Suara Adzan Subuh berkumandang dengan begitu merdu sehingga membuat seorang wanita beparas cantik bernama Chayrani bangun dari tidurnya yang lelap.
Sesaat setelah Chayrani membuka matanya, Ia seakan tertegun. Pikirannya kembali membawanya mengingat akan kejadian malam tadi. Yah.. Malam tadi statusnya resmi berubah menjadi seorang istri.
Chayrani baru saja menikah dengan seorang laki - laki yang sama sekali tidak ia kenali, bahkan mereka hanya bertemu 2 kali. Pertama saat lelaki itu datang bersama kedua orang tuanya untuk melamar dirinya dan kedua adalah tadi malam, saat ijab Qabul.
Malam tadi pula, untuk pertama kalinya Chayrani bertegur sapa dengan suami asingnya itu. Nama laki - laki yang sekilas mirip orang arab dan dengan hidungnya yang mancung itu adalah Aldafri.
"Hai, Maaf.. Siapa nama kamu tadi? Saya lupa," tanya Aldafri malam tadi ketika mereka berdua telah berada didalam kamar pengantin yang sudah dihias dengan seindah mungkin.
"Chayra," jawab Chayra dengan suara yang pelan. Dalam hati tak dipungkiri ia menggerutu juga, karena bisa - bisanya suami asingnya itu tidak ingat dengan namanya. Sedangkan Chayra, sejak awal orang tuanya berencana untuk menjodohkannya dengan lelaki itu, semenjak itu pula nama Aldafri selalu menari - nari dibenaknya. Chayra yang penasaran bagaimana rupa dan sifat calon suaminya itu nantiknya.
"Oh iya, Chayra." ujarnya lalu berhenti sejenak untuk menarik nafas panjang.
"Chayra, Aku tahu kamu sebenarnya juga tidak menginginkan pernikahan ini kan? Pernikahan ini seharusnya tidak pernah terjadi, bisa - bisanya dua orang yang tidak pernah kenal dan saling bertemu sebelumnya malah disatukan dengan ikatan pernikahan." ucapnya dengan tersenyum getir.
"Tapi, ya sudahlah.. Pernikahan ini sudah terlanjur terjadi. Kita jalani saja pernikahan ini sebagaimana mestinya, seperti yang orang tua kita inginkan. Namun, itu hanya berlaku didepan mereka saja. Lepas dari itu, kita jalani hidup masing - masing." lanjutnya lagi lalu mengarahkan pandangannya ke Chayra, seolah meminta persetujuan wanita berparas manis itu.
"Iya, Iya Aldafri. Kamu benar.. Aku juga tidak menginginkan pernikahan ini. Kita sama - sama telah dipaksa oleh orang tua kita untuk menikah, dan aku sangat setuju dengan pendapat kamu itu." kata Chayra yang langsung saja mengiyakan perkataan Aldafri.
"Okey, pernikahan ini hanya sementara. Sampai suatu saat nantik kita bisa menyakinkan kedua orang tua kita bahwa pernikahan yang terjalin tanpa cinta dan rasa kasih sayang sebelumnya, tidak akan berlangsung lama." tutur Dafri dengan yakin.
"Iya, kamu benar Aldafri." ujar Chayra dengan mengangguk - anggukkan kepalanya.
"Panggil aku Dafri, atau Aal saja. Kalau Aldafri itu terlalu panjang untuk didengar. Oke?" kata Dafri yang meluruskan ucapan Chayra.
"Oke." jawab Chayra lalu tersenyum tipis. Setelah itu, Dafri masuk kedalam kamar mandi untuk mengganti pakaiannya. Selang beberapa menit kemudian, Dafri keluar dari kamar mandi sudah dengan pakaian santainya. Ia kemudian duduk disofa yang ada didalam kamar sembari sibuk dengan ponsel yang kini ada di genggamannya. Tanpa mempedulikan aktifitas suami asingnya itu, Chayrapun masuk kekamar mandi untuk mengganti pakaiannya juga.
