NovelToon NovelToon

Mahligai Cinta Yang Tergoyah

Rencana Tuan Marcel.

💐💐💐💐💐💐💐

...HAPPY READING......

.

.

Adriel Raditya Afkar, seorang CEO muda yang berumur dua puluh tiga tahun. Pemuda ini adalah calon pewaris satu-satunya, karena dia adalah anak tunggal. Ayahnya yang mulai sakit-sakitan membuat Adriel harus mengurus perusahaan Afkar group, mengantikan sang ayah.

Adriel sudah tidak memiliki ibu, karena beliau sudah meninggal dunia ketika Adriel masih berumur sepuluh tahun. Semenjak itu ayahnya yang bernama Marcel Afkar tidak mau menikah lagi, karena dia sangat mencintai mendiang istrinya.

Jadinya Adriel hanya dibesarkan oleh ayahnya saja. Maka dari itu, ketika ayahnya ingin menjodohkan Adriel dengan Talitha Oktavia. Gadis cantik yang merupakan sahabat Adriel sendiri. Dia tidak bisa menolaknya, apalagi saat itu ayahnya sedang tidak sehat.

Padahal Adriel sudah memiliki kekasih bernama Faranisa Aulia, yang juga berumur dua puluh tiga tahun sama seperti dirinya. Gadis cantik tersebut berprofesi sebagai seorang model terkenal. Pekerjaannya bukan hanya didalam negeri sendiri. Akan tetapi merambah sampai keluar negeri.

Bagi model terkenal seperti Faranisa, pergi bersama laki-laki manapun tidak ada masalah karena pekerjaannya mengharuskan bergaul dengan siapa saja. Lebih banyak mengenal pengusaha atau sebagainya. Maka semakin besar pula peluang mendapatkan job pekerjaan, karena sudah dipastikan mereka akan memakai jasa mereka sebagai bintang iklan.

Hal itulah yang membuat ayahnya tidak merestui hubungan Adriel dan Faranisa. Namun, sebelum menjodohkan putranya dengan Thalita. Lelaki paruh baya itu sudah pernah memberi restunya pada Adriel, tepatnya satu tahun lalu. Agar putranya bisa memilih pendamping hidupnya sendiri. Sebagai orang tua tunggal, Tuan Marcel juga tidak ingin egois.

Akan tetapi dengan syarat beliau ingin Faranisa meninggalkan pekerjaannya dan cukup menjadi istri, dari putranya saja. Namun, gadis itu tidak mau karena perjuangannya untuk bisa menjadi model nomor satu bukanlah hal mudah.

Selain dengan kekasihnya, Adriel memang hanya dekat dengan Thalita, karena mereka sudah bersahabat sejak kecil. Umur Thalita lebih muda hampir satu tahun daripada Adriel. Akan tetapi mereka lulus sekolahnya serempak, karena Thalita adalah gadis yang sangat pintar. Thalita bekerja sebagai seorang desainer di perusahaan sahabatnya yang juga merupakan sahabat Adriel.

Thalita juga bukan anak dari orang kaya. Namun, keluarganya berkecukupan. Rumah lama Adriel sebelum mereka memiliki rumah yang ditempati sekarang, bersebelahan dengan rumah Thalita. Makanya mereka berdua bisa bersahabat.

Sekarang Thalita hanya tinggal seorang diri, karena ibunya baru saja meninggal dunia dua bulan yang lalu. Saat ini dia hanya menyibukkan dirinya dengan cara bekerja disetiap hari. Dia dan Adriel sama-sama anak tunggal, tidak memiliki sanak saudara. Hanya saja, jika Adriel masih memiliki ayah, sedangkan dia tidak.

Adriel dan Thalita tumbuh dan besar bersama. Mereka berpisah hanya semenjak lulus sekolah SMP. Semenjak itu keduanya memiliki kesibukan masing-masing. Jadi sudah jarang bertemu. Namun, disetiap ada waktu luang. Gadis manis itu selalu datang berkunjung untuk menjenguk Tuan Marcel yang sudah dianggapnya seperti paman sendiri.

