...🌸🌸🌸...
...Hai, selamat datang di karyaku yang baru. Semoga suka, jangan lupa tekan tombol favorite, like, kasi sesajen bunga ataupun vote, biar author semakin semangat. Kalau ada typo komentar saja ya...
...Selamat membaca 🌿...
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Nona bersabarlah, kami akan mencari pelaku yang menembak orangtuamu," ucap seorang polisi bertubuh gempal kepada seorang wanita muda berumur 22 tahun yang tengah duduk di hadapannya.
Wanita itu hanya diam saja. Tak membalas dan menanggapi perkataan polisi. Tatapannya sangat kosong seakan tak bernyawa. Dia baru saja menjadi saksi atas pembunuhan orangtuanya yang dilakukan oleh sekelompok penjahat.
"Nona, kami sudah menghubungi keluarga anda tapi tidak di angkat sama sekali. Mari saya akan mengantar anda ke rumah."
Sang polisi menatap iba pada wanita muda itu. Beberapa jam yang lalu ia mendapat aduan dari warga yang melintas di tempat kejadian' melihat penembakan di jalan raya.
Tak ada jawaban lagi.
Polisi menarik napas panjang.
"Nona–"
"Pedro, ayo kita pergi ke jalan Dawson ada penembakan antar gangsta di situ. Cepatlah! Ini perintah, petugas yang lain tertembak juga!" Salah seorang polisi yang lain baru saja tiba. Mengajak rekan kerjanya itu untuk bertugas.
"Benarkah?"
"Iya, ayo cepat!"
"Oke, tunggu sebentar, kau ke mobil saja dulu, aku akan menyusul."
Polisi mengangguk cepat kemudian keluar dari ruangan.
"Nona Ashley, tunggulah di sini sebentar, aku harus pergi bertugas sekarang," ucapnya pada wanita muda itu.
Tak ada tanda-tanda bibir wanita itu akan bergerak. Karena tak mau mendapat amukan atasannya, polisi bertubuh gemuk itu memberi kode pada rekannya yang tengah bermain game untuk memperhatikan Ashley.
Setelah itu ia bergegas keluar dari ruangan. Meninggalkan Ashley terduduk melamun. Namun, entah mengapa tiba-tiba wanita itu bangkit berdiri dari tempat duduk lalu keluar dari ruang polisi. Tak ada yang melihat pergerakan Ashley barusan sebab polisi yang berada di ruangan tadi tengah sibuk bermain game.
"Mommy dan Daddy pasti ada di rumah sekarang. Iya benar, aku harus ke sana," gumamnya pelan sambil tersenyum getir.
Wanita itu melangkah pergi mendekati gerbang kantor polisi. Sesampainya di luar, dia menyusuri jalanan trotoar dengan menatap lurus ke depan.
"Mommy, Daddy..." lirihnya dengan menitihkan air mata seketika.
Cciit!!!
Bunyi decitan ban mobil menggema di telinga Ashley. Seseorang membekap mulutnya dari belakang tiba-tiba.
"Tolong...." Ashley menutup perlahan kedua matanya saat obat bius mulai berkerja di tubuhnya.
"Ayo cepat! Bawa dia ke mobil!" seru seorang pria dari dalam mobil.
Pria berpakaian serba hitam mengangguk cepat lalu membawa wanita itu ke dalam mobil.
*
*
*
Sementara itu di tempat lain.
"Nomor yang anda tuju sedang berselingkuh, mohon...."
Kendrick memutuskan sambungan telepon sebelum operator di ujung sana menyelesaikan ucapannya. Dengan nafas memburu, ia melempar botol champange yang bertengker di tangannya sedari tadi.
Prang!
Botol berwarna hijau gelap itu berserakan di atas lantai.
"Argh! Viola! Di mana kau?!"
Kendrick melonggarkan dasi seketika, mengingat nomor kekasihnya tak kunjung terhubung sejak satu bulan yang lalu. Kini wajah pria berparas tampan itu nampak tak terurus lagi. Jas dan kemejanya terlihat acak-acakan. Serta tumbuh bulu-bulu halus di sekitar rahangnya sekarang.
Sejak kepergian Viola, Kendrick seperti orang gila. Bagaimana tidak, mendapati cinta pertamanya kabur tepat di hari pernikahannya.
"Bedebah!" Pria beriris biru laut itu mengumpat kesal, menerawang kejadian sebulan yang lalu.
Kendrick Andersean adalah seorang CEO di salah perusahan terkenal di Los Angeles. Pria kaya raya yang memiliki wajah tampan dan berkepribadian dingin. Dia memang tidak terlalu suka memiliki hubungan bersama para wanita, karena selama bernapas ia selalu mendedikasikan diri pada perkerjaannya. Sampai-sampai lupa diri jikalau ia sudah lumayan tuir alias tua bangka.
Beberapa pertanyaan horor selalu dilontarkan oleh orangtua dan sanak saudaranya.
KAU SUDAH TUA. JADI KAPAN NIKAH?
KAPAN NIKAH?