"Kamu silahkan tidur diatas tempat tidur. Biar saya tidur disofa ini saja." kata Dafri setelah beberapa saat Chayra keluar dari kamar mandi. Laki - laki itu sudah mengambil posisi dengan berbaring diatas sofa kecil tersebut.
"Tapi, ini kan kamar kamu. Dan ini juga tempat tidurnya kamu pastikan, jadi aku merasa gak enak menempatinya. Biar aku saja yang tidur disofa." kata Chayra.
"Gak apa Chayra, kamu tidur saja diatas sana." tegas Dafri dan kemudian membalikkan badannya. Dan tak berapa lama kemudian, terdengar suara dengkuran pelan dari sana. Dan sudah dapat dipastikan, lelaki berwajah arab itu kini telah tidur dengan lelapnya.
Itulah kejadian malam tadi yang kembali Chayra ingat saat ia terbangun subuh ini. Dengan mata yang masih mengantuk, Chayra mencoba membawa tubuhnya untuk duduk. Adzan sudah berlalu lebih kurang 10 menit, dan dia harus memaksakan tubuhnya untuk segera menunaikan sholat subuh.
Secara tak sengaja mata Chayra memandang ke arah sofa tempat suami asingnya itu tidur tadi malam. Tapi, ia sama sekali tidak mendapati Dafri ada disana? Dimanakah lelaki itu? Apakah dikamar mandi? Lantas Chayra langsung saja berjalan ke kamar mandi. Ia ketuk pintu itu, namun tidak ada jawaban karena ternyata memang tidak ada siapapun didalam sana.
Lalu kini pandangan Chayra malah jatuh pada sebuah kertas putih yang ada diatas meja rias. Chayra langsung saja mengambil kertas tersebut. Di kertas itu ternyata ada sebuah tulisan tangan yang sangat rapi. Chayra lalu membacanya dengan perlahan - lahan.
"Saya kerumah sakit, ada operasi mendadak yang harus saya lakukan malam ini juga."
💟💟💟💟
Chayra menuruni anak tangga dengan perlahan - lahan, setelah berada dibawah ia melihat seorang ibu setengah baya yang sudah sibuk berkutat di dapur. Chayra mengenali ibu itu sebagai ART di rumah keluarga Dafri, namanya Bu Asih.
"Assalamu'alikum, buk Asih.." sapa Chayra dengan ramah. Mendengar sapaan dari Chayra, membuat Bik Asih yang sedang memasak langsung saja menoleh kebelakang dan mendapati Chayra yang sudah tersenyum manis dibelakangnya.
"Wa'alaikumussalam, Nona Chayra. MasyaAllah, sudah rapi dan cantik aja ni non." puji Bik Asih dengan sumringah.
"Iya, Makasih Bik. Bik lagi masak apa? Biar Chayra bantuin." tawar Chayra.
"Aduuhh.. Jangan Non, nantik gak enak dilihatin Nyonya sama Tuan, masak menantu dirumah ini dibiarkan main didapur" tolak bik Asih dengan halus dan Chayrapun hanya bisa memakluminya dan kemudian duduk di kursi makan.
"Bik, Yang lain pada belum bangun atau gimana ya bik? Kok kelihatan sepi ya," celetuk Chayra dengan melihat sekeliling rumah besar itu yang terlihat sangat sepi.
"Mereka ada kok Non, palingan masih dikamar. Sebentar lagi Tuan dan Nyonya Argantara keluar kok Non. Kalau Adiknya Den Aal biasanya agak siangan baru bangun, dan Den Aal sendiri tadi malam bibik lihat keluar kan? Sepertinya ada operasi mendadak, sudah biasa seperti itu den Aal mah." jelas bik Asih namun masih tetap melanjutkan kegiatannya didapur.
