Dia adalah Clara Nessa. Cewek dengan tinggi 150 dan berat 45 kg. Berkulit putih, bermata sipit. Berambut bergelombang dan sedikit kecoklatan. Cewek dari kalangan menengah kebawah. Bukan anak CEO atau orang penting. Gadis itu sekarang duduk dikelas tiga SMK jurusan tata busana. Cewek yang suka dengan candaan dan kekonyolan. Dia lebih suka tertawa, bahkan menertawakan nasib buruknya sendiri. Baginya hidup itu lebih enak dibikin happy. Walaupun kadang air mata juga jatuh saat dia sendirian.
"Ayo cepetan!!" perintah Kempung, temannya dibalik pagar. Bersama dua teman mereka yang lain.
"Sabar lah, aku pakai rok. Lagian bukan keturunan monyet yang jago manjat," Clara ngomel sambil berusaha memanjat pagar belakang sekolah. Tasnya sudah dilemparkan tadi. Sekarang tinggal membawa dirinya naik melompati pagar. Hari ini rencananya Clara akan bolos dengan ketiga temannya.
Baru sampai diatas pagar sempritan satpam sekolah terdengar.
"Heh, mau bolos kamu!!!" teriak satpam pada Clara. Gadis itu langsung melompat keluar pagar. Sialnya roknya nyangkut walaupun dia berhasil melompat sempurna. Teriakan dari satpam sekolah masih terdengar. Keempat remaja putri itu langsung lari tunggang langgan. Clara ikut lari walaupun dia tahu roknya pasti sobek. Kempung yang membawa tas Clara melempar tas itu keempunya. Clara kelimpungan memegangi tasnya sambil terus lari.
Mereka sampai di lapangan kota. Satpam sekolah jelas gak akan sampai sini. Clara, kempung, Nyak, dan Menis ngos ngosan di pinggir lapangan.
"Hedeeeehhh lain kali si Suryo itu kamu kekepin dulu Nis, biar gak banyak tingkah kalau kita mau bolos," kata Kempung sambil nengok kekiri tempat Menis duduk.
"Kekepin rupamu!!! Gak lepel aku sama satpam sekolah kaya gitu!!" kata Menis sewot. Empat sekawan itu ketawa ngakak. Suryo emang naksir Menis, tapi Menisnya ogah sama satpam tua penunggu sekolah.
"Rokmu sobek Ra?" tanya Nyak pada Clara. Yang ditanya baru ingat kalau roknya sobek.
"Wo iya, haduh ini gimana," kata Clara sambil berdiri. Rok itu bukan sobek sedikit, tapi sobek banyak, hampir setengah.
"Udah, lepas aja sekalian," kata Kempung memberi saran.
"Lah aku gak pakai rok dong," protes Clara.
"Gak papa, itu masih pakai dalaman celana," tunjuk Kempung pada celana pink cerah yang dipakai Clara.
"Lah, ini celana dalaman, pers body lagi. Edan apa aku cuma pakai celana dalaman tipis gini." Clara bingung sendiri.
Akhirnya mereka tetap cuss nyari bus menuju tempat yang ingin mereka kunjungi. Dengan Clara yang pakai pakaian ajaib. Atasan baju pramuka coklat muda dan bawahan celana pendek tipis berwarna pink cerah. Dilihat dari mana pun penampilan Clara membuat sakit mata. Apa daya daripada pakai rok sobek.
Sialnya di bus yang mereka tumpangi ada cowok ganteng yang juga naik bus. Mata empat sekawan itu langsung berbinar. Nyak dan Kempung langsung pindah duduk di kursi paling belakang bus itu. Tempat dimana cowok ganteng juga duduk disitu. Mereka sok ngobrol asik, kemudian Kempung bertanya dengan pedenya.
"Masnya mau kemana?" tanya Kempung sambil lalu. Santai sekali padahal mode berang berang betina sudah on dari tadi. Clara cuma bisa nguping sambil ngelirik.
"Saya mau berangkat ngampus," jawab Mas tadi sambil senyum. Hidung mancung dan kumis tipis yang menggoda. Jelas kalau Mas itu masih keturunan arab atau timur tengah.
