..."Bahkan kau tidak lagi tahu jika aku pernah dilahirkan ke dunia ini."...
...𝓡𝓪𝓼𝔂𝓱𝓪𝓷𝓭𝓪 𝓜𝓸𝓸𝓷...
...✺...
𝘽𝙍𝙄𝘿𝘼𝙇 𝙎𝙃𝙊𝙒𝙀𝙍
Gemuruh sorakan mendominasi paviliun menyambut pesta melepas masa lajang bagi calon mempelai pernikahan, sang mempelai wanita tampak bersenang-senang, berpelukan dan bersenda gurau dengan para bridesmaid. Gelas Champagne terangkat ke udara, bersulang menikmati berbagai jenis mocktail yang tersedia di mini bar.
"I didn't expect you to get married so soon sweety."
Jey mencium manis kedua pipi yang merekah dari Hannah, menyodorkan beberapa kado dan buket bunga.
"Lucu sekali, terima kasih" Hannah tersenyum sumringah mengedarkan pandangan sembari menanti sesosok yang tidak kunjung datang menampakkan diri.
"Dimana Alon?" Tanya Jey karena gadis ini juga tidak melihat batang hidung pria itu sedari tadi.
"Late maybe," balas Hannah mengarahkan netra nya berkeliling mencari keberadaan Alon.
Jey mengacungkan jari menunjuk tepat pada jalan masuk gapura yang terbingkai dengan megah "itu Alon kan?"
Spontan Hannah berpaling ke arah yang di tunjuk oleh sahabat nya, lantas melambaikan tangan sembari berseru dengan keras "Alon kenapa kau lama sekali-"
Tidak sempat wanita itu melanjutkan ia sudah lebih dulu terperangah dengan kedatangan sang tunangan. Pria itu menggandeng seorang wanita asing masuk kedalam ballroom.
Tamu undangan yang hadir ikut merasa tercengang, hentakan setiap langkah kedua sejoli itu membius pandangan untuk tertuju pada mereka.
Hannah yang berstatus sebagai tunangan Alon, menukik kedua alisnya kepada sesosok insan yang bersanding bersama calon suami nya itu.
"Siapa dia?" Gerutu Hannah dari dalam hati, memandang keperawakan yang tampak tak asing baginya.
Sepasang mata terkunci menatap satu sama lain, Hannah menelan saliva nya berat. Ia menatap tak percaya jika wanita itu adalah adik angkatnya sendiri yang sudah lama hilang kabar.
Jey menggaet lengan sahabatnya lantas berbisik pelan, "Han kenapa calon mu menggandeng wanita lain?"
Hannah terpaku dengan rahang mengeras, terlihat buku jemarinya memutih karena kepalan tangan yang erat.
Syha bergidik ngeri dengan sorotan mata yang mempertanyakan keberadaannya, Eden dan Maya-orang tua angkatnya ikut merasakan keterkejutan yang sama.
Alon berbisik pelan, "aku yang akan bicara, kau cukup bersandiwara jika kita memang saling mencinta."
Syha mengangguk dengan patuh, mengatur ritme jantung nya yang terus berdegup tidak karuan.
Alon berpindah melingkarkan lengan pada pinggul wanita itu untuk mendekat, bahunya saling bertaut satu sama lain.
"AKU AKAN MENIKAH DENGANNYA," ucap Alon dengan lantang.
Sekumpulan khayalak terlonjak kaget, mereka saling berpandang bingung. Atmosfer membumbung tidak masuk akal.
"Kau bercanda ya?" Ujar Yuna saudari tertua Alon yang menyaksikan perangai adiknya sudah melampaui batas, "pernikahan mu 2 hari lagi, dan kau mengganti mempelai sesuka hatimu?"
Sekumpulan tamu undangan terdengar saling bersahut menimbulkan ketegangan ditengah kericuhan.
"Lah dia kan sudah mau menikah?"
"Apa mempelai wanita akan diganti?"
"Cih, wanita simpanan kali ya"
"Kasihan sekali, mendekati pernikahan malah bawa kupu-kupu malam"
Berbagai cibiran dari mulut ke mulut terdengar menusuk gendang telinga, berbagai firasat kotor mengintimidasi akal sehat.
"Bukankah kakak sudah mendengar ucapanku tadi?" Sanggah Alon yang masih berkutat dengan keputusannya.