KAPAN NIKAH?!
Telinga Kendrick sampai sakit mendengarnya. Maklum umur Kendrick kan sudah tua katanya, yah sekitar 32 tahunlah.
Hingga kala itu, saat pulang rapat di salah satu klub malam di kota Los Angeles. Kendrick bertemu Viola dan jatuh cinta pada pandangan pertama. Lalu bersumpah akan menjadikan Viola, istrinya.
Tanpa menunda-nunda, sebulan berpacaran, Kendrick langsung melamar Viola. Namun, sebelum H-1 minggu pernikahan, Viola secara terang-terangan berkhianat di depan matanya. Tapi Kendrick tetap kekeh melanjutkan pernikahan.
Ya, begitulah cinta, seperti peribahasa lama tai kambing rasanya coklat, itulah yang dirasakan Kendrick' dengan mudah memaafkan kesalahan Viola. Namun, apa yang diharapkan Kendrick ternyata tak menjadi kenyataan, Viola menghilang tiba-tiba di telan bumi.
"Viola!" teriak Kendrick sambil melempar cincin pertunangan ke segala arah.
"Aku mencintaimu! Mengapa kau pergi meninggalkanku?!"
Seringai licik terukir di wajah Kendrick seketika. Kedua matanya menatap lurus ke depan, melayangkan tatapan dingin. Bahkan mengalahkan dinginnya bongkahan es di kutub Utara.
Kendrick melangkah cepat, mendekati meja, mengambil botol champagne untuk ketiga kalinya. Kemudian meneguk minuman haram itu hingga tandas.
Prang!!!
Kendrick melempar lagi botol yang tidak bersalah itu ke atas lantai.
"Maximus!" panggil Kendrick tiba-tiba sambil menoleh ke ambang pintu, melihat tangan kanannya berdiri mematung, tengah memperhatikan ia sedari tadi.
Maximus sudah lama berkerja bersama Kendrick yang merupakan salah satu anak dari mantan majikannya dulu.
"Ada apa, Mr?"
Kendrick mendengus. "Apa kau lupa? Di mana pesananku?!!!" teriaknya menggelegar. Teringat setengah jam yang lalu meminta Maximus mencarikannya wanita malam.
Maximus menggorek-orek kuping sejenak, sebab hampir saja budek oleh teriakan Kendrick barusan. Pria yang lebih tua dari Kendrick itu terlihat bimbang, padahal tadi hanya berceletuk kecil tentang melampiaskan kemarahan dengan cara bermain kuda lumping bersama seorang wanita. Ternyata, bisikan setan dari dirinya sendiri, lantas ditanggapi Kendrick.
"Sebentar lagi datang Tuan, aku periksa dulu," jawab Maximus lalu memutar gagang pintu.
"Hah...."
Kendrick menyugar rambut ke atas lalu menjatuhkan diri di atas kasur. Memandangi langit-langit kamar dengan tatapan kosong. Menerka-nerka mengapa Viola hilang begitu saja, padahal ia sudah memaafkan kesalahan calon istrinya. Pikirannya buyar tatkala mendengar suara teriakan seorang wanita dari luar, membuat Kendrick terpaksa merubah posisinya badan, kemudian menatap datar ke arah daun pintu.
"Lepaskan aku! Aku bilang lepaskan aku! Si@lan! Jangan mendekat! Argh!"
"Tuan, ini pesanannya mulus sesuai permintaanmu, namanya Ashley," ucap Maximus sambil membawa masuk seorang wanita yang di tutup mata dan tangan di ikat kuat ke belakang.
"Terserah! Tinggalkan kami sekarang!" seru Kendrick kemudian beranjak dari tempat tidur.
Maximus langsung keluar lalu mengunci pintu dari luar kamar.
Selepas kepergian Maximus, Ashley menggerakkan kepala ke segala arah. Wanita setinggi 165 cm itu terlihat kebingungan. Dia mengendus-endus aroma alkohol sangat menyengat di sekitar.
"Aku mohon, siapapun itu! Tolong aku!" seru Ashley ketika mendengar bunyi langkah kaki mendekatinya.
Kendrick menyeringai tipis lalu menyentak kasar tubuh Ashley hingga ia tersungkur ke atas lantai.
"Argh! Siapa itu!? Aku mohon, lepaskan aku! Aku mohon!" Ashley terisak pelan sambil berusaha melepaskan ikatan di belakang.
Kendrick mencengkram kuat rambutnya lalu menyeret paksa wanita bertubuh kurus itu menuju tempat tidur.
"Lepaskan aku! Siapa itu!?" teriak Ashley.
"Puaskan aku malam ini j@lang!"
"Tidak! Jangan! Ampuni aku, Tuan! Aku bukan wanita j@lang? Aku mohon lepaskan aku!" Ashley menjerit histeris, menahan sakit saat Kendrick melemparnya ke atas kasur.
"Tuan! Aku mohon!"
Kendrick tak peduli. Melihat wanita bayarannya meronta-ronta meminta dilepaskan. Dalam hitungan detik, ia mengukung Ashley di bawah tubuhnya.
