( Rachel POV)
Awalnya semua ini hanya bermula dari rasa penasaranku terhadapnya, namun berakhir dengan perasaan tragis yang kini kurasakan. Awalnya aku penasaran dengan Lelaki yang berhasil merebut hati sahabatku, namun akhirnya Aku malah jatuh cinta padanya. Inilah makna dari ungkapan yang sering oarang-orang lontarkan, jangan terlalu penasaran akan sesuatu karena akan berdampak buruk ke depannya. Seharusnya Aku berhenti, ketika Rea mengingatkanku untuk tidak terlalu penasaran ‘padanya’ karena Ia adalah lelaki yang baik. Namun, kecuriganku akan kepribadian gandanya yang Ia tunjukkan padaku ketika Rea tidak ada membuat rasa penasaranku membuncah terhadapnya. Semua ini bermula ketika Ia sengaja mencelakaiku dengan menabarak diriku yang sedang menyebrang di Jalanan depan Kampus. Mungkin Aku tidak mempermasalahkannya jika Aku tidak melihat plat nomor yang sudah begitu Ku hafal bermaksud menyerebetku. Aku bertanya-tanya apa salahku sehingga Ia berniat begitu, dan mengapa ketika di depan Rea Ia tampak begitu ramah kepadaku. Namun, kendati memperoleh jawaban atas pertanyaan yang memenuhi kepalaku selama ini, Aku malah menemukan fakta bahwa kini Aku menyukainya dan kepribadian gandanya itu.
“Jika memang Kita tidak ada masalah, lalu mengapa kau akan menabrakku saat itu?”
“Aku tidak bermaksud menabrakmu. Aku hanya ingin mencari perhatianmu.” Lelaki mendekat padaku, membuatku merasa ngeri dengan wajah tampannya yang sarkastik.
“Mencari perhatianku? Apakah tidak ada alasan yang lebih logis dari itu?” Aku mencoba untuk terlihat tenang dan tidak terganggu dengan tatapannya yang seakan mengunciku.
“Lebih tidak logis mana dengan Kau yang terus membuntutiku, Kau pikir Aku tidak tau ? Apakah kau mulai tertarik padaku ‘lagi’ ?” Kucoba memberanikan diri untu menatap wajahnya dan rasanya wajahnya juga begitu familiar bagiku.
“Siapa kau sebenarnya? Apa maumu?” Sepersekian detik setelahnya ia mengcekram daguku dan mendekatkan wajahku kepadanya hingga Aku bisa merasakan deru nafasnya menerpa wajahku.
“Aku hanya ingin meraih kembali apa yang sudah kulepaskan. Namun sepertinya, Kau sama sekali tidak mengingat dan menyadarinya selama ini.” Dan akhirnya Aku sadar dengan siapa Aku berhadapan sekarang, Arga.
Meski Aku tak begitu mengingatnya, namun Aku menyadari bahwa setidaknya Ia pernah menjadi seseorang yang begitu Aku dambakan. Hanya saja Aku masih tidak percaya, bahwa Ia mendekati Rea hanya agar dapat bertemu denganku. Kukira Ia sudah seperti diriku yang sudah melupakan kisah bodoh yang Kami alami ketika masih di sekolah menengah dulu, namun kenyataannya Dia masih saja mengungkitnya ketika Aku sama sekali tidak peduli dengan semua itu. Dan yang terburuk dari semua itu adalah fakta bahwa Aku kini ‘kembali’ menyukainya, tapi jangan harap Aku akan dibodohi seperti dulu. Aku takkan mengemis cinta seperti yang dulu pernah Ku lakukan, tidak akan ada lagi Surat Cinta, Kaleng Minuman, ataupun Sebatang Coklat yang akan Ku letakkan di laci mejanya seperti dulu. Tak akan pernah.
“Rachel, lusa double date yuk,. Aku sama Arga mau ke Bali, kamu ikut ya sama Jeno.” Rea sepertinya sama sekali tidak peka dengan suasana hatiku yang buruk saat ini.
“Engga ah, lagian Aku baru pdkt sama si Jeno. Masa udah ngajak ngedate, murahan banget dong Akunya.” dengan malas Aku menjawab pertanyaan Rea.
