NovelToon NovelToon

Sorry, Thank You & I Love You

Part 1

Cinta. Apa yang ada dibenak kalian saat mendengar kata itu? Apakah menyenangkan atau malah mengingatkan kalian tentang sebuah rasa yang berakhir menyakitkan?

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Di dalam kamarnya, Xena asyik menonton drama china kesukaannya. Drama itu sedang banyak diperbincangkan. Diperankan oleh si tampan Yang Yang, aktor favorit Xena sekaligus aktor yang membawanya terjun dan menjadi penikmat drama china.

Senyum lebar tanpa paksaan menghiasi wajah cantik wanita yang memiliki tinggi 170 cm itu. Diapun mengubah posisinya yang tadi tengkurap menjadi duduk. Diulangnya adegan itu sampai beberapa kali. Itu adalah adegan ciuman yang dilakukan oleh para aktor utama.

Xena memang selalu mengulang, saat drama menampilkan adegan ciuman. Entahlah, dia senang saja melihat adegan-adegan seperti itu. Ah, apa ini efek dari kejombloannya?

Xena itu belum pernah sekalipun pacaran. Bahkan Cassie teman dekatnya sering menyebutnya sebagai jomblo free. Free disini bukan berarti bebas ya, tapi Free yang dimaksud adalah freehatin. Mengesalkan bukan?

Xena itu bukannya tidak laku, dia hanya sedikit pemilih saja. Dan entah karena terlalu sering nonton drama, Xena jadi berkeinginan untuk merasakan yang namanya jatuh cinta pada pandangan pertama. Lucunya lagi, Xena memiliki kriteria pria yang bisa dibilang diatas rata-rata. Tingginya kurang lebih 180cm, beralis tebal, hidung mancung, bibir kissable, mata bulat hitam, cocok menggunakan pakaian apapun dan bagian terpentingnya harus wangi.

Banyak orang yang menggunjing serta menertawakan kriteria Xena itu. Banyak dari mereka yang mengatakan kalau Xena akan menjomblo selamanya karena kriteria yang terlalu tinggi. Lalu kenapa? Kalaupun jomblo kan dia yang jomblo, bukan mereka. Xena tak pernah ambil pusing.

Berbicara tentang kriteria. Xena teringat kembali akan kejadian tadi pagi. Dimana takdir mempertemukannya dengan seorang pria yang mampu menarik perhatiannya. Hanya di detik pertama setelah dia menatap wajah si pria. Dan dahsyatnya lagi, pria itu sangatlah sesuai dengan kriteria cowok idaman Xena.

Getaran itu tak pernah dia rasakan sebelumnya. Wajah datar si pria yang tampak menakutkan malah menjadi pesona tersendiri untuk Xena.

Pagi tadi.

Sudah berapa bus yang lewat, tapi Xena tak kunjung naik. ‘’Kok penuh semua sih?’’ ucapnya disertai hembusan nafas berat. Setelah itu, dia membawa pandangannya menuju arah datangnya bus. Sudah 5 menit menunggu, tapi bus selanjutnya belum datang juga.

*****

‘’Maaf, permisi.’ Xena mendahului beberapa orang yang menghalangi jalannya. Beberapa kali dia melirik jam tangan di pergelangan tangannya, sambil terus melangkah dengan cepat menuju gedung perusahaan tempatnya kerja.

‘’Aduh, hati-hati dong!’’ Xena hampir mengumpat. Seorang pria baru saja menabraknya. Semakin kesal saja dia, saat si pria malah berlalu pergi, tanpa mengucapkan maaf. Jangankan maaf, menoleh saja tidak. Andai sedang tidak buru-buru, Xena pastikan akan mengejar dan memberi pria sombong itu pelajaran.

Dengan sedikit kesal, Xena kembali meneruskan langkahnya. Bisa kena omel dia kalau terlambat.

*****

‘’Xena …!’’

Xena menghentikan langkahnya. Dia celingak celinguk mencari sumber suara. Dia jelas tau suara siapa itu. Sedikit kesal juga, karena dibuat kaget oleh suara cempreng Cassie, si rekan kerja yang menjadi teman dekatnya sekarang. ‘’Ngapain teriak-teriak sih, bikin kaget aja! Oh ya, si botak …?’’

‘’Si botak lagi sibuk. Maklumlah, mau kedatangan Ceo baru, pasti lagi nyari cara untuk mengambil hatinya doi wkwkwkwk.’’

