"Apakah semuanya sudah siap ?"
"Apa kau yakin akan melakukan ini ?"
"Kenapa tidak ? aku sudah menunggu selama 16 tahun untuk moment hari ini."
"Tapi dia akan membencimu."
"Sejak awal dia sudah membenciku, entah saat aku menjadi nona muda keluarga Adhitama maupun ketika aku menjadi Eve, dia sama sekali tidak pernah menganggap ku."
"Tapi —"
"Tidak ada tapi, lakukan sesuai rencana."
Malam ini adalah peringatan hari jadi perusahaan Darmawangsa yang ke 50. Semua tamu undangan yang datang adalah tokoh-tokoh besar kota Utara, termasuk keluarga Adhitama.
Bukan rahasia lagi bahwa putra tunggal tuan Dharmawangsa memiliki hubungan yang baik dengan cucu keluarga Adhitama, sebelumnya juga sempat beredar kabar bahwa kedua keluarga ini sempat memiliki perjanjian pernikahan. Namun setelah Nyonya Rahayu mengalami kecelakaan, kabar tersebut memudar seiring berjalannya waktu.
Saat ini Barra yang merupakan pewaris Dharmawangsa Grup, dikabarkan tengah menjalin hubungan dengan putri tuan Mahendra yang juga merupakan cucu pertama keluarga Adhitama, sayangnya ada beberapa rumor yang mengatakan bahwa ia adalah cucu dari luar.
Kabar tentang aliansi kedua perusahaan ini pun sudah lama tersebar di luaran sana. Meskipun Nyonya Rahayu sudah lama meninggal dalam kecelakaan, namun hingga saat ini putri nya yang juga menghilang tidak lama setelahnya masih belum ditemukan. Hal ini memicu kemungkinan bahwa putri nya masih hidup dan bisa menjadi ancaman bagi tuan Mahendra, karena itulah Tuan Mahendra mendesak putri nya untuk segera bertunangan dengan Barra, Namun hingga saat ini hal tersebut belum diindahkan oleh keluarga Dharmawangsa.
"Pak Barra, acara sudah akan dimulai. Tuan besar menunggu anda di aula utama."
"Aku mengerti." Barra memejamkan mata sebentar, entah kenapa ia merasa akan ada hal besar yang terjadi malam ini.
"Nona Arabella memberi tahu bahwa ia mungkin akan terlambat," ujar Luke yang merupakan asisten sekaligus orang kepercayaan Barra.
"Biarkan saja."
Barra dan Bella memang sudah dekat sejak kecil terutama setelah putri nyonya Rahayu menghilang, bahkan mereka sudah menjalin hubungan selama lebih dari 5 tahun. Meski begitu Barra tidak memiliki keinginan untuk menjalin hubungan lebih lanjut dengan nya.
Barra memasuki Aula pesta dan semua tamu undangan menatap kagum ke arahnya, aura dan ketampanan nya membuat para gadis yang datang terpesona.
Saat semua orang terpana dengan pesona Barra, tiba-tiba seorang gadis cantik muncul dari arah belakang dan menggandeng lengannya. Kecantikan dan pesona nya membuat iri para gadis yang hadir.
"Bukankah selama ini tuan Barra selalu dekat dengan putri tuan Mahendra, siapa gadis ini ?"
"Mungkin hubungan mereka tidak seistimewa kelihatannya."
"Apakah ini drama tentang orang ke tiga ? aku penasaran dengan respon Arabella, mengingat temperamennya."
Beberapa tamu saling berbisik mempertanyakan identitas gadis yang datang bersama Barra.
Sementara disisi lain ada orang yang tengah menahan emosinya.
Sedangkan orang yang menjadi pusat perhatian tampak sangat tenang.
"Sepertinya pak Barra tidak begitu terkejut dengan kedatangan ku."
"Bagaimana mungkin, aku bahkan tidak pernah membayangkan bisa didampingi pewaris Adhitama Grup yang terhormat."
"Anda terlalu memuji, aku hanyalah anak yatim piatu yang terlupakan. Mana pantas dibandingkan dengan tuan muda Dharmawangsa yang terhormat."
"Kau sendiri mengatakan tidak pantas tapi masih berani menampakkan diri."
