NovelToon NovelToon

Istri Nakal Tuan Brian

Menawarkan diri

"Ibu, kenapa bukan aku saja yang Ibu jadikan gadis penebus hutang? Bukankah aku juga cantik bila berdandan. Iya, kan."

Sebut saja namanya, Lilian. Sejak kecil dia dipaksa bekerja untuk menghasilkan uang. Hingga pagi tadi, dia masih membantu orang tuanya menghasilkan uang. Kini, matahari telah terbenam, dan Lilian baru saja disiksa oleh Ibunya. Ya, Ibunya, Ibu kandung yang tega menyiksa putrinya sendiri.

Ayah Lilian menikah lagi setelah enam bulan usia Lilian. Hingga saat ini, dia tak mempunyai anak dari istrinya, atau lebih tepatnya istrinya mandul. Sekalipun begitu, pernikahan mereka masih awet hingga kini. Nama Ayah Lilian adalah Dulke. Dulke tinggal bersama istri tercintanya dan juga anak mereka dari suami pertama Mora–istri kedua Dulke.

Manta terdiam, memikirkan tawaran Lilian. Belum matang untuk mengambil keputusan, suaminya datang menggurui. "Sayang, benar apa kata, Lilian. Daripada kita menjual Alma pada pria tua itu, lebih baik kita jual Lilian padanya. Dama tidak akan menolak bila melihat kecantikan Lilian, aku yakin seratus persen."

Mengangguk meyakinkan, Sarli–suami kedua Manta menatap penuh harap agar istrinya itu setuju. Karena pada dasarnya, Sarli tidak setuju bila putri kesayangannya harus dijual oleh Ibu kandungnya sendiri.

"Baiklah, aku terima tawaranmu. Mulai sekarang kamu harus menjaga kulitmu, pastikan tak ada bekas di sana." Tanpa menunggu persetujuan dari Lilian, Manta menarik suaminya pergi dari kamar Lilian.

Waktu pun tiba, Lilian dengan dress merahnya berjalan keluar dari kamar. Malam ini dia dan Manta akan ke hotel bertemu dengan pria bernama Dama. Lilian tidak pernah melihat Dama, bahkan dia tidak tahu, usia Dama berapa puluh tahu.

Manta menatap Lilian dari ujung kaki hingga ujung rambut. Benar kata Lilian, dia jauh lebih cantik dibandingkan adik Lilian dari Ayah yang berbeda itu. Tak ingin membuang buang waktu, Manta membawa Lilian masuk ke dalam mobil menuju hotel One. Dalam perjalanan, Lilian nampak gugup namun dia sudah pasrah. Dia mau dijual karena dia dengar, pria bernama Dama itu sudah tua dan kata raya.

Kaya raya, dua kata itu yang Lilian suka. Dia hanya tergiur tentang uang, tanpa memikirkan apa yang terjadi setelah dia menjadi istri dari seorang Dama yang dikenal dingin dan hemat bicara.

Tiba di hotel One, Manta di jemput oleh bawahan Dama. Mereka diantar ke sebuah ruangan yang sepertinya itu restoran. Namun, tidak ada siapa siapa di sana selain seorang pria yang terlihat tampan, bermanik mata coklat, rambutnya rapih, hidungnya mancung, bibirnya apalagi, begitu seksi. Ah, pria itu katanya Asisten Dama.

"Silahkan duduk Nyonya Manta. Jangan banyak bicara, jadi langsung ke poinnya saja," ucap pria yang dikenal dengan nama Brian. Tanpa ekspresi, dia menatap Manta.

"Sesuai kesepakatan, aku membawa putriku sebagai gadis pelunas hutang. Ini dia, Lilian. Saat aku berdiri dari kursi ini, maka Lilian bukan lagi putriku, melainkan milik Tuan, Dama." Beranjak dari kursi, Manta menarik senyum. "Aku pergi dulu," ucapnya lalu berlalu tanpa rasa bersalah.

Brian menatap Lilian yang menunduk. "Kenapa jadi kamu yang jadi gadis penebus hutang?" tanya Brian dengan dingin.

"Aku sengaja menawarkan diri." Tanpa takut, Lilian menjawab seperti itu.

"Menarik," batin Brian.

"Jelaskan dengan detail, kenapa kamu menawarkan diri." titah Brian.

