Botol bir kosong itu berputar dengan cepat, lalu perlahan hingga ujungnya menunjuk pada satu orang diantara 6 orang yang duduk melingkar mengelilingi meja itu.
"Woho! akhirnya ratu brandal kita." Bastian bertepuk tangan, senang ketika botol itu menunjuk tepat pada Rosyi yang hanya duduk santai di tempatnya.
Amira segera merubah posisi duduknya untuk menatap Rosyi, "Truth or Dare?"
Senyuman sombong terukir di wajah cantik Rosyi, "Lo ngerti gue kan?"
Kini gantian Amira yang tersenyum, "Tantangan, gue mau Lo pacaran sama Reyn selama 3 bulan, gimana?" Ucapnya bersidekap dada.
Rosyi selalu menjalankan tantangan yang di berikan dengan senang hati, namun berpacaran dengan Reyn si playboy kelas kakap? Oh ayolah, Rosyi tidak ingin jika pacar pertamanya adalah laki-laki buaya bermarga Adhitama itu.
"Gue bakal terima semua tantangan yang kalian kasih, tapi tidak untuk yang satu ini."
Liam menatap Rosyi remeh, "Hanya pengecut yang takut dengan tantangan semudah ini."
Rosyi mendesis tak suka pada Liam, "Sahabat lo itu udah punya pacar."
"Emang apa masalahnya? gue gak keberatan buat nambah satu pacar lagi," Laki-laki tampan bermarga Adhitama itu menyeringai tipis ketika Rosyi menatap nya kesal.
Amira menyentuh pundak Rosyi, "Lo bakal dianggap pecundang kalau sampai menolak tantangan ini."
Nadia mengangguk, membenarkan ucapan Amira. Rosyi yang memang egonya tinggi pun akhirnya menerima tantangan itu. "Oke, kita pacaran!"
Suara sorakan dari keempat temannya tidak mereka pedulikan, Rosyi fokus menatap Reyn yang menyeringai seolah mengejeknya.
•
•
•
"SAYANG, ROSYI SAYANG! AYO KITA KE KANTIN."
Rosyi menatap tajam laki-laki yang tengah berdiri di ambang pintu kelasnya sambil berteriak menyerukan namanya. Padahal semalam ia telah memperingati Reyn untuk menyembunyikan hubungan mereka dari semua orang, namun mulut s*lan laki-laki itu memang tidak bisa dikontrol, atau Reyn memang sengaja?
Kini seluruh mata langsung tertuju pada Rosyi, "Apa liat-liat?! mau gue congkel tuh mata, hah?!"
Mereka langsung mengalihkan pandangan, tak mau jika Rosyi mewujudkan apa yang baru saja ia katakan.
Rosyi mendekati Reyn dengan langkah lebar, menarik tangan laki-laki itu dengan cepat. "Lo ikut gue!"
"Hei, pelan-pelan saja sayang, aku tidak akan kemana-mana, kan aku cinta banget sama kamu." Mulut buaya memang lebih manis dari gula jenis apapun di dunia ini.
Bugh...
Rosyi mendorong Reyn ke dinding lalu mengukung laki-laki itu, tatapannya begitu tajam seolah ingin membunuh Reyn sekarang juga.
"Hei, perempuan itu tidak baik jika terlalu agresif. Bagaimana jika aku saja yang memimpin?"
"GUE UDAH BILANG SAMA LO KALAU GUE GAK MAU ADA YANG TAHU TENTANG HUBUNGAN KITA!" Bentak Rosyi tepat di depan wajah Reyn.
"Astaga, mulutnya bau surga." Reyn memejamkan mata.
Tatapan Rosyi semakin menajam, ia ingin mengeluarkan amarahnya lagi, namun sebuah suara menghentikan nya.
"Sayang." Seorang gadis mendekati mereka.
Rosyi tidak tahu siapa gadis itu, tapi ia yakin jika dia adalah salah satu pacar Reyn entah yang keberapa.
"Urusan kita belum selesai," Rosyi menatap tajam Reyn sebelum berbalik dan pergi.
Reyn hanya tersenyum, lalu memeluk gadis yang baru saja datang. "Ayo sayang, kita pergi makan ke kantin, aku sudah lapar."
"Baiklah."
•
•
•
Rosyi tidak mengerti, seluruh sekolahan tahu bahwa Reyn memiliki lebih dari 5 pacar, namun anehnya, pacar-pacar Reyn seperti tak keberatan dengan itu, asalkan mereka masih menjadi pacarnya.
Bahkan, beberapa gadis dari dalam dan luar SMA Tunas Harapan banyak yang ingin menjadi pacar Reyn selanjutnya. Itu terlihat sangat menjijikkan Dimata Rosyi.
Dan sialnya, siang ini ia harus makan siang satu meja dengan Reyn dan ke-tujuh pacarnya, terhitung delapan termasuk dirinya.
