NovelToon NovelToon

Cinta Istriku Bukan Untukku

1. AWAL MULA

Kemana Ana, sampai jam segini belum pulang?" Lelaki itu terus mondar-mandir sembari meletakkan satu jarinya di dagu. Merasa makin lama makin hari akan perubahan sang istri, yang sama sekali tidak bisa menghargai dirinya sebagai sosok suami.

Sekarang tepat pukul lima sore, Ana belum juga pulang. Tadi pagi saat ingin keluar rumah berpamitan dengan sang suami yang ingin ke rumah orang tuanya.

Namun, apa ini!

Mertuanya bilang kalau Ana sudah pamit pulang dari siang tadi.

Fahri lelaki berusia 32 tahun, dan menikahi Ana kurang lebih sudah tiga tahun sekarang. Namun, sampai detik ini ia belum juga dikaruniai anak. Entah sampai kapan pernikahan menyakitkan ini terus berjalan.

Fahri bukan tidak bisa mendapatkan keturunan, hanya saja istrinya tidak mau memberikannya dengan berbagai macam alasan, dan sengaja kata mempunyai anak akan merusak tubuhnya.

Sampai waktu magrib pun, telah datang dan Ana belum juga pulang. Lantas Fahri melupakan istrinya untuk sesaat karena ia harus menjalankan sholat terlebih dulu, dan berharap setelah melakukan ibadah. Sang istri pulang dengan keadaan baik-baik saja.

Setelah shalat tidak lupa menadahkan kedua tangannya ke atas, dan berdoa. Fahri berharap jika Ana bisa mencintainya untuk barang sedetik saja, namun sepertinya itu mustahil karena Ana menganggap jika gelas sudah pecah, maka tidak akan bisa menjadi utuh. Sama halnya dengan hatinya yang kini berubah menjadi benci pada suaminya akibat kecewa. Dulu, harusnya Ana menikah dengan kekasihnya namun karena orang tuanya tidak setuju dan dianggap si lelaki itu hanyalah seorang berandalan yang suka minum, maka dari itu ibu dan ayahnya sengaja menikahkannya dengan Fahri.

Bermula dari perjodohan yang dilakukan oleh kedua orang tua masing-masing. Harapan Ana adalah Fahri menolak perjodohan tersebut, karena waktu itu Ana juga mempunyai seorang kekasih, namun sayang. Apa yang diinginkannya tidak sesuai harapannya, Fahri menerima perjodohan itu dan tidak lama kemudian mereka menikah.

Tiga tahun lalu.

Di depan para orang tua dan juga para saksi, Fahri mengucapkan kata janji suci. Ia sengaja menerima perjodohan karena memang dirinya untuk pertama kali jatuh cinta pada sosok Ana, yang saat ini sudah menjadi istrinya, itulah mengapa Ana sangat membenci Fahri yang sudah menjadi kehancuran dalam hidupnya.

Pernikahan mereka dalam tiga tahun ini tidak berjalan manis, Fahri yang selalu dicampakkan, dihina dan dicaci. Hanya bisa diam dan mengelus d*da. Berharap semakin bertambahnya usia dan semakin dewasa, pernikahannya akan diliputi oleh kebahagiaan. Ini malah justru kebalikannya.

Lepas shalat dan masih mengenakan sarung dan peci, Fahri duduk diruang tamu menunggu kepulangan Ana.

Entah berapa lama Fahri tertidur karena lelah menunggu, hingga suara kucing mengagetkannya dan hampir terjungkal karena sangat terkejut dengan suara kucing yang sedang bertengkar.

Dengan keadaan mata yang masih sulit dibuka, Fahri mengambil gawai yang ada di atas meja. Untuk melihat jam yang terpampang di layar ponsel. Mata Fahri membulat saat tahu angka jam tersebut.