"Aku dengar, pria yang bernama Tuan Dama adalah orang kaya. Kaya, aku suka empat huruf itu. Sejujurnya aku lelah, lelah hidup dalam kemiskinan. Itu sebabnya aku menawarkan diri untuk menjadi gadis penebus hutang walau pria yang harus aku nikahi adalah pria tua yang konon katanya sedang sekarang di rumah sakit."

Menautkan kening? Brian menatap Lilian yang menjelaskan dengan jujur. "Bagaimana jika pria yang kamu maksud adalah aku?"

Lilian terkekeh. "Itu jauh lebih baik, Tuan," jawabnya tanpa beban.

Lilian memang gadis yang kurang kasih sayang–tapi dia seorang wanita pemberani yang berani mengambil keputusan. Seperti saat dia menawarkan diri, itu sudah dia pikirkan dari jauh jauh hari.

"Baiklah, untuk saat ini kamu akan tinggal di apartemen hingga pekan mendatang. Nanti aku hubungi kamu jika sudah waktunya kamu bekerja," ujar Brian lalu berdiri. "Ayo," ucapnya lalu diiyakan oleh Lilian.

Lilian di bawah ke sebuah kamar nomor 1003, dia akan tinggal di sana selama seminggu. Entah apa yang tela direncanakan oleh Brian, yang pasti itu adalah bagian dari rencana mereka.

"Selama seminggu, kamu akan tinggal di sini. Tugasmu hanya satu, yaitu rawat dirimu dengan baik karena Tuan Dama tidak suka wanita yang memiliki bekas tanda di seluruh bagian tubuhnya." jelas Brian.

"Cis! Sudah tua tapi masih pemilih. Dasar pria kaya," batin Lilian.

"Baik, Tuan," tersenyum, Lilian kembali tersenyum pada Brian yang selalu menghindari tatapannya itu.

Pergi meninggalkan Lilian, Brian kembali pulang menemui istrinya di Apartemen. Tak terasa, Minggu yang dinanti telah di depan mata. Setelah penuh pertimbangan, Brian kembali ke hotel One.

Membuka pintu kamar 1003, Brian masuk tanpa bersuara. Lilian yang sudah siap bertemu Dama, sudah berdandan cantik agar dirinya dapat memikat penglihatan pria tua bernama Dama itu.

"Dimana Tuan Dama?" tanya Lilian.

"Kamu akan tahu nanti, sekarang kamu harus ikut aku. Ini perintah dari Tuan Dama jadi jangan membantah!" tegas Brian.

Berjalan di belakang Brian, Lilian menguatkan dirinya, mengatakan bahwa keputusannya sudah benar. Dia tidak salah, dia sudah benar. Masuk ke dalam mobil bersama Brian, Lilian mendapati seorang pria yang dia duga adalah Tuan Dama karena parasnya yang tak lagi muda.

"Siapa nama kamu? Dan apa alasanmu mau menjadi gadis pelunas hutang?" tanya pria yang diduga adalah Tuan Dama.

"Nama Saya Lilian, usia saya 20 tahun, Minggu depan jadi 21 tahun Sebelumnya saya bekerja sebagai pengantar makanan. Berhubung orang tua saya memiliki hutang yang banyak, dan mendengar mereka akan mejadikan adik saya sebagai gadis pelunas hutang–saya memutuskan untuk menawarkan diri. Alasan saya hanya satu, saya tergiur dengan kekayaan yang Tuan Dama miliki," dengan penuh percaya diri, dan tanpa malu, Lilian menjawab seperti itu.

Brian hanya menggelengkan kepala. "Dimana mana selalu saja kekayaan yang wanita incar," gumam Brian yang masih bisa didengar oleh Tuan Dama.

"Lilian, apa tanggapan kamu mengenai apa yang tadi ucapakan asisten saya, Brian?" tanya Tuan Dama.

"Saya tidak menyalakan Tuan Brian atas kalimatnya. Karena kebanyakan wanita menyukai uang. Terlebih aku, aku begitu tergiur akan uang. Dengan uang, aku bisa menutup mulut mereka yang pernah menghinaku," jelas Lilian.

Brian terdiam, namun masih datar. Berbeda dengan Tuan Dama yang menyukai wanita seperti Lilian–berani dan jujur.

"Aku rasa dia pantas menjadi menantu dalam keluarga Closter," batin Tuan Dama.