"Tuan, kau mau apa? Lepaskan aku. Aku mohon..." Pinta Ashley memelas.
"Melepaskanmu? Kau gila atau apa ha?! Dasar wanita j@lang! Aku sudah membelimu barusan jadi puaskan aku malam ini!" Kendrick mulai mendengus aroma bunga dari tubuh Ashley.
"Tapi, Tuan aku bukan j@lang, kau salah orang! Lep–hmf!"
Ashley terkejut ketika pria yang tidak dapat ia lihat wajahnya, mencium bibirnya dengan sangat kasar.
Ikatan matanya berwarna hitam itu sudah terlihat basah akibat genangan air matanya. Ashley sudah pasrah, memberontak pun percuma, sebab tenaga pria yang sekarang mencumbunya sangatlah kuat.
"Hah, ha..."
Hembusan nafas Ashley yang tersengal-sengal membuat Kedrick menjauhkan wajahnya seketika.
"Tuan.... Aku mohon, kau salah orang..."
Ashley terisak pelan, berharap sang pria dapat melepaskannya. Tapi Kendrick hanya diam saja, menatap datar Ashley yang tengah menangis pilu saat ini.
"Argh! Jangan!" pekik Ashley lagi sambil menahan perih saat Kendrick mengigit bibirnya barusan.
Kendrick merobek paksa semua pakaian Ashley. Detik berikutnya, ruangan hotel bintang lima itu, dipenuhi suara rintihan kesakitan Ashley.
Kendrick sedikit kewalahan karena untuk pertama kalinya bersetubuh dengan lawan jenis. Dia sedikit heran saat rudalnya kesusahan untuk masuk. Dengan sekuat tenaga Kendrick mendorong tubuhnya.
Jleb!
"Ahk! Mommy, Daddy tolong..." lirih Ashley ketika benda tumpul di bawah sana melesak masuk ke dalam inti tubuhnya.
Kendrick sedikit terkejut mendapati wanita malam yang ia pesan ternyata masih bersegel, tapi tidak bersegel lagi karena sudah di buka bungkus olehnya barusan.
Kendrick tersenyum sinis."Cih! Kau tetaplah wanita malam!" Lalu ia mulai memaju mundurkan tubuhnya dengan sangat cepat, tanpa mempedulikan si wanita meraung-raung histeris saat ini.
Tepat pukul satu dini hari, Kendrick terpaksa menyudahi semuanya ketika melihat wanita malam pingsan di tempat. Dan tanpa sadar ia menyemburkan benih-benih kecebongnya ke dalam rahim si wanita.
*
*
Keesokan paginya. Langit Kota Los Angeles terang benderang. Di sebuah kamar hotel berlantai enam puluh, seorang pria melenguh tatkala sinar mentari menerpa wajahnya. Kendrick memijit kening sejenak, saat rasa pusing akibat mabuk semalam masih terasa.
"Shfft, d@mn!"
Kendrick menyipitkan mata, melihat seorang wanita yang tak di kenal tidur di sampingnya dalam keadaan tubuh polos.
"Cih!"
Kendrick berdecih teringat kejadian semalam. Dia pun bergegas ke kamar mandi ingin membersihkan diri.
Selang beberapa menit, Ashley terbangun juga. Mendengar sejenak suara gemercik air dari kamar mandi. Dengan keadaan mata sembab ia duduk di atas kasur sambil memeluk kakinya sendiri. Mengingat rentetan kejadian tadi malam saat seseorang menculik dan membawanya ke hotel.
"Mommy, Daddy, aku merindukan kalian..." lirihnya dengan kedua mata sudah menganak sungai.
Ashley begitu nelangsa. Teringat kemarin adalah hari di mana ia kehilangan orangtua dan mahkotanya sekaligus. Semakin luruhlah tangisnya saat ini. Masih teringat dengan jelas bayangan Daddy dan Mommynya di tembak mati tepat di depan matanya.
Cukup lama Ashley terisak hingga memutuskan untuk pergi dari sini sebelum pria asing itu menyakitinya lagi.
"Aku membencimu!"
Ashley menoleh ke arah pintu kamar mandi sembari mengusap air matanya. Dengan langkah sempoyongan ia beranjak kemudian mengenakan pakaiannya yang tampak robek dan melangkah cepat keluar.
Ashley menerobos kerumunan orang-orang di trotoar, tengah memperhatikannya sedari tadi. Ia tak peduli dengan tatapan aneh yang dilayangkan mereka padanya. Ashley berlari sekuat tenaga, berharap tangan kanan pria asing tadi malam tak mendapatinya saat ini.
"Hah! Si@l! Jangan sampai mereka menangkapku!"
Tanpa banyak kata Ashley bersembunyi di dalam tempat sampah lalu mengintip di sela-sela penutup. Melihat Maximus dan tiga orang pria berstelan jas hitam tengah berdecak kesal.
"Kemana wanita itu ha?! Kalian tidak becus menjaganya!" bentak Maximus, sambil memukul kepala dua pria yang lebih muda darinya.