Yuna yang tersulut dengan bantahan Alon, tidak menerima atas telatah nista adiknya,
"Apa kau tidak memikirkan perasaan Hannah, Alon!" Ia berdiri dengan kasar, hingga kursi makan itu terjatuh.
"Alon apa maksud mu ini!" Bentak Fred yang kini angkat suara terkait masalah yang terjadi. "Siapa wanita yang kau bawa kemari?"
"Dia wanita yang ingin aku nikahi, Appa" Alon menekan kembali ucapannya. Kelam matanya menatap sang ayah dengan keseriusan.
Fred membalas dengan tatapan bingung, padahal ia sudah menentukan Hannah sebagai pasangan dari anak bungsunya, tetapi Alon malah ingin menikah dengan seorang wanita yang entah berantah asalnya.
"Aku bertemu dengannya saat perusahaan menugaskan ku di London, aku jatuh cinta dengannya" tarikan nafas itu terdengar kasar disana, Alon mencengkram kedua bahu rapuh Syha dengan kuat, "Tapi tidak kusangka aku membuat wanita yang ku cintai mengandung anak dariku."
Sontak seluruh pasang mata terkejut dengan penjelasan yang pria itu paparkan.
Alon mengalihkan kedua pupil matanya untuk saling beradu pandang dengan wanita disamping nya "Aku ingin bertanggung jawab atas anak didalam kandungan ini," sambungnya.
Flashback
Bulan purnama mengiringi malam kota London dengan keindahan perak yang tampak pudar dari atas sana, awan gelap menjadi pengantar kesendiriannya di balik bintang-bintang. Seandainya bulan itu dapat dijangkau oleh tangan manusia, pasti ia sudah lama hilang terjamah.
Berbagai retro musik berputar dalam dentuman yang keras, kerumunan manusia larut dalam pengaruh alkohol. Terlihat seorang pria berdarah asia meneguk wine ditangannya, ia memiliki kulit pucat pasi, tubuhnya semampai dan bermata hazel. Alon memijit pelipisnya pelan, larut dalam bayang-bayang terkait pertunangannya bersama wanita yang tidak ingin ia nikahi.
"Aduh brey ada masalah apa" asisten pribadi Alon, Adam dengan keadaan mabuknya duduk berdampingan.
"Diajak hura-hura malah merana ga asik banget," desis Adam ia kembali meneguk dengan tandas bir ditangannya.
"Kau terlalu mabuk, pergilah sana" desis Alon, mengisyaratkan jika ia tidak ingin diganggu. "Bukannya ngurangin beban malah nambahin beban," lanjutnya.
"Kenapa kau bisa bertunangan dengan Hannah sih?" Adam bertanya di balik cegukan nya yang tidak terhenti.
Alon menoleh sekilas, "bisnis lah kau kalau mabuk jadi bodoh ya?" Sesalnya. Disebalik Perspektif Alon, Adam sama sekali tidak berguna jika sudah dibawah gemerlap lampu sorot.
Setelah kepulangan Hannah menyelesaikan studi di Bristol, Eden menawarkan putri nya untuk dinikahkan. Bagi keluarga Reid, pernikahan bisnis ini akan meraup keuntungan yang fantastis bagi kedua perusahaan besar yang sejak awal terikat kerja sama.
"Wanita secantik itu masa mau kau tolak, kalau ga mau buat aku saja," Adam mengisyarat, mengangkat kedua alisnya.
Alon mendelik sinis, "ku kasih pun tu cewek juga ga bakalan mau samamu."
"Alon kau lihat lah diriku ini," Adam menarik pria itu untuk memandang setiap lekukan inci wajahnya. "Robert pattision seperti remahan roti jika mau disandingkan denganku."
Alon memutar bola matanya dengan jengah, "kalau sekelas Robert Pattision saja remahan roti lalu aku ini apa?"
"Bakteri!" Sosor Adam tidak mempedulikan mimik wajah atasannya yang tampak tersinggung.
Alon menggambarkan wajah kekesalan, lebih menyibukkan diri dengan meneguk wine yang tersisa. Berkalut resah dengan cara apa ia membatalkan pernikahannya namun tidak kunjung menemukan celah.