Jadi walaupun rumah mereka sudah berjauhan, hubungan yang sudah terjalin lama tidak pernah putus. Tuan Afkar pun sangat menyayangi Talita seperti dia menyayangi putrinya sendiri. Malah terkadang Adriel suka protes karena ayahnya selalu membela sang sahabat.

Merasa tidak ada wanita yang pantas mendampingi putranya selain Talita, Tuan Marcel pun memutuskan untuk menjodohkan mereka berdua.

*

*

"Adriel, nanti sore setelah pulang dari perusahaan kamu langsung pulang. Ada hal penting yang ingin Papa sampaikan pada kalian berdua ," ucap Tuan Marcel memecahkan keheningan diantara dia dan Adriel. Saat ini ayah dan anak itu lagi sarapan bersama sebelum Adriel berangkat ke perusahaan.

Mendengar ucapan sang ayah, Adriel menyergit keningnya lalu bertanya. "Kalian siapa, Pa? Bukannya kita hanya tinggal berdua?" tanya Adriel sampai menghentikan makannya.

"Aish kamu ini. Tentu saja Thalita, memangnya siapa lagi," ujar beliau.

"Memangnya Papa sudah memberitahu Thalita?" tanya Brian yang mengetahui kalau sahabatnya juga sibuk bekerja.

"Tentu saja sudah! Kamu kan tinggal serumah dengan Papa. Jadi Thalita yang Papa hubungi duluan," Tuan Marcel bila bicara memang kasar. Namun, beliau orang yang sangat baik. Hanya gadis penyabar seperti Thalita saja yang betah menghabiskan waktu berjam-jam bersamanya.

Tuan Marcel memiliki Taman dan kebun sayuran di belakang rumah mewahnya. Hampir setiap akhir pekan, Thalita datang menemani beliau merawat tanamannya. Bukannya di rumah itu tidak ada tukang kebun. Tapi memang Tuan Marcel ingin mengerjakan nya sendiri. Namanya juga duda. Tidak ada pekerjaan dan juga istri yang menemani.

"Tumben sekali,"

"Ada hal penting yang perlu kalian ketahui, Ini untuk masa depan kalian berdua. Jadi jangan sampai pulang terlambat!" tekan beliau lagi.

"Iya, iya! Papa seperti tidak kenal Adriel saja, kapan anak tampan Papa ini tidak menepati janji," jawab Adriel sambil tersenyum.

"Tampan juga sampai sekarang belum menikah," cibir Tuan Marcel tidak ingin kalah. Mereka berdua memang sering saling ejek. Namun, semua itu hanya gurauan semata.

"Ck, Papa juga sama belum menikah," decak Adriel berdiri dari tempat duduknya.

"Sudah siang, Adriel berangkat dulu, ya. Papa jangan lupa buat istirahat," pamit Adriel mencium punggung tangan sang ayah.

"Hanya Thalita yang pantas menjadi pendamping hidup mu, Nak. Papa akan tenang bila dia yang menjadi istri mu,

Gumam beliau melihat kepergian Adriel. Anak yang menjadi kenangan bersama Almarhum istrinya.

Braaak ...

Suara pintu mobil Adriel, dia memang selalu seperti itu, apa-apa selalu terburu-buru. Jadinya bila orang yang belum mengenal sifatnya akan mengira kalau Adriel sedang marah atau memiliki masalah. Jadi terlihat jika lagi emosi, karena diapun orangnya sangat dingin pada orang-orang yang tidak dekat dengan nya.

Setelah memasang salt belt pada tubuhnya, Adriel mulai menjalankan kendaraan tersebut membelah jalanan ibu kota yang belum terlalu ramai karena masih pagi.

Tttdddd ...

Tttdddd ...

Ponsel milik Adriel bergetar, dilihatnya yang menelepon adalah sang kekasih. Gadis yang selalu ia rindukan.