"Meski tidak pantas juga harus memantaskan diri."
Setelah kejadian 10 tahun yang lalu Barra tidak menduga bahwa mereka akan bertemu lagi, terlebih dengan cara seperti ini. Ada sesuatu dalam hatinya yang tidak bisa digambarkan dengan mudah. Semuanya terlalu rumit diantara mereka berdua.
Saat berjalan ke tengah aula pesta, mereka bertemu dengan tuan Adhitama yang sedang berbincang dengan ayahnya.
Barra membungkuk dan berkata,"selamat malam tuan Adhitama, terimakasih sudah meluangkan waktu menghadiri pesta sederhana kami."
"Kenapa begitu sungkan, panggil saja kakek seperti Davira memanggilku,"jawab tuan Adhitama sambil melirik ke arah Davira.
Sontak seluruh tamu undangan dibuat terkejut oleh interaksi mereka.
Davira membungkuk untuk memberi hormat kepada tuan Dharmawangsa dan kakeknya kemudian menyapa mereka dengan sopan.
"Kamu ini, pulang bukannya langsung ke rumah malah langsung menemui orang lain," ujar tuan Adhitama berpura-pura marah, sementara tuan Dharmawangsa hanya menatapnya penuh arti.
"Aku baru saja sampai dan langsung kesini, lagipula kakek juga berada disini," ujar Davira lembut kemudian ia menatap Barra dan berkata, "Kalau tidak langsung kesini aku takut akan ada orang yang kecewa."
Mulut nya ini benar-benar pandai berbicara, batin Barra.
"Kukira siapa yang datang sampai membuat seluruh tamu penasaran, rupanya adik kesayanganku." ujar Arabella yang sedari tadi menahan emosi.
"Kak Bella, maaf karena sudah mengejutkan mu," ujar Davira lembut namun tatapan nya mengatakan hal lain.
"Kau ini, kakak sudah sering mengatakan untuk menjaga sikap masih saja berbuat semaunya dan mengacaukan pesta orang lain." Arabella menegur Davira dengan lembut namun sebenarnya ia sedang memperingatkan nya untuk tidak macam-macam.
Arabella beralih menatap Barra kemudian berkata, "Kamu juga jangan terlalu memanjakannya, lihatlah dia jadi begitu menempel padamu padahal sudah bertahun-tahun tidak bertemu. Orang yang tidak tahu akan mengira dia kekasih mu." kata-kata nya memang terlihat penuh kasih sayang tapi sebenarnya ia sedang menegaskan posisinya.
Barra hanya merespon nya dengan senyuman.
Davira menatap Arabella dan tersenyum, "ini tidak mungkin, hubungan ku dan kak Barra hanya sebatas kakak dan adik. Meskipun dulu pernah —, ah sudahlah semua orang di kota Utara juga tahu kalau kak Bella adalah kekasih Kak Barra."
Barra mengelus kepala Bella, "apa yang dikatakannya benar, jadi tidak perlu bereaksi berlebihan."
"Pak Barra, ini sudah waktunya untuk memberikan sambutan." ujar Luke sambil menunjuk jam tangan nya.
"Baiklah aku pergi sekarang." Barra mengecup puncak kepala Bella kemudian pergi.
Melihat semua ini Davira diam-diam mengepalkan tangannya, sementara Bella tersenyum penuh kemenangan.
Setelah Barra pergi, Davira juga berpamitan kepada tuan Dharmawangsa. Biar bagaimanapun pesta ini sudah tidak menarik lagi baginya. Sementara Bella memilih untuk mengikuti Barra dan tidak mencari masalah dengan Davira untuk sementara ini.
"Apa kau yang merencanakan semua ini ?" ujar tuan Adhitama.
"Bagaimana mungkin, dia begitu mirip dengan ibu nya, apa menurut anda saya bisa mengendalikannya ? saya hanya memberi nya sedikit informasi."
"Kau benar, anak ini begitu mirip dengan ibunya. Aku berterimakasih kepadamu karena sudah menjaganya selama ini, tapi —"
"Anda tidak perlu khawatir, aku paling mengenal anakku. Semua ini terjadi karena kesalahan ku, biarkan aku menebus nya."