“Ayolah,Hel. Jeno Aku sama Arga yang ngajak deh. Kamu pergi aja sama Kita, nanti pas Jeno datang Kamu bareng sama Jeno.” tawar Rea kembali.
“Engga, liburan ini Aku mau di rumah aja. Mager kemana-mana, mending tidur."
“Kalau Kamu engga mau pergi, Aku laporin ke Tante kalau kemarin kamu engga ke rumahku tapi ngedate sama Jeno.” Ancamnya, padahal malam itu Aku tidak bersama Jeno melaikan bersam..Err..Arga.
“Oke, dengan satu syarat Aku engga mau keluar diatas jam 11 malam.”
“Sip, besok kamu beres-beres terus ya, lusa Kita berangkat.”
Ini adalah hal yang paling Ku takutkan ketika memutuskan untuk pergi bersama Rea, Aku sengaja datang terlambat agar tidak berpapasan dengan Arga di jalan karena jarak rumah Kami yang dekat. Namun, lelaki itu malah menjemputku dengan alasan Rea yang tidak ingin pergi terlalu lama, rasanya seperti mengkhianati teman sendiri jika seperti ini ditambah Aku harus duduk di kursi penumpang yang berada di depan.
“Aku punya firasat baik tentang perjalanan Kita kali ini, Aku harap setelah ini Kita dapat kembali seperti sebelumnya.” Ia membuka pembicaraan yang berhasil membuatku semakin kesal.
“Bisa ga, Kamu bicara yang lain aja? Risih tau!” Rasanya Aku benar-benar akan meledak sebentar lagi.
“Mengapa harus menghindar dari topik ini? Bukankah Kita sama-sama menyukainya?”
“Arga, jangan gila! Ini sudah hampir 4 tahun sejak aku berhenti menyukaimu. Jangan coba memancing amarahku!”
“Apa Kau tidak ingat bagaimana dulu Kau begitu tergila-gila padaku? Maka mari Kita lihat sekarang siapa yang lebih gila.”
Bosan menjawab omongan tidak masuk akal Arga, Aku pun memutuskan untuk memejamkan mata dan pura-pura tertidur. Sekarang Aku sama sekali tidak tau berbuat apa atas sikap Arga yang berubah 180 derajat ini. Entah Aku harus meladeninya atau menolaknya seperti yang dulu Ia biasa lakukan.
***
(Arga POV)
Aku tidak peduli ia dengan kegilaan apalagi yang akan kulakukan setelah ini. Bagiku mengambil kembali hati Rachel adalah yang terpenting. Dengan semua penolakan dan luka yang pernah kugoreskan di hatinya seharusnya sekarang ia pantas untuk bahagia. Namun, keegoisanku membuat kami harus kembali bertemu. Membuat luka yang hampir tertutup itu kini terbuka kembali.
“Hel, kamu tenang aja setelah ini Aku ga akan nyakitin kamu lagi. Aku ga akan bikin kamu malu ataupun sedih karena penolakanku seperti dulu. Akan Aku pastiin orang yang dulu remehin kamu karna suka sama Aku akan menyesal.” dengan lembut Aku mengelus kepalanya, damai rasanya melihat gadis ini tenang seperti sekarang. Andai saja ketika bangun ia juga tenang seperti ini, pasti semuanya akan berjalan lancar.
***
( Rachel POV)
Kami sampai di sebuah resort tepi Pantai yang cukup luas, Rea menunggu di depan pintu Resort lengkap dengan pakaian musim panasnya, mini dress selutut dan topi yang cukup besar di kepalanya. Seperti biasa, Sahabatku itu sangat cantik. Mungkin ini salah satu alasan yang membuat Arga mencintainya.
“Akhirnya Kalian nyampe juga, yuk masuk! Ini Resort punya Keluargaku, jadi kalian bisa langsung pilih aja mau kamar yang mana.” ujar Rea begitu Kami tiba di resort.
“Gilasih, seperti yang kita duga Andrea Veranda.” Arga berbisik pada Rea, namun Aku masih dapat mendengarnya, Rea tersenyum setelahnya meraih tangan Arga dan masuk ke Resort.
