...HALOO READER KESAYANGAN.. JANGAN LUPA DUKUNGAN KALIAN SELALU BERHARGA UNTUK AUTHOR.. LIKE DAN KOMEN KALIAN BEGITU SANGAT BERHARGA.. JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK..LOPEYOU 😘😘...
Setelah menikah Hawa di boyong oleh Mario ke Swiss, tepatnya tinggal di kota Zurich.
Meskipun kelurga sang istri begitu keberatan, tapi Hawa sudah menjadi tanggung jawabnya, dan mereka pun merelakan putri mereka satu-satunya untuk dia bawa dan hidup bahagia bersama dirinya.
Pukul 08:00 waktu setempat.
Pagi hari semua sudah berkumpul di meja makan yang cukup besar di mansion.
Semua sudah duduk di tempatnya masing-masing dengan Marvin yang sebagai tuan rumah, dengan sebelah kanan ada Nathan berserta kelurganya. Dan sebelah kiri ada Mario dan juga istrinya tidak lupa dengan Julio dan Vania, hanya saja Mike tidak bisa ikut lantaran Livia sedang hamil besar.
Pagi itu hidangan sangat banyak dan lengkap, Daniel yang suka makan pun begitu antusias untuk mencicipi semua hidangan yang tersedia. Sedangkan Adam seperti biasa, pemuda itu tidak banyak bertanya ataupun bicara karena memang itu sifatnya.
"Papa sama Mama menitipkan Hawa padamu, jadi jika kamu tidak lagi bisa menjaganya jangan sakiti Putri kami, lebih baik kamu pulangkan dalam keadaan baik juga seperti saat kamu memintanya." Ucap Nathan setelah acara makan selesai, mereka semua masih duduk di tempatnya masing-masing.
Mario yang menjadi tujuan utama menatap Nathan dengan penuh keseriusan, begitu juga dengan Nathan.
Mereka yang disana hanya diam dan mendengar pembicaraan antara Nathan dan juga Mario.
"Saya berjanji di depan papa dan Mama, dan kalian yang ada disini sebagai saksi. Saya Mario Maurer tidak akan pernah menyakiti putri anda yaitu istri saya sendiri, jika saya melanggar maka saya sendiri yang akan menghukum diri saya."
Hawa yang mendengar ucapan Mario begitu terharu, melihat kesungguhan Mario yang benar-benar menginginkan dirinya menjadi seorang istri.
Siapa yang tidak akan merasa terharu dan merasa begitu dicintai jika perkataan dan perlakuan sang pria begitu menyentuh hati.
"Terima kasih By.."
Tatapan penuh cinta Hawa hadiahkan untuk sang suami, dimana setiap pacaran kedua matanya mampu membuat Mario tidak bisa berpaling.
"You are my everything, my life and my death. I love you."
(Kamu adalah segalanya untukku, hidupku dan mati ku. Aku mencintaimu.)
Delapan tahun kemudian....
"Dad apakah adik bayi akan lahir?" Tanya si kembar yang bernama Enzio.
"Princes akan hadir ditengah-tengah kita, apa kalian senang meyambutnya?" Mario mengusap dua kepala putranya yang berdiri di depannya, sedangkan dirinya duduk dipinggir ranjang di mana sang istri sedang setengah berbaring.
"Enric, Zio apa kalian sudah menyiapkan nama untuk adik kalian." Hawa yang bertanya, tangan kirinya sudah terpasang jarum infus, satu jam lagi dirinya akan melewati kembali persalinan di meja operasi.
"Hem, sudah Mom." Kedua anak kembar itu mengangguk.
"Jadi Daddy tidak boleh kasih nama untuk princes?" Tanya Mario dengan satu alis terangkat.
"No dad, Daddy sudah memberi kami nama. Jadi giliran kami yang memberi." Jawaban Enzio membuat Mario tertawa, begitu juga dengan Hawa.
Setelah mengarungi rumah tangga hampir satu tahun, saat itu Hawa yang belum lulus sekolah harus mengandung. Tapi sekolah di negara Eropa tidak seperti di negara kelahiran. Hawa bisa menyelesaikan sekolah saat itu di usia kehamilannya yang baru memasuki tiga bulan. Dan gadis itu mampu melewati semua di usianya yang masih 17 tahun, tidak jauh berbeda dengan Ibunya dulu.