"Reyn sayang, cobain ini deh, enak banget."
Reyn menerima suap dari pacar ke-empat puluhnya yang berasal dari SMA Tunas Harapan dengan senang hati. Gadis-gadis itu terlihat senang-senang saja ketika Reyn menggombali mereka satu persatu sama rata.
Pemandangan di hadapannya ini sungguh membuat Rosyi muak, ia seperti bukan berarti di kantin sekolah lagi, tapi sebuah bar malam. Dihadapan nya ini tidak seperti anak SMA yang sedang berpacaran, namun lebih mirip taun kaya raya dan para jalannya yang akan menghabiskan malam bersama.
Rosyi seperti melihat ayahnya. Mengingat sang ayah, tiba-tiba saja air mata Rosyi menetes, dan itu membuat Reyn kebingungan sekaligus khawatir.
"Heh, Lo kenapa?"
Dilepasnya rangkulannya pada kedua pacar nya dan beralih duduk di samping Rosyi, namun gadis itu malah berdiri.
"Gue gapapa, kalian lanjut aja."
Rosyi meraih ponselnya lalu berlalu pergi dari sana meninggalkan Reyn dan para pacarnya itu.
Reyn merasa bingung dengan sikap Rosyi, namun ia memilih acuh karena tak merasa jika ia membuat kesalahan kepada gadis itu.
"Udah yuk, kita lanjut aja. Mungkin tuh orang mau bolos."
•
•
•
Asap rokok memenuhi udara di daerah rooftop gedung kelas XII SMA Tunas Harapan.
Ini bukanlah pertamakalinya Rosyi melakukan ini, merokok ketika merasa perasaan nya sedang kacau. Ketika ia sedang ada masalah keluarga atau hal lainnya.
"Uhuk...uhuk...Lo ngerokok Ros?"
Rosyi tak memperdulikan pertanyaan dari Amira, tatapan nya fokus ke depan melihat pemandangan kota.
Amira duduk di samping Rosyi, lalu memeluknya. Gadis itu langsung mematikan rokoknya, tak mau sang sahabat menghirup asap rokok yang tidak baik untuk kesehatan nya.
"Ada masalah? mau cerita gak?" Tawar Nadia lembut.
Hanya senyuman tipis yang Rosyi berikan, ia pun membalas pelukan Nadia. Amira juga turut memeluk Rosyi dari sisi yang lain. "Gue cuma keinget sama b*jingan tua itu, kalian jangan khawatir."
"Kita tahu banget gimana kehidupan Lo Ros, mana mungkin kita gak khawatir?" Nadia mengeratkan pelukannya.
"Kalau ada apa-apa, Lo wajib hubungi gue sama Nadia," Ucap Amira memejamkan mata.
Rosyi tersenyum, ia merasa beruntung memiliki teman sebaik dan sepengertian Amira dan Nadia. Mereka bukan hanya teman, tapi sahabat terbaik yang pernah Rosyi miliki.
Bagi Rosyi, tidak ada siapapun yang lebih mengerti dirinya daripada kedua sahabatnya ini.
•
•
•
Rasanya tidak hari tanpa masuk ruang BK. Oh, bukan karena Rosyi nakal kok. Dia kan murid yang baik dan suka bersosialisasi, jadi dia ke ruang BK tuh cuma buat bersilaturahmi sama Bu Rena kok. Bohong no real-real :)
"Rosyi Amelia, saya sudah tidak tahu lagi bagaimana harus menasehati kamu. Sudah ribuan kali kamu membolos kelas, dan sudah ribuan kali juga saya menasehati dan menjatuhkan hukuman untuk kamu. Kamu ini sudah kelas 12, sebentar lagi mau lulus. Apakah kamu tidak memiliki niat untuk berubah dan meninggalkan kenangan baik disekolah ini?"
Rosyi memutar bola matanya malas, "Gak minat."
Menghela nafas untuk yang kesekian kalinya, Bu Rena pun menjatuhkan hukuman untuk Rosyi. "Baiklah, sebagai hukuman, kamu harus membersihkan toilet sekolah besok. Datanglah lebih pagi atau hukuman akan saya tambah."
"Hanya itu?"
"Ya."
Rosyi mengangguk, ia pun berdiri. "Permisi." Rosyi keluar dari ruang BK berjalan menuju parkiran.
Alisnya berkerut ketika melihat mobil seorang laki-laki yang ia kenal masih berada di sana, berdampingan dengan motor miliknya.
Memilih abai, Rosyi langsung berjalan menuju motor nya, hendak menaiki kendaraan itu sebelum sebuah tangan menahan pergerakan nya. "Udah punya pacar masa masih pulang sekolah sendiri?"
Rosyi berdecak pelan, "Gak ada hubungannya punya pacar sama pulang sendiri. Lagian hubungan kita itu gak beneran, jadi gak usah sok-sokan jadi pacar yang baik buat gue."