“Oh, iya barang-barang kalian dimana?” ketika akan memasuki Kamar masing-masing, Aku dan Arga baru sadar bahwa barang bawaan kami masih tertinggal di mobil.
“Ah, iya. Aku baru inget barangnya masih di mobil. Sayang, Aku sama Rachel ambil barangnya dulu ya.” Aku bisa melihat Rea masih ingin berlama-lama dengan Arga, Aku tau bahwa ia juga sengaja untuk tidak langsung masuk ke kamarnya ketika Kami akan masuk ke kamar kami masing-masing.
“Gapapa, biar Aku aja yang ambil mana kunci mobilnya.” Aku dapat melihat Arga sedikit enggan, namun tangan Rea yang meraih tangannya membuatnya menyerah dan memberikan kunci mobilnya padaku.
Aku membuka bagasi mobil Arga, ada dua tas berukuran sedang disana. Memang tidak cukup besar, namun akan merepotkan jika membawanya sekaligus. Aku mencari benda yang akan memudahkanku membawa kedua tas tersebut sekaligus. Aku melihat sebuah tas lipat yang cukup besar, namun tanganku tak mampu meraihnya karena berada di bagian bagasi paling bawah. Aku terus mencoba meraihnya, hingga tak sengaja menyenggol sebuah kotak yang berada tidak jauh dari tas lipat tersebut.
Aku menutup mulutku, terkejut dengan isinya. Ada puluhan fotoku yang keluar dari kotak yang jatuh itu. Dan itu semua diambil dengan candid. Aku bertanya-tanya Apakah Arga benar-benar mengawasiku selama ini. Rasa tidak nyaman memenuhi diriku. Bagaimana mungkin Arga berbuat hal seperti itu. Dengan ragu, Aku kembali membereskan kotak tersebut dan meraih tas lipat yang akhirnya dapat kuraih. Kumasukkan tasku dan Arga ke dalam tas lipat yang cukup besar itu. Aku membawanya dengan memeluk kedua sisinya dengan kuat, meskipun sedikit menutup tubuhku namun jauh lebih mudah daripada harus memegangnya dengan kedua tangan.
Kakiku sudah sangat kebas, jarak mobil Arga ke Resort memang tidak begitu jauh. Namun, dengan bawaan yang cukup berat ini rasanya sangat lama untuk segera sampai ke resort. Untunglah, Jeno datang dan membantuku, ia yang baru saja sampai mengambil barang bawaanku dan membawanya ke resort.
“Makasih ya Jeno, udah mau bantuin Aku.” ujarku pada Jeno ketika Kami sampai di depan kamarku.
“Iya gapapa,Hel santai aja. Tapi btw tumben bawaan Kamu banyak banget?” tanya Jeno
“Ah engga, ini punya Arga sebagian.” balasku.
“Lah, kok kamu yang bawain?” tanya Jeno.
“Ah, engga tadi Arga ada perlu sama Rea jadi Aku yang bawain gitu.” Jawabku.
“Oh, yaudah sini tas Arga titipin sama Aku aja. Kebetulan Kamar Kita sebelahan.”
Aku memberikan Tas Arga pada Jeno, namun tiba-tiba selembar foto terjatuh dari tas lipat yang kubawa tadi. Jeno mengambilnya dan memberikannya padaku.
“Ini foto Kamu? Kok pake bawa foto segala sih,Hel. Mana candid gitu lagi.” Ah sial, sepertinya Jeno melihat foto itu.
“Haha, paling keselip pas Aku beberes tas kemarin.”
“Haha iya-iya, lain kali hati-hati loh Hel. Foto kaya gitu kalau jatuh ditangan yang salah, bisa terjadi apa-apa loh.”
“Emang apaan? haha.”
“Ya, Kamu tau sendirilah,wkwk."
***
( Rachel POV)
Aku membaringkan tubuhku di atas tempat tidur yang cukup empuk itu. Aku mencoba menutup mataku, namun bayang-bayang fotoku yang ada di mobil Arga memenuhi pikiranku. Apa yang sebenarnya diinginkan lelaki itu. Dia bahkan tidak pernah peduli padaku 4 tahun lalu, namun bagaimana bisa Ia melakukan hal seperti itu sekarang.
