Elah anak gadis yang cantik Abah Anwar dan ibu Rumini, banyak laki-laki yang tergila-gila dengan paras cantik Elah.
Keadaan ekonomi keluarga Elah sederhana, cenderung tidak mampu. Rumahnya terbuat dari bilik, dan kayu. Dengan bolong di sana-sini. Kalau musim hujan tiba bocor di mana-mana. Warna catnya sudah memudar.
Keadaan rumah Elah tidak menyurutkan para Adam untuk meminang Elah.
"Elah, mau enggak jadi pacar aku, terus kita menikah". Adam mengajukan niatnya secara langsung.
"Sama aku aja. Mobil, rumah nanti aku beliin". Hamdi juga mengajukan hal yang sama kepada Elah malam itu.
"Bohong, aku aja". Oni nyolot dari bangku belakang.
Setiap malam yang berkunjung ke rumah Elah banyak. Mereka berlomba-lomba memikat hati Elah.
Pemikat yang di lakukan oleh kaum Adam yang berkunjung ke rumah Elah dengan gaya masing-masing ada yang bergaya Amerika, Jepang, atau China. (Mobil, motor, makanan sebagai buah tangan).
Sementara itu dari semua yang datang belum satupun yang mampu memikat hati Elah. Orang tua Elah bingung dengan pilihan Elah. "Mau yang kayak bagaimana calon suamimu? " Abah bertanya pada Elah.
"Menurut abah, semua laki-laki yang datang baik semuanya, si Adam baik, bawain Abah rokok kesukaan Abah. Yang lainmah hanya bawa makanan yang asing di lidah Abah sama ibu. Makanan luar negeri Abah mah enggak bisa nyebutnya juga, susah".
"Apalagi tuh si Roni... Suka bawa makanan yang di bungkus kardus coklat, terus modelnya bulat di atasnya makanannya itu ada sosis, daging, dan lainnya. Abah mah ngedenger nama sosis aja aneh. Makanan dari mana itu".
"Itu namanya Pizza bah, enggak tahu makanan asalnya dari negara Inggris, Italia apa Amerika, entahlah". Elah menjawab pertanyaan Abah dengan senyum dan berkata, " lucu ih si abahmah, masa zaman sekarang enggak tahu Pizza, banyak sekarang mah di Indonesia juga, enggak mesti ke luar negeri". " Oooh kirain abahmah si Roni sebelum kesini ke luar negeri dulu". Elah bengong dengan ucapan Abah yang enggak masuk di akal.
Di maklumi sama Elah Abah selama ini tidak pernah makan makanan seperti itu, kata kita enak juga tapi kata Abah itu enggak enak rasanya, mending singkong atau talas Bogor.
Abah punya kecendrungan kepada Adam. Adam anak orang kaya, mobilnya mewah kalau main ke rumah Abah sama ibu suka di beliin baju, tas buat Elah selalu spesial, selain baju dan tas boneka, bunga.
Oni, Toni, Hamdi, Dani, Roni, Tino, Jaka, dan yang lainnya rutin bertandang ke rumah Elah.
Elah tidak suka Adam karena sombong, sombong dengan kekayaan orangtuanya, Toni terlalu angkuh dengan kesuksesannya, Oni sombong dengan anugerah kegantengannya, Hamdi angkuh dengan banyak relasinya dari kalangan pejabat dan artis-artis nasional, bahkan katanya artis luar negeri juga ia kenal.
Sedangkan Dani, berbicaranya tidak sopan, terlalu nyinyir, dan bawa perasaan (baperan). Roni selalu membangga-banggakan harta orang tuanya, Tino selalu berusaha menjelekkan rivalnya, dan tidak perduli dengan perasaan orang lain.
Jaka pembicaraannya selalu tentang binatang-binatang kesayangannya, burung dengan harga yang mahal. Tidak hanya satu banyak katanya koleksi burung peliharaannya.
*******
"Sial, dasar".
"Maaf," laki-laki yang tidak di kenali Elah meminta maaf karena telah menumpahkan bakso yang siap di nikmati setelah lama mengantri.
"Enak betul, hanya minta maaf, ganti dong!". Ekspresi Elah marah dan kesal. Marah karena bakso yang siap di makan dengan nikmat, sudah terbayang kenikmatannya. Pake saos, cabe, kecap, cuka. "Pasti enak". Ucap Elah. Cuacanya gerimis setelah hujan yang lebat mengguyur kediamannya.
"Kan saya enggak sengaja". Laki-laki tersebut menjawab.
"Tapi kan situ yang senggol". Elah bertambah geram. "Pokoknya ganti, jadi dua mangkok bakso". Elah memaksa.
"Enggak bisa begitu, Saya ganti satu mangkok saja, kan yang tumpahnya juga satu mangkok".
"Kalau enggak dua mangkok, sini KTP atau STNK atau KK atau apa saja, nanti saya datang kerumah kamu sesuai alamat, terus minta ganti ke bapak dan mamah kamu". Elah tambah naik pitam.
