Sebelum membaca, Othor akan sampaikan. Ini adalah karya pertama Othor dengan genre Fantasi. Othor tidak bisa menjamin pembaca akan suka, karena pasti akan banyak yang tidak merasa puas. Silahkan memberi masukan dan kritik yang membangun. Tapi othor harap jangan menjatuhkan. dan jangan dibandingkan dengan karya yang lain karena pasti karya othor ini masih sangat jauh dari sempurna.
Terimakasih 🙏🙏
...----------------...
Petir menggelegar diiringi tangis seorang bayi. Malam gelap dengan hujan deras itu tidak menjadi soal karena pasangan suami istri itu sedang diliputi kebahagiaan. Semua itu karena kelahiran putra mereka. Putra yang ditunggu tunggu itu terlahir dengan sangat sehat.
" Selamat Ki Wiradharma, anak Ki Wira sangat sehat. Selamat Nyi Gayatri, panjenengan sungguh luar biasa."
" Terimakasih mbok. Terimakasih.".
Gayatri memeluk bayi laki laki yang dibedong dengan kain jarik lalu menciumnya. Sang suami mengusap peluh di kening sang istri. Ia sungguh bersyukur istri dan anaknya sehat.
" Matursuwun Gusti, akhirnya kita bisa memiliki putra dinda."
" Iya kakang, aku sungguh merasa senang."
Gayatri menaruh putranya itu di sebelahnya. Untuk mendapatkan bayi itu sudah banyak hal yang selama ini mereka berdua lakukan. Sepasang suami istri tersebut sudah menunggu selama 10 tahun untuk itu. Wiradharma merapalkan sedikit mantra dan melakukan sebuah gerakan.
Hiat... Hiaa... Huuufh huuuh....
Sebuah cahaya putih keluar dari tangan Wiradharma dan masuk ke dalam tubuh si bayi.
" Kakang, apa yang akan kamu lakukan?
" Aku memberikan sebagian ilmu kanuragan ku kepadanya. Itu akan memudahkan saat dia belajar nanti. Dengan ilmu kanuragan ku itu, dia juga akan terlindungi dari marabahaya."
Gayatri mengerti, dia paham dengan maksud sang suami. Di dunia ini adalah tempat pertarungan. Yang menang akan menjadi dewa dan yang kalah akan menjadi budak dan sampah tak berguna.
Tapi rupanya kelahiran seorang putra di Padepokan Pedang Sakti itu tidak disambut gembira oleh semua orang yang ada di sana. Salah satunya adalah Duranjaya.
Duranjaya merupakan adik Wiradharma tapi lahir dari ibu yang berbeda. Dari semenjak dia dibawa ke padepokan tersebut oleh sang ayah, Duranjaya sudah membenci Wiradharma. Keinginannya menguasai padepokan Pedang Sakti membuatnya memanipulasi pengikut Wiradharma agar menjadi pengikutnya. Tidak hanya itu, di luar padepokan pun ia menghasut para murid baru untuk berada di pihaknya.
" Sial, bayi itu berhasil lahir. Dia akan menjadi ancaman buatku."
" Lalu apa yang harus kita lakukan Den?"
Duranjaya menyeringai. Ia sudah memiliki rencananya sendiri.
Malam selanjutnya hujan turun kembali. Bahkan malam itu hujan semakin bertambah deras, petir menyambar. Angin berhembus begitu kuat membuat pepohonan saling bergesek satu sama lain.
Krek .... Kreeek ... Kreek ...
Bruk ... Bruuk ...
Beberapa pohon tumbang. Sentir sentir di padepokan semuanya mati. Tangis si bayi terdengar begitu kencang seakan tahu akan ada peristiwa buruk yang terjadi.
Suuussssh.... Suuuussh ...
Gayatri mencoba untuk menenangkan sang putra. Ia menggendong putranya dan menimangnya dengan perlahan. Bukannya berhenti bayi tersebut semakin kencang menangis. Gayatri pun kembali duduk. Ia mencoba menyusui sang putra namun bayi itu menolak.
" Duh Gusti, ada apa sebenarnya. Kamu kenapa to le. nangis mu kok tidak berhenti. Mbok ... Mbok tahu ndak dia kenapa. Nangisnya sama sekali ndak mau berhenti."