"Baiklah aku tidak akan ikut campur dengan masalah keluarga mu. Tapi kau harus ingat Davira adalah cucu kesayangan ku dan pewaris sah keluarga Adhitama. Aku tidak akan membiarkan siapapun menyakiti nya." ujar tuan Adhitama sebelum pamit pergi.
....
Setelah pergi dari pesta keluarga Dharmawangsa, Davira langsung pulang ke kediaman Adhitama.
"Nona, selamat datang kembali. Tuan besar sudah menunggu anda di ruang kerja," ujar bi Inah pelayan yang dulunya melayani ibunya dan merawatnya sejak kecil.
"Baiklah aku mengerti, tolong bantu aku membawa ini ke kamar. Aku akan pergi menemui kakek."
Bi Inah pergi membawa koper milik Davira ke kamar nya.
"Kakek," panggil Davira dengan mata yang berkaca-kaca.
"Kemari lah," Tuan Adhitama memberikan isyarat agar Davira mendekat.
"Bagaimana kabar mu ? Apa kau baik-baik saja ?"
"Aku baik-baik saja, orang itu menjagaku dengan baik."
Tuan Adhitama mengernyitkan alisnya.
"Bukankah semuanya terlalu jelas ?"
Tuan Adhitama pun tersenyum."Apa kau sudah yakin dengan keputusan mu kali ini ?"
Davira mengangguk sebagai jawaban.
Tuan Adhitama memeluk Davira dan berkata, "Apapun keputusan mu kakek akan selalu mendukungmu, tapi buat kakek yang terpenting adalah kebahagiaan mu sendiri."
Davira menangis dalam pelukan kakeknya. "Aku tahu apa yang kakek khawatirkan, tapi sudah sampai tahap ini menyerah hanya akan menambah masalah," ujarnya kemudian.
Kemudian Davira melepaskan diri dari pelukan kakeknya dan berkata, "Kakek, aku punya rencana ku sendiri."
Tuan Adhitama menatap cucunya dengan tatapan sendu dan berkata, "Apa kau yakin ?"
Davira mengangguk sebagai jawaban.
"Baiklah kakek tidak akan ikut campur lagi, tapi ingat, jika menemui kesulitan kamu bisa minta bantuan kakek kapanpun."
"Terimakasih kek."
"Karena kau sendiri yang memilih jalan ini, kakeknya hanya ingin mengingatkan mu, jalan ke depan tidak lah mudah. Apapun yang terjadi kau harus kuat."
Davira mengulas senyum kemudian mengangguk.
Bersambung...
Sepanjang acara, Bella terus menempel kepada Barra seolah ingin menunjukkan kepemilikan nya. Sementara Barra tidak terlalu mempedulikannya, meskipun ia tahu Bella sedikit licik tapi ia tidak pernah perhitungan kepadanya. Semua ini karena kejadian 5 tahun yang lalu, saat dirinya mengalami kecelakaan hebat dan Bella yang menyelamatkannya.
Setelah acara selesai Barra mengantar Bella pulang. Saat tiba di kediaman Adhitama, Barra sedikit melirik ke lantai 2, ia melihat siluet yang sangat dikenalnya. Ia terpaku untuk sepersekian detik kemudian kembali fokus dengan tablet ditangan nya. Tentu saja semua ini tak luput dari perhatian Bella, diam-diam ia mengepalkan tangannya.
Tak lama kemudian ponsel Barra bergetar, sebuah notifikasi pesan masuk.
"Jika begitu merindukanku kenapa tidak naik keatas ? mungkin kita bisa melakukan sesuatu yang menyenangkan untuk menyalurkan rasa rindu setelah bertahun-tahun."
Barra menutup ponselnya, pandangannya berubah dingin.
....
Keesokan harinya, berita tentang pewaris sah keluarga Adhitama yang kembali setelah 10 tahun menghilang, muncul diberbagai media. Selain itu kedekatan nya dengan Barra juga menjadi pusat perhatian. Tak sedikit yang mengatakan bahwa Davira adalah calon menantu yang direstui tuan Dharmawangsa.