Berandai andai

Lilian tercengang melihat rumah besar Tuan Dama. Wanita itu mendekat pada Brian yang berada di belakang Tuan Dama. "Sepertinya aku tidak salah mengambil keputusan," bisik Lilian pada Brian.

"Dasar wanita gila harta," sindir Brian lalu meninggalkan Lilian.

Lilian menarik senyum, dia mempercepat langkah kakinya mengejar Tuan Dama. Duduk di kursi bersama Tuan Dama, Lilian melirik Brian yang juga duduk di kursi. "Ternyata calon suamiku baik sekali. Lihatlah, dia membiarkan asistennya makan bersama dengan ku, calon istrinya." bisik Lilian.

Lilian sengaja mengucapkan kalimat kalimat itu, dia kesal dan tidak suka pada Brian yang selalu datar. Tanpa dia ketahui, calon pengantin yang sebenarnya adalah pria yang sedari tadi dia ajak bicara.

"Lilian, berhubung kamu adalah gadis penebus hutang–maka aku tidak perlu meminta pendapat darimu. Keputusanku sudah bulat. Pekan depan, di rumah ini akan diadakan acara menyambut menantu keluarga Closter." tegas Tuan Dama.

Brian terdiam, dia tak bisa membantah keputusan sang Kakek. Pria tua yang telah membesarkannya selama ini.

Makan malam di mulai, baik Tuan Dama maupun Brian hanya diam saja. Terkecuali Lilian yang terus bertanya. "Tuan, kalau boleh tahu, saya istri ke berapa nantinya?"

Uhuk! Tuan Dama memuntakan makanan yang sudah di mulutnya. Bukannya marah, dia justru tertawa. Berbeda dengan Brian yang menatap kesal pada Lilian yang terlalu cerewet menurutnya.

Tersenyum, Tuan Dama akhirnya paham, bahwa wanita yang tengah duduk di samping Brian belum mengetahui, siapa calon suaminya yang sebenarnya. "Kamu istri ke sebelas," jawab Tuan Dama.

Jleb!! Lilian menelan sedikit saliva nya yang tercekat. Walau jawaban itu lucu, namun Brian tetap tidak tertawa sedikitpun. Berbeda dengan para pelayan yang mendengarnya, mereka semua tertawa pelan.

Tersenyum, Lilian baru saja menguasai dirinya kembali. "Baguslah, itu artinya aku tidak perlu melayani suamiku setiap malamnya. Karena ada sepuluh wanita yang juga ingin dibelai,"

Byurrrr. Brian yang tadinya minum mengeluarkan air yang sedikit lagi dia telan. Menatap Lilian, Bria rasa wanita di sampingnya itu tidak waras.

Hahahaha. Tuan Dama tertawa. "Sekalipun begitu, kamu harus siap setiap saat. Takutnya kamu diinginkan setiap saat," ujar Tuan Dama. Lalu melirik Brian.

"Akhh! Aku bisa gila berada di antara mereka. Oh Tuhan, kenapa harus wanita ini yang dipilih Kakek. Padahal banyak wanita yang jadi penebus hutang!" batin Brian.

Mengangguk, Lilian mengiyakan. Lalu kembali menikmati makanannya. Selesai makan, Lilian dan Brian di ajak ke kamar Tuan Dama, sesampainya di kamar, Lilian kembali berbisik di telinga Brian.

"Apa kami akan memulai malam pertama?"

Mendesah pelan, Brian merasa dia akan mati cepat bila memperistri Lilian. Tanpa menjawab, dia terus berdiri menunggu sang Kakek duduk.

"Brian, sekarang kamu bawa Lilian ke kamar. Pastikan dia sudah tidur baru kamu keluar dari kamarnya," tita Tuan Dama.

"Baik, K__ Baik, Tuan." Pamit undur diri, Brian membawa Lilian ke kamar. Tak ingin membuka pintu untuk wanita itu, Brian hanya memberi kode pada Lilian.

Lilian segera membuka pintu setelah dia memahami kode kode dari Brian. Masuk ke dalam kamar, dia merebahkan dirinya di atas tempat tidur yang empuk itu. Saking empuknya, Lilian berputar putar di atas tempat tidur.

"Lilian cepat tidur!" titah Brian tanpa ekspresi.

Tersenyum, Lilian beranjak dari tempat tidur. Dia berjalan mendekat pada Brian. Brian mundur ke belakang, sementara Lilian terus mendekatinya. Dua langkah ke belakang lagi mentok di dinding, Lilian berhenti.