Dibandingkan Arga yang menyebalkan dan suka seenaknya, Jeno jauh lebih baik. Meskipun sudah sedikit lama Kami dekat satu sama lain, Ia tidak pernah memaksaku untuk menjalin hubungan denganku. Ia bahkan masih begitu baik, ketika Aku menolaknya dengan alasan tidak ingin berpacaran terlebih dahulu. Aku tidak tau mengapa, namun setelah Aku menghabiskan waktu 4 tahun untuk melupakan Arga. Aku memutuskan untuk tidak jatuh cinta lagiku. Bagiku untuk apa Aku harus membuka perasaanku, ketika Aku justru akan menutupnya rapat-rapat suata saat nanti. Aku hanya takut lelaki lain sama seperti Arga, jujur saja Aku tidak siap jika harus mengalami hal itu kembali.
Just stay with me,’till end~
Ponselku berdering, memutar sekilas lagu favoritku akhir-akhir ini.
REA
“Halo,Re? Ada apa? Aku mau Tidur,nih.”
“Eh, jangan Tidur dulu dong,Hel. Kan Kita kesini buat seneng-seneng, Hel bukan tidur-tiduran.”
“Tapi, Aku capek banget Re. Mana pernah Aku naik mobil gini ke Bali.”
“Yah, kapan lagi coba Kamu rasain travelling kaya gitu. Tapi, sekarang Kamu paham kan alasan Aku nyuruh Kamu berangkat sama Arga.”
“Sialan Kamu,Re. Sengaja ya Kamu, gamau capek-capek jadi Kamu berangkat duluan naik pesawat dan nyuruh Aku buat nemenin pacar Kamu itu.”
“Ya, habisnya mana mau Arga berangkat sendiri naik mobil kesini. Tuh anak beneran ga bisa lepas dari mobil kesayangannya itu, Aku juga bingung kok dia sampe kepikiran buat bawa mobil ke Bali."
“Memang Aneh pacar Kamu,Re. Udah ah, Aku mau tidur aja asli capek banget.”
“Yaudah sih, tapi yakin Kamu tuh? Kita mau ke Jimbaran loh makan Lobser kesukaan Kamu waktu itu.” seperti biasa, Rea tidak pernah kehabisan cara untuk memaksaku.
“Yaudah, iya Aku siap-siap dulu kalian nunggu aja di teras depan. Awas aja pergi tanpa Aku.”
“Iya, Tuan Putri. Udah sana dandan yang cantik biar Jeno makin cinta.”
“Sengaja Kamu tuh ya, Andrea Veranda.”
***
Keluarga Andrea adalah salah satu orang terkaya di Surabaya. Mamanya adalah keturunan tiongkok, tak heran Andrea mewarisi wajah asia ibunya yang begitu cantik. Kehidupannya nyaris terbilang sempurna, menjadi teman Andrea adalah impian setiap gadis seusia mereka. Namun, sayangnya Andrea memilihnya sebagai sahabat terdekatnya.
Rachel tidak mengerti apa yang dilihat Rea darinya, ia tidak berasal dari keluarga yang terpandang, tidak begitu cantik dan populer pula. Rea adalah anak yang lugu dan sedikit manja, namun Ia sebenarnya begitu kuat dan cukup keras kepala. Ia ingat 2 tahun yang lalu, ketika ia pertama kali bertemu Rea, gadis itu menyelamatkannya dari sekelompok senior wanita yang mencoba menindasnya. Sejak itulah akhirnya mereka dekat, hampir tidak ada rahasia antara mereka berdua. Kecuali, tentang Arga yang sengaja Rachel sembunyikan dari siapapun sejak lama.
Rachel menatap dirinya di cermin yang hampir sepanjang tubuhnya itu. Ia tampak cantik dengan baju kaos lengan pendek berwarna putih, dan celana jeans baby blue. Ia memang tidak terlalu suka menggunakan Dress, ia merasa nyaman dengan pakaian kasual yang sudah menjadi bagian dirinya.