" Simbok juga ndak tahu den ayu. Mungkin tole takut dengan hujan petir. Biasanya kalau disusui diem den ayu."
Gayatri menghela nafasnya berat. Entah mengapa perasaannya semakin tidak karuan.
Di luar tepatnya di pendopo depan pertarungan tengah terjadi.
Trang ... Trang ... Trang..
Suara pedang saling beradu. Kedua kubu terlihat imbang. Ya Duranjaya tengah menyerang Wiradharma. Tapi bukan hanya keduanya yang beradu tanding. Tapi pengikut dari dua kubu pun saling menyerang.
Trang ... Trang ...
Pak ... Pak ...
Hiyaaaa ... Achhh... Wusss ....
Satu per satu para pengikut dari dua buah kubu berjatuhan. Bukan hanya ilmu pedang yang digunakan, namun ilmu kanuragan pun mereka keluarkan.
Huuuummmm huuuufhhh...
Wiradharma mengambil nafasnya dalam dalam dan mengeluarkannya. Tangan kirinya mengusap pedangnya dan keluarlah cahaya berwarna putih dari sana. Pedang tersebut kini menyala terang, membuat pendopo yang tadinya gelap itu kini terlihat.
Hiaaaaat ...
Wiradharma maju menyerang Duranjaya. Duranjaya pun tak mau kalah, ia juga mengeluarkan ilmu kanuragan miliknya. Ia merapal kan mantra di depan pedangnya sehingga pedangnya berwarna merah terang.
Hiaaat ... Syuuuuh ... Syuuuuh ....trang ... Trang ....
"Aaarhg .... Sial"
Duranjaya terjerembab kebelakang. Wiradharma mendekat lalu mengarahkan pedangnya tepat di leher sang adik.
" Apa yang kamu mau rayi. Mengapa kau melakukan ini semua?"
" Hahaha kakang Wiradharma, kau sungguh naif. Apa kau tidak melihat nya, apa kau tidak juga mengerti. Sudah saatnya untuk mu lengser kakang. Kau sudah terlalu lama berdiri di puncak kepemimpinan Padepokan Pedang Sakti."
Wiradharma menyeringai, ia sebenarnya sudah tahu mengenai hal tersebut. Namun Wira membiarkan dulu, ia masih berharap sang adik mau berubah. Tapi dengan adanya penyerangan kali ini menandakan bahwa Duranjaya masih bersikukuh dengan ambisinya.
" Baiklah kalau itu mau mu rayi. Aku tidak segan lagi."
Syuuuuut ....
Wiradharma mengayunkan pedangnya hendak menebas leher Duranjaya. Namun Duran jaya berhasil menghalangi pedang Wira dengan pedang miliknya.
Trang ... Trang ... Syuuuut ... Bugh ... Duagh ...
Durnajaya berhasil bangkit kembali. Pertarungan itu kembali berlanjut hingga Gayatri keluar bersama bayinya. Wanita itu sungguh terkejut melihat dua saudara itu tengah saling beradu pedang. Ia keluar dari bilik kamarnya karena ingin mencari sang suami. Sungguh ia tidak tahu jika di pendopo tengah terjadi pertempuran.
Keluarnya Gayatri menjadi kesempatan emas bagi Duranjaya untuk mengecoh fokus sang kakak.
Dan benar saja saat Wira tengah menoleh ke arah sang istri Duranjaya langsung menebaskan pedangnya.
Sreeeet ..... Argh ......!!!
Wira berteriak keras saat tangannya terkena sabetan pedang milik Duranjaya. Bahkan tangan itu terlepas dari badannya bersama pedang miliknya.
Bugh ... Bugh ...
Duranjaya berhasil melumpuhkan Wiradharma. Sedangkan di sisi lain Gayatri tubuhnya terkena tebasan pedang saat melindungi sang anak.
" Kang ... Mas ..." Gayatri jatuh tersungkur.
Huwaaaaa .... Huwaa....
Bayi itu menangis begitu keras.
" Ja ... Ha ... Nam ... Kau Du ran ja ya."
" Tck ... Banyak omong."
Syuuuut jleb....