"Adam, menurutmu bagaimana aku membatalkan pernikahan? Kau tau kan Adle bagaimana," Alon menatap dalam-dalam asistennya yang sibuk mencerna. Adle presiden direktur adalah dalang dibalik paksaan pernikahan ini. Menyandang julukan The mr. G(old) meski telah lansia hidupnya diabadikan untuk harta dan kekuasaan.
"Ada satu jalan," Adam memposisikan tubuhnya berhadapan.
Alon mengangkat kedua alis dengan raut penasaran, "apa?" Tanyanya.
"Rayuan" jawab pria itu dengan yakin lalu ia melanjutkan, "seperti ini, oh Tuan Presdir yang Agung nan perkasa, berjenggot panjang bak helaian sutera. Saksikan lah hamba yang hina ini, memohon kepada baginda untuk tidak mempersunting hamba bersama wanita pilihan baginda. Tuan Adle kapan saya bisa naik gaji!" Adam membanting gelas sloki dengan kepiluan.
"Yang gaji kau itu aku sialan," umpat Alon.
Dikala dua pria hanyut dalam pikiran tak menentu, seorang wanita dengan tenue mini dress bewarna navy duduk di bar stools tepat berseberangan. Rambut bergelombang dengan rona brunette, berhasil mencuri perhatian sekilas. Kulit putih kemerahan dan lekuk tubuh yang nyaris terlihat sempurna, serentak menarik atensi keduanya.
"Pak Alon, wanita ini oke juga jatahku ya" ucapan Adam tidak direspon sepatah kata pun oleh Alon, pria itu tampak tidak berhenti memandang wanita asing disampingnya.
"Aku ingin cocktail tequela," sembari menunggu pesanan Syha mengedarkan pandang ke sekitar. Sekumpulan kaum hawa tampil dengan tenue Sexy, ini adalah yang pertama bagi nya mengenakan busana terbuka. Sebelum nya ia menikmati Alkohol di bar bertemankan hoodie yang longgar.
Alon terpaku membisu netra nya menilik wanita itu dari rambut hingga kaki seolah mampu menghipnotis nya untuk tidak berekspresi apapun.
Syha merasakan hawa yang tidak mengenakkan, lantas ia menoleh mendapati sesosok pria yang meneliti setiap inci tubuhnya seakan mengancang menelanjangi.
"Pak Alon kau curang sekali, kenapa semua wanita nyantol terus samamu," bisik Adam, mengerucutkan bibir iri dengan wanita yang bertukar pandang bersama atasannya.
"Dasar mesum!" Pekik wanita itu.
Alon bereaksi terkejut, Adam mengulum bibir menahan gempur yang hampir membuat pipinya pecah.
Syha berlalu pergi mulutnya mencibir dengan dengusan kasar, meraih cocktail itu bersamanya.
"Pft! Buahaha baru kali ini ku lihat pak Alon dikatain kek gitu."
"DIAM!" Sergah Alon mengabaikan tawa yang meledak dari asistennya.
Yah lupakan saja semakin dipikirkan juga yang ada ia semakin malu. Alon melirik kepergian punggung yang telah dilahap habis oleh sekumpulan peminum yang berlalu lalang. Setelah dipikir-pikir 'kenapa rasanya tidak asing?'
Setelah kepalanya terus berdenyut tidak menentu, Alon berjalan keluar dari bar. Mencari ketenangan dari kerecokan didalam sana.
"Dia yang ngajak happy malah dia yang tepar," sindir Alon kepada asisten bobroknya si Adam yang tidak bisa diharapkan.
Setelah beberapa langkah, Alon terhenti sejenak menukik kedua alisnya memandang sesosok yang tampak familiar dari kejauhan.
Penampakan itu berdiri tepat menyisakan jarak beberapa centi dari bangku belakang mobilnya.
"Dia mau ngapain?" Gumam Alon menatap curiga.
Sebuah linggis mengacung tinggi ke atmosfer bersamaan besi itu mengayun, suara nyaring berhasil membuat pria itu melebarkan matanya.
Prangg!
Jendela mobil terpecah berderai menghamburkan serpihan kaca, Alon terperanjat berlari berhambur mendekat.
Dengan wajah yang tertekuk amarah pria itu membentak "Apa yang kau lakukan!" Bagaikan tuli pelaku itu mengabaikan panggilannya, menyusup masuk dengan mematikan doorlock.
Alon tertegun, seorang wanita terbaring lemah dengan wajah yang mengalir bulir keringat.