"Selamat pagi! Apa kamu sudah sarapan?" tanya Faranisa dari seberang sana.

"Iya, sayang, pagi juga! Aku sudah sarapan, ini lagi di mobil menuju perusahaan." jawab Adriel sambil menyetir mobilnya.

"Hem, aku sudah menduganya. Oiya rencananya Minggu depan aku akan kembali. Tapi hanya dua hari," ucap gadis itu dengan suara riangnya. Tidak hanya Adriel saja yang merindukan sang kekasih, tapi juga sebaliknya.

"Benarkah? Tidak apa-apa dua hari juga. Setidaknya kita punya waktu untuk berdua," seru Adriel tak kalah bahagia.

Adriel sangat mencintai kekasihnya, jadi mau kapanpun Fara kembali, dia akan selalu sabar menantinya. Terkadang mereka tidak bertemu sampai satu setengah bulan lamanya.

"Iya benar! Buat apa aku membohongi kekasih ku. Eum... sudah dulu ya, aku mau melakukan pemotretan sekarang. Aku mencintaimu," ucap Fara sebelum memutuskan sambungan telepon. Dia menelpon memang tidak pernah lama, karena bagi mereka sudah bisa bertukar kabar saja, itu lebih dari cukup.

"Aku pun sangat mencintaimu," Adriel tersenyum sambil menyimpan ponselnya ke dalam saku jasnya. Saat ini mobil Lamborghini miliknya juga sudah tiba di perusahaan Afkar group.

"Selamat pagi Tuan muda," sapa sekertaris pribadinya yang sudah menunggu sejak setengah jam lalu. Pagi ini sekertaris tersebut memang tidak menjemput Adriel, karena tadi malam mereka berdua lembur sampai jam sebelas malam.

"Pagi juga, Gi! Ayo keruangan ku. Ada hal yang harus kamu rubah untuk jadwal kerjaku hari ini," jawab Adriel berjalan lebih dulu.

Begitu melihat kedatangan sang Presdir semua karyawan langsung menunduk hormat. Bisik-bisikan dari para karyawan pun mulai terdengar seperti hari-hari sebelumnya.

Sosok laki-laki seperti Adriel adalah dambaan bagi setiap wanita. Tidak hanya tampan, tapi juga pewaris tunggal perusahaan. Tapi sayangnya pemuda itu tidak pernah tertarik pada perempuan manapun, kecuali kekasihnya meskipun jarang bertemu

.

Ting ...

Pintu lift, lantai tujuh puluh dua sudah terbuka. Lalu Adriel dan sekretarisnya keluar dari kotak besi tersebut dan berjalan menuju kantor tempat Adriel menghabiskan waktunya berhari-hari.

"Gio, nanti sore luangkan waktu ku lebih awal. Jam setengah lima, aku harus sudah tiba di rumah. Tadi papa menyuruhku agar cepat pulang, karena ada hal penting yang ingin dia sampaikan," ucap Adriel sudah duduk di kursi kebesaran perusahaan.

"Baik Tuan muda. Saya akan mengatur ulang jadwal kerja Anda." jawab Gio, yang sudah siapa mengerjakan tugasnya.

"Oiya sama Minggu depan, luangkan waktu ku dua hari. Fara akan kembali selama dua hari, jadi waktu tersebut ingin aku manfaatkan liburan bersama dirinya," kata Adriel yang sudah mulai menyalakan laptop untuk memulai pekerjaannya.

"Saya akan mengatur semuanya. Kalau begitu Saya pamit keruangan Saya," Sekertaris Gio pun kembali keruangan nya sendiri.

Sambil bekerja Adriel tidak tenang, karena sangat penasaran apa yang akan papanya sampaikan. Adriel sudah tidak sabar untuk mengetahui hal penting yang disampaikan papanya.

*BERSAMBUNG*...

Entah Siapa Yang Menang.

💐💐💐💐💐💐

HAPPY READING...