Seperti yang diketahui publik, meskipun hubungan antara Barra dan Bella cukup dekat tapi mereka belum pernah muncul bersama di acara resmi manapun. Sedangkan Davira yang baru kembali sudah langsung menjadi pendamping di acara keluarga Dharmawangsa.
Sejak bangun tidur Davira melihat semua berita online yang membahas dirinya, bahkan tidak sedikit yang membandingkan dirinya dan Bella. Ada beberapa yang mengatakan dirinya adalah orang ke 3 diantara Bella dan Barra namun juga cukup banyak yang mendukung nya.
Saat ia sedang asik membaca berbagai komentar netizen, Marissa yang merupakan sahabat sekaligus asisten nya menelpon, "Apa kau sudah membaca berita pagi ini ?"
"Hmm, aku sedang membacanya."
"Kalau begitu, bagaimana kau bisa begitu santai ?"
"Tentu saja kita harus bersantai setelah bekerja keras,"
"Apa kau sudah melihat berita terbaru ? ada beberapa oknum yang mengatakan kau sengaja merebut Barra dari Bella"
Davira berjalan ke balkon, "Berita seperti ini tidak akan bertahan lama, jadi biarkan saja."
Marissa menghela nafas lega, "baiklah, apa kau akan terus tinggal di kediaman Adhitama ?"
"Tentu saja, ini rumahku. Lagipula tempat paling berbahaya merupakan tempat paling aman."
....
Di perusahaan Dharmawangsa Barra sedang membaca semua berita yang menjadi trending topik.
Luke mengetuk pintu ruangan Barra, kemudian ia masuk membawa beberapa berkas.
"Apa kau sudah selesai menyelidikinya ?"
"Maaf pak Barra, tapi semua informasi tentang nya di blokir oleh pemerintah. Kita tidak bisa menemukan apapun. Selain itu sepertinya informasi tentang nya sengaja disembunyikan selama 10 tahun terakhir."
Barra menatap dingin ke arah Luke, "Katakan sekaligus."
"Sejauh ini yang bisa melakukan semua ini hanya 2 orang yaitu keluarga Adhitama dan Dharmawangsa. Tapi setelah kecelakaan yang menimpa Nyonya Rahayu, kekuasaan keluarga Adhitama berada ditangan tuan Mahendra. Jadi kemungkinan besar yang mengatur semua ini adalah tuan Besar." Luke sedikit melirik kearah tuannya untuk melihat reaksi nya, tapi Barra tidak merespon apapun dan menyuruh nya untuk keluar.
Tapi baru saja berbalik, Barra sudah memanggil nya lagi, "Apa tanggapannya mengenai berita yang muncul pagi ini ?"
Luke mengernyitkan dahinya, kemudian dia mengerti siapa yang dimaksud bosnya ini.
"Ehm, sejauh ini pihak nona Davira tidak ada pergerakan. Sepertinya tidak berniat menanggapi nya. Apa kita perlu —"
"Apa pekerjaan mu masih kurang banyak ?"
"Tidak tidak, pekerjaan ku sudah terlalu banyak mana mungkin ada waktu untuk mengurus masalah nona Davira." Luke segera keluar dari ruangan sebelum ruangan ini meledak oleh emosi tuannya.
Setelah Luke keluar dari ruangannya, Barra diam-diam mengepalkan tinjunya
Ia menatap sebuah nomor di ponsel nya, entah apa yang ada dipikiran nya.
Tak berapa lama kemudian seseorang memasuki ruangannya.
"Apa masih ada hal lain ?"
"Sepertinya semenjak kedatangan Davira emosimu jadi tidak stabil." Bella berjalan ke belakang Barra dan memeluknya dari belakang.
Barra merasa tidak nyaman dengan tindakan Bella, ia melepaskan pelukan Bella dan kembali duduk di kursinya. "Ini tidak ada hubungannya dengan nya, kenapa datang tanpa memberitahuku dulu ?"
Bella merasa tidak puas dengan tindakan Barra, padahal sudah 10 tahun berlalu tapi Barra masih saja bersikap dingin kepadanya. Meskipun diluar banyak yang membahas kedekatan mereka tapi pada kenyataannya mereka tidak sedekat itu meskipun sudah menjalin hubungan selama 5 tahun terakhir.