'Bukannya ini wanita tadi?' Batin Alon dalam keheningan.
Pria itu merangsak masuk, menindih. "Hei kau tidak apa-apa?" Alon mengguncang dan menepuk pelan wajah wanita itu.
Syha mengerjap, menerawang sesosok pria dihadapannya, "Alon" panggilnya lirih.
Alon bersitatap dengan kebingungan
Dalam sekali cekatan wanita itu menarik dasi dari kemeja Alon untuk mendekat, deru napas terasa hangat degup jantung keduanya memompa tidak beraturan. Seperti baru saja meneguk caffein dalam takaran yang besar.
Syha berusaha menautkan bibirnya, Alon menolak kesempatan yang terbuka lebar. 'kau bakalan jadi pria brengs*k jika menodai wanita yang sedang mabuk,' batinnya.
"Apa kau lupa dengan pernikahan kita," wanita itu terus meracau kata-kata yang sulit dimengerti, Alon mengacak-acak rambutnya frustasi.
Memandangi setiap jengkal kemolekan pada tubuh wanita ini, tenggorokan nya terasa tercekat. Efek mabuk melengahkan pria itu dalam pikiran yang menguap.
Belaian lembut menyapu wajah Alon, terhenti pada rahang yang serentak menurun. "Kau bahkan tidak pernah lagi ingat jika aku pernah dilahirkan ke dunia ini."
Alon menepis, manik matanya melirik cincin yang bertengger pada lekukan jari sang wanita. Sekarang ia mampu menerka apa yang sebenarnya terjadi.
'Wanita ini mengira ia adalah suaminya!'
"Aku bisa membantu menyelesaikan masalahmu, jika kau tertarik untuk bekerja sama aku sudah meninggalkan kartu namaku. Kau bisa menghubungiku jika kau setuju dengan penawaran ini"
***
Syha menyeduh secangkir teh setelah sekembalinya ia ke penthouse. Perjalanan panjang untuk kembali ke rumah, membuat tubuhnya terasa sangat letih. Ia memandang obat pereda mabuk dihadapannya, entah apa yang membuat dirinya tidak ingin menyentuh pemberian pria itu, yang pasti ia mengetahui Alon Reid adalah tunangan dari saudari angkatnya.
Mungkin itu menjadi alasan tersendiri mengapa ia tidak ingin berurusan dengan pria yang akan segera menikah.
Lagi dan lagi ia teringat pesan tertulis dari Alon, namun pada akhirnya ia menepis pikiran itu dan memilih mengabaikan. Kartu nama yang tergeletak diatas nakas ia lempar begitu saja ke dalam tempat sampah.
"Apa aku melakukan hal yang buruk pada Alon?", gerutunya seorang diri.
perutnya seakan berteriak kelaparan. Ia hanya ingin mengisi perutnya dengan makanan yang enak, segera ia berganti pakaian dan bergegas ke kafe terdekat.
Sesampainya disana, Syha disambut oleh ketiga sahabat karibnya. Hesti, Mona, dan Alian yang menjadi satu-satunya laki-laki diantara mereka.
"Biar kutebak, kau minum lagi tadi malam?", Alian membuka topik pembicaraan, ia memiliki pribadi yang sangat peka diantara sahabat nya yang lain. Terkhusus kepada Syha, mereka sudah menjalin pertemanan sejak dibangku sekolah dasar.
"Ya, aku bertemu seseorang disana", Syha membenamkan wajahnya diatas meja, sembari mengaduk kasar kopi yang ia pesan.
"Siapa?", mereka serentak mempertanyakan siapakah sesosok yang dimaksud. Rasa antusias ketiga sahabatnya itu terlihat jelas dari sorot mata mereka yang bebinar memandangnya.
Apakah kali ini Syha sudah menemukan pengganti baru dari mantan kekasihnya?
Syha menghela nafas berat "kalian tau Alon Reid kan? dia-"
Belum sempat Syha menyelesaikan ucapannya, Hesti sudah lebih dulu memotong pembicaraannya.
"wahh kau sudah melakukan apa pada pria yang sudah bertunangan?".
"Selain suka rasa new pada cocktail kau juga suka mencari sensasi yang fresh ya" Alian menimpali dengan kalimat yang membuat Syha membelalakkan mata, sedetik kemudian sebuah sendok melayang tepat diatas kepala pria itu.