Duranjaya menusukkan pedangnya ke tubuh sang kakak sambil menyeringai. Ia lalu berjalan mengambil bayi tersebut.
" Kalian semua dengarkan aku, jika kalian tetap ingin hidup maka bersumpah lah setia kepadaku. Tapi jika tidak maka lebih baik kalian mati di sini."
Beberapa pengikut Wiradharma nyalinya menciut saat mengetahui pemimpin mereka telah tewas. Mereka pun diam. Melawan tidak akan bisa membuat mereka menang.
" Den, mau diapakan bayi ini."
" Habisi saja. Jika tidak dia akan jadi ancaman. Buang tubuh mereka semua ke sungai. Jangan menguburnya di sini aku tidak mau menyimpan tubuh mereka itu."
Duranjaya tertawa puas. Ia benar benar berhasil kali ini. Padepokan Pedang Sakti menjadi miliknya, dengan begitu dia akan menjadi orang yang disegani di dunia persilatan.
TBC
Seorang abdi membawa tubuh si bayi bersama jasad kedua orang tuanya dan orang orang yang tewas bersama mereka. Dan benar saja, seluruh tubuh itu dilemparkan ke sungai. Namun sebelumnya tubuh tubuh itu diikat pada sebuah batu dengan menggunakan rotan.
Satu persatu tubuh itu ditenggelamkan. Seorang abdi yang memiliki nama Projo itu kembali memandang wajah bayi milik tuannya yang terdahulu. Bayi tersebut tertawa, binar matanya membuat Projo tidak tega untuk menenggelamkan sang bayi. Projo pun memutuskan membuat sebuah keranjang anyam dari rotan.
" Kang, kamu mau membuat apa."
" Oh ini aku mau membuat keranjang, tadi kebetulan pas jalan kesini aku banyak melihat rempah obat. Nanti aku akan mengambilnya."
" Oh begitu, ya sudah kang. Saya kembali duluan."
Projo menghela nafasnya lega saat. Beruntung tadi dia sempat menyembunyikan sang bayi dibalik pohon besar. Setelah beberapa saat dia pun selesai menganyam keranjang tersebut.
" Pinter koe le, ndak nangis sama sekali. Maafkan kami yo le yang ndak bisa melindungi romo dan ibu mu. Kalau suatu hari kamu hendak marah dengan kami, marahlah. Aku sendiri akan menerimanya. Semoga kamu bisa hidup dengan baik."
Projo meletakkan si bayi ke dalam. keranjang anyam yang sudah dia lapisi dengan kulit pohon serta beberapa dedaunan lebar. Sebelumnya Projo juga sudah merobek beberapa kain milik tubuh tubuh tak bernyawa tadi untuk mengalasi sang bayi.
Projo meletakkan bayi mungil itu di keranjang anyam rotan buatannya lalu ia pun turun ke sungai. Ia menaruhnya di atas air dan membiarkan keranjang berisi bayi itu terbawa arus.
" Sekali lagi maaf ya tole "
Tak ingin berlama lama merasa sedih di sana Projo kembali ke atas. Ia harus segera pulang sebelum Duranjaya curiga.
Benar saja, saat kembali ke padepokan Duranjaya memanggil Projo ke pendopo.
" Mengapa kau begitu lama. Apa yang kau lakukan. Apakah kau sudah membunuh bayi itu?"
" Tentu saja sudah den."
" lalu apa itu yang kau bawa?'
" Ini rempah dan tanaman obat den, saya tadi r mengambil beberapa rempah obat yang baik sebagai salah satu pendukung untuk menguatkan tubuh dalam proses memperkuat ilmu kanuragan."
Duranjaya memicingkan matanya, ada rasa tidak yakin dalam hatinya. Namun mengingat Projo memang ahli dalam obat obat an Duranjaya pun mempercayai apa yang dikatakan Projo
" Baiklah, jika yang kamu katakan itu benar maka segera buatkan untuk ku.'
" Sendiko dawuh Den."
" Oh iya, Projo dan kalian semua sekarang panggil aku Ki Bala, Ki Balaaditya. Sekarang akulah pemimpin Padepokan Pedang Sakti ini."
" Baik Ki Bala!"
