Kasih duduk seorang diri di taman belakang sekolah. Ia menghirup udara segar sambil mejamkan mata, dan tersenyum tipis.
Di sekolah, Kasih hanya memiliki satu orang sahabat yang bernama Citra, namun karena Citra tidak masuk sekolah, sehingga hari ini Kasih hanya duduk seorang diri.
"Selamat makan." Ucap Kasih pada dirinya sendiri sambil membuka kotak bekal yang berisi nasi putih dan telur ceplok.
Sreeeeettttt.
Baru satu suapan saja. Tiba-tiba, seseorang merampas kotak bekal yang di pengan oleh Kasih.
Kasih menutup matanya sesaat lalu membukanya. Dan melihat siapa yang kini sedang berdiri di hadapannya. Siapa lagi jika bukan geng onar yang terdiri dari tiga gadis yang bisa di bilang menjadi primadona di sekolah.
"Dasar gem*bel. Loh itu gemb*bel ngak layak dan gak level untuk sekolah di sini" kata Sisil dengan sinis, ketua geng.
"Gue juga ngak mau sekolah di sini dodol, tapi mau bagaimana lagi. Gue pintar dan dapat beasiswa." Kata Kasih namun hanya dalam hati saja. Karena tidak bisa dan mungkin tidak akan mampu melawan geng yang terdiri dari tiga gadis yang sangat menyebalkan.
"Makananku." Ucap Kasih, saat kotak bekalnya di lempar oleh Ayu, ke tong sampah.
"Kenapa kalian suka sekali menggangguku? Kenapa?" Teriak Kasih. Karena semenjak menjadi siswi baru di sekolah ini, Kasih selalu saja mendapatkan bullyan dari siswa-siswi yang juga bersekolah di sini.
"Karena loh miskin. Dan loh! Ngak layak untuk sekolah di sini" Ucap Mia.
Sisil, Ayu dan Mia serentak tertawa saat melihat Kasih mengambil kotak bekal yang berada di dalam tong sampah.
"Loh layak makan sampah itu." Kata Sisil
Kasih hanya diam, dan mengambil kotak bekalnya dan membuang sisa makanan yang baru satu kali suap ia makan.
"Loh jangan pernah menampakkan diri di hadapan gue. Jika berani, maka loh akan gue siksa." Kata Sisil mengancam Kasih.
Setelah itu Sisil dan geng berjalan menjauh sambil tertawa. Kesenangan bagi Sisil dan geng adalah kesengsaraan bagi Kasih. Bagaimana tidak! Semenjak Kasih masuk sekolah ini, dan siswa tahu apa pekerjaan orang tua Kasih, maka Kasih sudah menjadi tager bagi mereka. Target untuk menjadi bahan tertawa bagi mereka semua.
Kasih menghembuskan nafasnya secara kasar. Ia berharap dua tahun akan segerah berkahir. Agar penderitaannya di sekolah ini cepat berakhir.
•••••
"Hey bro. Loh tahu kan, kalau ada siswi baru di kelas XI Ipa 1. Katanya dia canti, tapi yah gitu bro." Ucap Fajar, sahabat Putra
"Hm." Putra memejamkan matanya sambil berbaring di kursi yang berada di pinggir lapangan basket.
"Loh ngak ingin bersenang-senang?" tanya Fajar. Karena biasanya jika ada siswa-siswi yang pindahan maka Putra akan dengan senang hati memberikan mereka pelajaran.
"Gue ngantuk." Kata Putra tanpa ingin di bantah sedikit pun.
"Kalau begitu gue masuk kelas dulu. Pengen ketemu sama Sisil."
"Hm."
Beberapa saat kemudian.
"Breng*sek... Kenapa sekolah ini penuh dengan siswa dan siswi yang tidak bermoral." Teriak Kasih tanpa memperhatikan jika ada seseorang yang kini sedang berbaring di kursi.
Lalu Kasih mengambil bola dan di lemparkan ke ring basket. Membuat Putra yang tertidur merasa terganggu.
"Woi...." Teriak Putra, hingga membuat Kasih kaget dan spontan memengang da*danya.
"Loh ngak lihat! Kalau gue lagi tidur?" tanya Putra dengan tatapan tajamnya sambil berjalan menuju Kasih yang kini sedang berdiri di tengah lapangan basket.
"Kamu sendiri salah. Kenapa harus tidur di sana." Jawab Kasih.
Putra menautkan satu alisnya menatap gadis yang kini berdiri di hadapannya dan berani melawan dirinya.
"Kau tidak mengenalku?" tanya Putra.
"Kau siswa, dan yang pastinya kau salah satu siswa yang menyebalkan." Jawab Kasih.
"Hm." Putra menarik sudut bibir atasnya membuat seutas senyum yang tipis yang sulit untuk di lihat.
"Sepertinya dia bisa menjadi permainanku" Batin Putra.
"Kenapa menatapku seperti itu? Apa ada yang salah?" tanya Kasih.