Kini mereka di karuniai dua anak laki-laki tampan yang memiliki wajah mirip, yang sekarang usianya masih 8 tahun.
Mereka tumbuh dengan begitu cepat, keduanya persis seperti Mario, wajah dan kulit paras tampan yang mereka miliki tidak luput dari foto copy wajah sang Daddy.
"Mommy, apa perut Mommy sakit?" Tanya Enzio, adik Enrico. Hanya berbeda lima belas menit dari Enrico yang lahir lebih dulu.
"Tidak sayang." Hawa mengusap kepala putranya.
Usianya yang tidak lagi remaja membuat Hawa semakin menjadi wanita dewasa, bagaimana tidak jika diusianya yang masih 18 tahun dirinya sudah memilki dua putra dan berusaha menjadi istri sekaligus ibu yang baik. Dan kedewasaan Hawa semakin terlihat saat wanita itu semakin bertambahnya usia di iringi dengan peran seorang ibu. Mario yang melihat sifat dewasa dan keibuan Hawa sejak putranya lahir menjadi semakin tidak bisa berpaling. Cintanya semakin besar dan semakin bertambah besar.
Ceklek
"Apa jadwalnya masih lama?" Tiba-tiba Marvin masuk keruangan Hawa.
"Sebentar lagi opa? ada apa?" Mario berdiri mendekati papanya.
Mario dan Hawa sepakat menggunakan bahasa kelahiran sang Istri jika dalam percakapan sehari-hari bersama keluarga. Tapi jika diluar Twins akan menggunakan bahasa Prancis atupun bahasa internasional seperti bahasa Inggris.
"En, Zio. apa kalian ingin pulang bersama opa?" Tanya Marvin kepada kedua cucunya.
Kedua anak kembar itu saling pandang, sedangkan Mario menatap kedua putranya.
"Kalian pulang bersama opa dulu, untuk ganti pakaian kalian. Nanti jika adik kalian sudah lahir Daddy akan memberi tahu."
Jika sang Daddy sudah berkata seperti itu, jelas jika mereka tidak ada lagi yang akan membantah.
"Baik Daddy." Enrico dan Enzio pun memilih pulang bersama opa Marvin.
"Mommy, jangan takut kami akan mendoakan Mommy dan princes." Enzio memeluk Hawa dan mencium pipinya.
"Iya sayang terima kasih." Hawa terseyum, dan mencium kening Enzio.
"Mommy must be strong, Mommy is the greatest woman." Enrico mencium kening sang ibu, Hawa yang mendapat perlakuan berbeda oleh putranya merasa tersentuh. Keduanya memiliki rasa cinta dan sayang yang sama besarnya, hanya saja mereka punya cara sendiri untuk menyampaikannya. Hanya saja Enrico yang sudah memiliki sifat dewasa dari pada Enzio, meskipun usianya masih kanak-kanak.
"Thank you son."
"Semoga persalinannya lancar, Daddy bawa pulang mereka dulu. Tidak baik lama-lama dirumah sakit." Ucap Marvin pada keduanya.
"Iya dad." Hawa terseyum.
"You must be strong, for princess Daddy." Marvin mengecup kening Hawa setelah memberi semangat.
Mereka pamit untuk pulang lebih dulu, dan kini hanya ada Mario dan Hawa yang ada di dalam ruangan itu.
"Kamu lelah." Mario kembali duduk disisi ranjang pasien, menatap istrinya yang tersenyum.
"Tidak, justru kamu yang lelah By." Hawa menggenggam tangan Mario.
"Tidak ada kata lelah, jika untuk kalian." Mario mengecup kedua punggung tangan sang istri.
"Terima kasih sudah memberikan ku kehidupan yang bahagia, aku tidak menyangka dengan semua ini. Tuhan memberikanku suami yang begitu sempurna, anak-anak yang pintar dan berbakti. Sungguh aku beruntung dan sangat bahagia sayang." Hawa bicara dengan kedua mata yang berkaca-kaca. Wanita itu begitu tulus dengan ucapannya.