‘’Emang Ceo barunya udah ada?’’

‘’Sebentar lagi, yuk buruan.’’ Xena tak bergeming, wanita itu malah berdiri diam di tempatnya, menatap pintu lobby, dimana terdapat beberapa staf yang sudah berjejer, untuk menyambut Ceo baru.

Hanya dalam hitungan detik, Rolls-royce steptail, mobil mewah yang di bandrol dengan harga mencapai 184,8 milyar berhenti di depan lobby dengan seorang pria tampan yang keluar dari mobil itu. Mobil mewah ditambah pria tampan memang suatu perpaduan yang sempurna bukan?

Xena tak mampu berkedip, menatap kagum pada sosok pria yang hanya memakai celana jeans dan kemeja putih dengan dua kancing atas yang dibiarkan terbuka, matanya tak bisa tidak terpesona saat melihat bagian dada pria yang sebentar lagi resmi menjadi atasannya itu.

Seperti adegan slow motion, Xena masih terpanah melihat pria yang berjalan semakin dekat padanya, bukan padanya, lebih tepatnya pria itu berjalan semakin dekat dengan pintu masuk perusahaan. Xena memperhatikan cara berjalannya yang terlihat  seperti model papan atas, dengan membawa satu cup coffee di tangannya, jangan lupakan juga kacamata hitam yang bertengger manis di wajah tampannya serta jam tangan mahal yang sangat mampu menunjang penampilan sempurnanya.

Akhirnya takdir mempertemukannya dengan pria impiannya. Itulah hal pertama yang Xena pikir, saat melihat wajah tampan seorang Rayan Graham. ‘’Ah, apa sebentar lagi dia akan memiliki kekasih?’’ pikir Xena lagi yang sedikit kejauhan.

‘’Selamat pagi pak Rayan.’’ Semuanya kompak dengan posisi badan yang sedikit membungkuk seRayana menyambut kedatangan Ceo baru itu.

Bukannya mendapat pujian atau setidaknya ucapan terimakasih. Pria itu malah memarahi mereka yang katanya sudah banyak membuang waktu kerja.

‘’Kalau kalian semua menyambutku, lalu bagaimana dengan pekerjaan kalian? Apa perusahaan ini menggaji kalian hanya untuk santai-santai seperti ini? Buang-buang uang saja!!’’ ucapnya menohok yang membuat para staff sedikit ketakutan, tak terkecuali dengan Xena dan Cassie yang berdiri sedikit jauh.

‘’Dan kalian berdua.’’ Xena dan Cassie tersentak, saat Rayan menunjuk dan menghampiri.

‘’Mampus,’’ decak Cassie disertai rasa takutnya. Xena malah menyambut Rayan dengan senyuman lebar. Matanya tak bisa beralih, pria dengan tinggi sekitar 180 cm itu benar-benar mengalihkan dunianya.

Xena memperhatikan wajah Rayan, alisnya yang tebal, hidungnya yang mancung, bibirnya yang sexy dan jangan lupakan mata hitam bulatnya yang seolah mampu menarik Xena masuk kedalam pesona pria itu.

Semakin dekat Rayan, semakin kencang pula debaran jantung Xena. Tangannya sampai berkeringat dingin, karena sedikit grogi, saat akan berdekatan dengan sang pria yang hanya dalam beberapa menit ini sudah dia beri label sebagai calon pacarnya, yang nantinya juga akan menjadi calon suaminya.

‘’Kalian mau dipecat?’’ Rayan berucap dengan datar.

‘’Tidak pak,’’ kepala Cassie refleks tertunduk. Tatapan mematikan Rayan membuatnya takut dan tak berani untuk menengadah.

Berbeda dengan Xena yang hanya menggeleng. Matanya menatap dalam mata hitam dan berkilau milik Rayan. Bibirnya tak berhenti melengkung. Xena seakan lupa pada keadaan sekitar. Di matanya hanya ada Rayan seorang.

‘’Hans.’’ Rayan sedikit ngeri, dia memanggil asistennya.

‘’Hans, kupikir wanita ini gila,’’ ucapnya dengan nada biasa, tanpa mengecilkan suaranya dan tanpa memikirkan perasaan Xena yang mungkin saja akan tersinggung.

‘’Kok bapak tau?’’ Rayan kembali mengalihkan tatapannya, satu keningnya terangkat, menatap Xena dengan penuh tanda tanya.