"Tuan tampan sekali, tapi terlalu kaku jadi laki-laki." menjauh dari Brian, Lilian mengambil tempat di sofa. "Ayo duduk di sini," ajak Lilian.

Walau berwajah datar, Brian tetap mengindahkan ajakan Lilian. Namun dia duduk di sofa yang berbeda. Menguap, dia benar benar mengantuk. Ingin sekali dia kabur ke kamarnya, tapi CCTV di depan kamar menyala.

"Sudah berapa lama Tuan Brian bekerja sebagai asisten Tuan Dama?" tanya Lilian mengintrogasi.

"Sejak dalam kandungan," balas Brian singkat.

Lilian tertawa. Dia menganggap Brian sedang memainkan lelucon. "Tuan, lalu berapa gaji yang Tuan terima tiap bulannya?" Lilian masih melanjutkan leluconnya.

"Tidak terhitung jumlahnya," balas Brian. Anehnya, dia selalu menjawab walau dia sendiri tidak menyukai Lilian yang cerewet bahkan terlihat centil.

"Doakan aku, semoga aku tetap awet muda walau sudah menjanda nanti. Aku pastikan, Tuan adalah targetku selanjutnya. Tetap menghemat, sayang, agar nanti aku yang menikmati tabunganmu."

Semakin terdengar konyol, Brian semakin tidak betah berada di ruangan yang sama dengan Lilian. Dia memilih memejamkan mata guna menghindari Lilian yang selalu ada bahan ceritanya.

Pukul dua dini hari , Brian terbangun dan mendapati dirinya di sofa. Bahkan ada selimut yang menutupi tubuhnya. Sementara di atas tempat tidur, Lilian sedang tertidur pulas tanpa mengenakan selimut. Mengambil napas panjang, Brian turun dari sofa. Dia mengambil selimut lalu menutupi tubuh Lilian. Menatap sejenak wajah cantik Lilian, lalu mengambil langkah keluar dari kamar.

Pagi hari, Brian sudah tidak ada di rumah, begitu juga dengan Tuan Dama. Di rumah hanya ada pelayan dan kepala pelayan. Beberapa pelayan telah menyiapkan pakaian juga air hangat untuk Lilian. Mereka akan membantu Lilian berdandan sebelum mengantar wanita itu memilih gaun pengantin yang akan dia kenakan saat hari pernikahan nanti.

"Nyonya, saatnya mandi, Nyonya," kepala pelayan memberitahu saat melihat Lilian mematung di atas tempat tidur. Lilian masih merasa seperti mimpi. Dia mencubit pipinya dan hasilnya dia meringis kesakitan.

"Jadi aku tidak sedang bermimpi?" Lilian membungkam mulutnya dengan kedua tangannya.

"Ayo, ayo bantu aku mandi." Lilian segera turun dari tempat tidur. Melihat Lilian, mereka sebenarnya merasa iri namun pemikiran tentang bukan jodoh membuat mereka kembali berpikir waras.

Dengan senang hati, beberapa wanita yang juga korban penebus hutang, mereka membantu Lilian mandi. Bahkan mereka membantu Lilian mengenakan pakaian. Juga mendadani Lilian.

"Benar kata Tuan Dama, Nyonya Lilian memang cantik. Nyonya berwibawa dan pantas menjadi Nyonya Closter," puji kepala pelayan wanita.

Selesai mendandani Lilian, kepala pelayan mengantar Lilian ke dalam mobil dimana ada Brian di sana. Duduk di samping Brian, Lilian menarik senyum lebar namun Brian tak membalas senyum dari Lilian.

"Tuan, dimana calon suami saya?" tanya Lilian mencari keberadaan Tuan Dama.

Supir yang di depan mengerutkan kening namun tetap mengemudikan mobil menuju tempat tujuan. Dalam perjalanan, Lilian menatap Brian yang memejamkan mata. Tersenyum, dia seperti menemukan ide. Namun bukan ide, melainkan ia terpana akan ketampanan seorang Brian.

"Tuan, andai Tuan adalah calon suami saya, mungkin sayalah wanita yang beruntung memiliki calon suami yang tampan dan gajinya dalam sebulan tak terhitung jumlahnya." Memikirkannya saja Lilian sudah mau gila, apalagi itu jadi kenyataan, mungkin dia akan mengabdikan dirinya seumur hidup pada Brian.