“Hel, Kamu dimana lama banget sih dandannya? Jeno ga bisa ikutan nih, katanya ada urusan penting di kantor.”
“Lah, yang bener aja. Kok dia ga ngasih tau Aku?”
“Jadi, Aku ke Jimbarannya bareng siapa?”
“Ya bareng Kitalah, makanya buruan ini si Arga udah kesel nunggu lama banget.”
“Iya iya, Aku ke depan nih.”
“Huuh,buruan.”
( Rachel POV)
Ah yang benar saja, mengapa hari ini begitu buruk. Aku bahkan harus pergi bersama mereka berdua.
Aku memasuki mobil Arga dengan malas, duduk di bangku tengah membuatku dapat melihat dengan jelas Arga dan Rea yang tengah asik bermesraan meskipun Aku sudah masuk ke dalam mobil.
“Ehem.”
“Eh, Kamu udah dateng Hel,hehe.”
“Huuh.”
“Udah ga sabar ya makan Lobster di Jimbaran?”
“Iya nih, makanya cepet suruh pacar Kamu nyetir. Bengong terus tuh dia.”
“Ah iya,Sayang. Cepetan,hehe.”
Apakah bermesraan di depanku bisa membuat mereka secanggung itu? Bukannya mereka memang suka pamer Kemesraan di depan umm?
Aku benar-benar menyesalinya. Kesepakatanku dengan Rea satu tahun yang lalu benar-benar menyakitiku perlahan. Awalnya Aku hanya meminta gadis itu untuk membuatku kembali dekat dengan Rachel, namun Rea malah mengajukan syarat agar Aku menjadi kekasihnya. Hanya agar bisa melihat Rachel dalam jangkauanku, Aku rela mengikuti semua kemauan Rea selama menjadi pacarku. Seperti saat ini misalnya, bagaimana bisa gadis itu memintaku menciumnya ketika Ia tau bahwa Rachel akan masuk ke mobil, Aku benar-benar takut Rachel salah paham namun mau bagaimanapun Rea saat ini adalah kekasihku, bukankah Rachel akan sedikit memakluminya?.
Aku tau bah Rea juga sedikit tidak enak pada Rachel, mau bagaimanapun mereka adalah sahabat dekat. Ia sudah tau bahwa Rachel pernah menyukaiku, tentu saja ada sedikit rasa bersalah di hatinya. Aku tau bahwa ia memintaku melakukan hal tersebut di depan Rachel, hanya untuk menguji seberapa besar perasaanku dan Rachel.
Rachel Kiana Larasati, gadis itu sudah banyak berubah sejak 4 tahun yang lalu. Dulu ia adalah gadis yang ceria dan menyenangkan, tidak seperti sekarang ia dulu selalu mengungkapkan apa yang dipikirkannya. Namun kini, ia begitu dingin dan tidak banyak bicara. Hanya wajah cantik dan menggemaskannya lah yang membuatku cukup yakin bahwa ia adalah Rachel yang Aku kenal.
“Re, kok tiba-tiba Kita ke Jimbaran sih? Katanya tadi mau ke Harvest Moon.” tanyaku pada Rea.
“Si Rachel suka banget Lobster disana, kapan lagi coba bawa dia main kesana lagi. Ini juga kalau ga Aku paksa, mana mau dia jauh-jauh ke Bali. Terakhir juga 3 tahun yang lalu kita kesini.”
“Hah, siapa bilang? Aku mau-mau aja tuh main ke Bali, cuma males aja kalau sama Kamu,huu.” sangat menyenangkan mendengar nada bicara khas Rachel ketika ia sedang kesal.
“Yee, kalau ga Aku ajak Kamu kemarin itu Kamu juga ga akan pernah ke Bali kan, Kamu tuh suka sok sibuk, kerjanya diem aja dirumah, mana demen travelling kaya gini.”
“Terserah Kamu deh,Re. Besok-besok kalau Kamu ajak Aku keluar Kota. Aku ga kan ikutan lagi deh ya?”
“Woahh jangan ngambek dong,Mba. Wkwk.”