‘’Bapak tau darimana kalau saya menjadi gila karena bapak?’’ Oh astaga, apa Xena sadar akan ucapannya barusan? Itu sedikit memalukan bukan, mengingat mereka baru pertama bertemu dan terlebih lagi pria itu adalah atasannya.

‘’Xen,’’ Cassie menyenggol Xena dengan sikunya. Xena teralihkan, wanita itu sadar dan buru-buru mengubah ucapannya. ‘’Maksud saya, bapak adalah tipe atasan yang akan membuat karyawan gila.’’ Astaga apa lagi ini? Kenapa ucapannya malah semakin ngawur?

Xena menutup matanya, senyum yang tadinya cerah berubah jadi canggung, saat melihat wajah tampan Rayan yang tadinya datar dan pucat, kini sudah berubah datar dan merah, karena menahan kesal padanya. Tatapan penuh intimidasi Rayan, tentu mampu menciutkan nyali Xena.

‘’Ma - maaf pak, saya tidak bermaksud. Pikiran dan mulut saya tidak sejalan.’’ Ada-ada saja bukan, alasan yang diberikan Xena. Beberapa karyawan sampai menggeleng, karena tingkah Xena itu, sedangkan Rayan, pria itu berdecak kesal, membalik badannya dan berlalu pergi begitu saja.

‘’Hans, pecat wanita itu!’’ ucapnya setelah masuk ke ruangan kerjanya.

Bersambung.....

Visualnya Xena

Part 2

2 minggu lalu

Rayan duduk dan mengobrol santai dengan om Daniel. Ditemani segelas cappuccino, keduanya berbincang tentang beberapa issue terbaru di dunia bisnis.

‘’Ray, tadi pagi papamu telepon. Kau tau bukan apa yang dia katakan?’’

Rayan mengangguk, lalu mengambil gelas cappuccino nya yang tinggal setengah dan menyesapnya habis. ‘’Ray masih betah disini om, masih banyak yang harus Ray pelajari.’’ Pria 25 tahun itu bukannya tidak ingin mewarisi perusahaan keluarganya. Dia hanya merasa belum siap akan tanggung jawab sebesar itu.

‘’Posisi mu nanti, akan membuatmu belajar banyak hal Ray.’’

Rayan menggeleng, nampak kekhawatiran di manik hitamnya. ‘’Rayan nggak yakin om. Memegang perusahaan sebesar itu?’’ Tak percaya diri, takut terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, apalagi mengingat banyaknya karyawan yang berjuang mempertaruhkan nasib di perusahaan mereka.

Sebagai anak tunggal bisnisman ternama, tentu saja memberikan tekanan tersendiri untuk Rayan. Takut tak bisa mengimbangi sang papa, takut gagal dan malah mengecewakan semua pihak yang sudah mendukungnya.

‘’Kamu bisa Ray, om yakin itu.’’

Rayan tersenyum datar. Pikirannya berkecamuk.

‘’Ray, bagaimana kalau kamu menjadikan ini sebagai tantangan? Kau suka tantangan bukan?’’

‘’Mana bisa aku bermain-main dengan masa depan banyak orang om?’’

Om Daniel tersenyum. ‘’Memangnya kamu berniat main-main?’’

Rayan menggeleng dengan cepat, bikin om Daniel tertawa. ‘’Lakukan tugasmu dengan baik, selesaikan semua halangan yang akan menghadang dan membuatmu jatuh. Om yakin kamu mengerti maksud om.’’

‘’Kalau gagal?’’

‘’Om pikir kamu tidak punya sikap ini.’’

‘’Maksud om?’’

‘’Sejak kapan kamu jadi tidak percaya diri seperti ini? Rayan yang om kenal adalah Rayan yang selalu berusaha memberikan yang terbaik, tak peduli dengan apa yang menghalanginya.’’

‘’Kali ini berbeda om, ini menyangkut banyak orang.’’

‘’Kamu hanya perlu melakukan yang terbaik, seperti biasanya. Sudahlah, om tidak terbiasa melihat sikap pesimis mu ini.’’ Om Daniel berdiri, menepuk pundak kanan Rayan dan berlalu  masuk ke kamar.

Sedangkan Rayan, pria itu masih duduk, memikirkan ucapan om Daniel. Ya, benar kata om Daniel, cepat atau lambat dia tetap akan menggantikan posisi papanya. Melakukan yang terbaik? Bukankah itu keahliannya? Kepercayaan dirinya perlahan kembali.