"Aku memang pacar yang baik."
"Pacar yang baik? Punya banyak cewek itu Lo bilang pacar yang baik?!" Rosyi menatap Reyn tak percaya, pacar yang baik katanya?
Reyn tertawa, tanggapan laki-laki itu membuat Rosyi semakin bingung. "Awalnya gue gak mau mikir gini, tapi kayaknya Lo emang cemburu deh sama mereka semua? Jujur aja, gak usah malu."
Mulut Rosyi menganga lebar, apa? cemburu katanya? "Dih, kege'eran banget Lo jadi cowok, mereka paling Lo?"
"Emang iya." Reyn menyugar rambutnya ke belakang, tersenyum miring dan menebar pesona, seperti apa yang biasa ia lakukan untuk memikat para gadis yang menjadi mangsanya.
Namun, Rosyi itu berbeda. Mau Reyn jungkir balik, lompat, lari, terbang, atau kayang sekalipun Rosyi tidak akan pernah terjerat pesona laki-laki itu.
"Minggir! gue mau balik."
"Aku antar."
"Lo goblok atau emang gak punya otak? Gue bawa motor sendiri. Kalau gue pulang sama Lo, siapa yang bakal bawa motor gue hah?!"
Reyn mengangkat bahu acuh, "Mungkin penunggu sekolah ini," Bisiknya di telinga Rosyi.
"Dih, sinting."
Laki-laki hanya tersenyum, "Baiklah, hari ini Lo bisa pulang sendiri. Tapi besok Lo harus pulang dan berangkat sama gue!"
Tatapan Rosyi menajam, "Kalau Lo besok berani jemput gue kerumah, gue bakal habisin Lo saat itu juga!" Ancam nya.
"Uhh...takut..." Ejek Reyn.
Rosyi yang sudah naik ke atas motor nya hanya berdecak, lalu memberikan jari tengah kepada Reyn sebelum memasang helm nya.
BRUM... BRUM...
Motor merah Rosyi pergi meninggalkan area parkir meninggalkan Reyn seorang diri disana. Laki-laki itu tersenyum miring, "Jangan panggil gue Reynhart Adhitama kalau gue gak bisa bikin cewek kayak Lo luluh dan sakit hati sama gue."
Semua orang seharusnya sudah tahu jika berkaca dengan Reyn itu memiliki konsekuensi yang fatal bagi hati.
Laki-laki itu akan memperlakukan pacar-pacarnya bak seorang putri ketika mereka menjalin sebuah hubungan, namun hari dimana Reyn memutuskan mereka adalah hari kiamat bagi mereka.
Reyn akan membuat mereka sakit hati berkali-kali, dulunya di ratukan, setelah putus mereka akan terlihat seperti sampah yang tak berguna.
Berani mengajak Reyn balikan? berarti dia siap untuk buat menderita seumur hidup karena Reyn tidak akan bersikap sama seperti saat pertama kali mereka pacaran.
Inilah sisi gelap seorang Reynhart yang di ketahui oleh semua orang, Reyn yang di kenal sebagai pacar idaman bukanlah seorang mantan yang baik.
Jadi, apakah kalian tertarik mencoba untuk menjadi pacar seorang Reynhart Adhitama?
...\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=...
Reynhart Adhitama
Playboy tampan kita guys.
Rosyi Amelia
Pacar 3 bulan si Playboy.
Rosyi rasa ia sudah mengatakan dengan jelas sore itu kepada Reyn untuk tidak menjemputnya kerumah, namun laki-laki itu dengan segala tingkahnya malam menjemput Rosyi langsung ke kamar nya.
Gadis itu tidak tahu bagaimana Reyn bisa masuk, yang pasti laki-laki itu sudah berada di kamarnya setelah Rosyi keluar dari walk in closet.
"ANJ*NG, LO NGAPAIN DI KAMAR GUE HAH?!"
Teriak Rosyi melengking hingga Reyn menutup telinganya untuk melindungi gendang telinga nya supaya tidak pecah karena suara ultrasonik milik Rosyi.
"Aduh sayang, teriaknya jangan kencang-kencang dong, nanti kalau gendang telinga aku pecah gimana?" Reyn memeluk Rosyi.
Rosyi mendorong Reyn dengan kuat hingga pelukannya terlepas, "Jijik b*ngsat!"
"Ngomong kasar lagi, aku bakal cium kamu!" Ancam Reyn.
"Ck, Lo pikir gue takut sama ancaman Lo hah?! ENGGAK ANJ_"
Chup...
Mata Rosyi membelalak sempurna, ia tak menyangka jika Reyn benar-benar serius dengan apa yang ia ucapkan barusan.
Dengan sekuat tenaga, Rosyi mendirikan Reyn hingga laki-laki itu terdorong mundur. "LO GILA YA?!"