Chayra hanya manggut - manggut mendengar penjelasan dari Bik Asih tersebut, dan memang seperti itulah profesi suami asingnya itu. Setahu Chayra dari orang tuanya kalau Dafri adalah seorang Dokter spesialis kandungan di sebuah rumah sakit ternama didaerah tersebut. Sedangkan Chayra sendiri saat ini belum bekerja sama sekali, dia lulusan salah satu Stikes dengan jurusan Farmasi. Sebelumnya Chayra sempat bekerja juga sebagai salah satu honorer di salah satu Puskesmas, namun hanya berjalan beberapa bulan dan kemudian berhenti karena sesuatu hal.
Chayra kini terlihat sibuk menyelami dunia maya dari benda pipih miliknya, dan tidak berapa lama kemudian ia merasakan ada sebuah tangan yang merangkulnya dari belakang. Mata Chayra langsung terbelalak kaget.
"Hai, Sayang.. Sudah bangun ya?" sapa sebuah suara yang ia kenal, dan suara itu milik suami asingnya...
💟💟💟💟
Bersambung...
"Assalamu'alaikum... Hai.. Hai.. Para Pembaca Setia Novel Saya.. Terimakasih ya sudah Mampir di Novel saya yang ke 4 ini.. Jangan lupa beri like dan komentarnya, Tetap sabar menunggu kelanjutan ceritanya ya..😊😊🙏🏻🙏🏻"
.
.
Chayra kini terlihat sibuk menyelami dunia maya dari benda pipih miliknya, dan tidak berapa lama kemudian ia merasakan ada sebuah tangan yang merangkulnya dari belakang. Mata Chayra langsung terbelalak kaget.
"Hai, Sayang.. Sudah bangun ya?" sapa sebuah suara yang ia kenal, Chayra lantas menoleh kebelakang untuk memastikan apakah benar suara itu milik Dafri, suami asingnya itu. Dan ternyata benar, Dafri lah yang telah merangkulnya dengan mesra.
Baru saja Chayra hendak melepaskan kedua tangan Dafri yang sudah melingkar dilehernya, namun diurungkannya niat tersebut ketika Dafri membisikkan sesuatu tepat ditelinganya Chayra.
"Ini cuman sandiwara saja, Mama dan Papa saya ada dibelakang. Saya ingin kita terlihat romantis dan seolah - olah bahagia dengan pernikahan ini." bisiknya. Chayra sempat tertegun sesaat, hingga akhirnya ia menganggukkan kepalanya tanda setuju.
"Pengantin baru sudah bangun ternyata, hai Chayra sayang... Apa kabar kamu pagi ini? Dan.. Bagaimana, malam tadi?" tanya Dina, Mamanya Dafri seraya memandang Chayra dan juga Dafri dengan lirikan nakalnya.
"Alhamdulillah, hari ini cukup baik Ma." sahut Chayra dengan tersenyum lebar.
"Mama ini apaan sih, kok malah nanya bagaimana tadi malam dengan mereka. Itu coba lihat, wajah Aal langsung berubah merah karena malu." ledek Argantara sembari menunjuk kearah Daftri yang terlihat cengar - cengir.
"Tidak apa, Pa. Wajar Mama bertanya seperti itu, karena Mama yang memang sudah gak sabar kayaknya ingin menimang cucu." celetuk Dafri, dan mereka semua pun tertawa berbarengan menanggapi ucapan Dafri tersebut, kecuali Chayra tentunya. Chayra masih bingung dalam bersikap, sedangkan Dafri menyuruhnya untuk bersandiwara. Chayra yang masih terheran - heran dengan sikap Dafri yang seakan sangat bahagia dengan pernikahan ini. Padahal, bukannya ia sendiri yang mengatakan akan menyakinkan orang tuanya bahwa pernikahan yang tidak didasarkan cinta tidak akan bertahan lama. Namun, malah dia sendiri yang menampakkan diri seolah sudah mencintai Chayra dengan sepenuh hatinya. Entahlah.. Ini semua masih misteri bagi Chayra dan ia jadi tidak sabar untuk menanyai ada apa sebenarnya kepada Dafri.