Baru saja Rayan berdiri dan dia sudah kembali duduk. Cinta pertamanya menelpon. ‘’Ray, kenapa lama sih jawab teleponnya?’’

Rayan malah tersenyum. Kali ini apalagi? Drama apalagi yang akan dimainkan mamanya? Dengan sabar Rayan menanti. Pria itu meletakan ponselnya diatas meja, loudspeaker diaktifkan. Lalu dia mengambil majalah bisnis yang tadi sempat dibaca om Daniel.

‘’Ray, jantung papamu kumat!’’ Bukannya khawatir, Rayan malah menggeleng, tersenyum, meletakan majalah dan mengambil ponselnya lagi. Rayan jelas tahu, kalau mamanya (Mama Liana) sedang berbohong. Ini bukan pertama kalinya dan Rayan sudah hafal setiap trik yang dilakukan mama Liana. Lagian, sejak kapan papanya punya penyakit jantung?

‘’Minggu depan Ray pulang ma.’’ Untung saja Rayan tidak mendekatkan ponsel di telinganya. Bisa sakit telinganya, saat mamanya berteriak nyaring, saking senangnya mendengar kabar kepulangan Rayan. Maklumlah, sudah hampir 7 tahun sejak Rayan memutuskan menetap di Prancis, bersama om Daniel, adik dari papanya.

‘’Ini beneran ‘kan? Kamu nggak lagi nge prank mama ‘kan?’’ Mama Liana memastikan, takut Rayan berbohong dan hanya mengerjainya.

‘’Emang aku pernah boong sama mama?’’

‘’Pake ditanya segala.’’ Mama Liana cekikikan, tak lama terdengar lagi sorak senangnya. Rayan juga mendengar, saat mama Liana berteriak memanggil papa Williams dan memberitahu tentang kepulangannya.

‘’Beneran Ray?’’ Kali ini papa William yang bertanya.

‘’Iya pa, minggu depan aku pulang dan tolong jangan menjemputku di bandara.’’ Rayan memperingatkan, karena tau bagaimana sikap mamanya. Paruh baya itu mungkin saja akan mengajak tetangga sekompleks, saat datang menjemputnya.

‘’Dan jangan ada sambutan apapun ma, please, oke?’’

Cibikan kesal terdengar jelas, ‘’iya!’’ Rayan tersenyum sebelum mengakhiri panggilan telepon.

*****

Seminggu kemudian.

‘’Hallo ma, aku udah nyampe bandara, ya.’’ Rayan menelpon mama Liana, begitu dia tiba di bandar udara Soekarno Hatta. Mereka berbincang hampir 5 menit, sebelum Rayan mengakhiri telepon.

Rayan, pria itu melangkah dengan santai, tanpa peduli pada banyaknya kaum hawa yang melempar tatapan kagum untuknya. Mau seberapa cantik pun mereka, tak mampu menarik perhatian Rayan. Maklumlah, pria itu sudah memiliki tambatan hati.

Disinilah dia sekarang, di depan salah satu apartemen mewah yang terletak di kompleks The Dharmawangsa, Jakarta Selatan.

‘’Ray ….’’ Sudut bibirnya naik, menatap wanita cantik yang melangkah cepat ke arahnya. Ya, wanita itu, wanita yang 10 tahun ini menempati hatinya, tanpa wanita itu tahu.

Semakin cantik saja wanita itu, dengan rambutnya yang dipotong pendek, puji Rayan dalam hatinya. Diperhatikannya terus, Sana yang melangkah semakin dekat. Ah, hanya wanita ini yang bisa bikin Rayan deg degan.

‘’Ray, kapan nyampe?’’ tanya Sana saat berdiri di depan Rayan. Bukannya menjawab, Rayan malah menarik Sana dalam pelukannya. Tak ada perlawanan, Sana ikut membalas pelukan Rayan.

‘’Aku kangen banget sama kamu.’’ Rayan mengeratkan pelukannya. Ringisan pelan dibuatnya, saat Sana sengaja mencubit pinggangnya.

‘’Kangen, tapi nggak pernah pulang!’’

‘’Ya kan hampir setiap bulan kamu ikut mama ke Perancis.’’ Rayan kembali mengeratkan pelukannya yang tadi sedikit kendur.

‘’Pelukan kok nggak ngajak-ngajak?’’ keduanya teralih. Suara tak asing menyapa indera pendengaran mereka.

