NovelToon NovelToon

Putri Yang Dikutuk

Putri Kencana Utari

Putri Kencana Utari

Seorang wanita dengan baju jirah perang yang berlumuran darah, dia berdiri tegak dan menatap bayi yang tergeletak di ayunan di sebuah kamar kerajaan yang megah dan kacau.

Ibu bayi yang sudah sangat lemah itu mencoba merangkak di lantai dengan luka tusukan pedang di perutnya, darah segar mengucur deras dari lukanya dan membasahi lantai kamar yang sangat mewah dan indah itu.

Kedua tangan munggil Anjani yang berlumuran darah itu menyentuh sepatu perang Maha Patih Kencana Utari yang masih menatap benci pada bayi munggil yang tertidur pulas di dalam ayunan.

"Jangannnnn lukaaaai putraaaaku, akuuuuu moooohon Puttttri Utari!"

Perkataan tulus tapi terputus-putus itu keluar dari mulut seorang Putri Anjani yang mempunyai kedudukan di istana ini sebagai seorang anak perempuan dari Kaisar Wanara.

Perawakannya yang mungil dan sangat santun, kepibadiannya yang lembut dan sabar membuatnya tak bisa membantah perintah ayahnya untuk menikahi Raden Senopati Salendra yang merupakan kekasih dari sahabatnya Putri Utari.

Maha Patih Kencana Utari hanya memperlihatkan wajah cantiknya yang di penuhi dendam yang berkobar, kekecewaannya pada Anjani bukan hanya tentang pernikahan gadis itu dengan Salendra tapi pembantaian keluarganya beberapa tahun yang lalu yang hanya menyisakan dirinya sebagi penghianat.

"Seharusnya kau hentikan ayahmu saat mau menghabisi seluruh keluargaku, kau bukannya malah mendukungnya?" tanya Utari, dia berjongkok dan menyentuh wajah ayu Putri Anjani dengan tangan kasar yang dibalut kain kotor yang telah berlumuran darah.

"Maaf kan aku Tuan Putri aku tak bisa melakukan apa pun!" kata Anjani.

"Jangan pernah memanggilku seperti itu lagi Putri Anjani! Itu terdengar sangat menjijikan di telingaku!" Utari masih mengobarkan dendam di hatinya.

Air mata Anjani menetes deras membasahi pipinya yang merona. Tangisan Anjani bukan karena rasa sakit akibat tusukan pedang di perutnya, tapi karena dia yang lemah tak bisa melakukan apa pun saat kudeta penurunan Putra Mahkota terdahulu yang merupakan Ayah Utari.

"Utari jangan sakiti... Anak dan Istriku!" kata seorang pria gagah yang baru saja masuk dia mengunakan baju Jirah perang tapi berbeda model dan warna dengan yang dikenakan Utari.

Setelah menjadi buronan Utari tak bisa lagi tingal di tanah kelahirannya lagi. Dia harus mengungsi ke negara lain dan Utari memutuskan untuk menghianati negaranya dengan berkerjasama dengan negara musuh tanah kelahirannya, yaitu kerajaan Maladewa untuk membalaskan dendamnya pada pemimpin di tanah kelahirannya yang disandang oleh pamannya sendiri.

Dengan wajah sedih pria gagah perkasa itu mendekat tanpa berkata apa-apa, dia mengayunkan pedangnya ke arah Utari.

'Mari kita mati bersama-sama'

Hanya itu yang di fikirkan Utari kala itu. Wanita kuat yang sangat cantik ini sudah membunuh seluruh petinggi Kerajaan dan menghancurkan tanah kerajaan Wanara ini. Utari juga pasti akan sangat malu untuk hidup di bumi karena dia adalah penghianat tanah kelahirannya sendiri.

Kedua pasang kekasih itu saling menghunuskan pedang tapi Salendra membelokkan pedangnya hinga hanya pedang Utari yang menghunus ke jantungnya.

Utari tertegun, saat tak merasakan apa pun dia hanya merasakan pelukan dari Salendra dan darah mengalir dari perut Salendra ke tangannya dan menetes ke lantai.

"Semoga kau berumur panjang dan selalu bahagia! Aku titip putraku, tolong jaga dia!" kata Salendra diiringi oleh darah segar keluar dari mulut Salendra.

.

.

.

.