"Ya Allah, ternyata sudah jam delapan! Apa Ana sudah pulang? Karena aku tidak mendengar langkah kakinya." Fahri berkata lirih karena dirinya belum sholat dan ia juga sangat kuatir terhadap istrinya.

Dengan langkah kaki terasa sedikit lemas, ia mencoba berjalan dan naik ke atas tangga untuk ibadah, dan siapa tahu jika Ana sudah pulang tanpa membangunkannya.

Ceklek.

Benar saja, ia melihat seseorang berada di atas ranjang dan.

"Ana! Kapan dia pulang?" batin Fahri karena memang tidak mendengar suara pintu dibuka atau suara sepatu hak nya sang istri.

"Syukurlah kalau sudah pulang." Fahri bisa bernafas lega saat dirinya melihat Ana yang berada di bawah selimut.

Fahri membuka pintu dengan sangat pelan karena tidak mau sampai istrinya terbangun, mendengar suara pintu atau bisa jadi sandal yang dikenakannya. Dengan perlahan Fahri pun langsung menjalankan shalat, lalu berdoa agar sang istri bisa sadar jika Ana sudah menjadi seorang istri.

Sekitar 10 menit, selesai sholat. Fahri langsung naik ke atas tempat tidur. Meski keduanya sering cekcok namun untuk urusan tidur mereka tetap satu kamar, tetapi berbeda tempat.

"An, kapan kamu akan mengakui aku sebagai suamimu." Fahri bergumam lalu sedetik menatap wajah cantik istrinya.

✨✨✨✨✨✨✨✨✨✨✨✨✨

Keesokan paginya, suara ayam saling menyahut ditambah daun kering yang saling berjatuhan. Membuat Fahri merasa damai, gemerisik suara angin seakan mendamaikan suasana hati yang tak karuan.

Saat Fahri tengah menghirup udara pagi yang sangat menyejukkan, tiba-tiba saja ia mendengar sesuatu dan.

Prank.

Fahri yang mendengar suara benda terjatuh. Buru-buru menghampiri dimana letak suara itu berada.

"Ada apa ini, Ana?"

2. PERTENGKARAN DI PAGI HARI

Jangan banyak tanya! Cepat bereskan karena kepalaku sangat pusing," ucap Ana dengan suara memekik.

Huff.

Fahri menghela nafas, lalu ia pun melangkah maju guna memunguti pecahan gelas yang berserakan di bawa, dengan perlahan ia mengambil satu persatu dan setelah itu menyapu bersih.

"Apa kamu sedang sakit?" tanya Fahri pada istrinya karena bagaimana pun tetap kuatir.

"Iya, di tambah melihatmu mata dan kepalaku semakin sakit." Ucapan demi ucapan yang terlontar, sudah biasa untuk di dengar oleh Fahri, dan itu sudah menjadi makanan setiap harinya. Jadi, ia tidak tersinggung walau terdengar sungguh menyakitkan.

Setelah selesai Fahri memunguti pecahan gelas. Ia pun langsung beranjak dari kamar untuk membuangnya ke dalam tong sampah.

Sepeninggalan Fahri, Ana terus uring-uringan karena memang kepalanya sedikit pusing.

"Dasar lelaki tak tahu diri, sudah untung aku mau menikah dengannya. Tetap saja tidak berguna," umpat Ana lalu langkahnya berjalan ke arah kamar mandi.

Yah, semalam dirinya dengan sang kekasih berada di villa. Menikmati kebersamaannya dengan lelaki yang dicintainya. Tanpa memperdulikan Fahri yang sedari sore sudah menunggunya di ruang tamu, dengan perasaan cemas dan gusar karena dirinya belum juga pulang.

Sekarang Ana sudah masuk ke dalam kamar mandi, untuk segera bersih-bersih karena merasa badannya sudah lengket dan tentunya bau tubuh Leo yang masih menempel. Aroma wangi dari parfum lelaki itu masih tercium oleh indra penciumannya untuk menghilangkan bau tersebut, lalu dengan buru-buru Ana mencuci baju yang dikenakannya karena tidak mau suaminya semakin curiga.