‘’Kapan nyampe yang?’’ Mata dan telinga Rayan terbuka lebar. Spontan dia menatap Sana, yang masih ada dalam dekapannya. Yang? Sana manggil Aldo yang? Ini pendengarannya yang salah, atau ?

‘’Na, kamu barusan manggil Aldo apa?’’ tanyanya ingin memastikan. Sana tersenyum, melepas pelukan Rayan dan melangkah, memeluk pinggang Aldo.

Deg!

Apa ini? Apa yang terjadi? Semakin gelisah saja Rayan, melihat Aldo yang baru saja melabuhkan bibirnya di kening Sana. Dua muda mudi itu saling melempar senyum, sinar mata mereka tak bisa berbohong, keduanya sedang  berbunga-bunga dan itu benar-benar menghancurkan harapan Rayan, yang sebenarnya sudah berencana untuk mengungkapkan perasaannya pada Sana.

Rayan pikir selama ini Sana menyukainya, melihat sikap wanita itu yang selalu datang mengunjunginya di Perancis.

‘’Kalian ….?’’ Rayan tetap bertanya, hanya untuk memastikan.

‘’Kemarin Aldo nembak aku Ray,’’ jawab Sana dengan senyumnya yang lebar. Terlihat jelas, sangat jelas kalau wanita itu sangat bahagia. Binar matanya seolah memberitahu, betapa dia menyukai Aldo, pria yang juga adalah sahabat Rayan.

Sakit? Tentu saja, tapi Rayan mencoba santai, seolah senang dengan berita kencan Sana dan Aldo. Rayan pun melangkah mendekat pada keduanya. ‘’Selamat ya buat kalian.’’ Lalu tangannya terangkat, mengacak rambut wanita yang baru saja mematahkan hatinya itu. ‘’Udah nggak jomblo lagi dong sekarang,’’ ucapnya seperti meledek, tapi siapa yang tau, bagaimana susahnya dia mengontrol emosi saat ini.

‘’Ya dan kapan kamu akan menyusul?’’ Pertanyaan Aldo mengalihkan pandangan Rayan dari Sana.

‘’Menyusul? Ah aku tidak punya keinginan itu sekarang.’’

‘’Kenapa? Ingat umur loh Ray.’’ Sana melayangkan protesnya. Rayan tersenyum getir, menatap Sana dengan tatapan pilu. Bagaimana mau punya pacar, sedangkan wanita yang dia sukai sudah menjadi kekasih dari sahabatnya? Cintanya layu sebelum mekar. Ceritanya usai sebelum sempat memulai.

Aldo, pria itu hanya menatap tanpa mengatakan apa-apa.

Hampir setengah jam dihabiskan Rayan bersama Sana dan Aldo. Akhirnya dia pun pamit, tak bisa lagi menahan cemburu, karena kedua muda mudi itu, selalu pamer kemesraan.

‘’Kok cepat banget.’’ Sana sedikit keberatan, saat Rayan berpamitan.

‘’Kamu tahu sendiri bagaimana mama, dia bisa mengomel, kalau aku nggak cepat sampai di rumah.’’ Terpaksa Rayan menjual nama mamanya, karena tak punya alasan lain lagi, untuk segera pergi dan menjauh dari Sana dan Aldo.

‘’Sudahlah yang, kan bisa ketemu lagi nanti.’’ Semakin panas saja hati Rayan, saat melihat Aldo mengelus lembut puncak kepala Sana. Dulu, dia juga sering melakukan hal serupa, tapi sepertinya sekarang tak akan lagi.

Seminggu sejak kejadian itu, tak pernah sekalipun Rayan bertemu Sana ataupun Aldo. setiap kali Sana atau keduanya datang, Rayan selalu pura-pura tidur. Kadang kala dia juga menyuruh orang tua atau ART rumahnya untuk berbohong, mengatakan kalau dirinya sedang tidak berada di rumah.

Seminggu ini Rayan benar-benar memutuskan komunikasi dengan Sana. Chat Sana tak pernah dibalas, telepon Sana juga tak pernah diangkat lagi. Tak mudah bagi Rayan, untuk menerima hubungan Sana dan Aldo. jadi, untuk sementara dia ingin menjauh.

*****

‘’Tampan sekali anak mama,’’ sambut mama Liana pada Rayan yang baru duduk di meja makan, dengan hanya menggunakan pakaian santainya.

‘’Kamu mau pake baju itu ke kantor?’’ tanya papa tanpa mengalihkan perhatiannya dari piring, fokus pada sarapannya.