Putra hanya diam, ia berjalan semakin mendekat dan membuat Kasih menjadi ketakutan. Kasih berjalan mundur dan Putra semakin maju mendekat. Kasih terus berjalan mundur dan terjatuh kala kakinya tersandung satu sama lainnya.
"Auhhh.." Ringis Kasih
Putra tertawa sinis
"Harusnya kau membantuku, bukan menertawakanku." Omel Kasih,
Dan Putra memberikan tangannya ke hadapan Kasih memberikan pertolongan agar Kasih bisa berdiri kembali. Namun saat Kasih ingin menautkan tangannya dengan tangan Putra. Putra justru menarik tangannya.
"Jangan harap, loh bisa menyentuh tangan gue ini." Kata Putra sambil berjalan melewati Kasih yang masih dengan posisi terjatuh di lantai lapangan basket.
"Menyebalkan!" teriak Kasih.
Saat ini Kasih sedang berada di dalam kelas, dan sedang duduk sambil membaringkan kepalanya di atas meja dengan kedua lengan yang menjadi bantalannya.
"Kas, loh ngak keluar?" Ajak Citra yang merasa bosan di dalam kelas.
"Ngak Cit."
"Ngak bosan apa? Di dalam kelas mulu?"
"Ngak."
"Kas, ayo kita keluar."
Kasih langsung mengangkat kepalanya dan menatap wajah Citra.
"Cit, mau di luar atau di dalam kelas. Bagi gue semua sama saja. Sama-sama membosankan. Dia manapun gue berada, gue dan loh selalu di anggap ngak ada dan selalu di bully. Jadi mending kita di sini aja."
"Tapi Kas. Loh tahu hari ini itu pertandingan basket antar sekolah, dan loh tahu kan, Putra ikut pertandingan."
"Gue ngak tahu, dan ngak mau tahu."
Citra langsung meraih tangan Kasih, dan menarik Kasih dengan paksa.
"Ayo kita ke lapangan. Gue pengen banget lihat pertandingan basket."
Dengan perasaan yang malas, terpkasa Kasih berjalan mengikuti langkah sabahatnya, yang sangat ingin melihat pertandingan basket.
Setibahnya di sana, pertandingan sudah di mulai. Para siswi teriak serentak menyebut nama sekolah mereka, dan menyebut satu nama para pemain. Ya, siapa lagi jika bukan Putra, kapten basket yang menjadi incaran para siswi terutama geng yang sangat terkenal di sekolah mereka, yang terdiri dari tiga gadis yang bernama Sisil, Ayu dan juga Mia.
Kasih terpukau pada satu pria yang juga berada di dalam lapangan basket. Yang kini sedang ikut bermain bertanding bola basket. Tapi pria itu, bukan berasa dari sekolah mereka melainkan dari sekolah lawan.
"Keren." Gumam ucap Kasih menatap takjub pada pria yang bernama Dito.
"Putra, Putra, Putra." Teriak semua siswi secara serentak.
"Apa sih kerennya dia?" Gumam Kasih, yang mendengar teriakan atas nama Putra, dan terlebih lagi Citra sahabatnya juga ikut mengidolakan pria yang menurutnya biasa-biasa saja. Ya, walaupun tidak bisa di pungkiri wajah Putra memang sangat tampan, tinggi yang sempurna, dan juga gaya berpakaian yang begitu sangat keren. Namun, bagi Kasih, semua itu biasa-biasa saja di matanya.
"Kas, Putra itu keren banget loh. Selain tampan, dia juga juga pemilik sekolah ini loh."
"Ngak urus. Mau dia pemilik sekolah, atau dunia pun gue ngak urus sama sekali. Toh, hidup gue ngak bergantung sama dia." Jawab Kasih.
Dan saat Dito memasukkan bola di dalam ring basket. Spontan Kasih langsung berdiri berteriak sekencang mungkin...
"Dito, kamu keren..."
Dito, nama yang Kasih tahu karena membaca punggung belakang baju bola bakset yang di pakai oleh Dito.
Serentak para siswa dan siswi yang menontong menoleh ke arah Kasih. Menatap Kasih dengan tatapan yang tajam
Tentu, bagaimana tidak? Secara Kasih terang-terangan bersorak membela lawan di dalam sekolag mereka.
"Dasar, biang onar." Kesal Sisil.
Sedangkan Dito, ia tersenyum di dalam lapangan melihat wajah Kasih yang terlihat sangat imut dan menggemaskan. Dan berbeda dengan Putra, kini wajahnya menjadi merah, Putra menahan amaran karena untuk pertama kalinya, ada siswi di sekolahnya yang di depan matanya mendukung sekolah lain.
"Kas.. Lihat semua menatap loh."
"Mati gue." Ucap Kasih sambip menutup wajahnya dan langsung berjalan menunduk.
Namun baru berapa langkah, Kasih langsung berheti kala Sisil dan gengnya kini berada di hadapannya.
"Mampus" Batin Kasih. Yang seakan tahu jika sebentar lagi dirinya akan mendapatkan hukuman dari geng yang sangat mengidolakan Putra.
"Loh bilang apa tadi?" Tanya Sisil dengan kedua tangan yang di lipat di depan da*danya.