"Kampus mana?" tanya Kempung senang. Umpannya langsung dicaplok buruan.
"Kampus Uxxx. Kamu masih SMA ya? Sekolah dimana?" tanya Masnya balik. Kempung menjawab dengan centilnya. Mereka terus bercerita sampai Masnya turun duluan. Kempung berhasil mendapat nomer telpon Masnya.
Calra langsung berpindah tempat duduk di samping Kempung.
"Dasar ganjen!!! Berhasil juga kamu dapat nomor telponnya," kata Clara sambil noyor kepala Kempung. Tangannya sedikit tersangkut karena rambut Kempung yang kriting hampir kribo. Kempung senyum sambil ngedip ngedip mata ganjen.
"Dapat dong, jangan sebut namaku Ima kalau gak dapet," kata Kempung senang.
"Jadi cewek mbok ya kaya aku, alim, anteng," kata Clara. Kempung balik noyor Clara.
"Kamu anteng gara gara gak pakai rok. Coba kalau pakai pakaian bener, udah duluan kamu ndeketin masnya," kata Kempung. Mereka berempat tertawa. Kempung memeriksa hpnya. Menamai nomor Mas tadi dengan nama Arjo.
"Kok Arjo, bukannya nama mas tadi Faris?" tanya Clara heran.
"Iya, dia Arjo (arab jowo)," jawab Kempung sambil nyekikik.
"Enek enek ae kowe ki Pung, (ada ada aja kamu itu Pung)," komentar Menis sambil ikut nyekikik. Empat sekawan itu melanjutkan perjalanan mbolos mereka dengan suka cita.
Tujuan tempat mbolos kali ini adalah sebuah tempat wisata yang agak jauh. Tempat wisata yang kata Nyak bagus. Biaya masuknya gratis. Bisa dapat makanan gratis pula. Itu yang membuat ketiga temannya langsung kepo pingin datang. Selain modalnya sedikit, juga dapat makan gratisan. Waaa siapa orangnya yang gak ngiler??? Apa lagi untuk kantong kantong tipis pelajar macam mereka.
Empat sekawan itu akhirnya turun dari bus yang mereka tumpangi. Berjalan cukup jauh sampai lemas. Sepanjang perjalanan banyak orang yang memandangi Clara karena pakaian absrud yang ia kenakan. Gadis itu justru cengar cengir kepedean.
"Nis, apa aku cantik yaa? Kok pada ngelihatin aku?" tanya Clara pada Menis yang berjalan disampingnya.
"Bukan gara gara kamu yang cantik, tapi tampilanmu yang luar biasa koplak. Mereka pasti ngira tiga orang cewek cantik lagi jalan sama remaja gila," jawab Menis sembarangan. Clara gak terima langsung mau nabok lengan Menis. Yang ditabok menghindar. Mereka akhirnya kejar kejaran di pinggir jalan. Suara cekikikan mereka semakin menarik perhatian pengguna jalan lain.
"Stop, stop, stop bestie.... Ini tempatnya. Kita udah sampai," kata Nyak pada ketiga temannya yang kebablasan. Ketiga gadis itu berbalik. Pandangan mereka langsung tertuju pada plangkan kecil menuju pintu masuk sebuah bangunan.
"Dasar koplak!! Kamu bilang ini tempat wisata!!" kata Kempung kesal pada Nyak. Menis dan Clara mengangguk akur. Tempat itu bertuliskan wisata spiritual xxx. Yang Clara tahu itu adalah tempat pemujaan untuk mencari pesugihan. Hedeeeeehhhh.....
***
Halo Readers, saya Utiyem. Penulis receh mirip koin. Selamat datang di novel keempat saya. Jangan lupa like, vote, dan komen yaaa. Akan tetapi jangan boom like.... Huwaaaaa 😭😭😭😭.
Selamat menikmati kisah yang terinspirasi dari kisah nyata. Walaupun penuh bumbu garam dan micin yang rasanya sedap, tapi bikin bodo katanya. Hihihihi
Untuk Mas Sas, terima kasih sudah menginsprasi. Semoga kamu dalam keadaan sehat, bahagia, dan masih kaya hahahahaha. Aku benar benar mendoakan kesuksesan kamu. Semoga suatu saat nasib mempertemukan kita. Dan saat itu, kita sudah bisa menunjukkan senyum karena sudah bahagia dengan pasangan masing masing.