Bukannya merasa bersalah atau apa karena telah mengambil ciuman pertama Rosyi, Reyn malah tersenyum miring sambil mengusap sudut bibirnya. "Hei, ayolah. Ini hal biasa untuk sepasang kekasih."
Dan dengan brengseknya Reyn mengatakan itu, membuat amarah Rosyi tak terkendali.
DUAGH...
Di tendangnya Reyn hingga jatuh tersungkur, membuat ****** mulus Reyn terasa panas karena mencium lantai dengan kuat.
"MAKAN TUH KEKASIH!"
Rosyi langsung mengambil tas dan jaket kulitnya, lalu meninggalkan kamar tanpa peduli dengan Reyn yang meringis kesakitan.
"Akh...shh...gila tuh cewek, sakit banget ****** gue."
Reyn berusaha berdiri dengan perlahan sambil mengusap bagian belakangnya yang masih terasa panas, "Awas aja tuh cewek, gue bakal bikin dia nangis darah karena patah hati!"
"Aduh... perut gue jadi sakit juga kan."
Reyn berjalan tertatih menyusul Rosyi turun ke bawah. Ia pikir gadis itu akan berhenti di ruang makan untuk sarapan dulu, tapi ternyata Rosyi langsung keluar rumah dan melaju pergi menggunakan motor nya.
BRUM...
Mata Reyn membelalak ketika melihat motor Rosyi baru saja keluar dari gerbang rumah.
•
•
•
Seorang Rosyi Amelia tidak telat ketika masuk sekolah adalah sesuatu yang luar biasa, hal mustahil yang terjadi 1 abad sekali ini sungguh membuat gempar SMA Tunas Harapan.
"Wow, tumben gak telat?" Ini sudah yang kesekian kali Rosyi mendengar kalimat itu setelah ia menginjakkan kaki di dalam gedung sekolah.
"Telat salah, gak telat juga salah, terus Lo mau gue kayak gimana?" Ucap Rosyi jengah.
David menggaruk tengkuknya yang tak gatal, "Ya bukan gitu sih. Ngomong-ngomong, Lo kok gak berangkat bareng Reyn? Bukannya dia jemput Lo ya tadi pagi?"
"Gak tau."
"Lah, kok gak tahu?"
"Lo kepo banget sih jadi orang, pergi sana!" Sentak Rosyi kesal kepada David.
"Gue gak bisa pergi, Reyn minta gue buat ngawasin Lo."
Alis Rosyi berkerut, tanda tak suka. "Lo kasih tahu sama temen si*lan itu ya! gak usah sok peduli jadi orang! dan Lo nggak usah ngawasin gue atas perintah dia!"
Rosyi meninggalkan David sendirian di kantin dengan perasaan dongkol bukan main. Sedangkan David, laki-laki itu sudah merutuki kebodohan nya karena mengatakan hal itu kepada Rosyi.
"Mampus gue."
•
•
•
Mood Rosyi yang sudah buruk karena kedatangan Reyn di rumahnya menjaga semakin buruk karena ucapan David barusan. Akhirnya, ia memutuskan untuk membolos ke rooftop saja.
Jam pertama adalah matematika, itu menjadi alasan yang memperkuat Rosyi untuk membolos. Siapa juga yang tidak suntuk jika harinya harus diawali dengan menghitung angka dan menghafal rumus? terlebih pelajaran itu ada 2 jam pagi ini.
"Reyn, cowok s*alan itu benar-benar bikin gue muak."
Rosyi berdecih pelan ketika dilihatnya Reyn yang tengah membolos, di dampingi oleh seorang murid perempuan yang bergelayut manja di bahu lebar itu.
"Panas ya liat pacar sendiri berduaan sama orang lain."
Rosyi terkekeh sinis, "Panas? gua gak panas kok, Lo tahu sendirikan gimana muaknya gue sama cowok kayak gitu?"
Laki-laki di samping Rosyi mengangguk, ia menatap Rosyi lekat. Tangannya perlahan terangkat mengusap kepala Rosyi, namun langsung ditepis oleh sang empu.
"Gak usah diusap, geli!"
Laki-laki bernama lengkap Orion Stevenson mencubit pipi Rosyi gemas. "Lo cantik banget sih!"
"Apaan sih!" Sentak Rosyi kesal.
"Mending Lo pergi deh, ketua OSIS kok bolos."
"Emang kenapa? sekali-kali ketua OSIS bolos juga gapapa kalik."
"Ck, orang kayak gini kok yang katanya ketua OSIS teladan yang harus di tiru. Mau jadi apa sekolahan ini?"
Orion memegang bahu Rosyi, mengarahkan gadis itu untuk melihat kaca yang terpasang di tembok rooftop. "Silahkan berkaca dulu sebelum berbicara."
Rosyi mendengus kesal, "Pergi sana, bukannya kelas 11 IPA 1 ada ujian praktek ya hari ini?"
"Hah?! Oh iya! gue lupa!!"