.

.

Sore harinya Adriel sudah bersiap-siap untuk pulang. Sesuai perintah sang bos, Sekertaris Gio telah mengubah pertemuan bersama rekan bisnisnya sore ini, menjadi besok pagi.

"Gio, aku pulang duluan, nanti hasilnya tolong kirimkan lewat Email ku." ucap Adriel sudah berdiri dari kursi kebesaran Afkar group.

Sekertaris Gio bukanlah orang lain bagi Adriel. Mereka masih memiliki ikatan persaudaraan walaupun hanya saudara jauh. Namun, karena Gio tidak ingin dibilang mendapatkan pekerjaan lebih tinggi karena bersaudara dengan Adriel. Dia memanggil Tuan Muda, baik itu di rumah, ataupun saat mereka berada di tempat umum.

Dulu, awal-awalnya Adriel merasa risih dipanggil begitu oleh laki-laki yang merupakan saudaranya sendiri. Tapi lama kelamaan, karena sudah terbiasa akhirnya menjadi biasa-biasa saja.

"Baik Tuan muda. Mungkin jam sembilan malam, semuanya akan beres dan akan Saya kirimkan kepada Anda."jawab Sekertaris Gio terus melanjutkan pekerjaannya. Akhir-akhir ini perusahaan begitu banyak mendapatkan kerjasama dengan perusahaan lain. Alhasil Gio dan Adriel begitu sibuk.

Kerap kali mereka berdua lembur, agar saat waktunya tiba. Pekerjaan mereka sudah beres.

"Hem, bagus! Jangan lupa untuk istirahat, kita juga butuh waktu buat bersantai," ucap Adriel menepuk pelan pundak sekertaris pribadinya. Setelah itu berulah dia berlalu keluar dari ruangannya.

Bagaimanapun hebatnya sang sekertaris adalah saudaranya sendiri, sudah seharusnya Adriel menasehatinya. Meskipun terkadang dia sendiri juga lupa.

Begitu melihat Adriel keluar dari lift, para karyawan yang masih bekerja, menundukkan kepalanya. Sebagi bentuk hormat mereka pada atasan.

Namun, Adriel tidak menjawab sapaan atau senyuman dari para karyawannya. Sebab Adriel memang terkenal sangat dingin. Dia jarang berbicara pada bawahannya, bila tidak lagi berdiskusi di ruang meeting.

Setibanya didalam mobilnya, Adriel langsung saja menjalankan kendaraan tersebut pulang kekediaman mereka. Rumah yang di beli dua tahun sebelum ibunya meninggal dunia.

Tiiin ...

Tiin!

Saat melewati pos keamanan perusahaan. Adriel membunyikan klakson mobilnya, sebagai sapaan pada mereka yang berjaga. Meskipun Adriel jarang bicara dan terkesan dingin. Tapi pemuda ini sangat baik pada semua karyawannya. Dia selalu memberikan bonus setiap tiga bulan sekali pada seluruh pekerja yang disiplin. Makanya semua karyawan Afkar sangat disiplin.

Setiap tahun yang melamar pekerjaan di sana sampai ratusan ribu, bahkan jutaan jiwa. Meskipun yang dibutuhkan hanya seratus orang.

Itu semua bukan hanya karena gajinya yang besar. Tapi juga mereka akan mendapatkan bonus bila kerjanya disiplin selama satu tahun.

Kurang lebih dua puluh menit, mobil mewah Adriel sudah tiba di rumah. Lalu setelah mematikan mesin mobilnya Adriel keluar dari sana dan berjalan masuk untuk istirahat sebelum waktunya makan malam.

"Selamat sore, Pa," sapa Adriel melihat ayahnya lagi membaca koran.

"Iya, sore juga, Son. Pergilah kekamar mu untuk istirahat. Sebentar lagi katanya Thalita akan ke sini."

Kebiasaan Adriel memang seperti itu, dia bukan langsung membersihkan tubuhnya. Tapi dia akan tidur, meskipun hanya sesaat.