Mario tersenyum. "Akulah yang beruntung memiliki kalian, tanpa kalian aku tidak akan memiliki kehidupan selengkap dan sesempurna ini. Kalian hidupku belahan jiwaku." Mario mengecup kening Hawa begitu dalam, turun kedua mata pipi, hidung dan terakhir memanggut bibir ranum yang membuatnya candu sejak pertama kali menyentuhnya.
Keduanya berpangutan dengan waktu cukup lama, hingga suara pintu terbuka keduanya baru saling melepaskan.
"Sir saatnya nyoya masuk ruang operasi." Ucap suster yang masuk untuk membantu persalinan Hawa.
"Kamu wanita hebat sayang, aku akan selalu di sampingmu." Mario menggenggam tangan Hawa. "Sebentar lagi putri kita akan melihat dunia." Mario begitu terharu dengan rasa bahagia, mengingat sebentar lagi putri yang dia nantikan akan lahir ke dunia.
Mario banyak bercerita tentang masa lalu yang selalu membuat Hawa senang mendengarnya,masa lalu dimana perjuangan Mario menahan rindu ingin melihat gadis kecilnya tubuh dewasa, hingga saat gadis nya beranjak remaja memakai seragam putih biru, pertama kali dirinya melihat cinta pertamanya saat itu.
Hawa selalu tertawa ketika mengingat pertama kali mereka bertemu, dirinya yang lupa tidak membawa uang saat di minimarket, dan Mario lah yang dia mintai uang.
Oekk...oeekk.
"Terima kasih sayang." Mario mengecup seluruh wajah Hawa dengan rasa haru. Rasa bahagia yang tidak bisa diungkapkan ketika putrinya lahir dengan selamat tanpa kekurangan apapun. Begitu juga dengan Hawa yang menangis haru, untuk kedua kalinya dirinya harus berjuang di ruang operasi.
.
Mendengar adiknya sudah lahir kembar Enrico dan Enzio begitu gembira, kedua anak berumur 8 tahun itu langsung berbondong-bodong untuk kembali kerumah sakit.
"Ayo Opa, kami tidak sabar melihat baby." Enzio menarik tangan Opa Marvin, pria yang tidak lagi muda itu sedikit berjalan cepat untuk menyeimbangi langkah Enzio yang begitu tergesa-gesa.
"Zio, kalau cepat-cepat nanti Opa akan jatuh." Ucap Opa Marvin.
Brugh
"Opaaa..!!" Enrico yang berada dibelakang keduanya terkejut saat sang Opa benar-benar jatuh dengan lutut bersimpuh.
"Opaa.." Enzio sendiri terkejut dengan mulut megagga melihat opanya jatuh.
"Zio, tu ne peux pas ralentir!" hardik Enrico yang menatap adiknya tajam.
(apa kau tidak bisa pelan!)
"Opa, Pardon." Enzio menuduk meminta maaf, dan Enzio membantu Opa Marvin untuk berdiri.
"Sudah tidak apa, Opa tidak apa-apa." Marvin mengusap kepala Enzio yang begitu merasa bersalah, apalagi mendapat tatapan tajam dari Enrico, membuat Enzio langung bungkam seketika.
Marvin hanya tersenyum, ketika beberapa orang melihat kearah mereka tadi. Karena mereka sedang berada di lorong rumah sakit yang kebetulan cukup banyak orang.
"Kalian bertengkar, Zio tidak sengaja Enric." Ucap Opa Marvin sambil merangkul kedua cucunya kiri dan kanan.
"Tapi dia selalu ceroboh Opa, bagaimana nanti bisa menjaga baby." Enrico yang masih kesal bicara dengan nada ketus.
Sedangkan Enzio masih merasa bersalah hanya diam tanpa bisa membalas.
"Kalian ini saudara, dan kalian berdua akan menjaga princes Opa. Ingat sesama saudara tidak boleh bermusuhan kalian harus selalu berdamai."