Dafri dan kedua orang tuanya masih melanjutkan obrolan mereka dengan hangat. Chayra yang duduk disamping Dafri tidak terlalu banyak mengeluarkan suara, ia hanya menanggapi pembicaraan mereka jika ditanya dan selebihnya palingan hanya tersenyum dan menganggukkan kepala saja jika ia setuju dengan apa yang mereka bicarakan.
"Jadi kalian akan berbulan madu kemana nih? Jangan bilang kamu belum merencanakan untuk pergi bulan madu ya Dafri." ujar Dina yang memandang Dafri dengan menyipitkan matanya.
"Pastilah Ma, kami akan berbulan madu. Cuman.. Belum sekarang karena Dafri belum mengajukan cuti," jawab Dafri lalu menyuapkan sesendok nasi goreng kedalam mulutnya.
"Kan tinggal kamu ajukan saja, Dafri. Apa susah nya, lagi pula semenjak kamu kerja dirumah sakit itu kan belum pernah sama sekali ambil cuti." kata Dina.
"Iya, Ma. Dafri tahu, tapi kebetulan Dokter kandungan yang satu lagi cuti juga, jadi gak mungkin tidak ada dokter yang stay disana Ma. Mau gak Mau Dafri harus menunggu Dokter satunya lagi masuk, barulah Dafri ambil cuti." jelas Dafri.
"Kira - kira berapa lama lagi dia masuknya?" kini giliran Argantara yang bertanya.
"Ya sekitar 2 atau 3 harian lagi lah, Pa." jawab Dafri dengan mengira - ngira.
"Tidak terlalu lama lah jika menunggu 2 atau 3 hari lagi. Gak apa kan Chayra bulan madunya kalian ditunda dulu sampai 2 atau 3 hari mendatang?" ujar Argantara kepada Chayra yang sejak tadi hanya diam melamun.
"Ee.. Iya, Pa. Gak apa - apa, Chayra gak masalah kok." sahut Chayra dengan gelagapan.
"Chayra ini orangnya sabar menunggu kok, Pa. Iya kan sayang??" kata Dafri lalu memegang lembut tangannya Chayra. Dan mata Chayra langsung saja melihat kearah tangannya yang telah dipegang oleh Dafri, ia kembali terpana dengan perlakuan Dafri tersebut sampai akhirnya ia sadar saat kaki Dafri menyenggol kakinya sebagai sebuah kode bahwa ia harus mengikuti sandiwaranya Dafri.
"Iya, Sayang. Aku akan selalu sabar menunggu" ucap Chayra seraya tersenyum lebar. Kedua orang tua Dafri pun ikut tersenyum juga, sangat jelas tergambar rasa bahagia yang tiada tara diwajah mereka. Karena dengan begitu, mereka beranggapan tidak sia - sia telah menjodohkan Dafri dengan Chayra dan mereka juga bisa merasakan benih - benih cinta diantara mereka berdua sudah mulai muncul.
Obrolan berlanjut lagi, namun kali ini Chayra tidak begitu menyimaknya. Sampai akhirnya, Argantara pamit untuk kekantor sedangkan Dina pergi juga untuk menjumpai teman - teman satu arisannya. Lalu tinggallah Dafri dan Chayra berdua saja diruang makan tersebut.
"Aldafri..!!" Chayra memanggil Dafri yang masih menghabiskan sisa - sisa sarapannya.
"Panggil Aal atau Dafri saja!" perintahnya dengan nada ketus.
"Iya, Dafri.." ujar Chayra akhirnya dengan menghela nafas kesal.
"Hhhmm... Iya, Kenapa?" tanya Dafri seraya mengambil minuman lalu meminumnya hingga habis.