Orion segera berlari meninggalkan rooftop, ia benar-benar lupa jika hari ini kelasnya ada ujian praktek di lab.
Rosyi terkekeh melihat Orion yang berlari tunggang langgang meninggalkan rooftop. Tanpa ia sadari, sejak tadi Reyn tengah memperhatikan interaksi keduanya dari taman.
"Pacar seorang Reyn selingkuh? cari mati nih orang."
•
•
•
BUGH...BUGH...BRAK...
Jeritan beberapa murid perempuan terdengar histeris ketika tubuh lemah Orion terbanting ke arah tembok oleh Reyn.
Beberapa guru sudah datang untuk melerai mereka, namun Reyn masih tak berhenti dan tak membiarkan Orion untuk melawan.
"Hentikan! apa yang kalian lakukan hah?!" Bahkan Bu Rena selaku guru BK telah turun tangan, namun Reyn tetap tak menghentikan aksinya.
BUAGH...
"LO BERHENTI ATAU GUE BUNUH HAH?!"
Entah bagaimana Rosyi tiba-tiba datang dan menendang Reyn hingga laki-laki itu mundur menjauhi tubuh tak berdaya Orion.
Reyn menatap Rosyi tajam dengan mata memerah yang menyiratkan kemarahan yang begitu besar.
"Apa?! Lo mau berantem?! sini sama gue!!" Tangan Rosyi.
Reyn malah berdecih, "Cowok sejati gak berantem sama cewek."
"Lo pikir gue kayak cowok pada umumnya hah?!" Teriak Rosyi. Ia ingin menghajar Reyn, namun Orion menahan tangannya. "A_Amel, u_udah."
"Ck, gue tandain Lo!" Rosyi pun membantu Orion berdiri dan membawa laki-laki itu ke UKS.
Rosyi membantu Orion berbaring di atas ranjang, mengobati luka laki-laki itu dengan hati-hati. "A_aw... sakit anj*r."
"Lo kenapa bisa berantem sama dia?"
"Ya gak tahu lah, cowok Lo tuh aneh. Tiba-tiba nyamperin gue ke lab tarus ngajak bakuhantam."
"Ck, emang_"
BRAK...
Pintu UKS terbuka paksa.
Drap...Drap...
Langkah cepat Reyn, sang pembuka pintu terlihat sangat cepat mendekati Rosyi. Di raihnya tangan sang kekasih yang masih sibuk mengobati luka Orion.
"Obatin gue."
"Pacar lo banyak, minta obatin mereka aja. Kenapa harus gue?" Tolak Rosyi.
"Gue maunya lo."
"Gue gak mau."
"Lo harus mau!"
"Gak!"
"Udahlah Mel, Lo ikut dia aja, gue gapapa sendiri." Bisa makin pusing kepala Orion kalau kedua pasangan itu masih ribut disini.
"Ayo." Reyn langsung menarik tangan Rosyi tanpa meminta izin terlebih dahulu.
Rosyi pun ikut saja, tak lupa membawa kotak P3K yang terletak di atas meja nakas samping ranjang.
•
•
•
"Akh...Shh...Lo gak ikhlas banget sih ngobatin gue!"
Rosyi sengaja menekan kuat luka Reyn lantaran kesal dengan sang empu. "Lo ngapain tiba-tiba ngajak Orion berantem kayak gitu?! Mau jadi jagoan Lo?!"
"Ya gapapa, suka-suka gue lah. AWW!" Reyn berteriak ketika Rosyi lagi-lagi menekankan lukanya dengan kuat.
"Sakit bego!"
Rosyi segera menyudahi acara mengobati luka Reyn, lalu menutup kotak P3K. "Udah selesai, gue pergi dulu."
"Eh, tunggu." Reyn menahan tangan Rosyi yang sudah berdiri.
Gadis itu mengangkat satu alisnya, "Apa?"
"Pulang sekolah Lo wajib balik sama gue, gak ada penolakan!"
"Cih, Lo kira Lo siapa?"
"Gue pacar lo."
"Cuma pacar karena sebuah tantangan, jangan sok-sok an deh Lo. Udahlah, gue pergi dulu, bye!"
Rosyi menyentak tangan Reyn yang masih memegang tangannya, lalu pergi dari sana tanpa peduli dengan Reyn yang kesal.
"Jangan panggil Gue Reynhart Adhitama kalau gue gak bisa bikin cewek kayak Rosyi Amelia luluh!" Tatapan Reyn menajam.
•
•
•
Reyn benar-benar pemaksa, Rosyi akui itu. Ia bahkan telah meminta temannya untuk mengantarkan motor Rosyi kerumah supaya Rosyi bisa pulang bersamanya.
"Motor Lo udah gak ada, jadi Lo gak ada pilihan lain lagi selain pulang bareng gue." Reyn menyeringai.
"Dih, Gue bisa pulang naik kendaraan umum kalik."