Bertanya tanya

Tiba di tempat tujuan, Lilian tercengang melihat deretan gaun pengantin yang selama ini ia impikan. Dia sudah tidak sabar ingin mencobanya. "Tuan, dimana calon suami saya?" tanya Lilian sedikit berbisik

Tanpa menjawab, Brian menyeret Lilian ke ruang ganti. "Cepat kenakan gaun mana yang kamu suka!" tegas Brian lalu ia ke sofa menunggu Lilian keluar dari ruang ganti.

Tak berapa lama, wanita bak seorang putri turun dari kayangan, menampakan dirinya dengan balutan gaun putih yang indah. Kecantikan yang dimiliki Lilian sedikit menyita perhatian Brian namun hatinya masih ditempati oleh wanita lain.

"Bagaimana Tuan Brian, apakah saya semakin cantik mengenakan gaun ini?" tanya Lilian tanpa malu malu.

"Ah Tuan, saya lupa. Coba ambil gambar lalu kirim pada Tuan Dama. Tanyakan padanya, apakah gaun ini cocok dengan saya atau saya terlihat gemuk mengenakan gaun ini," ujar Lilian tersenyum.

Menatap malas Lilian, Brian mendekat lalu meminta salah seorang pegawai untuk mengambil gambar mereka berdua.

"Tuan, kenapa anda mengambil gambar bersama saya? Bagaimana jika Tuan Dama cemburu lalu membatalkan pernikahan kami!" celetuk Lilian. Dia meminta pegawai mengambil gambarnya seorang diri. Bahkan dia masih sempat sempatnya berpose secantik mungkin.

"Ah, ini baru cantik," gumam Lilian setelah melihat hasilnya. "Tuan, usahakan kirim yang saat saya berpose seorang diri," ujar Lilian tersenyum bahagia. Bukan bahagia lantaran dia mau menikah dengan Tuan Dama yang dua itu, tapi dia tersenyum karena melihat hasil dari mencoba gaun yang mahal itu.

Tanpa menanggapi, Brian mengirim foto saat dia dan Lilian mengambil gambar. Lalu memasukan ponselnya ke dalam sakunya. Menatap Lilian, dia hanya mengibaskan tangan meminta Lilian mengganti pakaian.

"Tuan, bukannya masih banyak gaun di dalam, kenapa hanya gaun ini yang harus saya coba?" tanya Lilian sedikit kesal. Dia ingin mencoba gaun yang lain.

"Kata Tuan Dama kamu cantik, jadi tidak perlu mencoba yang lain," ujar Brian. Walau kalimatnya kali ini panjang, tapi kulkas tetaplah kulkas. Dingin sedingin es. Ekspresinya masih saja datar. Tidak ada tanda tanda dia akan tersenyum, apalagi benar benar tersenyum.

Menarik senyum, Lilian segera mengganti kembali gaunnya. Lalu kembali menemui Brian yang sudah tidak ada di dalam. Sedikit kesal, dia menemukan ide untuk membuat pria tampan itu semakin kesal. Menemui Brian di mobil, Lilian mengambil tempat di tempat biasa yang tadi dia duduki.

"Tuan, bisakah anda mengirim foto tadi ke saya," lirih Lilian.

Tanpa menjawab ya atau tidak, Brian langsung mengirim foto Lilian. Tanpa dia sadari, dia telah masuk dalam jebakan Lilian. Selesai mengirim foto, Brian menyandarkan kepala di sandaran kursi, lalu mengatur tempat duduk hingga posisi tidur.

Lilian menatap foto dimana ada Brian. Mengulum senyum, dia kembali memuja ketampanan seorang Brian. "Tuan Brian, andai anda adalah calon suami saya___" Mengembuskan napas pelan, Lilian ikut menyandarkan kepala di sandaran kursi lalu ikut memejamkan mata.

"Tuan Brian, maafkan saya–saya menjadikan anda pasangan khayalan ku," lirih Lilian tanpa membuka mata.

Tiba di rumah, Lilian masuk ke kamarnya sesuai perintah dari Brian. Sementara Brian kembali ke tempat kerja. Beberapa jam bersama Lilian membuat kepala Brian berdenyut, sakit dan hampir meledak–tapi tidak sampai meledak.