"Gue? Gue ngak bilang apa-apa." Jawab Kasih setenang mungkin.
"Loh pikir gue budek apa?" Bentak Mia sambil membulatkan matanya menatap Kasih.
"Dito, kamu keren." Olok Ayu mempraktekkan ucapan Kasih yang tadi berteriak saat Dito memasukkan bola ke dalam ring basket.
"Bawa dia." Pinta Sisil pada dua sahabatnya.
"Tunggu lepaskan."Teriak Kasih.
"Kalian mau bawa Kasih kemana? Hey, lepaskan Kasih." Kata Citra sambil berusaha melepaskan lengan Kasih dari tarikan Mia dan juga Ayu.
"Loh jangan ikut campur!" Ancam Sisil sambil mendorong pundak Citra.
"Jika loh mau selamat, diam di sini. Dan jangan berusaha ikut campur."
"Lepaskan!" Teriak Kasih, namun tak ada satu pun siswa atau siswi yang mau menolong dirinya. Kasih hanya menjadi bahan tontonan live bagi mereka semua.
Byuurrrrr.....
Seorang pria datang dengan membawa satu ember air dan di siramkan pada seluruh tubuh Kasih.
"Mana tepungnya." Kata Sisil sambil meminta pada salah satu siswa yang sudah ia perintahkan tadi.
Lalu Sisil menabur tepung ke atas kepala Kasih hingga membuat wajah dan tubuh Kasih menjadi putih terkena tepung.
"Lempar!" Teriak Sisil dengan lantang.
Dan semua siswa-siswi yang berada di situ serentak melemparkan tepung terigu ke tubuh dan bahkan ke wajah Kasih.
Kasih hanya duduk berjongkok menerima lemparan telur yang tertuju pada seluruh tubuhnya.
Sakit? Ya, tentu saja sakit. Namun Kasih tidak bisa melakukan apa pun untuk melawan mereka. Kasih hanya memiliki otak, tapi tidak dapat di pergunakan untuk melawan mereka. Karena kepintaran Kasih di kalahkan oleh kekuasaan uang. Uang adalah segala-galanya di lingkungan ini. Maka jika kau ingin di terima di kalangan ini. Maka kau harus siap memiliki segala-galanya.
Semua siswa(i) tertawa melihat keadaan Kasih yang begitu sangat berantakan.
"Lihatlah, adonan sudah siap. Sekarang waktunya kita memasak adonan tersebut." Kata Sisil sambil memerintahkan dua siswa untuk menyeret Kasih ke halaman sekolah.
"Jangan pernah bergerak sedikitpun" Titah Sisil.
Kini Kasih berdiri di tengah lapangan dengan keadaan terik matahari. Sehingga membuat Kasih yang mulanya kuat kini sudah tidak mampu lagi. Pandangan siswa(i) yang semula nyata kini semakin memudar. Satu persatu wajah mereka menjadi samar-samar dan tiba-tiba penglihatan Kasih mulai memudar. Dan beberapa saat kemudian, tubuh Kasih jatuh. Kasih kehilangan kesadarannya. Dan sadisnya lagi, tidak ada satupun siswa yang mau menolong dirinya.
"Kasih." Teriak Citra, sambil berlari mendekat ke arah Kasih.
"Kas, bangun. Ayolah Kasih, sadarlah." Ucap Citra yang saat ini meletakkan kepala Kasih di atas kedua pahanya.
"Kasih, sadarlah." Citra menepuk-nepuk pipi Kasih secara perlahan.
"Tolong, siapa pun tolong."
Putra yang kebetulan lewat dengan Fajar, langsung berhenti kala melihat Kasih yang kini tengah berbaring dan paha Citra yang telah menjadi bantalannya.
"Putra, tolong. Bantu gue, tolong." Pinta Citra.
Fajar hanya bisa tertawa, melihat keadaan Kasih. Dia jelas sudah tahu, siapa penyebab kenapa tubuh seorang gadis ini seperti itu. Karena siapa lagi jika bukan Sisil dan gengnya.
Tanpa banyak kata. Putra justru berjalan melewati Kasih dan juga Citra. Tidak memberikan bantuan sama sekali untuk Kasih.
Dan beberapa saat kemudian. Dito, yang kebetulan telah selesai melakukan pertandingan bola basket, keluar dari dalam tribun.
"Tolong. Siapa pun, tolong gue." Teriak Citra.
Dan Dito yang mendengar teriakan tersebut langsung datang menghampiri.
"Apa yang terjadi? Kenapa bisa seperti ini?" Tanya Dito dan langsung mengangkat tubuh Kasih.
"Maaf karena aku harus menggendongmu." Ucapnya lalu berlari.
"Tunjukkan dimana uks."
Citra berlari di ikuti oleh Dito yang juga berjalan dengan cepat sambil menggendong tubuh Kasih.
Sedangkan Putra, ia hanya melihat tanpa berkata sedikit pun.
"Sepertinya ada pahlawan baru di sekolah kita." Ucap sabahat Putra.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!