Selama tiga tahun ini, tidak ada satu keluarganya pun yang tahu akan nasib rumah tangganya seperti apa? Jika saja anggota keluarganya tahu akan sikap dan perilaku Ana, mungkin bisa dipastikan ibu dan ayahnya merasa malu pada Fahri, maka dari itu Ana berusaha menutupi semuanya sehingga tidak ada satu orang pun yang tahu.

Sekarang pukul delapan pagi. Fahri yang sudah bersiap untuk berangkat bekerja namun sama sekali tidak menemukan makanan apapun, di atas meja dan hanya bisa menelan ludahnya secara kasar, pasalnya bukan hari ini saja meja tanpa ada makanan yang tersaji di atasnya. Kosong, itulah setiap harinya.

Saat Fahri akan pamit pada sang istri, ia melihat wanita itu sudah bersiap untuk ikut pergi juga. Akan tetapi, Fahri tidak tahu tujuan Ana ke mana?

"Mau ke mana sudah rapi betul?" tanya Fahri pada saat melihat Ana yang sudah berada di tengah-tengah tangga.

"Bukan urusanmu!" ucap Ana.

"Aku berhak tahu, sekarang katakan mau ke mana pagi-pagi sudah rapi?" hardik Fahri dan mengulang pertanyaan lagi pada Ana.

"Apa itu penting, bukannya kamu lebih mementingkan diri kamu sendiri dibanding aku. Oh ya, aku lupa kalau kamu takut dengan keluargamu…."

"Tutup mulutmu! Jangan membawa orang lain dalam urusan rumah tangga kita," bentak Fahri yang tidak terima jika keluarganya di kait-kaitkan dengan pernikahannya ya tidak harmonis.

"Lalu aku harus menyalahkan siapa? Oh ya, aku lupa jika kamu memang tidak bisa melepaskan aku." Ana tersenyum menatap sinis ke arah Fahri, lalu langkahnya melewati laki-laki yang selama tiga tahun memberikan segalanya padanya, namun tetap saja semua itu tidak merubah sikap dan perilaku Ana pada Fahri.

Fahri diam seribu bahasa, nyatanya apa yang dibilang oleh Ana adalah benar. Bahwa dirinya tidak bisa melepaskan istrinya karena suatu alasan. Mungkin karena itu juga Ana tidak bisa terbang bebas dari jeratan pernikahan yang tidak ia inginkan selama ini.

Saat Ana dengan santainya melewati Fahri, Fahri bak patung hanya diam dan tidak bergerak. Entah apa yang ada dipikirannya sekarang.

"Tunggu!" teriak Fahri setelah berdiam diri untuk sesaat dan dengan gerakan cepat langkanya mengejar Ana.

"Apa kamu ingin mengajakku bertengkar lagi?" Ana menyipitkan mata dan tidak ada rasa bersalah sedikitpun di dalam dirinya

Justru malah menatap tajam ke arah sang suami.

"Kamu masih istriku, Ana! Jadi aku juga berhak atas dirimu," seru Fahri dengan tatapan dingin.

"Lantas kenapa? Apa mau kamu, aku harus berada di rumah, masak, mencuci, dan mengurus kamu? Oh tidak, aku tidak akan mau seperti itu karena aku bukan budak kamu, mengerti!"

"Lalu apa mau kamu, hum! Kamu seorang istri harusnya tahu apa yang seharusnya dilakukan setelah menikah. Bukannya malah bermain-main di luar sana dengan lelaki yang bukan suamimu, paham!" habis sudah kesabaran Fahri. Semakin ia diam justru semakin diinjak-injak harga dirinya sebagai seseorang laki-laki, sekaligus seorang suami.

Cuih.