900 tahun kemudian

Seorang wanita sedang bercermin dia memasang anting berlian yang sangat indah dan bersinar, dia juga memakai kalung yang selaras dengan anting itu. Wajahnya yang putih mulus dan rambut hitam bergelombang yang indah panjang.

Dia adalah Kencana Utari yang dikutuk oleh Dewa karena ketamakan dan rasa dendamnya terhadap manusia. Kutukan untuk menjaga pohon kehidupan dan menjadi budak dari pohon itu. Dia harus mencari jiwa-jiwa yang tamak dari seluruh dunia untuk dihisap pohon kehidupan.

Dengan gaun bermotif bunga-bunga dari brend Italia yang sangat terkenal dia berjalan menyusuri koridor di rumah megahnya. Kaki jenjangnya yang beralaskan sepatu high heels Dior berwarna merah. Dentuman suara hak sepatu mahal itu memecah keheningan di rumah mewah bak Buckingham palace.

Seluruh penghuni istananya pun bergegas berkumpul di lantai dasar dan menunduk hormat pada Kencana Utari yang hendak melihat pohon Kehidupan yang tumbuh di lantai dasar rumahnya.

"900 tahun sudah, tapi kenapa dia tak mau berbunga!" desah Utari, dia sangat kesal karena hanya dengan membuat pohon ini berbunga maka dia baru bisa mati.

"Bukankah malah bagus kakak bisa di sini untuk selama-lamanya?" tanya seorang wanita yang sangat cantik dengan gaun hitam yang angun dia adalah Kanaya, Selir raja yang dikutuk menjadi Siluman ular karena ketamakannya.

"Ada perlu apa siluman rendahan sepertimu datang ke tempatku?" tanya Utari tanpa melihat Kanaya yang berdiri di belakangnya.

"Hissss, aku tak rendahan!" kata Kanaya yang tak berani meninggikan suaranya di hadapan Utari, meski dia ingin membunuh mahluk cantik di depannya itu.

"Apa ada mahluk yang lebih rendah dari kamu, yang kerjaannya hanya mengumpulkan lelaki untuk melayanimu sepanjang hari?! Benar-benar menjijikan!" kata Utari sambil tersenyum meremehkan ke arah Kanaya yang sudah ingin meledak karena amarah.

"Aku dikutuk seperti itu, aku dikutuk tak akan pernah puas dengan lelaki mana pun!" kata Kanaya geram, tapi dia masih berusaha mengontrol tekanan dalam suaranya.

"Kenapa kau tak mencoba dengan wanita?! Akhir-akhir ini sedang buming percintaan dengan sesama jenis!" perkataan Utari sama sekali tak membuat Kanaya tertarik, meski dia siluman ular tapi dia masih normal secara hormon.

"Ratu Retno menyuruh kakak menghadap padanya!" kata Kanaya, dia tak mau berdebat lagi dengan Utari yang bersetatus Dewi Penjaga yang akan dengan mudah melenyapkannya. Kanaya belum mau mati karena masih sayang dengan suami-suaminya.

"Apa aku melakukan kesalahan?! Kurasa tidak!" Utari ternyata bisa panik, dia segera bergegas menemui Ratu Retno.

.

.

.

.

Ada beberapa hal yang tak bisa dikendalikan oleh manusia.

Bukan takdir.

Tapi kekuatan hati mereka.

Hati yang tak pernah goyah, hati yang selalu hanya mencintai satu orang saja.

Hati yang tak pernah goyah itu masih mencari cintanya, masih mencari pilihannya.

Namun ada harga yang sangat mahal yang harus dibayar untuk merubah sebuah takdir. Harga yang tak bisa disangka-sangka oleh seorang manusia.

Namun harga mahal itu sudah dibayar selama ribuan tahun hidup sebagai manusia di Neraka Es, Api dan Pisau. Dia menjalani semua itu hanya untuk dilahirkan di dunia sekali lagi.

Dia ingin kembali ke dunia dan menjadi sebuah bunga yang mekar untuk kekasihnya. Tak apa baginya mati sia-sia asal dia bisa membuat kekasihnya bahagia sekali saja.

Jadi dia bisa meminta maaf karena dengan berani, dia pernah mencintai pujaaan hatinya itu.