Apabila diluar sana, boleh saja orang-orang takut kepadanya. Tapi jika di rumah, Adriel seperti sosok anak perempuan.

Sebentar lagi, pa."ujar Adriel malahan mengikuti papanya berjalan ke dapur bersih.

"Bagaimana, apa semuanya sudah siap?" tanya Tuan Marcel pada pelayan yang ia titah memasak makanan spesial buat acara malam ini.

"Sudah Tuan, semuanya sudah sesuai perintah dari Anda," jawab si pelayan yang lagi menata makanan tersebut di atas meja.

"Tumben sekali Papa harus repot-repot turun tangan menyiapkan untuk makan malam kita?" Adriel memeriksa makanan tersebut, sama seperti yang dilakukan oleh ayahnya.

"Kenapa malah mengikuti Papa? Pergilah kekamar mu, istirahat dulu sana! Akhir-akhir ini kamu kurang istirahat 'kan." kata Tuan Marcel mengelengkan kepalanya.

"Habisnya Papa tidak menjawab pertanyaan ku, ini sebetulnya ada acara apa?"

"Agh terserah padamu saja, mau mandi atau tidaknya karena nanti kamu sendiri akan diejek oleh Talita," biasanya apabila Thalita datang, Adriel masih kusut belum mandi. Maka gadis itu akan mengejeknya habis-habisan.

"Tidak akan aku kasih makanan ini, bila dia berani mengejek ku," jawab Adriel, sebelum dia berteriak heboh.

"Bibi, kenapa hampir semua makanan ini kesukaannya Thalita? Makanan kesukaan Adriel mana?" seru Adriel dengan mata membola keluar.

"Wah, ternyata kamu sangat hapal makanan yang disukai Thalita, bagus sekali," Tuan Marcel tersenyum dan mengabaikan lagi pertanyaan anaknya.

"Ini tidak adil namanya. Inikan rumah kita, tapi kenapa makanan buat Thalita jauh lebih banyak? Tuan mudanya juga adalah aku," lanjut Adriel protes seperti anak kecil.

"Sudahlah, mandi sana, sekalian istirahat. nanti apabila Talita sudah datang, Papa akan menyuruh bibi mengetuk pintu kamarmu kata Tuan Marcel.

"Asalkan papa tidak menyuruh si Burung Merak. Jika dia membangunkan Adriel, maka kamarku akan berantakan dibuatnya" keluh Adriel.

"Aiissh! Jangan memangilnya Burung Merak lagi. Sekarang rambutnya sudah bagus tidak seperti dulu. Bagaimana jika dia tersinggung karena ucapan mu," Tuan Marcel mengelengkan kepalanya. Sudah diperingati berulang kali, tetap saja Adriel memangil Thalita Burung Merak.

"Makanan kesukaanmu itu baru mau dibuatkan oleh Bibi. Lagian Thalita tamu spesial kita, sudah seharusnya menyambut dia," kata laki-laki paruh baya itu mengambil kopi miliknya yang sudah disiapkan oleh pelayan.

"Menurut Adriel nih, Thalita tetaplah Burung---"

"Selamat sore Om ku yang tampan, selamat sore kacang panjang." sapa Thalita yang sudah datang. Padahal jam makan malam masih lama.

"Apa? Kacang panjang!' Pa coba dengar dia memangil putra tampan Papa dengan nama sayuran yang dia sukai," Adriel merengek pada Tuan Marcel seperti anak umur tujuh tahun, yang kalah saat beradu argument degan teman sepermainannya.

"Ck, seperti anak kecil, dikit-dikit ngadu sama om," decak Thalita tersenyum mengejek.

"Sore juga sayang! Kenapa kamu sudah datang? Para pelayan kan masih menyiapkan buat makan malam kita," jawab Tuan Marcel menyambut hangat, tapi beliau malah mengabaikan ucapan sang putra, karena Adriel sudah biasa seperti itu.