"Tadi itu, maksudnya apa? Kamu menyuruh aku bersandiwara didepan orang tua kamu bahwa seolah - olah kita menerima dengan baik perjodohan dan pernikahan ini?" tanya Chayra dengan mengerutkan keningnya.
"Benar sekali, Chayra. Bersandiwaralah dulu..!!" sahut Dafri masih dengan santainya.
"Iya, tapi.. Kenapa? Aku butuh alasan yang tepat untuk melakukan itu, karena aku sebenarnya gak biasa melakukan suatu kebohongan yang tidak sesuai dengan hati nurani aku." kata Chayra lagi.
"Aku melakukan ini demi Mama aku, Mama memiliki penyakit jantung dan pasti kamu tahu sendiri kan bagaimana orang dengan penyakit jantung? Mereka paling tidak bisa mendengar kabar yang tidak mengenakkan bagi mereka, karena hal itu bisa membuat mereka stres atau bahkan syok. Dan tentu saja akan sangat berpengaruh bagi kesehatannya, aku gak mau saja kesehatan Mama jadi down. Makanya, aku bersandiwara seakan bahagia dengan pernikahan ini. Karena Mamalah yang sangat antusias menjodohkan aku sama kamu" jelas Dafri panjang lebar.
"Tapi, sampai kapan kita bersandiwara seperti ini?" tanya Chayra lagi yang masih belum puas mendengar penjelasan dari Dafri tersebut.
"Sampai waktu yang tidak bisa ditentukan, Chayra. Aku pasti akan mencoba juga untuk berbicara baik - baik dengan Mama tapi ya butuh waktu yang tepat, setidaknya sampai kesehatan Mama stabil lagi." jawab Dafri.
"Oh, gitu." lirih Chayra dengan suara yang pelan.
"Ya begitulah, Itu salah satu alasan mengapa aku mau menerima perjodohan ini." lanjut Dafri lagi.
"Kamu sendiri bagaimana? Mengapa kamu mau menikah dengan aku?" sambung Dafri lagi dengan mengajukan pertanyaan ke Chayra. Ditanya seperti itu, membuat Chayra sedikit tersentak.
"Aku?? Ee.. Kalau aku, Ya.. karena orang tua juga." jawab Chayra dengan gelagapan.
"Untuk menyenangi hati orang tua?" tanya Dafri dengan mempertegas jawaban dari Chayra tersebut.
"Iya, Bisa dibilang begitu." jawab Chayra dengan seuntai senyuman tipis yang menghiasi bibirnya itu. Padahal, bukan hanya itu alasan Chayra mau menerima perjodohannya dengan Dafri. Ada sesuatu hal yang lebih penting dari itu..
💟💟💟💟
Bersambung..
Siang itu, Chayra kembali ditinggal sendirian oleh Dafri yang pergi lagi kerumah sakit. Chayra yang suntuk lalu memutuskan untuk pergi keluar juga, setidaknya ia ingin berjalan sekitaran komplek diperumahan suaminya tersebut.
Keluarga Chayra berada di kota yang berbeda dengannya saat ini, dan orang tua beserta saudara - saudaranya sudah kembali kerumah setelah acara resepsi pernikahan Chayra selesai.
Chayra berasal dari keluarga yang sederhana. Ayahnya hanyalah seorang pensiunan guru dan sedangkan ibunya seorang pedagang yang mempunyai usaha kecil - kecilan disebuah pasar tradisional yang tidak jauh dari rumah mereka. Semenjak Ayahnya pensiun, maka Ayahnya lebih giat membantu ibu Chayra berjualan dipasar.