‘’Iya pa, nggak masalah kan?’’

‘’Ya nggak masalah dong Ray, kenyamanan adalah nomer 1.’’ Papa hanya mendesah pelan, mendengar jawaban istrinya yang sok bijak.

‘’Ray, Sana sama Aldo pacaran sekarang?’’ Rayan terdiam, roti yang baru diambil diletakan lagi.

‘’Ray nggak ikut sarapan ya ma, dikantor aja nanti.’’ Papa Williams menghentikan makannya. Menatap Rayan dengan penuh tanda tanya. Mama Liana sudah memberikan tatapan tajamnya. Semakin bingung saja papa Williams.

‘’Nggak peka banget sama perasaan anak sendiri!’’ Papa William hanya diam, menatap bingung pada sang istri yang juga melenggang pergi, tanpa menghabiskan sarapannya.

‘’Mereka kenapa sih?’’ monolog papa William.

*****

‘’Stop pak.’’ Rayan meminta sopir untuk menghentikan mobil, di gerai starbuck yang hanya berselang 2 gedung dari gedung perusahaannya.

Rayan melangkah santai, ‘’Aduh, hati-hati dong!’’ Rayan dibuat kaget, saat seorang wanita tiba-tiba berucap dengan nada kesal. Rayan tak mempedulikan, pria itu meneruskan langkahnya tanpa sama sekali melirik untuk menatap. Toh wanita itu yang menabraknya.

Bersambung .....

Kata-kata tak akan berhasil tanpa sebuah tindakan. Cinta tak akan berhasil tanpa sebuah ungkapan.

Visual Rayan

Part 3

‘’Wanita tadi, siapa namanya?’’ Rayan kembali bertanya tentang Xena. Bukan karena tertarik ya, tapi karena masih menyimpan kesal akan sikap Xena, yang dinilai tak sopan. Tadi Hans sempat memberitahu, Rayan tak bisa memecat Xena, karena peraturan yang sudah dibuat oleh pak William. Dimana perusahaan tidak bisa memecat karyawan, kecuali jika karyawan yang bersangkutan telah melakukan kesalahan yang fatal.

‘’Saya tak hafal nama semua nama karyawan pak!’’ Hans menjawab langsung. Toh dia tidak mungkin menghafal nama seluruh karyawan, apalagi mengingat jumlah karyawan DS Group yang jumlahnya sampai puluhan ribu.

‘’Terserah mau bagaimana. Kuharap tak melihat atau bertemu dengan wanita itu. Baik disengaja ataupun tidak disengaja!’’ Rayan membanting tubuhnya di kursi kerja. Sungguh, pagi harinya menjadi lebih buruk karena Xena, setelah tadi pagi si papa membahas tentang hubungan sana dan Aldo.

‘’Baik pak.’’ Hans pamit keluar.

*****

Di departemen ahli gizi, Xena malah bergosip tentang ketampanan Rayan. Wanita itu tak segan untuk memberitahu, dirinya telah terpikat pesona sang atasan. Dia bahkan menyebut Rayan sebagai calon pacar, di depan rekan kerjanya.

‘’Ck, Pd sekali kamu. Lagian mana mau pak Rayan dengan wanita sepertimu!’’  Xena berhenti berucap, saat mendengar seorang rekan kerja yang merendahkannya. Lebih kesal lagi. Saat wanita itu memberikan senyum remehnya.

‘’Ya apa salahnya? Menyukai seseorang itu gratis dan tak ada larangannya. Lagian pak Rayan kan manusia aku juga manusia, apanya yang tidak mungkin? Dan kupikir, aku lumayan cantik, lumayan pintar, dan lumayan menarik di mata pria. Iya nggak Sis?’’ Hanya dengan satu serangan, rekan kerjanya itu langsung diam. Ya namanya juga Xena, mamanya bahkan pernah berkata, kalau Xena adalah pendebat nomer 1 di keluarga mereka.

‘’Ya, aku mendukungmu, walau nggak yakin dengan hasilnya.’’ Cassie cengengesan, Xena langsung berdecak, tapi tak lama sudah kembali tersenyum.

‘’Mbak, mas dan kakak-kakak yang baik hati, doakan ya, agar pak Rayan cepat jadi pacarku. Makin banyak yang berdoa kan makin cepat dikabulkan Tuhan hehehe.’’ Xena memanggil rekannya dengan sebutan seperti itu, karena memang usia mereka yang terpaut cukup jauh. Untuk Cassie, wanita itu hanya lahir sedikit lebih cepat darinya hanya beda 3 bulan saja. Jadi, Xena hanya memanggil namanya tanpa embel-embel kakak ataupun mbak.

