnya. Bibi sengaja menyiapkan untukmu." Ucap bibi Ida sambil membuka ponselnya.

"Semoga mereka menyukai makanannya ya, bibi." Ucap Alia sambil meneguk minumannya.

"Mereka memuji masakan kamu Alia terutama si bos." Ucap bibi Ida sumringah.

"Maksudnya pemilik perusahaan ini bibi..?" Tanya Alia memastikan dugaannya.

"Iya sayang. Kata Asistennya tadi saat menemui bibi di kantin. Mereka sangat puas dengan makanan kita dan apa yang bos katakan pada asistennya...?" Ucap bibi Ida sengaja menjeda kalimatnya.

"Apa bibi ..?"

"Untuk seterusnya, mereka akan memesan makanan saat meeting di kantin kita. Itu berarti makanan kita sudah sampai di hatinya si bos."

"Berati selama ini si bos selalu makan siang di kantin bibi?" Tanya Alia penasaran.

"Iya sayang. Hampir tiap hari ia selalu makan siang di kantin milik bibi."

"Oh... pantesan. Si bos sudah terbiasa dengan masakan kita dan tidak cocok masakan lain." Ucap Alia.

"Kalau Alia penasaran dengan pemilik perusahaan ini, kebetulan dia lagi melakukan konferensi pers di depan lobi itu. Orangnya sangat tampan. Kamu bisa melihatnya di depan sana." Imbuh bibi Ida.

"Iya bibi. Alia jadi penasaran wajah pemilik perusahaan yang suka dengan masakan aku." Ucap Alia lalu pamit pulang sekalian pada bibi Ida.

Bibi Ida memberikan uang seratus ribu pada Alia untuk ganti ongkos gadis itu. Alia melangkah ke tempat konferensi pers itu di mana wajah tampan Damara terlihat jelas olehnya karena para awak media sudah duduk di bawah lantai sambil mengarahkan kamera dan mikrofon mereka ke Damara.

Tanpa di sengaja oleh kameraman, tubuh Alia ke dorong ke sedikit ke depan membuat Damara mengalihkan pandangannya ke wajah cantik Alia.

Seketika jantung pria tampan ini seakan mau copot di tempatnya saat melihat wajah cantik Alia lagi yang tiba-tiba ada di hadapannya saat ini.

Ia pun berhenti berbicara karena terpukau dengan kecantikan Alia dan juga kerinduannya pada gadis itu setelah tiga bulan ia mencari gadis itu. Para awak media nampak bingung melihat Damara tiba-tiba diam.

"Bukankah dia gadis penolong itu ..?" Batin Damara seakan ingin berteriak memanggil nama Alia tapi dia tidak tahu siapa nama gadis penolongnya.

Ia hanya bisa menatap Alia dan Alia merasakan ada getaran aneh dalam hatinya saat menatap mata elang si tampan yang pernah menyamar jadi pengemis itu.

Hanya tatapan dan jantung keduanya yang sedang berbicara kerinduan saat ini.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!