Chayra memiliki 3 orang adik, 2 laki - laki dan 1 perempuan. Chayra merupakan anak pertama, sedangkan yang nomor 2 saat ini sudah bekerja dengan membuka usaha bengkel dirumah kontrakannya sendiri, ia sudah menikah dan memiliki seorang anak laki - laki. Kemudian adik yang kedua baru saja menyelesaikan kuliahnya di jurusan Dakwah, sesuai dengan jurusan yang ia ambil adik Chayra yang bernama Arman ini terkenal sangat alim dan bercita - cita menjadi seorang ustad. Sedangkan si bungsu kini masih berstatus sebagai pelajar disebuah Sekolah SMA Islam didaerah sana.
Sebelumnya Chayra sempat bekerja sebagai honorer disebuah Puskesmas, ia yang tamatan D3 Farmasi sempat bekerja disana selama lebih kurang 1 tahun. Setelah itu, berhenti dan tidak bekerja lagi karena saat itu Ayah Chayra sempat sakit berat dan bolak balik keluar masuk kerumah sakit. Chayralah yang mengurus Ayahnya, sedangkan ibunya tidak bisa meninggalkan dagangannya yang saat itu menjadi sumber pemasukan mereka. Sedangkan adik - adiknya yang lain sibuk dengan aktifitas mereka masing - masing, Farhan yang sibuk dengan bengkelnya dan juga sifat istrinya yang suka menuntut segala hal, begitu juga dengan Arman dan Shakila yang tidak mungkin meninggalkan kuliah dan sekolah mereka. Maka, Chayralah yang mengalah dan memilih untuk resign.
Akibat Ayahnya yang sering bolak balik masuk rumah sakit, sehingga membutuhkan biaya yang tidak sedikit maka membuat keuangan mereka semakin tidak stabil dan menipis. Belum lagi biaya kuliah Arman dan sekolahnya Shakila yang cuman ditanggung dari usaha dagang ibunya Chayra. Maka, ibu Chayra saat itu memilih jalan yang salah dengan meminjam sejumlah uang ke rentenir. Bukan sekali, tapi sampai tiga kali ibunya meminjam ke rentenir tersebut tanpa sepengetahuan Chayra. Hingga akhirnya, utang ibu semakin menumpuk ditambah lagi bunganya yang begitu besar. Hampir setiap hari para rentenir tersebut mendatangi rumah mereka untuk menagih utang, sampai - sampai rumah mereka akan disita jika mereka tidak membayarnya sampai waktu yang sudah ditentukan.
Didalam keterpurukan keluarga Chayra saat itu, tiba - tiba saja pertolongan datang dari tangan seorang teman baik ibu Chayra sewaktu masih bersekolah dulu, dan teman ibunya Chayra tersebut adalah Buk Dina, Mamanya Dafri. Yah.. Mama Dafrilah yang sudah membantu Ibu Chayra untuk melunasi utang - utang tersebut. Chayra sangat bersyukur dan berterimakasih sekali dengan kebaikan buk Dina, begitu juga ibu Chayra tiada henti memuji dan menyanjung teman semasa SMA dulu.
Namun, ternyata... Pertolongan dari Buk Dina tidak gratis seperti yang mereka pikirkan, memang Benar Buk Dina tidak meminta mereka untuk menggantinya dengan uang, akan tetapi.. Buk Dina meminta Chayra untuk menikah dengan anaknya yaitu Dafri.
Entah apa alasan Buk Dina sebenarnya sehingga membuat ia menginginkan Chayra menikah dengan anaknya. Chayra yang tidak pernah bertemu dan kenal sebelumnya dengan Dafri namun terpaksa menerima perjodohan itu demi melunasi utang - utang mereka.
"Ayra, bagaimana nak? Apakah kamu mau menerima tawaran buk Dina untuk menikah dengan anaknya?" tanya Ibu Chayra saat itu ketika mereka hanya tinggal berdua dirumah.
"Tapi, Chayra belum pernah kenal dan bertemu dengan dia sebelumnya, Bu. Chayra gak yakin, apakah bisa menjalani pernikahan dengan dia nantiknya." kata Chayra yang terlihat sangat ragu.