" Baik Ki!"
" Hidup Ki Bala!"
Semua orang besimpuh di tanah mereka memanggku satu tangannya di lutut dengan kepala menunduk. Dan satu tangannya lagi memegang pedang yang mereka ketukkan di tanah.
Duranjaya yang sekarang mengubah namanya menjadi Ki Balaaditya itu tersenyum dengan senyum penuh kemenangan dan kepuasan. Terlebih saat dia melihat seluruh orang tunduk hormat kepadanya.
Apa yang dicita-citakan kini akhirnya terwujud. Ambisinya untuk menguasai Padepokan Pedang Sakti menjadi kenyataan. Walaupun ia harus menggunakan cara yang sungguh keji yakni menghabisi nyawa kakaknya sendiri.
***
Malam berganti fajar. Lambat laun mentari merangkak dari ufuk timur menimbulkan semburat kuning di sekitar langit gelap. Suara kokokan ayam begitu melengking membangunkan sebagian orang yang masih berbalut mimpi.
Seorang pria berusia sekitar 30 tahunan itu keluar dari rumah bambu miliknya. Ia mengambil sebuah cangkul yang berada di pojok rumah dan memanggul nya di bahu kanan. Sedangkan tangan kirinya membawa sebuah bakul.
" Sepertinya hari ini aku akan makan ikan."
Pria itu keluar dari rumah bambu miliknya lalu berjalan menuju sungai. Namun sebelumnya ia meninggalkan cangkulnya terlebih dulu di ladang.
Ia berjalan menuruni sungai dengan berpegangan pada akar akar pohon yang menjalar. Namun tatapan pria paruh baya itu tertuju pada sebuah cahaya yang berasal dari sebuah keranjang yang ada di tengah sungai.
" Apa itu? Seperti?"
Pria itu menaruh bakul nya lalu berjalan masuk ke air. Ia sungguh tekejut, cahaya berwarna putih itu berasal dari tubuh seorang bayi. Ia pun mengambil keranjang rotan itu dan membawanya ke tepian sungai.
Pria paruh baya tersebut menepuk pelan pipi bayi yang masih merah dengan pelan. Namun rupanya bayi itu sama sekali tidak merespon. Detak nadi bayi malang itu sungguh sangat lemah. Nampaknya dia kedinginan dan mungkin kelaparan juga.
Hup
Hiaaaa
Pria itu duduk bersila, ia menangkupkan kedua tangannya di depan dada lalu menaikkan tangan kanannya ke atas seperti gerakan mengambil sesuatu dari langit. Muncul sebuah cahaya kuning keemasan dari telapak tangan kanan pria itu. Lalu ia memasukkan cahaya tersebut pada tubuh bayi mungil di depannya.
Syuuuuuh
Cahaya kuning keemasan masuk perlahan ke tubuh sang bayi dan membaur dengan cahaya putih milik bayi itu.
Oweeeeek
Owek
Pria berpakaian serba hitam dengan ikat kepala serta sabuk yang melingkar di pinggangnya tersebut tersenyum lebar. Ia sungguh lega mendengar tangis bayi tersebut.
" Matursuwun Gusti, bayi ini masih bisa diselamatkan. Siapa yang melarung mu nak? Tapi aku rasa bayi ini bukan bayi biasa. Cahaya putih yang ada di tubuh mu itu berasal dari seorang pendekar sakti. Baiklah kau sekarang ikut dengan ku saja, aku beri kau nama Damar Pawitra. Artine pelita suci atau lampu karena cahaya yang keluar dari tubuhmu itu aku yakin bisa menyinari ornag ornag nanti. Haihs. Niatnya nyari ikan malah dapat bayi."
Pria tersebut pun membawa Damar kembali ke rumah. Ia harus segera memberi susu pada si bayi. Ini merupakan pekerjaan rumah selanjutnya untuk pria itu.
" Harus ke mana aku mencari susu untuk bayi itu. Oh iya Nyi Sambi juga punya bayi. Aku akan meminta tolong padanya."
Pria itu bergegas, dia berlari dengan sangat cepat.
Tok ... Tok .. Tok ...
" Nyi ... Nyi Sambi."