Rahang Reyn mengeras, "Lo kenapa susah banget sih di ajak pulang bareng gue."
"Gak kenapa-napa, gue cuma alergi sama cewek murahan yang ada di mobil Lo." Rosyi sedikit melirik mobil Reyn yang kaca jendela belakang nya terbuka, menunjukkan dua orang gadis yang menatap dirinya tajam.
Rosyi mengerutkan dahi ketika Reyn malah tersenyum aneh kepadanya, "Jadi, kamu cemburu sayangku?" Di peluknya pinggang Rosyi erat.
"Apaan sih! lepasin gak?!" Rosyi berusaha mendorong Reyn, namun percuma.
"Jangan menjadi kucing nakal, ayo masuk dan aku akan mengantarmu pulang."
"Ogah!" Tolak Rosyi mentah-mentah.
"Amel, ngapain masih di sini?" Tiba-tiba seseorang yang sangat dikenalnya datang, membuat Rosyi menghela nafas lega. "Minggir!"
"Akh!" Gadis itu menginjak kuat kaki Reyn dan itu terasa sangat sakit.
Tanpa aba-aba, Rosyi langsung menarik tangan Orion menuju mobil laki-laki itu. Reyn ingin mengejar, namun kakinya terasa luar biasa sakit.
"Sayang, kamu tidak apa-apa?" Tanya kedua pacar Reyn yang ada di dalam mobil.
Laki-laki itu memberikannya senyuman tipis pada mereka, "Aku tidak apa-apa, kalian tenang saja."
"Cewek kayak gitu kenapa bisa jadi pacarmu sih? lebih baik kamu putusin aja biar hidupnya sengsara," Ucap salah satu gadis itu yang di setujui yang satunya. "Bener tuh, gadis gak ada sopan santun kayak gitu gimana bisa jadi pacar kamu?"
...\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=...
Amira Yoland
Sepupu si Playboy Nih bos.
Nadia Marina
Orion mengantarkan Rosyi sampai di rumah milik gadis itu. Orion memperhatikan bangunan itu dengan seksama. Tak ada yang berubah, semua nya terlihat sama. Hanya saja aura disekitar sana tidak secerah dulu ketika dirinya masih kecil dan masih sering main ke rumah Rosyi.
"Kalau tante berbuat yang aneh-aneh lagi sama Lo, Lo kasih tahu gue ya."
Pergerakan Rosyia yang tengah membuka sabuk pengaman langsung terhenti, ia menatap Orion lamat. Laki-laki itu juga, menatap wajah Rosyi dalam.
"Jangan lupa kalau Lo masih punya sepupu seganteng gue, dan juga punya Tante dan Om sebaik orang tua gue."
Yap, Rosyi dan Orion itu sepupu jauh, namun hubungan keduanya sangat dekat. Dulu rumah Orion juga berada di komplek yang sama dengan Rosyi. Namun, karena suatu alasan, Orion dan keluarganya harus pindah dari rumah lama mereka.
Di SMA Tunas Harapan, tak ada satu murid pun yang tahu jika Rosyi dan Orion itu adalah sepupu jauh, kecuali dua sahabat baik Rosyi.
"Gue gapapa, mommy juga udah gak suka kasar kok sama gue."
"Gue harap lo gak bohong."
Rosyi terdiam. Orion yang peka pun langsung tersenyum, "Udah, sana Lo masuk. Istirahat, makan yang bener dan jangan lupa belajar.
Gadis itu mengangguk, "Gue masuk dulu, bye."
Orion melambaikan tangan pada Rosyi yang baru saja turun dari mobil. "Lo gak pinter bohong Mel," Lirih Orion dengan senyuman yang telah hilang entah kemana.
•
•
•
PLAK...
"ANAK SI*LAN! PULANG DENGAN LAKI-LAKI MANA LAGI KAMU HAH?! TADI PAGI DI JEMPUT COWOK, SEKARANG PULANG DI ANTAR SAMA COWOK LAIN, MAU JADI APA KAMU HAH?! KUPU-KUPU MALAM?!"
Baru saja dirinya menginjakkan kaki memasuki rumah, tiba-tiba sebuah tangan melayang lalu menampar pipinya dengan keras di sertai bentakan dan cacian yang membuat hatinya sakit.
"Mom, yang anterin Rosyi pulang tadi itu Orion, bukan cowok lain." Rosyi mencoba memberikan pengertian meskipun itu percuma.
"Mungkin yang anterin kamu tadi itu Orion, lalu cowok yang jemput kamu tadi pagi?!"
"Mom dia itu_"
"Gak usah jelasin apa-apa!! Mommy tahu, kamu itu wanita malam yang haus laki-laki kan?! Bilang aja sama mommy, nanti mommy bakal jual kamu ke bar dengan senang hati!"
PLAK...
Rosyi tak bisa mengendalikan dirinya, ia menampar sang ibu karena refleks. Ia tak menyangka jika ibunya akan tega mengatakan itu padanya.