"Apa sekarang aku juga harus melapor ke resepsionis dulu untuk datang kemari, Barra aku ini kekasih mu." protes Bella tidak senang dengan perlakuan Barra.
"Aku tahu, maafkan aku. Saat ini aku sedang banyak pekerjaan. Ayo pergi makan malam setelah aku selesai." Meskipun sedikit enggan Barra akhirnya tetap membujuk Bella. Seperti yang dikatakan Bella, biar bagaimanapun mereka adalah kekasih. Bukan hanya itu, tapi ia berhutang sebuah nyawa terhadap Bella.
"Baiklah, kalau begitu kamu lanjutkan pekerjaan mu dulu. Aku juga masih ada pemotretan sore ini." Bella mencium Barra kemudian pergi meninggalkannya.
Barra menghela nafas lega setelah Bella pergi.
Dalam sekejap hari berganti malam, Barra pergi menjemput Bella di lokasi pemotretan kemudian pergi makan di salah satu restoran bintang 5.
Saat memasuki restoran ia melihat siluet yang familiar tapi ia juga tidak terlalu yakin.
....
Sementara itu di sebuah ruang VIP Davira sedang berkumpul bersama Marissa dan Mike sahabatnya.
"Aku tidak menyangka Barra begitu romantis, bahkan ditengah kesibukannya masih sempat menjemput dan mengajak makan kekasih nya," ujar Marissa.
"Dia memang sangat romantis, hanya saja matanya sepertinya memiliki masalah yang serius," timpal Mike.
"Bermasalah juga tidak separah seseorang," sindir Marissa.
Davira melotot kepada mereka berdua.
"Ehm, kenapa makanannya lama sekali." Marissa dan Mike kompak mengalihkan pembicaraan.
"Terus ini semua apa ?"
Marissa dan Mike tersenyum kikuk.
"Jadi, bagaimana rencana mu selanjutnya ?"
"Menikah dengan nya."
"Uhukkk." Marissa tersedak dimsum yang sedang dimakannya. "kau tidak bercanda kan ?" ujar Mike sambil memberikan minum kepada Marissa.
"Hanya dengan menikah dengan nya barulah aku bisa menguatkan posisi ku, biar bagaimanapun Mahendra Adhitama bukanlah orang yang mudah dihadapi."
Marissa mengangguk setuju, sementara Mike sedikit ragu. "Perkataan mu memang masuk akal, jika ingin dukungan maka Dharmawangsa Grup adalah pilihan terbaik. Tapi ini Barra, apa kau yakin ?"
"Selama 10 tahun ini bukanlah kehidupan yang mudah, jadi seorang Barra tidak berarti apa-apa bagiku."
"Bukan itu maksudku, apa kau yakin Barra mau menikah dengan mu ?" ujar Mike kemudian, disusul tawa Marissa.
Davira melotot kearah mereka kemudian berteriak, "Hyaaa !! kalian ini sebenarnya berada di pihak siapa ?"
"Tentu saja di pihak mu, tapi apa kau yakin bisa menikah dengan nya ?"
Davira tersenyum penuh arti, "Dia hanya bisa menikah dengan ku, kecuali jika dia sudah tidak menginginkan Dharmawangsa Grup."
"Apakah ini ada kaitannya dengan orang itu ?" tanya Marissa penasaran.
Davira tidak menjawab nya, ia tahu betul bahkan jika dirinya menikah dengan Barra, tidak ada cinta diantara mereka, justru Barra akan semakin membenci nya.
Bersambung ...
Setelah makan, Barra langsung mengantar Bella pulang. Tanpa sadar matanya melirik sebuah ruangan di lantai 2, ruangannya tampak gelap.
"Pak Barra, Tuan besar meminta anda pulang ke rumah."
"Bilang saja aku masih sibuk, aku akan menemui nya besok."
"Baiklah, kalau begitu apakah sekarang kita langsung pulang ke Royal Villa ?"
"Tidak, antar aku ke sebuah tempat,"
Tak lama kemudian mobil mereka sampai di sebuah bangunan mewah di pinggiran kota, disana ada sebuah mobil lain. Barra turun dan melangkah masuk. Langkah nya terhenti di depan sebuah rumah kaca. Didalamnya ada seorang gadis yang sedang bermain piano. Ingatan samar tentang beberapa tahun yang lalu tiba-tiba muncul di kepala nya.