Ucapan Opa Marvin membuat Enrico mendengus kesal, tidak hanya sekali dua kali Enzio melakukan kecerobohan. Dan itu sering terjadi disekolah, Enzio yang selalu melakukan hal yang tidak pernah dipikirkan itu akan berbahaya atau tidak, atau akan merugikan orang lain atau tidak. Contohnya saat Enzio melepar sebuah bola yang mana sudah diperingatkan Enrico jika nanti akan terkena kaca. Tapi Enzio yang tidak peduli mengabaikan ucapkan sang kakak, dan berakhir Enzio yang harus kena hukuman di sekolah, dan Enrico lah yang ikut terseret masalah.
Ceklek
"Mommy..!!"
Keduanya langsung berlari mendekati ranjang pasien yang terlihat Hawa sedang menyusui si kecil.
Mario yang melihat kedatangan putranya langsung berdiri dari duduknya di tepi ranjang.
"Sayang jangan berisik, princes sedang tidur." Tegur Mario saat kedua putranya menghambur mendekati Hawa.
"Halo kakak Twins, aku sudah lahir." Hawa menirukan suara anak kecil ketika Twins mendekat dan tersenyum melihat adik mereka.
"Mommy, El seperti Mommy." Ucap Enrico yang begitu antusias melihat adik perempuannya.
"El? siapa El?" Tanya Hawa yang sudah menutup kancing bajunya setelah selesai menyusui si kecil.
"El, Elga Mommy, kami memberinya nama Elga." Enzio yang menjawab sambil tersenyum bahagia.
"Elga? Elga Maurer." Mario mendekati ke empat cintanya.
"Nama yang bagus, Opa suka." Marvin ikut mendekat. "Selamat nak, selamat atas kelahiran putri mu." Opa Marvin mengusap kepala Hawa.
"Terima kasih Dad." Hawa balas tersenyum.
"Sini, Opa mau gendong." Marvin megambil Elga dari dekapan Hawa, lucu memiliki kulit putih hidung kecil seperti Hawa.
"Opa, En mau gendong." Enrico ingin mengendong adik kecilnya.
"Belum bisa sayang, masih terlalu kecil. Ayo kita duduk di sana." Opa Marvin mengajak kedua cucunya untuk duduk disofa sambil memangku Elga, sedangkan twins berada di kanan dan kiri Marvin.
Keduanya begitu senang melihat wajah mungil sang adik, jari-jari mereka gemas untuk tidak menyentuh pipi mulus Elga.
"By.."
Mario yang tersenyum menatap putra-putranya menoleh kepada Hawa.
"Kenapa hm."
"Mau di peluk." Ucap Hawa dengan suara manja.
Mario hanya tersenyum dan merentangkan kedua tangannya untuk memeluk sang Istri.
Hawa menghela napas kasar dalam pelukan Mario. "Kenapa? apa yang kamu rasakan?" Tanya Mario yang mendengar Hawa menghela napas kasar.
"Aku bahagia." Hawa melonggarkan pelukannya.
Keduanya saling menatap dengan tangan Mario yang menggenggam tangan Hawa.
"Aku juga, bahkan sangat bahagia." Mario menyelipkan rambut Hawa dibelakang telinga.
"Kalau melihat Elga rasanya aku ingin punya anak perempuan lagi."
"Auwss, sayang kok di cubit." Mario mengaduh saat perutnya terasa sakit di cubit Hawa.
"Rasa sakitnya masih terasa, jaitanya belum kering. Kamu sudah memikirkan bikin anak lagi." Kesal Hawa menatap Mario tajam.
"Hey, aku hanya ingin punya anak lagi apa aku salah." Mario berucap. "Ah ya, aku lupa jika harus puasa selama dua bulan."
Bugh
Hawa memukul lengan Mario. "Kamu selalu berpikir mesum."
"Bukan mesum, tapi kebiasaan yang harus sejenak di tinggalkan. Ahh rasanya aku seperti kehilangan mood booster." Mario mengusap wajahnya lemas, mengingat dirinya harus puasa kurang lebih dua bulan demi kesembuhan sang istri.
"Dih, sok memelas." Ledek Hawa yang melihat suaminya frustasi.
Dengan sengaja Hawa membuka dua kancing bajunya paling atas, wanita tiga anak yang masih 25 tahun itu begitu suka mengerjai Mario.