Istana Nyai Roro Kidul

Istana Nyai Roro Kidul

Istana yang indah dengan nuansa warna emas di bangunannya dan nuansa hijau di parabotnya. Istana di dalam laut itu bukan hanya warnanya saja yang emas, tapi memang di buat dari emas asli dari Kayangan.

Istana Nyai Loro Kidul banyak orang menyebutnya begitu, tapi Istana itu sebenarnya adalah milik Dewi Air Kaditra mertua dari Dewi Azura, yang sudah meninggal ribuan tahun yang lalu. Istana yang di buat dengan anugrah Dewi Azura tak ada yang jelek dan tak berharga.

Dan Istana air Nyai Loro Kidul ini adalah satu-satunya istana di bumi yang di bangun dengan anugrah Dewi Azura. Istana ini di hadiahkan oleh Dewi Azura kepada Ratu Retno karena kebaikan hati Ratu Retno, setelah Dewi Kaditra wafat.

Ratu Retno diangkat sebagai Dewi Air karena tapanya yang sangat mengesankan Dewi Azura, Sang Penguasa Dunia.

Ratu Retno sangat baik hingga Utari tak yakin jika wanita yang dijuluki orang-orang sebagai Ratu Pantai Selatan itu dulunya manusia biasa seperti Utari. Utari selalu berfikir Ratu Retno pasti keturunan malaikat karena saking baiknya pada semua orang. Bahkan semua orang yang telah menyakitinya selama Ratu Retno masih menjadi manusia, bisa dimaafkan dengan mudahnya.

"Kau sudah datang Utari?" kata-kata Ratu Retno yang selalu penuh kelembutan dan kasih sayang di dalamnya, membuat semua mahluk menghormatinya tanpa dia suruh.

"Iya kak, ada apa?" tanya Utari, sejak pertama bertemu dengan Ratu Retno Utari tak mau memangil wanita penyuka warna hijau itu Ratu tapi kakak. Usia mereka hanya berbeda sekitar 300 tahun saja, jadi Utari memangilnya begitu.

"Dewi Azura menyuruhku mencarikanmu seorang suami, dan aku sudah mencari seseorang yang cocok denganmu!" perkataan Ratu Retno itu langsung membuat Utari bengong.

"Apa....suami?! Kakak, di usiaku apa ada yang mau denganku?" tanya Utari balik.

Di usianya yang ke 917 tahun ini, apakah masih ada pria yang menyukainya.

"Kenapa tak mencari pendamping?! Banyak sekali manusia di bumi ini, kenapa tak ada satu pun lelaki yang menarik perhatianmu?" tanya Ratu Retno, dia masih saja berbaring santai di kursi santai hijaunya. Ratu Retno yang mencintai keserhanaan masih saja mengenakan pakaian kuno kerajaan jaman dulu.

"Aku hanya berfikir untuk membuat pohon kehidupan berbunga lagi dan segera pergi dari sini!" kata Utari jujur, 917 tahun hidup di bumi ini cukup membuat semua hal menjadi hambar.

"Jangan menolak pernikahan ini!" kata Ratu Retno, dia bangun dari kursi santainya dan memberi Utari secarik kertas.

"Dia calon suamimu! Dia akan berusia 18 tahun tiga bulan lagi dan kau bisa menikah dengannya setelah itu!" perkataan Ratu Retno sama sekali tak membuat Utari bersemangat atau lunglai dia masih biasa saja.

Utari memandang kertas itu, terisi sebuah nama dan juga alamat. Utari tampak menghela nafas dan kembali melihat ke arah Ratu Retno.

"Kau bisa kembali!" kata Kak Retno.

"Kak! Apa kakak masih berkeliaran dengan baju kuno itu?" tanya Utari, yang melihat Retno memasang rangkaian melati segar di rambut panjang nan indahnya dengan bantuan beberapa dayangnya.

"Kenapa?" Retno menyeryitkan dahinya dia memandang Utari dari dalam kaca yang tampak modis dengan baju masa kini.

"Orang-orang bisa lari karena aneh saat melihat kakak!" kata Utari.

"Apa karena bajuku?" Ratu Retno terdiam sejenak. "Kenapa manusia sekarang melihat orang hanya dari penampilannya saja, benar-benar!" terlihat dari ekspresi Retno dia sering dijauhi manusia karena apa yang dia kenakan memang sangat identik dengan dirinya sejak dahulu, dan tak semua manusia tau bahwa dia Ratu yang baik.