Davira menyudahi permainan piano nya, ia menyadari ada seseorang yang datang. Tubuhnya sedikit menegang.
Barra berjalan mendekat, jelas-jelas ia sangat membenci gadis ini tapi tubuhnya berkata lain.
Davira berbalik dan menatap matanya, mata hazel nya bertemu dengan mata hitam milik Barra. Keduanya saling menatap untuk beberapa saat.
Davira berdiri dari tempat duduknya.
"Apa yang membuat tuan Barra yang terhormat datang ke tempat terpencil ini ?" Davira menyeduh secangkir teh untuk Barra kemudian berjalan ke meja teh. Barra menarik kursi dan duduk didepan nya.
Barra menyesap teh nya kemudian berkata, "Nona Davira sudah menunggu begitu lama, mana mungkin aku tidak datang."
Davira tersenyum menanggapi perkataan Barra. "Sudah menunggu selama 10 tahun lebih, aku tidak keberatan jika harus menunggu sedikit lebih lama." Ia berjalan memutari meja kemudian duduk di pangkuan Barra, jari-jari nya yang lentik membelai wajah nya, "Pada akhirnya semua akan kembali kepada pemilik aslinya."
Barra tidak menjawab, ia menunggu Davira melanjutkan kalimatnya, namun Davira tidak mengatakan apa-apa lagi.
Davira bangkit dari pangkuan Barra, ia memetik beberapa mawar dengan tangan kosong. Darah mengalir di sela-sela jarinya. Ia mendengus kesal, "Apa kau tahu kenapa ibuku sangat menyukai mawar ?"
"Karena ia spesial, penampilan nya begitu cantik dan menggoda, tapi ia juga tangguh dan sulit didekati, jika tidak berhati-hati kau bisa terluka oleh dirinya tapi inilah yang membuat nya istimewa. Ibuku selalu ingin aku menjadi seperti nya."
Davira membuang bunga di tangannya.
Barra membuka mulutnya ingin mengatakan sesuatu, tapi pada akhirnya ia tidak mengatakan sepatah katapun. Ia berdiri dan berjalan keluar, namun saat mencapai pintu sebuah suara menghentikannya.
"Seseorang mengatakan kepadaku, jika ingin balas dendam aku harus melakukan nya benar, tapi sebelum itu aku harus menjadi kuat seperti bunga mawar itu. Aku harus memikat mereka kemudian menunggu mereka lengah dan mendekat dengan sendirinya."
Davira berjalan menghampiri Barra. "Jadi tidak perlu buru-buru, kita bisa melakukannya perlahan. Dendam diantara kita, pasti akan diperhitungkan dengan jelas. Apa yang kuambil dari mu akan ku kembalikan padamu, begitu pun dengan apa yang kau ambil dari ku, aku akan membuatmu merasakan rasa kehilangan yang sama." mata hazel nya bertatapan langsung dengan mata hitam Barra.
"Tapi kau tidak akan bisa mengembalikan nya," jawab Barra sebelum benar-benar pergi.
....
Hari ini Davira bangun sedikit kesiangan, ia pergi ke ruang makan dan melihat ada Bella dan pamannya juga. Ia hampir lupa jika mereka tinggal di rumah yang sama.
Ia menyapa kakeknya dan makan dalam diam, ia sama sekali tidak menghiraukan keberadaan paman dan sepupunya.
"Davira, apa hari ini kau ada rencana ? Jika tidak ada kakek akan mengajakmu ke perusahaan." ujar tuan Adhitama.
"Tidak ada."
Tuan Mahendra meletakkan alat makannya, "Ayah, bukankah ini masih terlalu dini ? Lagipula Davira masih terlalu muda."
Davira menatap pamannya dan tersenyum, "Apa yang di katakan om Mahendra benar, aku masih perlu banyak belajar. Bagaimana jika ku belajar langsung dari om ?"
"Kurasa itu ide yang bagus, cara belajar paling efektif adalah dengan praktek langsung." ujar tuan Adhitama menimpali perkataan Davira.