‘’Cukup menakutkan juga melihatmu jatuh cinta seperti ini. Ah, tapi nggak masalah, keluarkan saja semua usaha yang sudah kau simpan selama 22 tahun ini hehehehe.’’

Xena pura-pura kesal, wanita itu sedikit mendorong kursi Cassie, menyuruh Cassie untuk kerja dan dia juga melakukan hal yang sama.

Xena kembali tersenyum, sebelum memulai pekerjaannya. Wajah Rayan kembali menghiasi pikirannya. Ah, Xena benar-benar sudah masuk dalam pesona atasannya itu. ‘’Tuhan sekali ini saja, tolong berikan pak Rayan untukku,’’ ucapnya dalam hati dan setelahnya sudah mulai melakukan pekerjaannya.

Cepat sekali waktu berjalan, dan pekerjaan semakin banyak saja. Ah menyebalkan, kenapa sih, si botak selalu menambah pekerjaannya di jam-jam mepet, dekat jam pulang kerja?

‘’Kerjakan secepatnya. Besok pagi laporannya harus sudah ada di ruanganku.’’ Xena mengulang ucapan si botak, saat memberinya pekerjaan tambahan tadi. Sialnya Xena tidak bisa membantah dan pasrah saja. Nasib bawahan emang, tak bisa berkutik, kalau atasan sudah mengeluarkan perintah.

‘’Sebenarnya aku ini ahli gizi atau apa sih? Kenapa semua hal aku yang kerjakan? Tau gitu, mending aku saja yang jadi kepalanya.’’ Xena menggerutu. Menatap jam di layar laptop.

Sudah hampir jam 7 malam dan dia masih mengerjakan PR dari si botak. Entahlah, Xena kadang bingung, sebenarnya kualifikasi apa yang dimiliki si botak, sampai dia diangkat menjadi kepala departemen ahli Gizi? Mengingat si botak yang menurutnya tidak memiliki pengetahuan yang baik, terkait profesi mereka.

Si botak hanya bisa menyuruh dan menyuruh. Setelahnya, si botak lah yang akan mendapat pujian dari para atasan.

‘’Begini nih kalau terlalu rajin di tempat kerja, akhirnya malah dimanfaatkan.’’ Mulutnya masih komat kamit, melampiaskan kekesalannya pada si botak. Xena mengedarkan pandangannya, hanya tersisa 4 orang diruangan itu, yang juga ikut lembur bersamanya.

Xena pun kembali fokus pada pekerjaannya, agar bisa cepat selesai. Sesekali dia mencomot cemilan keripik yang memang sengaja dia letakan di meja kerjanya, sebagai teman kala dia lembur seperti sekarang.

40 menit kemudian, Xena menutup laptopnya. Merilekskan jari-jari tangannya yang terasa kaku, ‘’akhirnya kelar juga.’’ Cepat-cepat Xena mengambil tas dan ponselnya. Berpamitan pada rekan lainnya, lalu sedikit berlari keluar dari ruangan, seperti hendak mengejar sesuatu.

Tak langsung pulang, Xena malah berdiri di bawah gedung, memandang satu ruangan yang ada di lantai 10. Ruangan itu sudah nampak gelap, tanda tak ada siapapun disana.

Xena mendesah pelan, wajahnya tampak manyun. ‘’Sudah pulang ternyata,’’ Dia pun berbalik, membawa langkahnya menuju pintu keluar. Si botak kembali disalahkan, menjadi penyebab Xena tak bisa melihat Rayan, sebelum pulang kerja.

Ah, padahal dia ingin sekali mengucapkan selamat malam pada pria impiannya itu. Selain itu, dia juga sedikit merindukan Rayan dan sangat ingin melihat wajah sang pria. Lucu bukan, baru juga tadi pagi dia mengenal Rayan dan sekarang dia sudah merasakan yang namanya rindu?

‘’Apa jatuh cinta itu seperti ini, selalu ingin bertemu dan melihat wajahnya?’’ gumam Xena kembali melirik ruangan.

‘’Kalau nyetir hati-hati dong pak.’’ Xena mengomel, karena hampir ditabrak mobil. Eh tunggu dulu, Xena mundur beberapa langkah, memperhatikan mobil itu dari depan dan samping. Dia membawa langkahnya lagi, menelisik sisi belakang mobil.