Keempat gadis itu tetap masuk kedalam area wisata spiritual itu. Beberapa orang di tempat itu memandang aneh pada mereka. Terutama pada Clara yang bajunya paling ajaib. Di tempat itu ada patung kuda besarrrr sekali. Yang dikalungi bermacam macam bunga dan dikelilingi sesajen. Empat sekawan itu mengedarkan pandangan takjub. Baru kali itu gadis belia macam mereka sampai di tempat wingit seperti ini. Suasana terhitung sepi, bahkan hanya mereka berempat yang mendekati patun kuda itu.
“Nyak, mana makanan gratisnya?” tanya Kempung bodoh.
“Dasar perut dandang! Di tempat seperti ini masih nanya makanan gratis,” sahut Clara kesal pada Kempung.
“Yang ada kembang nohhh banyak,” tunjuk Menis pada sesajen yang banyak berserakan di sekitar patung kuda besar.
“Mbok kira aku demit suruh makan kembang,” jawab Kempung sewot.
“Pssttt udah diem. Sini aku tunjukkin makanannya,” Kata Nyak sambil menempelkan telunjuk ke hidungnya.
Nyak terus berjalan mendekati patung kuda itu. Ketiga sahabatnya akur mengikuti dari belakang. Nyak jongkok, tangannya sibuk memilah antara sesajen yang tersedia.
“Nah, ketemu…. nih ada jajanan pasar, nih ada pisang raja,” kata Nyak sambil menyerahkan makanan itu didekat teman temannya. Ketiga gadis itu bengong sesaat.
“Kamu mau kita makan makanan sesajen ini Nyak?” tanya Clara setengah gak percaya. Dia memang koplak, tapi belum pernah makan sesajen.
“Lha emang kenapa? ini kan makanan juga. Yo wis tak ijin dulu sama Mbah Jaran. Mbah, minta sajennya yaa,” kata Nyak sambil menangkupkan kedua telapak tangannya didada. Berbalik menghadap patung kuda besar.
“Halah yowis, bener ini makanan, udah ijin ayo sikat!” ajak Kempung sambil membuka jajanan pasar. Clara dan Menis saling pandang, mereka akhirnya menyikat makanan itu juga. Untung saat itu pengunjung sepi. Jadi keempat sekawan itu bisa makan dengan tenang. Banyak makanan yang bisa mereka makan. Jajan pasar tradisional sampai buah buah segar juga tersedia.
Usai mengais makanan di antara sajen sajen kembang, mereka duduk di dekat patung kuda itu. Perut mereka full kenyang.
“Kamu tahu dari mana tempat ini penuh sesajen?” tanya Clara pada nyak.
“Dari Babe, Jumat kemarin aku kesini sama dia, nyantai disini sampai sore sambil makan jajanan pasar,” jawab Nyak bangga. Babe adalah sebutan untuk pacar Nyak. Sebenarnya nama asli Nyak adalah Yeyen. Dia berpacaran dengan seorang anak STM sebelah. Awal pacaran Nyak memanggil pacarnya itu dengan sebutan Beb. Yang artinya sayang. Akan tetapi pacarnya salah arti. Dikira Nyak panggil Babe, yang artinya ayah dalam bahasa betawi. Pacarnya balik manggi Yeyen dengan sebutan Nyak. Jadilah itu sebutan sayang mereka. Dan sahabat sahabat Yeyen ikut memanggil Yeyen dengan sebutan Nyak.
“Gila!!!!! Pacaran ditempat seperti ini? Makan gratisan dari sajen?” Menis heran sendiri. Tiga temannya nyekikik saja.
“Yang penting romantis, tempat sepi dan nyaman buat mojok. Asal cuma ngobrol dan makan gak papa kok. Kemarin kesini juga rame rame sama teman temannya Babe,” jawab Nyak.
“Yowes ayo cari ongkos pulang sama ongkos beli pop ice,” kata Clara sambil beranjak. Mengais sesajen sesajen itu lagi.
“Emang ongkos pulang juga ada?” tanya Menis yang terhitung paling kalem dari empat somplak itu. Clara mengacungkan koin lima ratusan di depan teman temannya.