Anak meludah tepat dihadapan Fahri, dia tidak peduli dengan omelan sang suami. Sekarang yang dibutuhkan adalah kebebasan, dan tidak mau menjadi apa yang di mau Fahri. Menurutnya Ana tidak mencintai laki-laki itu jadi ia pun tidak ada hak untuk melarangnya ke mana saja yang dirinya mau.

Tanpa berkata apapun Ana langsung masuk ke dalam mobil meninggalkan Fahri dengan keadaan sejuta luka.

✨✨✨✨✨✨✨✨✨

Sesampainya di ruang kerja.

Setelah pertengkaran tadi pagi bersama istrinya. Fahri tidak fokus untuk mengerjakan pekerjaan yang sudah menantinya.

"Apa yang harus aku lakukan sekarang, berbisa? Argh … Rasanya aku tidak sanggup untuk melakukan itu. Kalau saja bukan karena orang tuamu, mungkin saja aku sudah menceraikanmu." Dalam hati Fahri terus saja memikirkan akan pernikahannya yang semakin hari semakin tidak bisa di tolerensi. Istrinya yang semakin menjadi, ditambah sebuah permintaan. Sungguh Fahri tidak sanggup kalau harus seperti itu, dan entah sampai kapan ia bertahan dengan istri yang tidak menginginkannya.

Larut dalam lamunan hingga terdengar suara ketukan dan membuyarkan, apa yang sudah dipikirkan untuk ke depannya.

"Iya masuk." Agar tidak terus-terusan mendengar ketukan pintu. Akhirinya Fahri menimpali dengan suara.

Ceklek.

Pintu terbuka dan menampilkan sosok laki-laki dengan postur yang hampir sama dengan Fahri. Tinggi, putih, rahang yang keras dan cukup tampan.

"Ada apa?" Fahri mendongak menatap sosok temannya.

"Kenapa? Apa kamu bertengkar lagi?" ujar sosok lelaki yang bernama Danuarta.

Fahri tidak membalas ucapan Danu, ia malah menatap lekat ke arah Danu yang masih berdiri di ambang pintu, dan menyandarkan punggungnya di kusen.

"Kamu terlalu naif, jangan pernah setia karena setia itu penyakitkan. Itu karena istrimu tidak pantas mendapatkan semua itu," ucap Danu dengan mata berapi-api.

Danu tidak habis pikir dengan Fahri, yabg masih mempertahankan perempuan tidak tahu diri itu, berulang kali Danu memberitahu untuk melepaskan Ana, namun lagi-lagi Fahri tidak mau.

"Aku tidak bisa."

"Kamu bisa! Jangan menjadi seorang lelaki pecundang hanya sebuah permintaan konyol, yang kamu sendiri tidak sanggup."

3. KESETIAAN DIBALAS DUSTA

Ada saatnya pergi, dan ada saatnya meninggalkan sebuah luka, jika hati sudah lelah. Maka disitulah seseorang akan menyerah karena sebuah kesetiaan yang berujung menyakitkan.

🍁🍁🍁

Danu menganggap jika Fahri adalah teman yang paling bodoh. Ia pun tidak habis pikir dengan jalan pikiran temannya itu, yang sudah berulang kali dikhianati namun masih bertahan.

“Kamu benar bahwa aku memang lelaki pecundang dan sangat munafik, tapi yang harus kamu tahu bahwa aku sudah mengatakan jika apapun yang terjadi, tidak akan meninggalkan Ana.”

“Kamu sungguh bodoh! Apa dengan begitu bisa membuat istri kamu sadar? Tidak, itu sungguh sulit dilakukannya karena pernikahan yang sudah berjalan selama tiga tahun, tetap saja sikapnya buruk padamu bukan.”

Fahri diam, karena semua yang dikatakan adalah benar.

“Ingat Fahri, ada saatnya kita setia dan ada saatnya kita pergi untuk bahagia. Jika, setia itu dibalas dengan dusta.” Dengan tegas serta bola mata yang tak teralihkan dari wajah Fahri, Danu berkata.