"Ibu paham Ayra, menikah dengan laki - laki yang tidak kita cintai dan bahkan belum pernah bertemu sebelumnya pasti akan sulit untuk menjalaninya. Tapi, kamu pikirkan lah dulu sayang. Ibu juga tidak memaksa kamu untuk menerimanya, ibu gak mau gara - gara untuk melunasi utang ini malah mengorbankan kebahagiaan kamu." tutur Ibu Chayra saat itu.
Setelah itu, Chayra tidak berhenti berpikir dan berpikir. Langkah apa yang mesti dia ambil. Disatu sisi dia yang tidak tega melihat ibunya yang nantinya pasti akan sangat merasa bersalah terhadap Buk Dina jika Chayra menolak perjodohan ini. Tapi, disisi lain Chayra yang sama sekali belum siap untuk menikah apalagi menikah dengan laki - laki yang tidak pernah ia kenal sebelumnya. Chayra benar - benar dilema dalam mengambil keputusan. Sampai akhirnya, Chayrapun pasrah dan menerima perjodohan ini dengan harapan semoga anak buk Dina yang dijodohkan dengan dia adalah lelaki yang baik dan tepat untuknya.
Selang beberapa hari kemudian, Buk Dina beserta suami dan juga anak mereka yang akan dijodohkan dengan Chayra itupun datang kerumah keluarganya Chayra. Selain bersilaturahmi, mereka langsung saja melamar Chayra. Itulah pertemuan pertama Chayra dengan laki - laki yang bernama Aldafri tersebut. Jujur pertama kali melihatnya, ada terbesit rasa suka terhadap laki - laki berwajah tampan dengan hidung mancung dan alisnya yang tebal itu, sekilas mirip seperti orang arab. Jadi wajar saja karena ketampanannya itu, wanita manapun pasti akan langsung tertarik dengan Dafri walaupun mereka belum mengenalnya lebih dalam, bagaimana akhlaknya, sifatnya dan lain sebagainya.
Saat pertemuan mereka pertama kali itu, baik Chayra maupun Dafri tidak ada saling berbicara satu sama yang lain. Mereka hanya saling pandang dan sekedar melempar senyuman saja. Mereka berdua seakan pasrah dan menerima jalan takdir yang ditentukan oleh kedua orang tua mereka saat itu. Dan sampailah dihari pernikahannya, dan mereka masih tetap belum saling berbicara. Meskipun dilihat dari gelagatnya Dafri yang terlihat sopan dan ramah terhadap dirinya dan semua tamu undangan yang datang, itu saja sebenarnya sudah cukup membuat Chayra memiliki keyakinan bahwa Dafri adalah laki - laki yang baik.
Chayra masih melanjutkan langkah kakinya dengan berjalan menyelusuri lingkungan komplek di perumahan yang tergolong mewah dan megah itu. Chayra berjalan sembari melamun, pikirannya masih sibuk memikirkan bagaimana nasib pernikahan ia kedepannya bersama Dafri. Dan tanpa ia sadari, sejak tadi ada sebuah mobil yang berjalan pelan dibelakangnya yang seperti sedang mengikutinya. Lalu beberapa saat kemudian, mobil itu berhenti dan membunyikan klaksonnya beberapa kali. Sontak saja hal itu membuat Chayra kaget dan tersadar dari lamunannya. Wanita itupun menoleh kebelakang dan mendapati sebuah mobil hitam sudah terparkir disana. Dan bersamaan dengan itu pula 2 orang keluar berbarengan dari dalam mobil, salah satu dari mereka Chayra kenali sebagai suami asingnya. Sedangkan satu lagi, seorang wanita yang sangat cantik dengan kulit wajahnya yang putih dan mulus itu. Tentu saja pemandangan barusan itu membuat Chayra bertanya - tanya didalam hati, siapakah wanita cantik yang sedang bersama suaminya itu??
💟💟💟💟
Bersambung...
.
.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!