"Maafkan kami, Tuan." Dengan serempak mereka menundukkan kepala dihadapan Maximus.
"Sudahlah, ayo kita pergi! Buatlah alibi agar Mr. K tidak marah dengan kalian." Sebelum melangkah pergi Maximus memberi peringatan pada bawahannya.
Dari dalam tempat sampah, Ashley mendengar semua perbincangan ketiganya barusan.
"Jadi namanya Mr. K," gumam Ashley, teringat kembali mengingat kejadian semalam kala pria yang memperkosanya, tidak ia lihat rupanya.
Selepas kepergian Maximus dan anak buahnya. Ashley keluar dari tempat sampah perlahan-lahan.
"Aku harus ke rumah!"
Ashley memutuskan pergi ke kediaman mendiang kedua orangtuanya. Sekarang ia penasaran siapa orang yang tega menjualnya ke situs online. Ashley bersumpah akan menghabisi orang yang telah berani menjualnya.
Sesampainya di rumah minimalis bergaya Eropa. Ashley mengerutkan dahi, melihat paman dan bibinya menaruh beberapa furniture milik mereka ke dalam rumah orangtuanya.
"Uncle! Apa-apaan ini! Mengapa kalian memindahkan meja Daddyku?!" murka Ashley, menatap lekat saudara kandung Daddynya itu.
Pria bertubuh gempal melipat tangan di dada. "Kenapa?! Ini rumahku sekarang! Suka-suka aku mau memindahkan barang milik Daddymu yang sudah mati itu!"
Ashley melebarkan mata, mengapa sikap Unclenya berubah drastis sekarang, tak seperti sebelum-belumnya. Di tambah lagi Uncle Martin mengatakan rumah kedua orangtuanya sudah berpindah tangan.
"Apa maksud Uncle? Jangan sembarangan! Ini rumah kedua orangtuaku!" Ashley mengedarkan pandangan melihat keadaan rumahnya sudah tampak berbeda, tak seperti kemarin. Bagaimana mungkin dalam waktu semalam, rumah yang lumayan besar itu di rombak cepat.
Kemarin Ashley dan kedua orangtuanya memang berada di luar kota. Sebelum sampai di rumah, mobil yang mereka tumpangi, di cegat oleh seseorang. Dan terjadilah aksi penembakan di jalan raya. Mengakibatkan Ashley menjadi saksi atas pembunuhan yang dilakukan oleh sekelompok penjahat, namun ketika ia hendak kembali ke rumah, di perjalanan ia di culik oleh seseorang.
"Rumah ini bukan lagi milik orangtuamu, Ashley! Sekarang kau pergi dari sini!" sentak Uncle Martin sambil mendorong pundak Ashley dengan kuat. Menjadikan Ashley terhuyung ke belakang sesaat.
"Tidak! Aku tidak akan pergi, ini rumah kedua orangtuaku! Kau tidak memiliki hak atas rumah ini!" Ashley hendak mendekati Uncle Martin tapi dari belakang seseorang memukul tengkuknya hingga ia pingsan di tempat.
"Hei, kau, bawa wanita ini keluar dari rumahku dan kirim dia ke kota Meksiko! Jangan sampai dia datang kemari lagi!" titah Uncle Martin pada anak buahnya yang sedang mengangkat meja miliknya ke dalam rumah.
"Baik, Tuan." Pria berkepala plontos itu langsung memapah Ashley keluar.
*
*
Ashley meringis pelan saat merasakan kepalanya sangat sakit. Kedua mata berwarna abu-abu itu terbuka lebar, lalu menoleh ke kanan dan ke kiri.
"Di mana aku?" Dengan tertatih-tatih Ashley beranjak, melihat ke depan, ada sebuah dermaga besar yang sangat kumuh dan kotor.
"Hei kau, awas!"
Suara seseorang dari depan, membuat Ashley mau tak mau memundurkan langkahnya.
Ashley tampak kebingungan, mengapa dirinya berada di dermaga yang ia tak tahu di mana saat ini.
"Kau dari mana? Apa kau orang baru di sini?" tanya wanita bergaya punk itu sambil menaruh ember ke tanah lalu menelisik penampilan Ashley dari atas ke bawah.
"Aku dari Los Angeles, di mana ini?" tanya Ashley masih dengan raut muka kebingungan.
"Haha, kau jangan bercanda! Tentu saja kita di Meksiko sekarang. Sudahlah sebaiknya kita naik ke kapal, sebentar lagi kita akan pergi ke Mississippi!" Wanita bertindik itu memakai kacamata hitamnya segera.
"Apa? Meksiko? Aku tidak bercanda! Aku memang dari Los Angeles, tunggu dulu mengapa aku harus naik kapal?" Ashley semakin heran, mengapa wanita yang tidak ia kenal ini, seakan memerintahnya. Belumlagi dia sangat terkejut mendapati dirinya jauh dari kota Los Angeles sekarang. Di tambahlagi ia berada di salah satu kota terkumuh dan memiliki tingkat kriminalitas yang sangat tinggi.