"Kalau kakak butuh belanja, kakak bisa mencariku!" kata Utari yang langsung menghilang dengan jurus teleportasinya.

Utari berteleportasi ke ruangan kerjanya yang sangat megah dan di penuhi barang-barang mewah serta berharga seperti wanita moderen pada umumnya. Dan di sana sudah duduk di salah satu sofa, Kayana yang sedang memeperhatikan majalah Mode milik Utari.

"Apa kata Ratu?" tanya Kayana pada Utari yang baru saja duduk di sofa dekat Kayana.

"Kakak menyuruhku menikah!" kata Utari lemas, tubuh rampingnya langsung lunglai ke sandaran sofa.

"Menikah, dengan siapa?" tanya Kayana, dia langsung meletakkan majalah mode di atas meja dan memandang ke arah Utari dengan penuh antusias.

Utari memberikan kertas yang dia dapat dari Ratu Retno di istana air barusan.

"Bagaimana kalau kita mencarinya, kita harus melihat seperti apa calon suamimu?" bujuk Kanaya.

Sebenarnya dia ingin melihat calon suami Utari karena dia yakin setampan apa pun calon suami Utari, tak akan bisa meluluhkan hati Utari yang bagiakan sebuah gunung batu marmer itu.

"Jika pun aku mau melihatnya, aku tak akan mengajak kamu!" kata Utari yang langsung menyambar kertas yang dia berikan pada Kanaya dan dia berdiri mengambil salah satu tas tangannya di almari. Utari memilih tas merah kecil merek Dior yang selaras dengan sepatu dan motif bunga di gaun putihnya.

Utari berjalan keluar dari ruang kerjanya menuju garasi yang di penuhi mobil mewah dan mahal, dia mengambil kunci dari seorang pelayan yang ternyata pelayannya adalah hantu lelaki yang masih mirip dengan manusia.

Hantu itu bernama Haruto dia adalah tentara Jepang yang meninggal karena temannya sendiri, karena itu Haruto begentayangan dan tak bisa kealam baka dan direkrut menjadi pembantu oleh Utari.

"Nona, hari ini adalah hari makan pohon kehidupan!" kata Haruto yang sudah sangat lancar mengunakan bahasa Indonesia.

"Kau benar!" kata Utari yang lansung memanggil Jumi.

"Jumiiiiii, ambilkan aku buku kehidupan itu!" teriak Utari, seorang wanita tambun dengan wajah pucat dan berpakaian ala mbok-mbok jaman dulu keluar dari sebuah pintu dan membawa buku di tangannya.

"Kenapa dia?" tanya Utari bingung dengan tingkah bawahannya itu.

"Ini hari kematiannya Nona!" kata Haruto.

Jumi langsung memberikan buku tua itu kepada Utari, Jumi membungkuk setelahnya lalu berbalik pergi.

"Jangan keluar dengan berdandan begitu Mbok Jumi! Dan jangan bilang kau pelayanku....Malu-maluin!" Utari kembali berteriak kesal.

Dia kesal bukan hanya Mbok Jumi yang tiba-tiba berdandan aneh, tapi juga karena di usianya yang hampir 1000 tahun itu dia masih harus menikah dan berhubungan dengan pria asing.

Utari memutuskan mengunakan mobil Ferrari merah untuk melihat seperti apa calon suaminya itu. Dia menyetir dengan cukup lihai dan lebih ke ugal-ugalan karena dia tak memperdulikan rambu-rambu lalu lintas.

Bahkan Utari hanya melewati dengan santai ketika ada rombongan Polisi yang sedang melakukan Operasi Zebra.

Ketika Polisi memotret mobil Utari, karena tak bisa mengejarnya. Para Polisi itu malah hanya mendapatkan gambar-gambar buram dan tak jelas.

Siapa yang akan menyangka jika ada makhluk astral yang berkeliaran di siang hari menggunakan mobil Ferrari.

Benang Merah Milikku

Benang merah milikku

Utari memarkir mobil merah tanpa atapnya di depan sebuah sekolahan, dia memicingkan matanya sembari menurunkan kaca mata hitamnya. Dia bisa melihat para siswa berbondong-bondong keluar dari sekolah mewah dan elite itu, satu-persatu siswa keluar tak ada satu pun yang luput dari perhatian Utari.