Dari dalma rumah wanita yang bernama Nyi smabi itu keluar dengan terburu buru mendengar suara tetangganya.
" Ada apa Ki Pramadana?"
" Nyi, aku minta tolong, tolong susui bayi ini."
Nyi Sambi sungguh terkejut, wajahnya penuh dengan tanya. Tetangga yang ia tahu adalah pria tak beristri itu dari mana bisa mendapat bayi.
" Nyi, aku tahu apa yang kau pikirkan. Nanti ku jelaskan. Tolong susui dia dulu."
Nyi Sambi mengangguk, ia pun mengambil Damar dari gendongan Ki Prama dan membawa nya masuk.
Nyi Sambi sungguh terpesona oleh wajah sang bayi. Baru saja ia melihat bayi itu namun rupanya bayi itu langsung bisa menempati hati Nyi Sumbi.
" Duh Gusti, kamu sungguh tampan le."
Damar menyusu dengan sangat lahap. Nyi Sumbi terkekeh pelan.
" Pelan pelan sayang, nanti kamu bisa tersedak."
TBC
Padepokan Pedang Sakti di bawah kepemimpinan Balaajaya banyak mengalami banyak perubahan. Baik dari segi prinsip maupun penerimaan murid baru. Balaajaya hanya membiarkan murid yang memberinya emas dan perak yang bisa masuk dan menjadi murid di padepokan. Selebihnya ia akan menolak, terlebih jika murid itu dari kalangan orang miskin.
Tadinya beberapa pihak tidak setuju. Karena Padepokan Pedang Sakti adalah perguruan yang diperuntukkan bagi siapa saja yang ingin belajar. Prinsip itu sudah lama di pegang. Apalagi jika dari kecil sudah terlihat bakat nya maka Padepokan Pedang Sakti akan menerima murid itu bahkan tanpa memberikan apapun.
Namun hadirnya Balaajaya sebagai pemimpin baru padepokan membuat semuanya berubah.
" Saat ini akulah pemimpinya. Semua harus mengikuti apa yang aku katakan. Jika kalian tidak setuju segera angkat kaki dari padepokan ini. Aku tidak butuh pembangkang."
Perkataan Duranjaya berhasil membuat semua penghuni padepokan terdiam. Para tetua yang masih ada pun tidak bisa berbuat apa apa. Balaajaya selalu mengancam keselamatan nyawa keluarga mereka jika mereka tidak mematuhi apa yang di inginkan oleh Balaajaya.
Pernah suatu ketika ada seseorang yang tidak menyetujui peraturan Duranjaya. Memang saat itu dia membiarkan orang tersebut pergi. Tapi siapa sangka di tengah perjalanan orang itu dan keluarganya di habisi oleh orang orang suruhannya. Kekejaman Duranjaya tersebutlah membuat semuanya akhirnya patuh terhadap apa yang dikatakannya.
Tak ... Tak ... Tak ...
Projo berlari menuju pendopo untuk menemui Balaajaya. Ada hal yang harus disampaikan oleh nya.
" Ki ... Hosh ... Hosh ... Hosh ... "
Pria berpakaian serba hitam dengan ikat kepala dan sebilah pedang tersampir di sabuk pinggangnya itu terengah engah saat menghadap Balaajaya.
" Ada apa. Tenangkan dirimu dulu sebelum berbicara."
Huuum huuuuf
Projo menarik nafasnya dalam dalam dan membuangnya dengan perlahan. Kini dia sudah semakin tenang.
" Ki, Saya mendapatkan kabar bahwa perkumpulan sekte bela diri dari segala penjuru dan aliran hendak mengadakan sebuah pertandingan untuk menobatkan padepokan mana yang terkuat dan layak sebagai pemimpinnya."
Balaajaya menarik sudut bibirnya. Ia sebenarnya sudah menduga hal ini. Kabar kematian kakak nya Wiradharma pasti sudah tersebar. Mereka pasti akan langsung memutuskan hal tersebut karena ingin menjadi padepokan terkuat. Selama Wiradharma memimpin, Padepokan Pedang Sakti memanglah menjadi padepokan terkuat dan menjadi incaran para murid untuk berguru. Ilmu pedang yang dimiliki padepokan ini merupakan ilmu pedang dengan level kekuatan tertinggi.