"Perkenalkan namaku Rita, tentu saja kau harus naik ke kapal sebelum orang dari kepolisian menangkap kita, apa kau benar-benar bukan orang asli sini?" Wanita berwajah sangar yang bernama Rita itu mulai kebingungan juga.
Ashley menggeleng. "Tidak."
"Sudahlah, ayo ikut dengan kami! Aku yakin kau tidak memiliki tempat tinggal kan sekarang?" Rita memandangi Ashley lekat-lekat, menebak jikalau wanita muda yang nampak acak-acakan itu adalah tunawisma atau gelandangan.
Ashley terdiam, teringat jikalau ia sekarang tak memiliki siapapun. Ashley Silverstone dilahirkan dari keluarga kelas menengah dan tidak memiliki saudara kandung, alias anak tunggal.
Kepergian kedua orangtuanya membuat Ashley benar- benar terpukul. Keluarga yang dia miliki saat ini, hanyalah Uncle Martin, namun apalah daya ia telah di usir dan sekarang tak tahu harus ke mana. Hatinya seketika sakit kala membayangkan kejadian semalam menari-nari dibenaknya. Tanpa sadar Ashley meneteskan air mata.
"Hei kenapa kau menangis? Dulu aku juga sama seperti dirimu, aku hanyalah anak yatim piatu. Sudahlah jangan menangis!" Rita menatap sendu Ashley.
"Ayo sekarang kita naik ke kapal, Madam Brunet sudah memanggil-manggilku!" Rita menambahkan sembari menunjuk ke arah kapal yang berada di lautan, memperlihatkan seorang wanita tua berambut warna coklat memanggil-manggil Rita sedari tadi.
Setelah menimbang-nimbang Ashley memutuskan untuk pergi bersama Rita. Lagipula kalaupun ingin kembali Los Angeles, ia tak memiliki uang sepeserpun dan tak ada lagi tempat untuk dirinya berpulang sekarang.
Ashley menghapus cepat air matanya kemudian mengedarkan pandangan sejenak. Dia akan berusaha melupakan semua kejadian yang telah terjadi, dengan pergi jauh dari kota yang pernah memberinya kenangan buruk.
"Ayo cepat!"
Suara Rita membuyarkan lamunan Ashley. Dia mengganguk patuh. Lalu mengikuti langkah kaki Rita.
Dua menit kemudian, keduanya sudah berada di atas kapal, berdiri tegap menghadap ke hamparan lautan.
"Namamu siapa?" tanya Rita penasaran. Sebab sedari tadi wanita bertubuh kurus itu hanya diam saja.
"Namaku Ashley," jawab Ashley sambil menjabat tangan Rita.
"Wow, nama yang bagus, aku yakin kau pasti senang tinggal bersama Madam Brunet, hehe, walaupun dia galak tapi percayalah dia wanita yang sangat lemah lembut," ucap Rita kemudian mengalihkan pandangan ke arah Madam Brunet yang tengah memarahi anak buah kapal untuk bersiap-siap berlayar.
Ashley hanya mengangguk saja kemudian beralih menatap ke depan, melihat burung-burung berterbangan di sekitar dermaga.
Selamat tinggal Mommy, Daddy, doakan anakmu ini agar bisa bertahan hidup di tempat orang. Aku pasti akan merindukan kalian.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Hari datang silih berganti, tak terasa sudah sebulan Ashley berada di kota terpencil dan kumuh itu bersama tunawisma lainnya. Ia tinggal di Kota Mississipi, Kota yang sangat jauh dari Los Angeles.
Ashley berkerja di kedai milik Madam Brunet sebagai pramusaji. Ia amat bersyukur Rita dan Madam Brunet menampungnya dan memperlakukannya seperti keluarga. Walaupun terkadang keduanya sering beradu mulut, tapi lambat laun Ashley mulai terbiasa dengan tabiat kedua wanita itu. Yang terkesan kasar kalau berbicara.
Saat ini Ashley tengah sibuk mengelap meja-meja sebelum kedai buka.
"Oek!"
Ashley menghentikan gerakan tangannya saat perutnya tiba-tiba bergejolak. Secepat kilat ia berjalan menuju toilet di belakang. Wanita itu langsung memuntahkan semua isi makanannya tadi pagi.
"Ashley, kau kenapa?"
Mendengar suara Ashley, tentu saja Rita sangat mencemaskan kawannya itu. Bergegas ia meletakkan pengepel dan menghampiri Ashley yang kini berjongkok di hadapan toilet duduk.
"Keluarkan saja semuanya!" seru Rita sembari memijit tengkuk Ashley.
"Iya! Keluarkan saja semuanya, bitc*! Bilaperlu usus dua belas jarimu, kau keluarkan juga!"
Dari belakang Madam Brunet berseru. Memandangi anak buahnya dengan tatapan tajam setajam silet.
Rita menoleh sejenak kemudian mendengus. "Dasar nenek peyot! Anak buah sendiri sedang sakit, malah di sumpah serapah!"