Alian meringis seorang diri, Mona menagih kelanjutan ucapan Syha yang terpotong karena ulah Alian.
"Lupakan saja", Syha menyandarkan punggungnya pada sofa lounge yang panjang, memejamkan mata sesaat lalu tatapannya ia alihkan pada pemandangan dari luar kafe.
Syha mengingat kembali bagaimana perasaan nya yang tidak kunjung mereda karena ulah saudari angkatnya yang terus memancing pertikaian. Hannah mengikis kebahagiaannya dan memasukkan penderitaan kejam kedalamnya.
Kasus pencucian uang yang mengatasnamakan dirinya, memanipulasi Eden dan Maya untuk memberhentikannya di Universitas Bristol membuat ia harus meneruskan studi ke London, Hannah juga menghasut Eden untuk menempatkan dirinya di cabang, dan dia di pusat. Wanita itu juga merenggut Zein yang berstatus sebagai kekasihnya, dan berbagai intimidasi serta tuduhan dilampiaskan ke padanya.
Hannah seolah-olah tutup mata, semuanya ia lakukan untuk menyingkirkan Syha dari kandidat penerus perusahaan Heera. Perbuatan liciknya itu pasti tidak akan bertahan lama, hanya saja Hannah terlampau menikmati tingkah laku itu bertahun lamanya.
Ia merasa jenuh dengan perlakuan Hannah yang berlaku seenaknya, hati kecilnya teringin membalas perbuatan itu dengan setimpal.
"Hei kenapa melamun?", Alian menghentakkan meja, membuat Syha terlonjak kaget dari balutan pikiran yang dipenuhi rasa dendam.
"Kau membayangkan ketampanan Alon ya?", cibir Mona
"Apasih?", bantah Syha yang tidak mengerti arah tudingan Mona.
"Aku memikirkan hal yang sama juga", Mona menopang dagunya diatas meja "andai aku bisa menikah dengannya, rela bersimpuh diriku ini dihadapan pria itu".
"Mona, memiliki impian itu bagus yang ga bagus itu ga punya otak", Alian yang sibuk mengunyah sepotong roti, tiba-tiba memuntah kan makanan itu keluar karena Mona memukul lehernya dari belakang.
"Kau menyindirku hah?!", bentak Mona, tidak mempedulikan Alian yang terbatuk-batuk karena pukulan kerasnya itu.
"Uhuk, kau mau membunuh ku ya?", Alian menepuk dadanya, Mona membalas dengan menjulurkan lidah.
Syha memandang jam tangan dipergelangan tangannya, jarum pendek mengarah pukul 10 pagi. Waktu sarapan sudah usai, Ia harus segera bergegas untuk bekerja. Syha berpamitan kepada sahabatnya, dan melajukan mobil pribadinya menuju kantor cabang.
Sesampainya disana ia disambut oleh petugas keamanan yang sedang berdiri di depan pintu masuk kantor
"Selamat pagi nona muda", sapanya tegas.
Syha membalas dengan anggukan, lalu resepsionis memberikan kabar kalau ada seorang tamu yang ingin bertemu dengannya.
Syha segera menghampiri tamu yang dimaksud ke ruang tunggu, sesaat memasuki ruangan. Ia hanya bisa terpaku diam memandang seorang pria dengan setelan formalnya sedang terduduk dengan mengesap secangkir kopi di tangannya.
Mata pria itu melirik ke arahnya seolah tatapannya itu meminta sebuah jawaban.
Lebih dari 3 tahun ia mengabdi di perusahaan, dan inilah kali pertama pewaris Perusahaan Reid datang mengunjungi kantor cabang Heera.
"Selamat pagi tuan Alon, sebuah kehormatan terbesar anda mengunjungi kantor ini", wanita itu tetap bersikap profesional, walau keringat dingin mengucur dari dahinya. Ia tidak bisa mengingat dengan baik apa yang telah terjadi antara ia dan Alon tadi malam. Yang pasti, keadaan mabuknya pasti sangat merepotkan.
"Tidak perlu formal begitu." Alon menatap intens "jadi bagaimana jawabanmu?". Pria itu tidak memiliki waktu untuk berbasa-basi ia adalah tipikal yang tidak suka dengan kepribadian seseorang yang terlalu banyak pertimbangan.
Syha mengalihkan pandang, Pria ini bahkan tidak memberikan ia celah untuk memikirkan jawaban itu.