***
Akhirnya mereka bertiga sampai di Jimbaran, salah satu restoran tepi pantai yang begitu terkenal di Bali. Citarasa makanan yang mereka sajikan begitu menggugah lidah dan membuat siapapun yang mencobanya akan rindu untuk kembali kesini. Angin malam cukup kencang malam ini, Rachel benar-benar salah kostum. Kaus putih tipisnya tidak dapat melindungi kulitnya dari terpaan angin malam yang dingin, ia sedikit kedinginan namun berusaha menyembunyikannya, terlebih ada Rea dan Arga disini.
Setelah memesan makanan, mereka duduk di sebuah kursi untuk tiga orang dan berbincang-bincang sejenak. Namun, tubuh Rachel terus menggigil. Ia tidak tahan dingin, kulitnya juga tampak memerah meskipun tidak terlihat karena lampu yang remang-remang.
“Kamu kedinginan,Hel. Ini pake jaket Aku aja.” Jika kalian pikir itu Rea, kalian salah. Itu Arga.
“Aku gapapa,Kok. Biasalah salah kostum kayanya Aku.” Rachel sedikit tidak enak pada Rea, mau bagaimanapun Arga kini kekasihnya. Bagaimana mungkin ia membiarkan kekasihnya memberikan jaket pada gadis lain.
“Kebiasaan nih sin Rachel, suka sok-sok an gapapa. Udah sana pake aja jaketnya Arga. Aku ga akan cemburu kok, lagian Kamu alergi dinginkan.”
Dengan enggan Rachel mengambil jaket milik Arga, ia tau bahwa mungkin Rea tengah mengutuknya saat ini. Yang iya saja ia tidak cemburu, jika itu Rachel ia mungkin akan memarahi Kekasihnya jika berani memberikan perhatian pada gadis lain.
"Kamu selalu pantas buat perhatiannya Arga,Hel. Ga ada alasan buat Aku cemburu." batin Rea.
( Rachel POV)
Kami baru saja pulang dari Jimbaran, perutku sangat kenyang karena menyantap begitu banyak hidangan disana. Meskipun bak obat nyamuk diantara Arga dan Rea, Aku tetap menikmati makananku dengan tenang. Entah mengapa, setelah semua yang kulalui perasaanku pada Arga juga ikut meluruh. Rasanya Aku begitu mudah menerima kenyataan bahwa Arga kini bersama Rea. Mungkin memang sudah takdir Tuhan begini, jadi untuk apa Aku harus repot-repot memikirkan hubungan mereka berdua.
“Rachel Buka pintunya dong, Aku takut tidur sendirian.” itu Rea.
“Masuk aja,Re. Ga dikunci kok pintunya.”
“Re, Aku tidur sama Kamu ya malem ini. Kamu taukan Aku ga biasa tidur di tempat asing.” Rea yang membawa sebuah bantal yang cukup besar di pelukannya mengambil tempat di sebelahku.
“Iya boleh,Kok. Tapi Aku tidur duluan gapapa? Cape banget soalnya.” Aku menuju pintu kamar dan menguncinya, sebelum akhirnya kembali ke tempat tidur.
“Jangan dong,Rachel. Aku ga bisa tidur nih, ada banyak hal yang mau Aku ceritain ke Kamu.”
“Besok aja ya cantik, beneran capek banget nih Aku.”
“Tapi Aku beneran mau cerita hal ini ke Kamu, tentang pertemuanku dengan Arga. Aku belum menceritakannya bukan?” Aku sungguh bosan, Arga,Arga dan Arga lagi. Bisakah hariku ini diakhiri tanpa membicarakan Arga.
“Yaudah, cerita aja.” Rea tersenyum dan mulai bercerita, sorot matanya menunjukkan bahwa Ia begitu menyukai Arga. Syukurlah, akhirnya ia menemukan Mr. Right nya.
***
(Rea POV)
Rachel tertidur ketika Aku belum menyelesaikan ceritaku. Aku tau bahwa Rachel benar-benar tidak peduli dengan kisahku dan Arga. Ia selalu merespon dengan baik setiap mendengar ceritaku, namun sepertinya kali ini Rachel benar-benar tidak tertarik.