Segerombol siswa keluar dengan gaya badung mereka, seragam yang tidak rapi dan rambut yang di cat warna-warni serta gaya bicara yang tak sopan melewati Utari.

"Alvaro Sanjaya Putra!" kata Utari, semua rombongan murit badung itu menoleh ke arah Utari.

"Siapa kamu?" tanya salah seorang dari teman Varo.

Utari tak menjawab pertanyaan-pertanyaan teman-teman Varo, gadis itu hanya memandang mata calon suaminya yang langsung kagum ketika melihat ke arah Utari.

Varo sudah tau dia akan dijodohkan dengan seorang gadis bernama Kencana Utari Dewi. Varo juga tak menyangka jika gadis yang akan jadi istrinya adalah seorang gadis cantik, manis dan berkelas seperti gadis yang dia lihat di depannya itu.

Varo berfikir dia akan dijodohkan dengan gadis desa yang udik dan culun karena Varo merasa Kencana Utari Dewi adalah nama yang kampungan sekali.

"Mari bicara sebentar?" tanya Utari, dia seakan bisa membaca fikiran Varo calon suaminya itu.

Utari bisa melihat benang merah di jari manis Varo yang putus, itu tandanya Varo adalah miliknya. Utari bisa langsung menebak, sebab hanya manusia yang berjodoh dengan makhluk astra yang memiliki benang merah yang terputus.

Sedangkan Dewi Aura tak akan mungkin ingin menikahkan mereka berdua, jika mereka berdua tak berjodoh.

Cowok manis berambut pirang karena di cat itu melangkahkan kakinya maju ke arah Utari. Dia tau menolak perjodohan ini sama dengan berhenti jadi keluarga Sanjaya, dia akan hidup susah seperti kakaknya dan dia tak mau melakukan itu.

Varo dan Utari kini hanya berdua saja mereka duduk di meja taman depan sekolah, Utari dengan gaya coolnya melihat ke arah Varo yang duduk di sebelahnya.

"Kau sekolah di mana?" tanya Varo pada Utari.

"Aku tak perlu sekolah!" jawab Utari.

"Kau pasti Home Schooling!" kata Varo, dia tampak salah tingkah di depan Utari yang tampak sangat tenang.

Varo adalah cowok idola di sekolah ini, semua gadis di sekolahnya tergila-gila padanya dan sekarang dia berhadapan dengan gadis berhati marmer tapi sangat cantik.

"Kau pasti kaget karena perjodohan ini, aku juga kaget sekali tapi aku tak bisa menolak!" jelas Varo.

"Aku suka lelaki yang berambut hitam,!" kata Utari

"Aku bisa mengecatnya jadi hitam lagi!" sahut Varo cepat.

"Aku suka lelaki yang rapi!"

"Aku akan rapi mulai besok!" kata Varo, dia langsung mengancingkan kemejanya yang berantakan.

"Aku sensitif dengan bau, jadi usahakan kau rajin sikat gigi dan mandi!" kata Utari,

"Siap!" Varo terlihat sangat bersemangat sekali untuk memenuhi syarat Utari tadi.

"Apa kau jago ciuman?" tanya Utari lagi, Varo hanya bengong tak berdaya. Ciuman saja belom pernah, qpa lagi dia yang selalu dikekang oleh orang tuanya untuk tak terlalu banyak bergaul dengan orang luar.

"Aku belom pernah ciuman!" kata Varo dia menunduk malu.

"Aku juga baru melakukannya sekali!" kata Utari masih stay dengan gaya coolnya.

"Dengan siapa?" tanya Varo kepo, dia juga merasa aneh bagaimana bisa dia berbicara senyaman ini dengan wanita yang baru saja dia temui.

"Musuhku!" kata Utari, ciuman pertamanya adalah dengan Salendra 900 tahun yang lalu, sebelum terjadinya perang berdarah yang merengut seluruh perasaannya sebagai manusia.

"Maaf aku menanyakan itu, kau punya nomor yang bisa ku hubungi?" tanya Varo, dia menyerahkan ponselnya pada Utari. Utari mencatat nomor ponselnya di ponsel Varo.