Brian sudah di Perusahaan, tepatnya di ruang kerja sang Kakek. Tuan Dama tidak mau di rumah selama Brian belum mau menikah. Dan itulah salah satu alasan kenapa Brian mau menikah, agar sang Kakek menikmati masa tuanya di rumah.

"Menurutmu Lilian bagaimana orangnya?" tanya Kakek Dama. Boleh dikata sang Kakek sudah tahu jawabannya.

Lagi lagi berbicara tentang kulkas, Brian tak menanggapi panjang kali lebar, dia hanya menjawab satu kata. "Cerewet,"

Tertawa, Kakek Dama menertawakan jawaban singkat dan padat yang dia dengar. "Kau tahu, Nenek kamu juga dulunya cerewet seperti dia. Itu sebabnya Kakek suka wanita cerewet. Dia akan membuat hari harimu penuh makna,"

Memutar bola mata malas, Brian menutup mata. "Sepertinya aku akan mati muda," lirih Brian disambut tawa oleh Tuan Dama.

.

.

Lilian masih tidur namun sudah dikagetkan dengan kehadiran Brian yang tiba-tiba berdiri di sisi tempat tidurnya. Menyadari dirinya hanya mengenakan bikini, Lilian segera menutup tubuhnya.

"Cepat tutup mata! Hanya Tuan Dama yang boleh melihat tubuh mulus ku!" cecar Lilian masih melindungi tubuhnya.

Lagi lagi Brian tak menanggapi. Dia menarik tangan Lilian lalu membawanya ke kamar mandi. "Jangan sok, aku yakin, tubuhmu ini sudah sering di cicipi pria lain!" desis Brian melepas tangan Lilian dengan kasar.

"Jaga ucapan anda, Tuan?" Lilian mengepal dengan kuat.

"Lihat saja nanti, aku akan membungkam mulut anda saat di malam pertama saya dengan Tuan Dama nanti. Saya akan meminta Tuan Dama untuk membiarkan Tuan Brian menjadi penonton di malam pertama kami. Di sana Tuan akan menyaksikan, sudah berapa banyak tubuh ini di cicipi oleh pria lain. Jika Tuan Dama adalah pria pertama, maka Tuan Brian harus mentransfer semua uang milik Tuan Brian ke rekening saya." tantang Lilian.

"Oke." Respon yang singkat namun penuh makna. Brian meninggalkan Lilian di kamar mandi. Terdengar Lilian mengumpat lantaran pagi ini tidak seperti pagi kemarin, Lilian dibantu mandi.

Lima belas menit berlalu, Lilian sudah selesai mandi bahkan sudah selesai mengenakan pakaian. Cepat, saling cepatnya Brian tak percaya jikalau Lilian mandi. Mendekati Lilian yang saat ini sudah di ruang keluarga, Brian menatap lekat lekat Lilian. "Kamu tidak mandi kan?" tuding Brian.

Mencibir, Lilian tak menanggapi. Dia mencari cari keberadaan Tuan Dama dan mendapati Tuan Dama di taman. Tersenyum, Lilian mendekati Tuan Dama yang sedang membaca koran.

"Tuan, bolehkah Saya bergabung dengan Tuan?" tanya Lilian sopan.

"Silahkan, Lilian." tersenyum menatap Lilian. Membalas senyum dari Tuan Dama, lalu mengambil tempat di samping pria tua itu.

"Tuan, dimana istri Tuan yang lain? Apa mereka semua memiliki rumah masing-masing?" pertanyaan konyol itu terdengar namun berhasil membuat Tuan Dama tertawa.

"Istri? Saya hanya memiliki satu istri, Lilian. Dan dia sudah lama meninggal." Terdengar hembusan napas kasar, namun sorot mata itu nampak menampilkan kerinduan.

"Maaf, Tuan–saya tidak bermaksud menggali cerita yang menghadirkan kesedihan. Saya bertanya karena Tuan pernah bilang, Tuan memiliki banyak istri. Tuan masih ingat, kan?"

"Lilian, yang menikah dengan kamu nanti bukan saya, tapi cucu saya. Kamu sudah mengenalnya, namun kamu tidak menyadarinya. Besok, kamu akan bersanding dengannya dan mengucapkan janji suci bersamanya," jelas Tuan Dama.

Lilian terdiam. "Aku mengenalnya namun tidak menyadarinya. Apa pria yang dimaksud Tuan Dama adalah Tuan Brian?" batin Lilian.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!