"KAMU BERANI NAMPAR SAYA HAH?!"
Rosyi menggeleng, "Enggak mom, Ro_Rosyi gak sengaja."
"Anak seperti kamu memang minta beri pelajaran! Sini, ikut saya!"
Nyonya Tari, ibu Rosyi menyeret sang anak dengan paksa walaupun Rosyi sudah memberontak minta di lepaskan.
Beberapa pelayan yang lewat hanya bisa diam tanpa berani menolongnya Rosyi, mereka tahu benar apa yang akan terjadi jika sang nyonya sampai marah.
BUGH...BYUR...
Tubuh Rosyi di tendang masuk ke kamar mandi yang ada di kamar tamu hingga ia terjatuh masuk ke dalam bak mandi.
"BI! BIBI!" Teriak wanita itu.
"Iya nyonya?" Seorang wanita paru baya masuk sambil menunduk.
"Ambilkan saya 20 buah es batu ukuran besar, lalu masukkan kedalam bak mandi itu!"
Tanpa banyak tanya lagi, sang ART pun langsung melaksanakan apa yang nyonya-nya perintahkan.
"Keluar kamu dari sana!" Perintah nya. Rosyi hanya bisa menurut tanpa bisa membantah perintah sang ibu.
"Tinju kaca itu hingga hancur berkeping-keping!"
Lagi-lagi Rosyi hanya bisa menurut dan meninju kaca wastafel di hadapannya.
BRAK...PRANG...
Darah segar mengalir dari tangan Rosyi yang terluka akibat pecahan kaca itu. Ia tak menunjukkan reaksi apapun, terlalu terbiasa dengan segala luka seperti ini hingga rasanya ia sudah mulai kebal.
"Injak pecahan kaca itu, jangan berhenti sampai ada darah yang keluar dari kakimu!"
Bak boneka, Rosyi selalu melakukan apapun yang ibunya suruh. Tak peduli jika itu akan membuatnya terluka atau sebagainya yang bisa mengancam keselamatan nya.
Bagi Rosyi, kebahagiaan dan kepuasan ibunya adalah segalanya.
"Nyonya, ini es yang anda minta."
"Letakkan di situ, dan pergilah."
"Baik." Sang pembantu langsung meletakkan ember berisi es batu itu, lalu segera pergi karena tak tahan melihat apa yang tengah terjadi.
"Ambil batu es itu, masukan ke bak mandi dan berendam lah. Jangan berani keluar sebelum aku yang memerintahkannya."
Lagi dan lagi, Rosyi hanya menurut. Ia berendam di balam bak mandi yang air nya sudah merah karena bercampur dengan darah.
PLAK...
Tanpa rasa kasihan sedikit pun, nyonya Tari menampar Rosyi dengan kuat sebelum keluar dari kamar mandi dan menguncinya diri luar supaya gadis itu tak bisa keluar.
Rosyi menatap nanar pintu berwarna putih yang tertutup itu. "I'm okey."
•
•
•
MOMMY DON'T KNOW DADDY'S GETTING HOT
IN THE BODY SHOP
DOING SOMETHING UNHOLY
HE'S SAT BACK WHILE SHE'S DROPPING IT
SHE'S BE POPPING IT
YEAH, SHE PUT IT DOWN SLOWLY
Suara indah Rosyi menggema di ruangan lembab itu, hanya ada suara tetesan air yang mengiringi nyanyian nya.
Gadis itu terlihat sangat menghayati, mengeluarkannya seluruh emosinya lewat sebuah lagu yang memang mewakili cerita keluarga nya.
Air mata meluncur dengan mudahnya membasahi pipi Rosyi, mata gadis itu terpejam ketika ia menyudahi nyanyiannya. "Kau telah pergi meninggalkan dunia ku, namun akibat dari kesalahanmu terus menghantuiku, menyiksa dan membunuhku secara perlahan."
Memeluk lututnya, tak peduli dengan dinginnya air, tak peduli juga dengan lukanya yang susah mengering karena dikelilingi air. Rasa sakit dihatinya jauh lebih sakit dari luka-luka itu.
"Ibu peri yang dulu selalu menyayangiku, kini dia menjadi iblis yang siap merenggut nyawaku kapan saja. Dan itu karena kamu. Aku membencimu ayah!"
Tubuh Rosyi melemah, ia sudah tak kuat lagi mempertahankan kesadarannya hingga ia pun jatuh tak sadarkan diri.
•
•
•
Nyonya Tari memerintahkan kepada pembantunya untuk mengeluarkan Rosyi dari kamar mandi di kamar tamu sebelum ia berangkat. Sang pembantu pun bergegas menjalankan perintah itu, karena jujur semalam ia tak bisa tidur karena khawatir dengan sang nona, apalagi ketika ia mendengar nyanyian Rosyi yang begitu menyayat hati.
"Astaghfirullah, nona!"