"By, aku haus." Kata Hawa setelah melakukan rencananya.
"Hm," Mario mengambil minuman di atas nakas, pria itu menyodorkan gelas untuk Hawa.
"Ah, terima kasih." Hawa menerimanya, dan menenggak minuman didalam gelas itu hingga membuat Mario benar-benar menelan ludah.
Bagaimana tidak jika Hawa meminum air sampai meleber tumpah dan turuh dileher sampai dadanya yang sedikit tersingkap, sehingga memperlihatkan gundukkan kenyal dan padat yang dua hari sudah tidak Mario nikmati.
Glek
Mario menelan ludah susah payah, jakunnya naik turu turun dengan bibir sedikit terbuka.
"Ah, leganya." Tanpa rasa bersalah Hawa malah seperti mengeluarkan suara *******.
Dan itu semakin membuat gairah Mario terpancing.
"Ck, wanita penggoda." Dengus Mario yang sadar akan kelakuan sang Istri.
Hawa yang mendengarnya hanya mengulum senyum.
"By, bantu aku untuk memompa asi."
Ya Tuhan cobaan apalagi ini Mario, setelah ini pasti kau akan berakhir di kamar mandi.
.
.
Setelah empat hari dirumah sakit kini Hawa beserta bayinya sudah diperbolehkan pulang. Mario mengendong Elga putrinya dan Hawa yang menggandeng lengan Mario.
Keduanya di sambut meriah saat membuka pintu, siapa sangka jika Mama dan papanya juga ikut menyambutnya pulang.
"Cucu Oma." Ayana begitu senang mendapati cucu perempuan, dirinya yang tidak sabar untuk langsung terbang saat mendengar cucu perempuannya sudah lahir.
"Selamat sayang, princes papa kembali lahir." Nathan juga tidak bisa menutupi rasa bahagianya, putri kecilnya seperti terkahir kembali ketika melihat wajah cucu perempuannya, persis seperti Hawa saat lahir.
"Iya pah." Hawa ikut bahagia melihat kekurangan bahagia.
"Opa Nathan, apa adik mirip seperti Mommy?" Tanya Enzio pada Opa Nathan.
"Iya sayang, Elga mirip seperti Mommy mu saat bayi." Jawab Nathan yang bergantian mengendong Elga.
"Berarti sejak Mommy segini papa sudah menyukainya." Tanya Enzio lagi.
"Heh, kata siapa?!" Mario yang menjadi tersangka tidak terima jika menyukai Hawa sejak bayi.
Sedangkan orang-orang di sana yang mendengarnya menahan senyum.
"Kata Mommy, Mommy bilang papa menyukai Mommy sejak kecil."
Tepat sasaran, Mario menatap Hawa yang tertawa. Sedangkan yang lain menertawakan kepolosan Enzio.
"Tapi tidak sejak bayi sayang." Lirih Mario yang merasa malu.
.
.
LIKE, KOMENTAR JANGAN LUPA SAYANG 😘😘😘😘
Oekk...oekkk...
"Daddy tolong Elga sebentar..!!" Hawa berteriak dari dalam kamar mandi.
"Iya sayang..!" Mario kembali menyahut.
"Ya ampun anak Daddy, kenapa nangis hm." Mario mengambil Elga yang masih menangis.
"Uhhh haus ya.." Mario mendekatkan jarinya ke sudut bibir Elga, dan bayi mungil itu langsung merespon. "Ini jari Daddy sayang, bukan sumber nutrisi." Mario tertawa.
"Sayang Elga haus..!" Panggil Mario pada istrinya yang masih di dalam kamar mandi.
Mario yang tadi masih ingin mengancingkan kemeja kerjanya, alhasil belum kelar karena putrinya menangis.
Ceklek
Hawa keluar dari dalam kamar mandi. "Kenapa By?" Tanya Hawa yang selesai menuntaskan hajatnya.
"Elga haus." Mario kembali memperlihatkan bagaimana sang putri ingin melahap jarinya saat menyentuh sudut bibirnya. "Dia pikir jariku sumber nutrisinya." Mario teekekeh.