"Trimakasih!" senyuman indah merekah di wajah Varo, membuat Utari juga tersenyum kecil melihat Varo yang bisa tersenyum dengan hal sesederhana itu.

"Varo kau belum pulang?" seorang pria berpakaian rapi berdiri di dekat mereka.

"Siapa kamu kau bukan siswi di sini?" kata pria itu ketika melihat Utari yang duduk di samping adiknya.

Mata pria itu dan Utari saling bertatapan,

"Kau.....!" kata Utari dengan penuh keheranan.

Sementara pria itu langsung memegang dadanya yang tiba-tiba menjadi sesak dan sakit ketika melihat wajah gadis yang baru saja di jumpainya itu.

"Kalian saling kenal?" tanya Varo.

Utari masih menatap pria yang sangat mirip dengan musuhnya, yaitu Salendra.

Namun pria itu malah hampir menangis dan memegang dadanya semakin keras meremas dadanya, karena sakitnya bertambah semakin dia melihat sosok Utari.

"Tidak!" kata Utari, dia langsung berdiri dan meniggalkan kedua kakak adik itu begitu saja.

"Aku kan menelfonmu nanti!" kata Varo karena dia tak mungkin mengejar Utari sementara kakaknya sedang kesakitan.

Tetapi secara ajaib nomor pemberian Utari menghilang dari ponsel Varo karena Utari menghapusnya dengan kekuatannya

"Kakak kenapa, apa kakak punya penyakit jantung?" tanya Varo sedih, dia sangat dekat dengan Aska meski Aska sudah tak menjadi angota keluarga Sanjaya lagi.

"Entah kenapa dadaku terasa sangat sakit saat melihat gadis tadi!" kata Aska.

"Apa karena Utariku sangat cantik?" tanya Varo.

"Siapa namanya?" tanya Aska dia tampak tak asing dengan nama gadis itu.

"Kencana Utari Dewi!" kata Varo yang langsung hafal nama Utari.

Dada Aska bereaksi lagi, ini yang dia alami saat usianya 18 tahun. Entah kenapa setiap ada seseorang yang menyebut nama gadis itu, dadanya selalu sakit.

.

.

.

.

5 tahun yang lalu

"Sini nak, ada yang ayah mau bicarakan ke kamu!" seorang lelaki paruh baya dengan setelan jas abu-abu yang sangat pas di badan lelaki itu, dia memanggil Aska yang baru pulang dari sekolah.

Aska masih mengenakan seragam sekolah SMAnya dan memasuki ruangan kerja ayahnya, dia menunduk hormat di depan ayahnya dan duduk di sofa tepat di depan ayahnya.

"Ayah menjodohkanmu dengan seorang gadis dari keluarga yang bagus, menikahlah!" Aska memandang ayahnya tak percaya, bagaimana di usianya yang baru hampir 18 tahun ini menikahi seorang gadis.

"Ayah saya masih terlalu muda untuk menikah!" jawab Aska.

"Dia juga masih muda namanya Kencana Utari Dewi, dia gadis yang sangat cantik!" bujuk ayah Aska.

Dadanya langsung sakit setelah mendengar nama gadis itu disebutkan oleh ayahnya. Namun Aska menahan rasa sakit di dadanya karena dia harus menolak perjodohan gila itu.

"Saya masih ingin kuliah dan mengejar cita-citaku ayah, bagimana jika setelah lulus kuliah saja!" Aska mencoba bernegosiasi dengan ayahnya.

"Jika kau menolak perjodohan ini, kau harus keluar dari rumah ini dan keluarga ini!" itu kata-kata terakhir yang di dengar Aska dari ayahnya.

.

.

.

*Sekarang*

'Apa dia gadis yang di jodohkan lima tahun yang lalu denganku, tapi kenapa dia terlihat seperti gadis 17 tahun. Bukankah harusnya Utari terlihat seumuran denganku' itu yang dipikirkan oleh Aska.

"Bagaimana kau kenal dengan gadis tadi?" tanya Aska pada adiknya yang masih senyum-senyum sendiri.

"Dia gadis yang dijodohkan ayah denganku!" kata Varo, sakit di dada Aska mulai lagi. Meski tak sesakit tadi tapi dia merasa ada yang tak beres dengan tubuhnya.

Harusnya dia sering memeriksakan dirinya ke dokter, bagaimana jika dia menderita penyakit serius.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!