Bibi Na segera pergi memanggil suaminya untuk mengangkat Rosyi menuju kamarnya.
Bibi Na dan Paman Oh adalah pelayan rumah yang paling setia, mereka sudah bekerja dengan nyonya Tari dan suaminya selama kurang lebih 20 tahun. Dan mereka juga tentu tahu, bahkan menjadi saksi dari kejadian yang merubah hidup Rosyi.
Tubuh itu di letakkan dengan perlahan di atas ranjang, Bibi Na segera meminta sang suami untuk keluar kamar setelahnya karena ia akan mengganti pakaian basah yang Rosyi kenakan.
Selesai mengganti pakaian sang nona, bibi Na langsung meminta ART yang lain untuk memanggil dokter dan menyiapkan kompresan.
"Nona, Anda anak yang kuat. Semoga setelah semua ini, anda akan mendapatkan kebahagiaan yang anda nanti-nantikan."
•
•
Seperti kemarin, hari ini Reyn datang ke rumah Rosyi untuk menjemput gadis itu. Namun ia malah di kejutkan dengan dokter yang datang bersamaan dengan dirinya.
'Siapa yang sakit?' Bingung Reyn.
"Dokter silahkan masuk."
"Terimakasih bi." Dokter itu masuk terlebih dahulu.
"Tuan yang datang menjemput nona Rosyi kemarin ya?" Tanya pembantu itu.
Reyn mengangguk, "Ya, saya pacar nya Rosyi."
Mendengar pengakuan Reyn membuat sang pembantu terkejut, namun sedetik kemudian ia pun mengizinkan laki-laki itu masuk. Mereka berjalan bersama, si pembantu, sang dokter dan Reyn, berjalan bersama menuju kamar Rosyi.
Si pembantu mempersilahkan sang dokter dan Reyn masuk. Reyn terkejut ketika melihat Rosyi terbaring lemah di atas ranjang.
Dokter itu mulai memeriksa keadaan Rosyi, lalu mengobati luka pada tangan dan kakinya. Setelah itu sang dokter juga memberikan obat untuk membantu pemulihan Rosyi.
Reyn tak bisa mengatakan apapun ketika melihat luka-luka di tubuh Rosyi, ia tak mengerti, sebenarnya apa yang terjadi hingga keadaan gadis itu terlihat sangat mengenaskan seperti ini?
Bibi Na mengantarkan sang dokter keluar, dan saat itu pula Reyn langsung mendekati ranjang Rosyi. Si sentuhnya perlahan tangan gadis itu yang telah di perban.
"Lo kenapa? kok bisa gini?" Percuma saja Reyn bertanya, tak akan ada yang menjawabnya karena Rosyi sendiri pun belum terbangun.
"Permisi tuan."
Rasanya cepat sekali, Bibi Na sudah datang. Mungkin itu karena Reyn sejak tadi terdiam menatap wajah damai Rosyi yang tertidur.
"Bi, dia kenapa?"
"Lebih baik Anda menjauhi nona saya, tuan." Reyn mengerutkan dahi, padahal kemarin Bibi Na lah yah memperbolehkan ia masuk ke kamar Rosyi, dan pembantu itu juga terlihat baik-baik saja ketika Reyn mengaku sebagai pacar Rosyi. Lalu kenapa sekarang ia meminta Reyn menjauh?
"Apa maksud bibi? Saya pacarnya, kenapa saya harus menjauh dari dia?"
"Keberadaan tuan hanya akan membuat nona saya terluka, saya tak mau jika terjadi hal yang lebih buruk dari pada ini."
Apa maksudnya? apakah maksud Bibi Na, Rosyia terluka itu karena Reyn? tapi bagaimana bisa?
"Saya tidak akan pergi sebelum Rosyi sadar."
"Jangan keras kepala tuan!"
"Bi, dengerin saya. Saya gak_"
Ting...
Sebuah pesan masuk ke dalam ponselnya membuat ucapan Reyn terpotong. Ia bergegas mengambil ponselnya yang berada di saku celana, takut jika itu adalah pesan penting.
Sayang, ayo buruan. Kita bisa telat!
Oh s*al, bisa-bisanya Reyn lupa jika ia tidak datang sendiri. Ia datang bersama dua orang pacarnya yang masih menunggu dirinya di dalam mobil.
Reyn melirik Rosyi sebentar. Ada rasa tak rela jika ia harus meninggalkan gadis itu sekarang.
"Saya harus pergi bi, sebentar lagi saya telat. Saya titip Rosyi ya."
"Iya tuan."
Reyn menyalami Bibi Na, yang mana itu membuat sang pembantu rumah tangga terkejut. Seumur-umur baru ini dia di salimi sama cowok ganteng bak nabi Yusuf.
...\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=...
Liam Andreo
Si tampan, namun sudah berpawang.
David Dinata.
Bocah tengil dengan julukan Valentine boy
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!