Hawa ikut tersenyum, "Sini sama Mommy, Daddy mau kerja sayang." Hawa meraih putrinya dari gendongan sang suami.
"Lihat, Daddy sampai belum mengancingkan baju." Hawa tertawa.
Mario hanya tersenyum dan mengancingkan kembali bajunya setelah Elga dalam pangkuan Hawa.
Hawa berjalan kearah kursi santai khusus untuk dirinya menyusui saat dikamar.
"Uluuh, anak Mommy lapar." Hawa langsung membuka kancing bajunya dan mengeluarkan sumber nutrisi untuk Elga, dan benar saja gadis mungil itu langsung melahabnya kuat.
"Pelan-pelan sayang, nanti tersedak." Hawa tersenyum melihat putrinya yang begitu semangat menyesap nutrisinya langsung dari sumbernya.
"Sayang.." Mario mendekati Istrinya dengan tangan menyentuh bahu Hawa dari belakang, Mario mendaratkan kecupan di pucuk kepala sang istri.
"Daddy mau berangkat kerja sayang, jangan rewel sama Mommy." Mario menuduk untuk mengusap pipi Elga yang kembang kempis karena masih dalam kegiatan menyesap ASI.
"Tenaganya kuat sekali, Daddy sampai kalah." Ucap Mario yang ngadi-ngadi.
"Ish, kamu bicara apa sih By."
Mario malah terkekeh. "Daddy harus rela berbagi lagi, sekarang berbagi sama princes." Mario beralih berjongkok di depan Hawa.
"Yang ada di Elga yang berbagi sama Daddy, ini memang sumber nutrisi anak-anak." Balas Hawa yang tidak habis pikir dengan ucapan suaminya.
"Tapikan Daddy dulu yang punya, habis itu baru anak-anak." Mario menatap Hawa dengan satu alis terangkat.
"Ck, jangan mulai deh by. Anak-anak udah nungguin berangkat sekolah." Ucap Hawa mengalihkan pembicaraan yang akan mengarah pada sebuah opini kemesuman Mario.
Mario menatap putrinya dengan intens, bukan hanya putrinya tapi lebih tepatnya apa yang dilakukan putrinya.
"By, kok bengong." Hawa menepuk pundak sang suami.
"Pengen Mom."
"Om mesum!" Pekik Hawa.
"Nanti supir Opa yang akan menjemput kalian, ingat jangan pulang dengan orang yang tidak di kenal." Ucap Mario pada kedua putranya saat mengantar sampai didepan pintu gerbang.
"Fine Daddy."
Si kembar memberi hormat pada Daddy nya, membuat Mario tersenyum mengusap kepala kedua putranya.
"Good boy. Yasudah sana masuk, Daddy berangkat ke kantor." Pamit Mario sambil melambaikan tangan.
"Dah dad.." Enrico dan Enzio melambaikan tangannya setelah melewati pagar sekolah.
Mario tetep melakukan penjagaan ketat kepada kedua putranya, dan kelurga. Sebagai pembisnis nomor satu di negaranya, Mario tidak memungkiri jika diluar banyak musuh yang mengintainya.
Mario kembali melajukan mobilnya menuju perusahaan, sejak twins masuk sekolah Mario selalu yang mengantar, jika senggang dirinya juga yang akan menjemput. Kebersamaan dengan sang anak tidak akan sama jika meraka beranjak dewasa, dan Mario tidak ingin melewatkan momen sedikit pun untuk buah hatinya.
"Ck, siapa lagi mereka."
Mario menetap kaca spion dalam, disana dirinya melihat mobil yang sejak dari sekolah Twins mengikutinya. Hal yang sering terjadi pada dirinya, dan satu-satunya jalan Mario menghindari adanya perkelahian.
Laju mobilnya semakin cepat, jarak sekolah dan perusahaan yang tidak terlalu jauh, membuat Mario tidak kesulitan untuk cepat sampai. Dan seperti biasa mobil yang mengikutinya akan pergi setelah mobilnya memasuki perusahaan.
"Fabio lacak nomor kendaraan xxx." Ucap Mario dari sambungan telepon.
.
JANGAN lupa LIKE, KOMEN kalian 😘😘😘
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!