Sepertinya Rachel benar-benar sudah membenci Arga, sangat disayangkan bahwa Arga begitu mencintai gadis itu saat ini. Akan sulit untuk membuat Rachel kembali jatuh cinta pada Arga. Memacari Arga adalah satu-satunya cara yang kupikirkan untuk membuat Rachel cemburu dan mengakui perasaanya pada Arga. Namun, nyatanya ia memang sudah tidak memiliki perasaan itu.
Melihat Rachel bahagia adalah sebuah janji yang harus kutepati. Kakak lelakinya yang juga merupakan mantan kekasihku memintaku untuk menjaganya. Rachel tidak pernah tau bahwa Aku dan Kakaknya saling mengenal. Sudah sejak lama kami menyembunyikan hubungan itu karena tidak ada restu dari keluargaku. Namun, ketika Samuel, kakaknya akan menghembuskan nafas terakhirnya Aku meminta keluargaku untuk menikahkanku dengannya. Mama,Papa dan seluruh keluargaku menentang, bahkan berniat mengusirku dari rumah. Aku benar-benar mencintai Samuel saat itu, Aku ingin menghabiskan waktuku bersamanya di detik terakhirnya. Namun, Samuel justru mendatangi keluargaku dan mengatakan bahwa Ia tidak mencintaiku. Ia lalu menghilang dan meninggalkanku sebuah surat yang memintaku berjanji untuk menjaga adiknya, sosok yang belum pernah kukenali sebelumnya.
Tepat beberapa bulan setelahnya Aku tau bahwa Samuel sudah tiada. Duniaku seakan runtuh saat itu juga. Namun, Aku ingat janjiku padanya. Itu sedikit memberiku harapan, untuk melakukan sesuatu yang diinginkan Samuel terakhir kalinya. Aku mulai mencari tau soal Rachel, dan sangat mengejutkan bahwa ia begitu mirip dengan Rachel. Jika Samuel begitu tampan, maka Rachel adalah versi perempuan Samuel yang sangat cantik. Wajahnya tampak lugu namun terkesan cerdas dan penuh pertimbangan. Aku tau bahwa Rachel adalah gadis yang baik hanya dengan melihat wajahnya.
Tahun kedua setelah Samuel tiada, Aku mulai memasuki kehidupan Rachel. Aku membuat pertemuan Kami seolah takdir. Ia yang lugu begitu mudah menjadikanku temannya hanya karena Aku menyelamatkannya sekali. Begitulah akhirnya kami menjadi dekat satu sama lain, dan Aku bisa memenuhi janjiku pada Samuel untuk menjaganya.
Namun, sejak kedatangan Arga Aku sedikit ragu. Aku tau bahwa Arga mungkin bisa membuat Rachel bahagia, namun Arga juga luka bagi Rachel. Bagaimana Aku tau semua itu? Tentu saja Aku mencari tau semua tentang Rachel, termasuk masa lalunya. Meskipun Rachel tidak pernah menyebut Arga di depanku, Aku tau bahwa lelaki itu adalah satu-satunya pria yang ada di hati Rachel. Aku bahkan pernah memergoki Rachel menyebut namanya ketika tidur. Semakin membuatku yakin bahwa cinta Rachel pada Arga memang sebesar itu.
Aku mungkin sedikit berlebihan dengan berpura-pura pacaran dengan Arga. Namun, tanpa melakukan ini mungkinkah Rachel membiarkan Arga untuk kembali masuk ke kehidupannya. Jadi, hingga mereka bisa bersama kelak Aku akan terus memerankan peran ini.
( Rachel POV)
Aku menyiapkan sarapan untuk Rea dan Arga, memang hanya ada Kami bertiga di Resort ini. Jeno yang sudah kembali ke Jakarta kemarin tak kunjung balik kesini. Aku menatap nasi goreng yang sudah kutata indah di meja makan. Aku memang tidak begitu pintar memasak, namun untuk hal seperti ini bukanlah hal yang sulit bagiku. Sejak kecil Aku sudah ditinggal Mama, Papa yang begitu sibuk kerja diluar Kota membuatku dan Almarhum Kakakku belajar mandiri. Kami berdua suka berbagi tugas, terkadang Aku yang memasak dan dia membereskan rumah. Namun, sejak kepergiannya 4 tahun yang lalu Aku melakukannya sendirian. Bahkan Papa tidak pernah kembali ke rumah sejak kematian Kakakku, ia hanya akan mengirimu uang setiap bulannya.