"Iya! Iya, sudahlah Ashley kau istirahat saja! Biarkan wanita gila ini yang mengantikan posisimu nanti!" kata Madam Brunet kemudian.
"Whats? Oh come on, Madam! Apa kau tidak bisa menyuruh yang lain! Aku malas melayani para pembeli!" protes Rita cepat.
"Sudahlah jangan banyak membantah, little bit*h! Lakukan saja perintahku!"
Rita merengut kesal kemudian menghentak-hentakkan kaki ke lantai.
"Jangan Madam, aku hanya kelelahan, tenanglah, aku akan membantumu, Rita."
Selesai menghapus bekas muntahannya. Ashley beranjak kemudian memutar tubuhnya ke belakang.
"Ashley, kau istirahat saja, lihatlah wajahmu pucat." Mau tak mau Rita terpaksa menerima perintah dari Madam Brunet. Saat melihat wajah Ashley seperti mayat hidup.
"Nah kau sudah dengarkan itu! Lebih baik sekarang kau pulang ke rumah," titah Madam Brunet seketika kepada Ashley.
Ashley terlihat bimbang. Tak mau terlalu bergantung pada Rita.
"Ashley, benar kata wanita bodoh ini, kau istirahat di rumah." Rita melototkan matanya ke arah Madam Brunet yang sedang berkacak pinggang.
Ashley mengangguk pelan kemudian melemparkan pandangan ke arah Madam Brunet.
"Ashley, apa kau pernah berhubungan badan tanpa pengaman ha?!" tanya Madam Brunet tiba-tiba membuat Ashley tertegun.
"Cih! Kau ini! Dasar anak kecil, sebaiknya besok kau periksa pakai testpack!" Sambungnya lagi. Saat Ashley diam seribu bahasa.
Ashley menggeleng cepat. "Itu tidak mungkin, Madam. Aku tak pernah berhubungan badan dan..." Ia menghentikan ucapan saat teringat kejadian sebulan yang lalu.
Tidak, itu tidak mungkin. Ini hanya sakit biasa.
"Ashley, Ashley! Kau jangan mengelak, aku sudah lama makan garam darimu, kau pikir aku tidak tahu tanda-tanda orang hamil. Pulang kau ke rumah sekarang! Aku tidak mau melihat karyawanku sakit!" seru Madam lagi dengan menunjukan wajah kesal.
Menjadikan Ashley bergerak cepat menuju pintu utama Kedai, meninggalkan Rita dan Madame saling melemparkan pandangan.
*
*
*
Pagi menyongsong, Ashley grasak-grusuk di dalam kamar mandi. Semenit yang lalu Rita memberikan ia sebuah testpack. Karena desakan Rita, Ashley terpaksa memeriksakan dirinya apakah dia hamil atau tidak sesuai praduga Madam Brunet.
"Semoga saja aku tidak hamil," ucap Ashley sambil memperhatikan dengan seksama testpack dihadapannya.
Selang beberapa menit, kedua mata Ashley terbelalak ketika melihat testpack itu bergaris dua merah. Jantungnya memompa sangat cepat seakan tak percaya dengan kenyataan yang telah terjadi.
"Tid-ak, ini ti-dak mungkin, bagaimana ini..."
Tanpa permisi cairan bening dari pelupuknya matanya keluar seketika. Ashley menyadari di usianya yang terbilang muda, ia sudah hamil dalam keadaan miskin dan luntang-lantung.
Ashley menyenderkan kepalanya ke dinding, meratapi kemalangannya sekarang Dia yakin sekali jika anak yang berada di rahimnya saat ini adalah anak pria yang memperkosanya tempo lalu. Api kebencian menyelimuti hatinya seketika. Benci dan dendam melebur menjadi satu.
Ashley tercenung sejenak, berharap anak yang di dalam perutnya bisa menjadi pelipur laranya di kemudian hari.
"Mengapa kau datang di waktu yang tidak tepat..." Lirihnya mengusap perut datarnya. Kemudian menghela nafas dalam.
"Mommy akan menunggumu, Nak..."
Ashley memutuskan untuk membesarkan anaknya. Sebab Ashley yakin sekali di balik setiap kejadian yang telah terjadi pasti ada maksud Memperlihatk
Tak terasa waktu bergulir dengan sangat cepat, perut Ashley kini semakin membesar. Sekarang wanita bertubuh kurus itu sudah terlihat sedikit berisi. Berkat bantuan Madam Brunet dan Rita, ia tak kewalahan menghadapi kehamilan pertamanya. Ashley amat beruntung dikelilingi dua wanita baik hati, walaupun terkesan bar-bar. Keduanya pun sudah mengetahui latar belakang Ashley dan mengapa ia bisa sampai hamil.
Di trimester kehamilan pertama, Ashley mengalami mual dan muntah seperti wanita hamil pada umumnya, akan tetapi buah hatinya tidak menyulitkannya sama sekali. Bayi yang bersemayam di perutnya seakan mengetahui keadaannya.