‘’Mobil ini kan….?’’ Tak meneruskan ucapannya lagi, Xena buru-buru mengetuk kaca mobil.

‘’Pak bukain dong, ada yang mau saya omongin. Penting!’’ ucapnya bersungguh-sungguh.  Wanita itu tersenyum, saat melihat wajah tampan Rayan, saat si empunya mobil sudah menurunkan kaca mobil.

‘’Apa?’’ tanya Rayan acuh tak acuh.

‘’Pak Rayan udah punya pacar belum? Kalau belum, bisa pertimbangkan saya?’’

Rayan membeo. Semakin ilfil saja dia dengan Xena. Wanita itu jelas bukan tipenya, bukan karena kurang cantik, tapi lebih ke sifat Xena yang pecicilan dan Rayan tak suka itu. Dia suka wanita mandiri, menawan, anggun dan tak banyak bicara. sana contohnya. Pokoknya Xena sangatlah jauh dari tipe wanita yang Rayan sukai.

Hampir saja tangan Xena kejepit kaca mobil, saat dia dengan tiba-tiba menahan kaca mobil Rayan yang akan dinaikan oleh pria itu. ‘’Kamu gila ya!?’’

Xena menggeleng. ‘’Bagaimana pak, mau nggak jadi pacar saya?’’

Rayan memberikan tatapan anehnya. Wanita seperti apa yang ada di depannya ini? Bagaimana bisa ada wanita yang meminta seorang pria menjadi kekasihnya, bahkan belum genap 24 jam sejak mereka bertemu.

‘’Nggak tertarik! dan ini,’’ tunjuk Rayan pada tangan Xena yang masih menahan kaca mobilnya. ‘’Singkirkan tanganmu!’’

‘’Loh kenapa nggak tertarik pak? Saya kurang menarik apa gimana?’’ Lalu Xena menggeleng, ‘’ah, tapi pak, sepertinya nggak ada yang kurang dari saya. Saya cantik, tinggi, langsing, pintar, putih, mata saya bulat dengan hidung yang mancung. Sepertinya bapak nggak ada alasan deh buat nolak saya, iya kan?’’

Stok kesabaran Rayan semakin menipis. Bisa cepat beruban dia, kalau terus di dekat Xena. Rayan pun menyingkir paksa tangan Xena, lalu kembali menutup kaca mobil. Tak peduli pada Xena yang kembali mengetuk kaca mobilnya. ‘’Jalan pak,’’ suruhnya pada sopir.

Xena diam sejenak, memandangi tubuhnya sendiri. Sangat menarik kok, tubuhnya juga bagus, pikirnya, lalu kembali menatap mobil Rayan yang semakin menjauh.

‘’Apa pak Rayan nggak PD ya punya pacar secantik aku? Ah, tapi kan dia tampan jadi pas dong. Ya dimana-mana cowok tampan kan pasangannya harus cewek cantik.’’

*****

‘’Belum tidur kamu? Nonton lagi?’’ Xena dikagetkan oleh suara mamanya, yang entah sejak kapan dan sekarang sudah berdiri di samping tempat tidurnya.

‘’Bentar lagi ma, nanggung nih.’’ Xena kembali memperbaiki posisi duduknya, kembali meneruskan drama yang tadi sempat terpotong oleh lamunan indahnya tentang Rayan. Pria tampan beralis tebal, yang sekarang menambah deretan mimpi dan keinginan yang harus Xena capai.

Menjadi pacar Rayan adalah mimpi terbaru Xena sekarang dan dia pasti akan melakukan apapun untuk mengejar mimpinya itu. Secara, Xena kan orangnya pantang menyerah.

‘’Tidur atau laptopnya mama sita.’’

Ya sudahlah, Xena mengalah. Wanita itu sedang tak ingin berdebat. Laptopnya langsung dimatikan, selimutnya ditarik hingga menutupi seluruh tubuhnya. Bukannya tidur, Xena malah kembali memikirkan Rayan dan cara-cara yang harus dia lakukan, untuk bisa menjadi pacar dari lelaki yang menjadi targetnya itu.

‘’Tuhan, tolong berikan pak Rayan untukku,’’ mohonnya pada Tuhan.

Bersambung .....

Bila rindu ini masih milikmu, kuhadirkan sebuah tanya untukmu, harus berapa lama aku menunggumu?

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!