"Justru karena Thalita ingin membantu memasak, makanya datang lebih awal. Tapi sepertinya sudah masak semuanya. Wah, Inikan makanan kesukaan Thalita, Om." gadis itu tersenyum jahil kearah Adriel yang lagi menahan jengkel padanya, karena bila ada Thalita, papanya pasti akan mengabaikan dia.

"Heh Burung Merak! Pulang dulu sana! Mandi, sisir rambutnya biar ada laki-laki yang mau. Pantas saja sampai saat ini belum punya pacar. Kamu jorok, masa iya mau makan malam tidak mandi dan ganti baju." ucap Adriel menarik rambut Thalita yang di kuncir asal oleh gadis itu.

Setiap kali bertemu, Adriel dan Thalita selalu saja bertengkar. Namun, meskipun begitu persahabatan keduanya tetap terjalin baik. Boleh dikatakan pertengkaran mereka sebagai bentuk sapaan melepas rindu. Versi mereka berdua.

Thalita yang besar dan tumbuh bersama dengan dua orang laki-laki, yaitu Adriel dan Naupal. Memiliki jiwa seperti laki-laki pula, dia tidak pernah ambil hati ucapan pedas Adriel. Sehingga membuat Adriel tertantang untuk terus mengejek sesukanya. Tapi mereka berdua sebetulnya saling menyayangi.

"Idih, siapa bilang tidak ada pemuda yang mau padaku. Mereka sudah mengantri panjang, aku nya saja yang tidak mau. Aku juga bukanya jorok, tapi akan mandi setelah membantu Bibi Eka, tadi aku sudah membawa pakaian ganti." Thalita berjalan sambil menyenggol tubuh Adriel yang masih berdiri di tepi meja makan.

Sehingga membuat Adriel hampir terjungkal ke belakang, bila dia tidak cepat-cepat berpegangan pada kursi.

"Agh, Papa mau ke belakang saja, mau menikmati segelas kopi ini, pasti jauh lebih enak daripada melihat Burung Merak dan kacang panjang bertengkar, yang nantinya entah siapa yang akan menang dan kalah," sela Tuan Marcel terus tersenyum sambil berjalan kearah Taman miliknya.

Itulah sebabnya Tuan Marcel ingin menjadikan Thalita sebagai menantunya, dia suka pada gadis itu, selalu ceria dan bisa menyeimbangi putranya.

"Kamu tu yang mandi! Mana tahu kan, setelah mandi bisa gemuk tidak kurus seperti kacang panjang," ejak Thalita sambil berlari menyusul Tuan Marcel, karena dia ingin melihat tanaman yang mereka tanam Minggu lalu.

"Ha... ha... berkaca sana! Yang kurus siapa, coba," balas Adriel yang sudah tidak diharuskan oleh Thalita.

"Sabar, sabar! Untung dia bukan calon istriku. Bila tidak, satu Minggu aku sudah serangan jantung karena setiap hari berdebat dengannya." Adriel mengelus dadanya berulang kali. Namun, dia sambil tersenyum melihat Thalita yang berlari karena takut padanya.

"Huh, lebih baik aku kembali kekamar buat istirahat, lumayan walau hanya setengah jam," ucap Adriel melirik jam mewah yang melingkar dipergelangan tangannya.

Lalu pemuda itupun meninggalkan ruang meja makan dan berjalan ke lantai atas tempat kamarnya berada.

Tiba didalam kamarnya, Adriel langsung memilih untuk istirahat terlebih dahulu, karena dari kemarin malam dia kurang tidur. Menjadi pimpinan perusahaan besar seperti Afkar group, tentunya tidak mudah. Apalagi selain dirinya tidak ada lagi yang bisa diandalkan.

BERSAMBUNG...

Memiliki Rasa Ini.

💐💐💐💐💐💐

HAPPY READING...

.

.

Malam pun tiba.