"Baiklah, tolong kamu atur pekerjaan untuk Davira di perusahaan agar Minggu depan setelah pesta penyambutan, Davira bisa langsung bekerja." lanjut nya.
"Ayah, Adhitama Grup sangat menjunjung tinggi profesionalisme dan keadilan dalam penerimaan karyawan baru. Jika aku langsung mengatur pekerjaan untuk Davira, ini akan merusak citra perusahaan dan juga akan menyulitkan Davira." Jelas sekali Mahendra tidak ingin membantu sama sekali.
"Jika memang begitu hebat kenapa tidak ikut seleksi seperti karyawan lainnya saja." Arabella yang sedari tadi hanya diam pun akhirnya membuka suara.
"Aku sudah selesai, kakek aku pergi dulu." lanjut nya.
"Baiklah aku akan ikut seleksi masuk seperti karyawan lainnya. Karena sudah memutuskan untuk mengikuti persyaratan yang ada, lebih baik hari ini aku tidak usah ikut ke perusahaan terlebih dahulu."
"Baiklah terserah padamu saja, tapi pesta penyambutan mu harus tetap dilakukan."
Saat kembali ke kamar, Davira melihat ada beberapa panggilan masuk dari Marissa. Ia mengambil tasnya kemudian pergi ke Rose Mansion. Saat tiba disana Mike dan Marissa sudah menunggu nya.
"Apakah ada masalah ?"
"Lihatlah !" Marissa memberikan tablet kepada Davira.
"Biarkan saja, kalau bisa bantu sedikit publisitas lagi."
"Tapi —"
"Biarkan dia tahu, lagipula tidak ada yang pernah melihat wajah Eve secara langsung. Ini tidak akan mempengaruhi harga saham kita, jadi tidak perlu khawatir ."
"Baiklah, "
"Kau yakin akan membiarkan nya tahu ? dengan kemampuannya, jika dia melihat berita ini dia bisa saja curiga," ujar Mike khawatir, tapi bukan itu yang dikhawatirkan nya.
"Memang itu yang aku inginkan. Semakin dia penasaran maka dia akan terus mencari lebih dalam lagi."
Marissa menjentikkan jarinya, "Aku tahu sekarang, jadi kau ingin menggunakan sumberdaya miliknya untuk menyelidiki kejadian 10 tahun yang lalu ? atau jangan-jangan yang membocorkan masalah ini —"
"Bukan aku, tapi tidak ada ruginya menggunakan sumberdaya yang ada." Sebenarnya Davira juga penasaran siapa orang yang membocorkan foto itu dan apa tujuannya.
"Ah Eve memang yang terbaik." Marissa memeluknya dengan erat.
Mike semakin khawatir. "Kau ini, apakah harus sampai seperti ini ? kau tahu kan dengan kekuatan keluarga ku, aku juga bisa —"
"Mike, dendam ini antara aku dan dia, maka biarkan kami yang menyelesaikan nya."
"Apakah benar-benar sudah tidak ada kesempatan bagiku ?" lanjut Mike.
Marissa merasa perdebatan diantara mereka tidak akan selesai begitu saja jadi dia memilih kabur ke dapur.
Davira diam sebentar kemudian berkata, "Mike, maaf. Aku tahu aku bodoh karena sudah menolak laki-laki sebaik kamu."
Melihat kesedihan di wajah Davira, Mike jadi tidak tega, "Sudah lah, menyekolahkan mu di sekolah internasional terbaik juga tidak bisa menyembuhkan penyakit bodoh mu ini," goda Mike.
....
Davira menatap bangunan besar didepannya, disana terpasang logo Dharmawangsa Grup yang megah dan elegan.
Ia menarik nafas untuk sesat sebelum masuk ke dalam. Hari ini ia datang ke Dharmawangsa Grup untuk wawancara sebagai Desainer Perhiasan.
Sebelumnya saat ia mengatakan akan magang di Adhitama Grup ia hanya asal mengatakan nya saja, sebenarnya ia sudah memutuskan untuk pergi ke Dharmawangsa Grup.
Dengan semua pengalaman nya, tentu saja ia bisa lolos dengan mudah.
Bersambung ...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!