“Ada, biasanya di bawah kembang ada uangnya,” jawab Clara santai. Ketiga temannya manggut mnggut ikut mengais koin dibawah tumpukan kembang tanpa merusak kembang kembang itu.
Sore itu mereka keluar tempat wisata spiritual itu dengan gembira. Perut kenyang, dapat uang. Koin yang mereka kumpulkan cukup untuk ongkos pulang dan beli pop ice dijalan. Tak lupa mereka mengucapkan terimakasih pada patung kuda besar dan membersihkan sampah yang mereka tinggalkan.
Ternyata hari kian gelap. Mendung menggantung hitam di langit sore itu. Keempat gadis itu akhirnya basah kuyup karena tak menemukan tempat berteduh. Mereka juga harus jalan jauh untuk dapat menumpang bus balik ke sekolah.
"Udah, jalan terus, ini udah sore kita harus kejalan bus. Kalo enggak ketinggalan bus bisa gak pulang," kata Clara pada teman temannya. Empat sekawan itu pun terus berjalan diantara riyuh hujan yang menimpa tubuh mereka.
Untungnya mereka menemukan tempat berteduh untuk menunggu bus. Empat gadis itu berdiri diantara gapura pinggir jalan. Akan tetapi diantara sela gapura itu juga berdiri orang gila jalanan yang menatap mereka waspada.
“Astagaaa kita emang gila, tapi yang ini suhunya gila, entah kita harus salim atau sungkem,” kata Kempung sambil takut takut.
“Udah mulutmu diem Pung, kita sama sama neduh disini, gak usah cari gara gara sama suhu,” kata Clara sambil memandang kearah lain. Seolah gak lihat orang gila di pojokan. Hal itu ditiru tiga sahabatnya. Untungnya mereka tak lama menunggu sudah dapat bus. Walaupun mereka harus basah kuyup sampai membasahi lantai bus.
Beberapa penumpang menatap lucu pada Clara. Gadis itu cuwek saja. Sampai Menis melepas jaketnya dan melingkarkannya di pinggang Clara.
"Kenapa?" tanya Clara heran.
"Segi tiga keramatmu yang bergambar spongebob kuning kelihatan jelas," bisik Menis, namun suaranya masih terdengar seisi bus. Mereka pun tertawa ngakak. Clara cuma nyengingis sambil melihat celana pink tipisnya yang basah kuyup. Benar juga hari ini dia pakai cd gambar spongebob kuning cerah, tentu saja tercetak jelas sekarang dalam kondisi basah.
Nasib buruk belum berakhir sampai disitu. Mereka tiba di depan sekolah. Akan tetapi cuaca disekitar sekolah mereka cerah tak berawan. jadilah mereka turun dari bus basah kuyup sendiri mirip orang kecemplung sumur. Beberapa siswa kelas satu dan kelas dua yang mengadakan ekskul heran melihat empat gadis yang basah kuyup itu. Sebenarnya sangat memalukan, tapi empat gadis itu pura pura gak malu.
“Habis dari mana Kak?” tanya anak kelas satu pada Kempung.
“Habis nyemplung sumur pelebur dosa,” jawab Kempung asal. Tiga temannya di belakang cuma nyekikik malu. Keempat gadis itu benar benar membayar ongkos bus dengan uang hasil mungut di belakang kembang sesajen tadi.
“Masih sisa gaes,” kata Menis sambil menggenggam uang koin itu.
“Buat besok lagi, beli gorengan,” jawab Clara. Mereka pun berpisah untuk pulang kerumah masing masing.
Esoknya mereka harus menghadapi sidang dari guru BP. Suryo melapor pada guru bahwa mereka membolos kemarin.
"Kalian tahu kalian ini sudah kelas tiga? Sebentar lagi lulus, tapi masih juga sempat bolos!!" ujar guru BP yang sangar. Guru BP itu merupakan guru BP paling seram. Beliau guru paling ditakuti. Yang selalu pakai eyeshadow melebihi kelopak matanya. Hening keempat gadis itu cuma menunduk. Akhirnya mereka dihukum muter lapangan dengan hanya menggunakan satu sepatu.