Ashley sangat tak sabaran menanti kehadiran anaknya, namun ia sedikit heran mengapa perutnya sangatlah besar. Hingga memasuki trimester kedua, Madam Brunet menyuruh Ashley memeriksakan keadaan bayinya. Ashley patuh kemudian pergi bersama Rita ke dokter setempat. Dan betapa terkejutnya Ashley saat mengetahui kalau dirinya hamil anak kembar.
"Selamat, Nona Ashley, anda memiliki anak kembar laki-laki, semuanya dalam keadaan sehat, saya akan resepkan vitamin untuk anda," ucap sang Dokter sambil menulis resep obat di kertas.
Ashley tercengang, mendengar perkataan dokter. Ia takut kalau tak mampu mengurus keduanya nanti. Namun, Rita sebagai teman baiknya menguatkannya, mengatakan padanya akan membantu mengurus si kembar. Ashley pun merasa lega.
Memasuki musim gugur, sepasang bayi kembar laki-laki dilahirkan di Kota Mississipi. Saat mendengar suara tangisan bayi menggema di rumah Madam Brunet, Ashley menangis terharu. Makhluk munggil yang badannya masih memerah itu membuat suasana terasa hangat sekarang.
"Siapa namanya?" tanya Madam Brunet pada Ashley.
"Kenny dan Kevin!" Sebelum Ashley menjawab, Rita lebih dahulu bersuara.
Madam Brunet mendengus. "Rita! Kau bukan ibunya! Biarkan Ashley yang menamai anak-anaknya!"
"Ish, kan aku memberikan saran! Dasar nenek peyot!" Rita memutar bola mata malas.
Ashley tersenyum simpul, mendengar perdebatan dua orang berbeda generasi tersebut.
"Jadi Ashley, siapa nama anakmu?" Madam Brunet mengalihkan pandangan ke arah Ashley' tengah mendekap si kembar.
"Sudah aku bilang, namanya Kenny dan Kevin!" Rita kembali berseru.
Madam Brunet menggeram kesal, dengan kecepatan cahaya ia langsung menjewer telinga Rita.
"Kau bukan ibunya bodoh!"
"Awh! Sakit, sakit, ampun Madam aku cuma bercanda, argh!!!" Rita berusaha melepaskan diri dari Madam Brunet tapi karena tubuhnya yang pendek, ia hanya mampu mengaduh kesakitan.
"Oek, oek, oek, oek, oek!!!" Si kembar menangis kala mendengar suara Rita yang melengking nyaring menganggu tidur mereka saat ini.
Ashley tersenyum tipis kemudian mengecup dahi kedua anaknya secara bergantian.
"Cup, cup, cup, cup anak Mommy, maafkan Aunty dan Grandma ya," ucapnya sambil mendekap bayi-bayi munggil itu kembali.
...----------------...
Tujuh tahun kemudian.
Di sebuah pasar, terlihat dua orang anak laki-laki yang wajahnya begitu mirip dan berparas tampan. Serta memiliki mata berwarna biru laut, sedang berlarian dari kejaran seorang wanita bertubuh besar, tengah memegang gagang sapu.
"Berhenti kalian bocah si@lan!!!" teriaknya membuat para kumpulan manusia di pasar memusatkan perhatian padanya.
"Kak Ken, tunggu aku!" teriak Kevin dengan nafas tersengal-sengal.
"Ayo cepat, Kevin!" Kenny menoleh ke belakang sejenak, melihat wanita itu semakin mendekat.
"Kakiku sakit Kak!" Kevin tampak letih karena harus berlarian dengan jarak tempuh yang lumayan jauh barusan.
"Bersabarlah, sebentar lagi kita sampai!" Kenny menoleh ke kanan dan ke kiri, berusaha mencari celah agar mereka tertangkap.
"Kak Ken! Awas!" teriak Kevin saat melihat di depan ada dua orang pria tengah mengangkat buah-buahan.
Bruk!
"Awh!!!"
Kenny dan Kevin menabrak perkerja itu. Menjadikan keduanya terpental ke depan. Terjadilah kecelakaan kecil di pasar sejenak, membuat para pedagang berdecak kesal sambil memunguti buah-buahan yang berserakan.
"Aduh badanku sakit kak!" Kevin mengusap-usap pantat munggilnya sesaat.
"Kau pikir badanmu saja yang sakit, aku juga tahu!" Kenny mendengus sejenak lalu memeriksa keadaan adiknya.
"Haha! Mau lari kemana kalian?!"
Ketika melihat Kenny dan Kevin tengah sibuk sendiri, wanita yang berlarian tadi langsung berdiri di hadapan kedua bocah tersebut lalu menarik telingga mereka.
"Argh! Sakit, lepaskan kami Madam!"
"Madam, maafkan kesalahan adikku tadi, dia tidak bermaksud!" Kenny berusaha melepaskan tangan si wanita namun percuma saja.
"Haha! Never! Kalian harus di beri pelajaran! Di mana Mommy pel@curmu itu ha?! Dasar anak haram!" serunya.