"Terkait penawaran pribadi kita, saya belum bisa memberikan jawaban yang anda mau". Jawaban Syha yang terkesan formal, membuat urat kesal pria itu tampak menonjol.
"Jawab saja, kau mau menerima atau tidak?", Alon terus mendesaknya, kesekian kalinya Syha menjawab hal yang sama. Bukan karena ia belum siap menerima tawaran itu, hanya saja ia tidak punya waktu untuk berurusan dengan pria angkuh seperti Alon.
Alon berdeham "Aku sudah bilang kan, aku bisa membantumu menyelesaikan masalahmu", tangkas pria itu sembari mengetuk jarinya diatas sandaran tangan sofa.
"Seperti yang kau tau, aku adalah tunangan dari kakak angkatmu", Syha mengernyitkan dahinya waspada, Eden dan Maya yang sudah berupaya untuk menyembunyikan keberadaannya. Dengan mudahnya Alon menggali latar belakangnya, ia tidak boleh bersikap gegabah. Bisa saja pria ini hanya ingin menggertaknya.
"Anda bicara apa ya?", protes Syha mempertahankan sikap tenangnya
"Bukankah kamu sendiri yang mengatakan ingin melepas rasa sakit itu" ucapan alon membuat Syha terdiam, sejauh mana pria ini tahu tentangnya? Dan bagaimana Alon bisa tahu jika ia begitu terbelenggu selama ini.
"Sepertinya Anda salah orang, Saya bahkan tidak menemui siapapun semalam"
Syha berusaha menutupi kebohongannya, Alon merespon dengan tersenyum kecil, melihat tingkah wanita ini yang tampak konyol, terlihat sangat menarik.
"Kau harus belajar lagi, jika ingin menjadi pembohong yang ulung" ledek pria itu
"Kalau begitu anggaplah saya rekan bisnis yang bisa kau andalkan, karena aku membutuhkan bantuanmu".
"Sebagai gantinya kau bisa menggunakan ku kapan saja jika kau butuh" Alon menekan perkataannya di akhir, Syha menghela nafas dengan berat. Memanfaatkan sesosok seperti Alon, sebenarnya adalah hal yang menjanjikan. Hanya saja ia tidak akan langsung mempercayai pria asing yang baru ia kenali.
"Ini adalah kesempatanmu untuk membalas perbuatan Hannah", Sahut Alon di sela-sela ia berpikir, syha mengangkat wajahnya. Pandai sekali pria ini mencuci pikirannya.
"Apa maumu", cetus Syha
Alon melingkarkan kedua tangan di dada, kemudian menyilangkan kedua kaki nya
"Aku ingin kau memiliki anak dariku", Pinta Pria itu
Alon melingkarkan kedua tangan di dada, kemudian menyilangkan kedua kaki nya
"Aku ingin kau memiliki anak dariku", Pinta Pria itu
"Bukankah itu terlalu keterlaluan?", dengus Syha dibalik oktaf suaranya yang tinggi, ia tidak mengerti kemana arah pembicaraan yang di maksud. Kenapa ia harus memiliki anak dari pria asing?.
"lalu?" Pungkas Alon dingin
"Jika aku memiliki anak darimu, apa aku juga akan menikah denganmu?", Syha menatap Alon dengan was-was, ia sangat penasaran alasan Alon dibalik semua ini. Bukankah pernikahan bersama Hannah justru memberikan keuntungan yang lebih besar dari pada dirinya?
"Ya jika itu terjadi akan lebih baik dari pada harus menikah dengannya"
"Aku tidak ingin mengandung anak darimu, bukankah kau bisa mendapatkannya dari Hannah?", gertak wanita itu
"Bukankah sudah kubilang aku tidak ingin menikahi Hannah?", Syha terdiam mendengar bantahan Alon yang sedikit membentak. Pria itu mengeluarkan lampiran berkas, lalu menyodorkan beberapa tumpukan lembaran kepadanya. Syha mengernyitkan dahi "apa ini?"
Ia menyimak setiap kata disana, netra matanya terfokus atas nama Eden. Secara inti, "untuk menunda tenggat pembayaran anggaran dana perusahaan Heera kepada perusahaan Reid, Eden menyerahkan Syha sebagai jaminan dan Alon bisa mempergunakan anak angkatnya dengan bebas sampai Heera melunasi dana tersebut pada jangka waktu yang tidak ditentukan".