Usai wisuda Clara bingung mau kemana. Kempung dan Nyak lanjut kuliah, sedang menis dapat kerja di tempat yang enak. Clara bingun sendiri. Kuliah sudah pasti gak bisa, gak ada uang dan gak ada kesempatan.
Gadis itu akhirnya mendaftar kerja di sebuah pabrik garment. Clara shok dengan cara kerja pabrik yang mayoritas diisi perempuan itu.
"Matamu kerja dipake! targetmu 1000 per jam!! Jangan plongak plongok aja dasar bocah lon*te!!" kata SPV dengan keras pada Clara. Gadis itu shock. Baru kali ini dapat makian sekasar itu. Ternyata begitulah cara kerja di pabrik itu. SPV menuntut para operator mesin agar mencapai target dengan cara membentak dan memaki. Asaga..... Beginikah dunia kerja?? Batin Clara ngilu. Makian makian dari SPV walaupun tidak ditunjukkan padanya tetap serasa menyakitkan. Clara benar benar tidak terbiasa dengan perlakuan seperti ini.
Clara gak selera makan saat jam makan siang tiba.
"Kenapa gak dimakan Dek?" tanya senior satu line yang makan disebelahnya.
"Gak selera Mbak, itu SPV emang mulutnya begitu?" tanya Clara lesu. Seniornya malah tertawa.
"Gak usah dipikir Dek, emang gitu mulutnya. Dia juga dituntut untuk gitu. Udah makan gak usah dipikir," kata Senior santai.
"Tapi itu nenyakitkan Mbak," bantah Clara.
"Ya udah gak usah dibikin sakit. Dipikirin aja gajinya. Bisa buat kebutuhan kita, bisa buat nyenengin orang orang yang kita sayang," kata senior lagi.
Clara tetap menolak makan. Mulutnya tidak tertelan makanan. Dia memang koplak, sering bercanda setengah gila. Kata kata kasar juga sering terlontar dari mulutnya, tapi hanya untuk bercanda. Bukan seriusan untuk mengintimidasi orang semacam ini.
Dunia kerja bahkan berbeda jauh dari dunia sekolah. Dia berada didunia tata busana selama 3 tahun. Pola baju sampai jas sudah dia kuasai dengan baik. Pengerjaannya juga harus pelan dan penuh pemikiran. Salah satu stik jahit saja diulang, tapi dipabrik garment ini, target yang di bebankan membuat pising 1000 pc per jam??? Walaupun itu hanya per bagian jahit, tapi serasa gak mungkin untuk Clara.
***
Seminggu bekerja bobot Clara turun 5 kilo. Dia benar benar tidak betah. Memutuskan untuk out saja. Senin esoknya Clara tidak berangkat. Luntang lantung dirumah jadi pengangguran. Kerjaannya sehari hari cuma bantuin Ibunya jaga warung kecil didepan rumah. Sambil mencoba ngelamar sana sini. Sempat kerja dipabrik garment lain. Berharap beda dengan pabrik garment yang pertama, tapi ternyata Clara salah.
"Kebanyakan garment gaji besar pasti ada dimarah marahin SPV, soalnya biar target," kata teman Clara di pabrik kedua. Akhirnya Clara out lagi.
Saat Clara kebingungan mencari kerja, dia melihat status Leni. Teman sekelasnya dulu yang katanya gak lanjut kuliah.
'Katanya gak lanjut kuliah, kok ikut ospek?' pesan Clara Pada Leni yang pakai baju hitam putih dan rambut terkuncir rapi. Pesannya terbalas sore hari.
'Emang gak lanjut kuliah formal, tapi aku ikut kursus tata busana di BBLKI,' balas Leni. Clara pun kepo dengan tempat kursusan Leni. Ternyata itu tempat kursus keahlian yang dibiayai pemerintah.
'Jadi gratis Len?' tanya Clara pada Leni.
'Gratis, cuma kalau masuk sekarang udah tutup pendaftarannya. Ada sih, tapi ikut swadana. Artinya bayar sendiri.' balas Leni.
Clara pun tertarik mengikuti kursus itu. Dia minta pertimbangan pada Ibunya.