Mendengar Mommynya di cerca, Kenny dan Kevin mengetatkan rahangnya seketika.
"Mommy kami bukan pel@cur!" murka Kevin kemudian mencakar tangan si wanita seketika.
"Argh! Si@lan! Bocah bedebah!" serunya tanpa menurunkan tangan.
"Ada apa ini? Lepaskan anakku!"
Ashley mengerutkan dahi, melihat si kembar di jewer oleh tetangganya.
Si wanita menoleh lalu berkata,"Cih datang juga kau rupanya, anak-anakmu ini membuat ulah lagi!" serunya sambil menyentak kasar Kenny dan Kevin.
Kenny dan Kevin segera berlindung di belakang tubuh Ashley.
"Ulah? Memangnya apa yang mereka lakukan?" Ashley melihat ke arah Kenny dan Kevin yang saat ini tengah menundukkan kepala.
"Merek meninju anakku tiba-tiba, aku menyuruh mereka minta maaf, tapi mereka tidak mau!" jawabnya sambil melayangkan tatapan tajam pada Kenny dan Kevin.
"Untuk apa kami minta maaf? Lagipula anakmu memang pantas di tinju!?" seru Kevin dengan membusungkan dada.
"Nah kau dengar itu kan? Dasar anak tidak tahu diri, Ibu dan anak sama saja! Sudahlah miskin! Masih saja menganggu oranglain! Lebih kau ajari anakmu itu sopan santun, Ashley! Aku tunggu permintaan maaf dari anakmu besok! Cih! Dasar j@lang!"
Si wanita melenggang pergi dari hadapan Ashley, sebelum wanita beriris abu-abu itu menanggapi perkataannya.
"Hei kau, wanita gila! Berhenti memanggil Mommyku dengan sebutan j@lang!" seru Kevin sambil menatap kepergian wanita itu dari kejauhan.
Ashley beralih memandangi anaknya, yang kini memasang muka masam.
"Kevin! Kenny, ayo sekarang kita pulang, Mommy butuh penjelasan kalian," ucapnya kemudian.
*
*
*
Sesampainya di rumah, Ashley menyuruh si kembar membersihkan badan mereka terlebih dahulu saat melihat keduanya nampak kotor.
"Jelaskan sama Mommy sekarang, apa kalian yang lakukan pada Loren hari ini?"
Ashley memandang kedua anaknya secara bergantian.
"Mom, tadi Loren mengatakan padaku kalau kami berdua anak haram," ucap Kenny sambil menundukkan muka.
"Tentu saja kami tidak terima, Mom, apalagi dia mengatakan kalau Mommy seorang pel@cur, jadi aku meninju Loren tadi." Kevin menambahkan.
Saat ini gurat kesedihan terpancar jelas di wajah Ashley, tak menyangka karena statusnya hamil di luar nikah, membuat kedua anaknya di hina oleh para tetangga dan orang sekitar.
Sejak kehadiran si kembar, Ashley menjadi buah bibir para penduduk setempat. Apalagi status Madam Brunet adalah mantan wanita perkerja **** dahulunya. Mereka menyebar fitnah mengatakan si kembar anak haram. Tak cukup sampai di situ si kembar tak memiliki kawan bermain, mereka dijauhi anak-anak yang lainnya.
Menginjak usia tujuh tahun, Kenny dan Kevin belum bisa bersekolah karena Ashley kekurangan dana, tapi ia tak kehabisan akal, sebagai ibu yang baik ia mengajari sendiri anak-anaknya di rumah. Ashley begitu senang walau tak bersekolah si kembar dapat membaca, menulis, menghitung, bahkan melukis.
Di usia yang masih terbilang belia, keduanya bisa memahami beberapa bahasa asing seperti bahasa Spanyol dan Perancis. Ashley keheranan dari mana si kembar belajar tapi sepertinya si kembar bisa mengerti kedua bahasa tersebut dari mendengar obrolan Rita dan Madam Brunet yang terkadang berbicara menggunakan dua bahasa itu.
"Kami bukan anak haram kan Mom?" Kevin mendekat lalu menangkup kedua pipi Ashley yang nampak melamun.
"Tidak, sayang, kalian bukan anak haram." Ashley membawa Kevin, putra bungsunya, ke dalam pelukan.
"Kalau kami bukan anak haram, lalu di mana Daddy?" tanya Kenny dengan muka datar. Memperhatikan Mommy dan adiknya tengah berpelukan.
Ashley mengurai pelukan, kemudian beralih menatap Kenny. Sejak umur tiga tahun, si kembar selalu bertanya di mana Daddynya. Ashley berkilah mengatakan kalau Daddy mereka berkerja di luar kota sedang mencari uang untuk mereka bertahan hidup. Keduanya pun mengerti namun seiring berjalannya waktu, Kenny dan Kevin terheran-heran mengapa Daddynya tak kunjung pulang.
"Mom? Di mana Daddy? Kevin rindu Daddy..." Kevin bertanya dengan mata yang mulai berkaca-kaca.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!