Wiradharma sendiri adalah orang yang memiliki tingkat ilmu kanuragan level atas. Jika saat itu fokus Wiradharma tidak terpecah pastilah saat ini Balaajaya hanya tinggal nama saja.
Pendekar yang lulus berguru di padepokan Pedang Sakti pasti akan menjadi pendekar yang sakti dan ditakuti. Tidak hanya ilmu pedang namun ilmu kanuragan pun menjadi begitu mumpuni.
" Heh, rupanya mereka sudah sangat tidak sabar. Baiklah segera umumkan ke semua murid kita jelas akan mengikuti pertandingan kali ini. Projo, sebelumnya kumpulkan semua guru dan tetua. Kita akan mengatur strategi agar bisa memenangkannya."
" Sendiko dawuh Ki."
Projo menangkup kan kedua tangannya di depan dada. Ia menunduk memberi hormat lalu berjalan mundur dan segera menyampaikan perintah Ki Balaajaya kepada seluruh warga padepokan Pedang Sakti.
Balaajaya yang masih berada di pendopo seketika langsung bangkit. Ia berjalan menuju ke kamar nya. Di dalam kamarnya itu ada kamar khusus yang hanya diketahui oleh dia sendiri.
Duranjaya menggerakkan sebuah tombak dan pintu ruangan khusus itu pun terbuka. Ia kemudian berjalan masuk lalu mengambil sebuah buku dari lemari kecil.
Dalam sampul buku itu terdapat tulisan kuno. Duranjaya membukanya lalu menyeringai.
" Dengan buku ini aku yakin aku akan bisa menguasai dunia persilatan. Ilmu kanuragan ku akan berada di puncak level tertinggi hingga tidak akan ada yang bisa mengalahkan ku. Aku akan jadi kesatria pilih tanding Ha ha ha"
🍀🍀🍀
Di lembah Palarang dimana Ki Pramadhana berada saat ini, pria itu tengah berada di ladang menanam ubi jalar. Damar ia titipkan kepada Nyi Sambi tetangganya. Jujur ia sendiri belum bisa merawat bayi yang masih begitu kecil. Beruntung Nyi Sambi mau menerima Damar.
" Ndak apa apa Kang. Kebetulan juga kan Indhira usia nya sama. Jadi aku bisa mengawasi keduanya."
Begitulah jawaban Nyi Sambi saat Ki Pramadhana meminta bantuan untuk menjaga Damar. Pria itu pun merasa lega.
Tapi sebenarnya Ki Prama merasa tidak enak. Pasalnya Nyi Sambi adalah ibu tunggal. Suaminya dengan kejam mengusirnya sesaat setelah ia melahirkan seorang putri. Bagi sang suami anak perempuan merupakan sebuah kesialan. Di masa itu anak perempuan sungguh tidak diharapkan. Ketika sang istri tengah mengandung mereka selalu berharap yang dilahirkan adalah anak laki laki.
Itulah sekarang yang terjadi pada Nyi Sambi. Awalnya Nyi Sambi ini adalah istri pertama bupati kota Prajen. Prajen adalah kotanya di daerah lembah Palarang tersebut. Namun ketika ia melahirkan seorang anak perempuan ia pun diusir dari kadipaten dan di sinilah ia sekarang. Di lembah Palarang, sebuah tempat terpencil yang tidak banyak dijamah oleh orang.
Sebaliknya, Nyi Sambi pun awalnya tidak mengenal Ki Prama. Ia waktu itu hanya berjalan dan terus berjalan hingga ia menemukan sebuah rumah dan ternyata rumah itu milik Ki Prama. Ki Prama lah yang menolong Nyi Sambi. Bahkan Ki Prama juga yang membuatkan rumah untuk Nyi Sambi dan Indira tinggal.
Nyi Sambi sungguh berterimakasih. Hubungan keduanya terjadi karena menjadi saling menguntungkan dan saling berterimakasih satu sama lain. Nyi Sambi pun membalas jasa Ki Prama dengan menjadi ibu susu untuk Damar. Kelak Damar dan Indira akan menjadi kakak adik karena berasal dari air susu ibu yang sama.
TBC
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!