"Kalau mau yang bayar juga boleh, Ibu bisa usahakan kalau segitu biayanya. Biar kamu ada kegiatan, gak sedih sedih terus karena gak dapat kerja yang tepat," kata Ibu membuat Clara senang. Akhirnya gadis itu mengikuti kursus tata busana itu dengan jalur swadana.
***
Leni tersenyum senang saat melihat Clara masuk kelas dan memperkenalkan diri sebagai siswa swadana baru.
"Nama saya Clara Nessa. Biasa dipanggil Clara," kata Clara memperkenalkan diri singkat. Dalam kelas itu ada sekitar enam belas siswa termasuk Leni. Hanya ada dua orang berjenis kelamin laki laki dikelas itu. Teman teman barunya menyambut ramah. Kebanyakan dari mereka lebih tua dari usia Clara. Clara dan Leni dianggap seperti anak ragil di kelas itu.
Pelajaran mereka baru dimulai semingguan. Clara tak begitu sulit mengejar ketinggalan. Karena pada dasarnya dulu dia SMK jurusan Tata Busana. Bahkan sebenarnya pelajaran ditempat kursus ini hanya mengulang dan lebih sederhana.
"Makan dikantin yuk," ajak Leni saat istirahat.
"Ayok, jangan ditinggal," kata Clara bersemangat. Clara dan Leni berjalan menuruni tangga menuju kantin dilantai dasar.
Dikantin itu Clara dan Leni berdesakan dengan siswa jurusan lain.
"Banyak juga ternyata siswa yang berkursus disini," komentar Clara.
"Di tempat kursus ini ada sekitar lima jurusan. Empat jurusan untuk anak laki laki. Ada jurusan mobil, sepeda motor, pendingin, dan ukir. Jadilah kaum wanita di tempat ini terbilang langka. Hanya ada dikelas tata busana kita," jelas Leni pada Clara. Gadis itu manggut manggut mendengarkan.
Banyaknya siswa yang ada di kantin, membuat Clara dan Leni gak dapat tempat duduk. Mereka akhirnya membawa makanan mereka ke emper kelas untuk dimakan disana. Mereka melewati segrombolan anak laki laki yang juga gak dapat tempat duduk dikantin. Mereka lesehan diluar kantin sambil makan.
"Mbak e... Mbak, pecel lele minumnya arak, boleh kenal gak?" tanya seorang siswa yang ada digrombolan itu saat Clara dan Leni lewat didepannya. Langsung dapat sorakan dari teman temannya.
"beli gereh yang jual jutek. Gak boleh, situ jelek," balas Clara sambil berlalu. Sorakan lebih keras terdengar. Clara berlalu sambil nyekikik bersama Leni.
"Dasar koplak, sempat sempatnya bales pantun sambil bawa piring," komentar Leni saat mereka sudah jauh dari grombolan. Clara nyekikik saja.
"Biarin, biar gayeng. Daripada kita diem aja pasti dikira sombong sama penyamun penyamun itu," kata Clara. Leni semakin ngakak dengan istilah Clara.
"Bahasamu Ra, penyamun kaya dongeng 1001 malam," kata Leni masih sambil ngakak.
"Awas, ngakak ya ngakak es tehmu tumpah itu," kata Clara. Leni bengong, baru sadar minumnya tinggal separo.
***
Seorang laki laki diantara grombolan itu terus memandangi Clara sampai menghilang. Dia cukup terhibur dengan aksi Clara membalas pantun temannya.
"Cantik, ceria, dan pemberani," kata laki laki itu entah pada siapa. Beberapa temannya yang mendengar sedikit heran.
"Siapa Tam?" tanya seorang diantara mereka. Tama cuma tersenyum misterius. Tanpa menjawab pertanyaan temannya. Gerombolan penyamun itu gak ambil pusing dan kembali khusyu dengan piring di hadapan mereka.
Tama pun juga kembali menyendok makanannya. Sekilas ia teringan cewek yang berani membalas pantun itu. Kilas berikutnya yang lebih banyak dia teringat anak kecil yang tersenyum.... Senyum yang sama dengan Citra..... Ah.... Citra lagi Citra lagi. Tama pun menggelengkan kecil kepalanya. Berharap dapat menghilangkan Citra dari pikirannya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!