"Aku bukan manusia yang kejam, aku juga memikirkan keputusanmu, tapi pada akhirnya kau harus tetap menerimanya kan?", papar Alon penuh penekanan.
"Aku menolak! aku akan menunggu Eden membayar semua anggaran yang kau pinjamkan dan jaminan ini akan selesai".
"Aku tidak yakin Heera mampu mengembalikan semua anggaran itu dalam waktu dekat..." Ucap Alon lalu ia berhenti sejenak "Apa yang bisa kau harapkan dari pria yang tega menggadaikanmu?"
"Eden tetaplah ayah bagiku. Aku tidak peduli dia membuatku sebagai jaminan, yang pasti aku sudah berhutang budi kepadanya". Syha teringat bagaimana Eden menyelamatkannya dari sebuah tragedi yang mengenaskan.
"Jika kau berhutang budi, turuti saja permintaan ku. Bukankah akan lebih mudah, jika kau mengiyakan penawaran ini? Akan ku anggap Eden sudah melunasi pinjamannya. Lagipula kontrak ini hanya akan berjalan selama 3 tahun"
"Apa kau mencoba mengancam ku?", sergah Syha yang belum dapat menerima kenyataan dihadapannya.
"aku hanya butuh kesediaan mu untuk tawaran ini, atau kau ingin melihatku menggulingkan Heera dan membuat Eden menderita?", Cela pria itu kesal "ingatlah, aku sudah sangat baik dan berlaku adil. Aku menginginkan anak darimu, dan kau bisa menggunakanku sebagai tameng balas dendam mu"
"Apa tujuan rencanamu ini?"
"Jika aku membawamu begitu saja dihadapan Presdir. Pernikahan ku bersama Hannah akan tetap berjalan, tapi jika wanita yang kubawa mengandung anakku. Masih ada kemungkinan, Adle akan mengganti mempelai wanita yang kunikahi."
Wanita itu menimbang perkataan yang dilontarkan Alon, ia memang sangat ingin membalas rasa dendam nya kepada Hannah, tapi ia tidak ingin mewujudkan itu semua dengan cara seperti ini. Di sisi lain, ia sangat ingin Eden terhindar dari ancaman dan beban yang berkepanjangan. Mau tak mau ia harus pasrah menerima ini semua, jika tidak pria itu pasti akan mengerahkan kekuasaannya.
"Ya baiklah aku terima", Syha lapang dada menerima jika ini berkaitan dengan Eden.
Sekilas ia melihat senyuman kecil terbingkai di wajah pria itu.
"Hei kenapa kau tersenyum", sungut Syha
"Memangnya aku tidak boleh berekspresi semauku? Kau kira aku robot?"
Syha mendelik, ia berdiri dan mengambil selembar kertas. Menuliskan segala kesepakatan diatas sana, tidak beberapa lama ia menyerahkan kertas itu kepada Alon dan memintanya untuk mentanda tangani perjanjian tersebut.
Alon membaca lembaran itu sekilas, ia terfokus pada satu kalimat yang tertera
"Jika masa kontrak selesai, hak asuh anak sepenuhnya diberikan kepadaku?"
"Kau hanya menginginkan anak kan? Jika kontrak kita selesai anak itu akan kuberikan sepenuhnya kepadamu". Alon terdiam dan tidak merespon apapun, ia lebih memilih untuk membaca kesepakatan yang lain
"Aku harus melapor kepadamu setiap keluar? Apa itu berlaku sebaliknya?"
"Ya, kau hanya perlu izin. Tidak perlu mengatakan akan kemana", tutur Syha
"Kalau begitu bolehkah aku meminta sesuatu darimu diluar kontrak kita?"
"Apa?"
"Usahakan untuk tidak jatuh cinta pada pria manapun selama kontrak berlangsung, kecuali masa kontrak kita sudah habis", ucap Alon tanpa ragu
"Apa boleh aku meminta hal yang sama?"
"Jika kau memintanya akan aku lakukan"
Syha mengangguk setuju, ia mengulurkan tangannya untuk berjabat. Alon menaikkan alisnya bingung.
"Seperti yang kau bilang, anggaplah kita sebagai rekan bisnis yang saling menguntungkan"
Pria itu tampak menyeringai "bukankah kita tidak boleh saling menyentuh?" Cibir Alon.