“Bisakah kamu berhenti untuk membahas Ana, kepalaku pusing dan terasa berkunang-kunang.” Fahri merasa pusing mungkin itu efek karena belum makan apapun dari pagi, dan itu membuat Danu langsung menatapnya penuh iba.

“Apa kamu belum makan?” tanya Danu karena ia tahu betul jika seperti itu maka tandanya Fahri belum sarapan sedari tadi.

Fahri menggeleng lemah, karena benar-benar pusing dan mata yang mulai berkunang-kunang.

“Dasar wanita kurang ajar, bisa-bisanya membuat suaminya ingin segera mati!” umpat Danu dengan perasaan yang benar-benar marah.

“Tunggulah, aku akan menyuruh Yuni untuk membelikan makan untukkmu.” Setelah mengatakan itu, gegas Danu meninggalkan Fahri dengan keadaan lemah, hanya untuk meminta tolong pada Yuni yang seorang office girl.

Ya, Fahri memang sedari kemarin sore belum makan karena berniat menunggu Ana untuk makan malam, nyatanya orang yang ditunggu belum juga pulang hingga membuat Fahri tidak berselera makan setelahnya.

Sedangkan Danu sudah berada di pantry untuk memanggil Yuni yang seorang pekerja dengan peran office girl. Sebetulnya Danu bukanlah karyawan atau apapun itu, karena ia hanya sedang bermain di tempat dimana Fahri bekerja. Namun, semua orang tahu siapa Danu, jadi meski datang pun tak ada yang mencegah atau melarangnya.

"Yun," panggil Danu. Seketika perempuan yang sedang menata gelas itu, merasa namanya dipanggil. Buru-buru menoleh untuk melihat siapa yang sudah memanggil namanya.

"Pak, Danu!" setelah membalikkan badan dan yah, Yuni tahu sekarang siapa yang memanggil, dan dia adalah sosok teman bos nya.

"Tolong belikan makanan untuk Pak Fahri ya, dan ini uangnya." Lalu Danu pun memberikan selembar uang berwarna merah pada Yuni.

"Jika sudah langsung ke ruangan saja ya, Nanti." Danu menambahkan lagi, setelah itu dirinya meninggalkan Yuni dan kembali ke ruangan Fahri.

"Kenapa pak Fahri selalu menyuruhku membelikan makanan? Apa istrinya tidak pernah sempat membuat sarapan?" tanyanya pada diri sendiri, karena ini bukan sekali atau dua kali. Hampir setiap hari terkadang Danu juga menyuruhnya jika main di perusahaan milik Fahri.

"Sudahlah, itu bukan urusanku. Sebaiknya aku harus membelikannya makanan agar pak bos bisa segera makan," ucapnya dalam hati.-

Yuni tahu dimana harus membelikannya makanan untuk bos nya itu, yah di restauran milik Danuarta lah ia akan membeli. Di sana ada berbagai menu makanan yang bisa dinikmati semua kalangan, dan tempatnya pun tidak jauh dari kantor Fahri.

Sedangkan di tempat lain.

Lagi-lagi Ana mengadakan pertemuan dengan Leo, dan mereka sudah berada di cafe. Keduanya saling berpegangan tangan layaknya pasangan.

"Aku kesal sama mas Fahri, pagi-pagi sudah ngajakin ribut." Dengan suara manja Ana mengatakan soal dirinya yang tadi pagi bertengkar dengan sang suami.

"Apa dia membuatmu kesal lagi?" Leo pun bertanya dengan keadaan tangan masih memegang dan mengelus lembut punggung tangan Ana.

"Apalagi selain membuat kesal aku," ucap Ana dengan wajah yang menyimpan kekesalan akibat teringat, sewaktu tadi di rumah.