Saat ini Tuan Marcel dan Thalita sudah duduk di meja makan. Tinggal menunggu kedatangan Adriel yang masih berada di kamarnya. Namun, sudah ada sepuluh menit menunggu, yang di tunggu tak kunjung datang. Sehingga Tuan Marcel menyuruh Thalita untuk pergi melihatnya. Padahal tadi putranya sudah berpesan agar Thalita tidak masuk kedalam kamarnya.

"Sayang, coba kamu lihat Adriel di kamarnya, kenapa dia begitu lama. Jangan-jangan dia kembali tidur. Anak itu susah sekali bila dibangunkan." titah Tuan Marcel yang sudah tidak sabar bila menunggu terlalu lama.

Setengah jam yang lalu, beliau sudah membangunkan Adriel yang lagi tidur dengan nyenyak. Setelahnya dia kembali turun kelantai bawah. Jadi tidak tahu jika anaknya langsung mandi atau malah sebaliknya.

"Baik, Om. Tunggu Thalita lihat dulu." jawab gadis itu langsung meninggalkan meja makan. Lalu dia pun menaiki tangga satu persatu menuju kamar Adriel yang terletak di lantai dua.

Cek ... lek ...

"Huh!" begitu pintunya dibuka, si cantik Thalita menghela nafas panjang. Untung saja Tuan Marcel menyuruhnya melihat ke lantai atas. Kalau tidak, entah sampai kapan mereka berdua menunggu orang yang masih tidur.

"Pantas saja tidak turun-turun. Ternyata orangnya masih tidur." ucap gadis itu mendekati ranjang. Di tatapnya wajah tampan Adriel yang semakin tampan apabila sedang tidur. Wajahnya lebih tenang dan damai walaupun pekerjaannya di perusahaan menumpuk tak pernah ada habisnya.

"Kenapa kamu tampan sekali, sih? Apa kamu tahu kalau aku sudah dari dulu menyukaimu, tapi sayangnya kamu lebih tertarik sama si ulat bulu, daripada denganku entah sampai kapan rasa ini akan hilang,"

Gumam Thalita sebelum membangunkan sahabatnya. Walau bagaimanapun dia memendam perasaannya karena tidak ingin gara-gara dia menyukai sahabatnya sendiri. Membuat hubungan diantara mereka menjadi renggang. Namun, tetap saja perasaan yang dia miliki tidak bisa hilang dalam sekejap.

"Adriel, ayo bangun! Om sudah menunggu di meja makan." Thalita menggoyangkan tubuh Adriel dengan pelan. Ini bukanlah kali pertama dia membangunkan sahabat masa kecilnya itu. Tapi sudah sering, terkadang Tuan Marcel dengan sengaja menyuruh Thalita yang membangunkan Adriel. Sebab Adriel sangat tidak suka barang-barang miliknya di acak-acak oleh Thalita.

"Adriel, Adriel Raditya! Ayo bangun! Ini sudah hampir jam delapan." kembali menggoyangkan bagian bahu, karena Adriel tidurnya miring ke kiri tepatnya mengarah kearah dirinya.

"Adriel, ayo bangun!" mulai kesal. Pemuda itu bukanya bangun tapi semakin memeluk bantal guling.

"Adriel, ayo bangun! Kasihan sama om Marcel, dia sudah menunggu dari tadi."

"Eum! Sebentar lagi, Pa. Adriel masih ngantuk." jawabnya yang mengira kalau Thalita adalah ayahnya.

"Apa, papa! Aku dipanggil papa?" Thalita tersentak sambil menunjuk pada dirinya sendiri.

"Aaiish, kamu itu, ya. Adriel ini aku si cantik Thalita, bukan Om Marcel. Ayo cepat bangun!" Thalita langsung menarik paksa bantal guling tersebut. Lalu melemparnya ke sebelah Adriel.

"Papa, kenapa guling nya di ambil." protes tapi masih tetap dalam posisi tidur.

"Heh kacang panjang, ayo bangun!" Thalita yang benar-benar kesal, akhirnya memangil dengan sebutan kesayangan versi dirinya.