Aku mendengar langkah kaki yang menuju ke dapur, Aku tau itu Arga bahkan dari suara langkahnya. Sial sekali ia harus bangun duluan daripada Rea. Akan sulit untuk menghadapinya tanpa Rea.
“Apa Kau membuatkan Sarapan ini untukku?” tanyanya begitu sampai di meja makan.
“Tidak buatmu saja, namun Rea juga.” balasku datar.
“Ya, baiklah Aku akan menikmatinya. Sudah sejak lama Aku tidak makan masakanmu. Bukankah terakhir kali Kau pernah membuatkan cokelat untukku di hari valentine, Aku bahkan tidak sempat memakannya.” Sialan, Apa dia mencoba membahas masa lalu menyebalkan itu?
“Diam, dan makanlah. Aku mau keatas dulu.”
Satu detik, Dua detik...
“Ah, makanan ini asin sekali.”
“Benarkah? Bagaimana bisa...” Aku sangat sensitif jika seseorang mengomentari makananku.
“Ini, cobalah.” Arga tiba-tiba menyuapiku.
“Enak, tidak asin sama sekali.” Apakah lelaki ini mencoba mengerjai dan menghinaku?
“Jika enak, duduklah bersamaku dan nikmati makanan ini. Bukankah Kau sudah susah-susah membuatnya” Seharusnya Aku tau niat lelaki ini hanya dengan melihat ekspresinya, ah mengapa Aku bodoh sekali.
“Jangan harap.”
“Duduklah atau Aku akan membuang makanan ini ke tempat sampah!” Ah yang benar saja, dia benar-benar tau cara membuatku naik darah.
Jam sudah menunjukkan pukul 9, namun Rea tidak kunjung keluar dari kamarku. Aku dan Arga telah menghabiskan makanan kami berdua. Setelah mencuci piring, tanpa pamit pada Arga Aku menuju kamarku di lantai 2. Sedangkan Arga ia hanya menatapku.
Sesampainya di Kamar, Aku melihat Rea yang begitu gelisah. Aku menghampirinya dan memegang keningnya. Instingku mengatakan bahwa Rea mungkin demam, benar saja keningnya sangat panas. Aku mengambil ponsel Rea dan menghubungi Arga. Mau bagaimanapun Arga adalah seorang dokter, ia pasti dapat membantu Rea.
"Halo,Arga?"
“Iya Rachel, kenapa? Kok nelfonnya pake hp Rea? Reanya mana?” Bagaimana ia tau ini Aku.
“Rea demam,ga. Bisa ke kamarku ga?”
“Dia tidur bareng Kamu semalem?”
“Pantesan pas dicariin ke kamarnya semalem ga ada.” Arga sialan.
Arga tiba di kamarku dengan membawa sebuah tas yang tidak kuketahui apa isinya, mungkin alat kedokteran.
“Hel, Kamu keluar dulu boleh ga? Aku mau meriksa Rea.”
“Gapapa, periksa depan Aku aja.”
“Gugup Aku tuh kalau diliatin bidadari pas lagi kerja.”
“Amit-amit. Yakali pas Aku keluar entar Kamu malah macem-macem sama Rea.” Arga tiba-tiba menjitak kepalaku dengan keras.
“Ah sakit, apa-apaan Kamu,Ga!”
“Kamu tuh bandel banget sih dibilangin, apasih yang Kamu pikirin, Hel? Sebejat-bejatnya Aku ga akan kali lakuin hal yang kaya gitu ke Rea, apalagi dia lagi sakit gini. Atau justru Kamu ya yang pengen banget Aku macem-mecemin?”
“Yaudah, Akuuu keluaaarrr!” Arga sialan, lihat saja Aku akan menjitak kepala liciknya itu setelah semua ini.
***
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!