"Buat se-kesal mungkin, dengan begitu kamu lama-lama dicerai. Sayang," kata Leo semakin membuat api itu membara oleh kebencian.

"Betul juga katamu sayang, mungkin dengan begini siapa tahu suami sialan itu akan menceraikan aku." Keduanya pun tersenyum layaknya orang yang tak memiliki dosa dan salah.

Se-benci itukah Ana pada Fahri, lelaki yang selalu setia namun dibalas dengan dusta. Lelaki yang tak sekalipun lupa akan kewajibannya sebagai seorang suami.

Ana harusnya bisa bersyukur karena Fahri lah yang menjadi suaminya. Segala kebutuhannya masih dipenuhi dan tidak kurang sedikitpun. Namun, cinta buta sudah menutup matanya hingga tidak bisa melihat mana yang baik, dan mana yang tidak.

Dan dengan terang-terangan mengatakan pada Fahri, jika dirinya juga masih berhubungan dengan Leo.

Tanpa sengaja seseorang tengah memandangnya dengan rasa jijik. Bagaimanapun wanita itu sudah bersuami, dan sekarang malah terlihat sedang bermesraan dengan lelaki lain, dan pastinya bukan suaminya.

"Itu kan istri bos, tapi kok main mesra-mesra'an dengan laki-laki lain?" dalam hati seseorang itu bertanya-tanya. Pasalnya baru kali ini matanya melihat dengan jelas siapa orang yang tidak jauh dari dirinya saat ini.

"Bodoh, itu bukan urusanku." Setelah mendapat apa yang ia inginkan wanita itu langsung pergi untuk kembali ke kantor.

Di Tangannya sudah ada kantung makanan dan minuman,

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Di kantor.

Tok.

Tok.

Tok.

"Masuk."

Dari dalam seseorang menimpali.

"Ini, Pak. Sesuai pesanan biasanya." Yuni memberikan bungkusan itu pada Danu. Sedangkan Fahri yang berada di kamar untuk sekedar istirahat.

"Terimakasih, Yun."

"Sama-sama."

Setelah tugasnya selesai, Yuni pun langsung keluar dari ruangan dan kembali bekerja lagi..

Sedangkan di tangan Danu ada makanan dan juga minuman, lantas ia pun membangunkan Fahri.

"Fahri, bangunlah dan segera makan, karena aku harus pergi untuk melihat resto dan juga cafe."

Fahri bangun lantas langsung memakan apa yang sudah dibeli Danu untuknya.

"Maaf, aku sering membuatmu repot."

"Tidak, kita sahabatan sudah lama. Jadi, tidak ada kata sungkan."

"Ya sudah aku pamit keluar," imbuhnya lagi pada Fahri.

Danu pun akhirnya keluar dan kembali ke pekerjaannya sendiri. Sedangkan Fahri yang mulai duduk dengan bibir yang pucat akibat lemah karena tidak makan. Dengan segera memakan yang ada di depannya saat ini.

Bismillah.

Setelah itu Fahri makan dengan sangat lahap, mungkin itu dari efek lapar.

Saat-saat menikmati makanan tersebut, ponsel milik Fahri terus berdering. Sejenak ia melupakan karena ingin segera ingin menghabiskan makanan terlebih dulu, barulah akan mengecek gawai miliknya yang ada di nakas.

Semakin diabaikan maka semakin sering berderingnya, dan itu membuat Fahri meninggalkan makanannya karena beberapa panggilan terus saja mengganggunya saat makan.

"Siapa sih, mengganggu saja." Fahri berdecak kesal karena otomatis makannya tertunda.

Dengan cepat Fahri langsung menyambar gawai miliknya dan segera membuka isi pesan singkat di aplikasi hijau.

Saat jemarinya mulai melihat dan.

Degh.

Mata merah dan rahang keras, jari-jari yang mulai menggenggam. Menandakan seseorang sedang berada dipuncak amarah.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!