Melihat Adriel tidak kunjung bangun, meskipun sudah di panggil dengan nama kesayangan yang dibuat oleh gadis itu semenjak mereka berumur tujuh tahun.

Thalita pun berinisiatif untuk menarik Adriel dari atas ranjang. Akan tetapi bukan pemuda itu yang bangun. Tapi malah dirinya sendiri jatuh terjerembab di atas tubuh Adriel yang posisinya sudah menjadi telentang, sejak bantal guling a di rebut paksa.

Buuuuk ...

"Aaaakkkh!" Thalita terperanjat kaget. Begitu pula dengan Adriel. Merasa ada sesuatu yang menimpa tubuhnya. Membuat pria itu terbangun dan membuka mata dengan lebar.

"Cantik sekali," Puji Adriel didalam hatinya sambil menatap lekat wajah Thalita. Tapi pujian tersebut hanya berlaku sebelum dia tersadar dari terpesona melihat wajah cantik sahabatnya.

"Kamu mau apa? Apakah berniat untuk memperkosa ku?" menuduh karena Thalita karena berada diatas tubuhnya.

"Memperkosa! Ha ... ha ...! Adriel, dimana-mana yang memperkosa itu laki-laki. Bukannya perempuan." Thalita tertawa mendengar Adriel menuduhnya seperti itu.

"Mana tahu karena belum memiliki kekasih, membuat kamu ingin melakukan perbuatan tidak senonoh padaku." mereka berdua tetap berdebat, tapi tubuh keduanya masih saling menempel.

"Benarkah? Kalau kamu benar-benar menuduhku seperti itu, maka aku benar-benar akan mewujudkan keinginan mu." Thalita tersenyum sambil menatap mata Adriel karena berniat ingin mengerjainya.

Akan tetapi melihat Adriel juga menatap matanya membulat jantung Thalita berdebar-debar tidak menentu. Lalu dia berusaha menjauhkan wajah mereka.

"Adriel lepas! Aku mau bangun! Nanti ada yang melihat kita sedang seperti ini." ucap Thalita setelah bisa menguasai debaran jantungnya.

"Enak saja lepas! Jadi yang dari tadi berisik itu kamu, bukan papaku., tidak melepaskan Thalita tapi Adriel malah memeluknya erat pinggang gadis itu. Apabila ada yang melihat mereka berdua, pasti akan berpikiran yang bukan-bukan.

"Iya, aku. Memangnya kenapa? Ayo cepat lepaskan aku! Om Marcel sudah menunggu kita dari tadi.,seru gadis itu berusaha untuk bangun meskipun pinggangnya masih di dekap.

"Diam, jangan bergerak! Kamu membangunkan adik kecilku." ucap Adriel blak-blakan tidak disaring lagi.

"A--a--apa maksudmu?" pura-pura tidak tahu dari pada bertambah malu. Itulah yang sedang Thalita lakukan sekarang.

"Ck, aku lupa. Kalau Burung Merak sepertimu tidak tahu apa-apa."berdecak sambil merubah posisinya. Saat ini yang berada di atas adalah Adriel bukan Thalita

Deg ...

Deg ..

Jantung Thalita yang sudah tenang, kembali berdebar-debar karena ulah Adriel. Pemuda itu menatap wajahnya dengan intens. Entah apa yang sedang Adriel pikirkan.

"Adriel, Thalita! Apa yang kalian lakukan?" suara Tuan Marcel membuat keduanya terperanjat kaget dan langsung bangun dari atas ranjang.

"Om, to--tolong jangan salah paham! Apa yang Om lihat, tidak sama dengan apa yang sudah terjadi. Thalita akan jelaskan kenapa kami berdua bisa dengan posisi seperti itu." Thalita langsung mendekati lelaki paruh baya yang sudah dia anggapnya seperti ayah sendiri, karena takut beliau salah paham padanya.

BERSAMBUNG...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!