"Apa kau remedial membaca semasa sekolah?", ucapan Syha membuat Alon tercekat, pria itu membisu dengan tubuh yang tampak bergetar. Tidak biasanya Alon yang bersikap tenang mendadak ketakutan. Syha memandang ekspresi yang tidak mengenakkan, segera meluruskan ucapannya. "Atas izin pihak yang bersangkutan, kau boleh menyentuhnya".
Alon mengangguk dan ia menerima jabatan tangan itu.
"akan ku jemput malam ini.", ujar Alon setelah merapikan kemejanya dan berlalu keluar, sesaat ia terhenti dimuka pintu dan membalikkan badan.
"Dimana aku bisa menghubungimu?", wanita itu menyerahkan kartu nama dan nomor teleponnya, Alon tidak mengucapkan sepatah kata apapun beriringan langkahnya pergi tanpa rasa kesalahan meninggalkan ruangan.
"Dasar pria tidak tahu sopan santun", gerutunya.
Syha memijat pelipisnya lembut, ia masih merasa tak menyangka terhadap perlakuan Eden yang menjadikannya jaminan kepada perusahaan Reid. Bagaimana bisa Eden melakukan hal seperti ini kepadanya? Ia sudah sangat menderita, kesepakatan kedua perusahaan ini membuatnya harus memiliki anak bersama pria yang baru saja ia kenali. Takdir sangat kejam kepadanya, kenapa dirinya harus dijadikan sebuah budak yang harus mematuhi segala titah tuannya. Keterpaksaan ini membuatnya sangat frustasi, Syha tidak tahu lagi harus berbuat apa.
Ia beranjak dari tempat duduknya, dan melaksanakan pekerjaan yang sempat tertunda karena Alon.
•••
Malam hari
**Phone Chat**
**ALON**
"**Kau dimana?". 19.05**
Sebuah dering notifikasi tampil dihalaman depan ponselnya, Syha memandang pesan itu dari kejauhan. Ia merapikan rambutnya, dan mengenakan balutan sheat dress.
"**Penthouse". 19.08**
**ALON**
"**Share lok". 19.08**
"**Lokasi 📌" 19.09**
**ALON**
"**Aku akan disana dalam 15 menit" 19.10**
Berselang 30 menit terlewat, pria itu sama sekali tidak menunjukkan batang hidungnya, kakinya sudah terasa sangat kesemutan karena heels ya ia kenakan. Tubuhnya juga terasa membeku karena musim dingin yang menggerayangi raganya, giginya terdengar saling bergemeratuk satu sama lain.
Tak lama, pria yang dimaksud muncul dengan mobil kesayangannya. Syha mengerucutkan bibir melihat tingkah Alon yang menuruni jendela mobil dengan kaca mata hitam yang bergelantung dihidungnya.
"Kau memakan waktuku 30 menit lama nya?!",
Alon berdecak kesal "aish, sudahlah naik saja. Kenapa kau harus mengomel setiap saat?".
Syha memutar bola matanya jengkel, memasuki mobil dan membanting pintu dengan keras.
"kau lebih gila ternyata ya? Kau mau mengganti mobil milyaran ku ini!" Bentak Alon
Syha mendelik tidak peduli, ia lebih memilih bersikap ketus dan mengabaikan pria disampingnya.
"Kau ku jual pun, tak akan bisa membayarnya". Syha melotot, menendang tulang betis pria itu dalam sekali hentak.
Alon meringis kesakitan, ia mengusap kakinya yang berdenyut tanpa diminta.
"Hei tuan bawel, sudahi ocehan mu itu.", Syha menyadarkan punggungnya dikursi penumpang.
Alon menyeringai, ia menancapkan penuh kecepatan mobil dan memberhentikan nya dengan mendadak. Kepala wanita itu menghantam kop mobil, rambutnya yang sudah ia sanggul kini terlepas dari penjepitnya.
"Kau mau membunuhku ya?", umpat Syha dengan emosi
"Lagian kau ngeselin banget"
"Emangnya kau sekejam itu ingin membunuh wanita yang akan menghamili anakmu?", sungut Syha
Alon terdiam, tersadar jika kelakuan nya ini terlalu kekanakan. Ia kembali menjalankan mobilnya dengan tenang. Tidak ada percakapan selama perjalanan yang mereka lalui.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!