"Jangan! Nanti saya di marah ibu dan bapak di rumah, masa gara-gara semangkok bakso KTP, KK, SIM, di ambil, lagian saya enggak punya semuanya, paling KTP, ". Dengan nada polos laki-laki tersebut menjawab amarah Elah.
"Sekalian sertifikat tanah". Bukannya diam Elah malah bertambah negosiasinya.
"Waduh, parah amat. Segitu nya... Boro-boro sertifikat tanah, tanah semangkuk saja saya enggak punya".
"Ya udah cepet ganti bakso nya aja, kamu enggak tahu sih gimana rasanya udah ngantri lama, bakso udah siap di santap eeeh, malah tumpah, enggak bersisa lagi".
"Mas, satu mangkok bakso yah buat perempuan ini, nanti saya yang bayar". Laki-laki itu akhirnya mengalah dan memesan kan bakso untuk Elah.
"Naah, dari tadi kek!. Enggak usah ribet lagi". Elah mengantri kembali untuk kedua kalinya. "Dasar kamu, enggak jelas". Elah masih dalam keadaan kesal menatap laki-laki yang telah menumpahkan baksonya.
"Maaf. kan... sudah saya ganti". Lelaki ini memang sosoknya culun dan udik. Pakaiannya tidak seperti laki-laki pada umumnya, kaos lengan pendek tidak Kumal tidak juga bagus, sangat biasa saja. Setelan celana panjang tapi lebar bagian bawahnya, model cutbray. Bukan bahan Levis tapi kain biasa. Yang di jahit dengan sederhana.
Bukan tipe Elah, sosoknya menurut Elah norak tidak fesyenable. Laki-laki tersebut berlalu dan Elah menikmati bakso yang tadi tertunda. "Tapi rasanya kurang enak". Elah menyimpan garpu dan sendok di mangkuk baksonya. Bukan karena baksonya yang tidak enak, tetapi karena selera makan Elah sudah memudar. Jadi, tidak nikmat untuk di makan. Bakso yang ada di mangkok tidak di habiskan Elah. Elah lantas meneguk air teh hangat, yang di sediakan di atas meja, setelah itu Elah beranjak pulang.
Dalam perjalanan Elah masih merasakan kesel atas kejadian hari ini. Jarak antara tukang bakso dengan rumahnya lumyan jauh. Toko pangkalan langganan Elah banyak pembelinya. Setiap hari selalu habis laris.
******
Elah sedang termenung di temani Puti kucing kesayangannya, warna nya berwarna putih mulus.
Hujan di luar sangat deras, bulan Februari di ujung tanggal masih saja mendatangkan hujan. Ibu menghidangkan bubur kacang, "biar anget suhu tubuh," Abah mulai perlahan makan bubur ayam yang ibu buat tadi pagi. "Elah, ayo makan bubur kacangnya!". Ibu membuyarkan lamunan Elah. "Iya, Bu. sebentar lagi". Elah mendekati Abah dan ibu dan duduk di samping keduanya.
*****
Tidak di sangka Elah bertemu kembali dengan laki-laki culun itu di ujung jalan, dengan celana cutbray yang menjuntai ke tanah.
"Dunia terasa sempit," Desis Elah.
Elah yang kaget melihat laki-laki dengan celana cutbray di depan matanya, perlahan memalingkan wajah. Namun, ternyata laki-laki itu sudah ada tepat di hadapannya.
"Mau kemana?".
Elah tidak menjawab hanya sedang berusah menghindari, sambil mencari celah di jalan yang sempit bagaimana bisa berlari, berjalan saja hanya bisa di lewati satu orang. Karena berpapasan posisinya.
"Enggak usah takut kemarin-kemarin waktu di tukang bakso galaknya minta ampun. Lantas kenapa di sini jadi pendiam". Seolah-olah sedang dalam keadaan mujur laki-laki tersebut menyunggingkan senyuman.
Elah tidak melihat senyuman itu, padahal senyumannya manis sekali. Elah hanya tertunduk.
" Kufikir kita tidak akan bertemu lagi setelah kamu menumpahkan bakso ku". Elah memberanikan diri menjawab, masih dengan posisi menunduk.
Dalam hati Elah kapan laki-laki udik itu akan pergi, sepertinya ada semut yang mulai menjalar ke atas kakinya.
"Mungkin kita jodoh kali... Makanya kita ketemua lagi".
"Amit-amit jabang bayi, jangan berharap yah!". Elah mulai menancap gas bicaranya.
"Jangan begitu nanti di pertemuan selanjutnya aku pasti melamar dan meminang kamu langsung ke orang tuamu".
"Berani sekali, bawa orang tuaku". Elah mulai menatap mata laki-laki udik yang tidak tahu siapa namanya.
"Saya berani".
"Hey ... Kamu enggak bakalan tahu di mana rumahku, rumahku jauh enggak Bakalan ketemu, awas jangan macam-macam main ke rumahku. Di rumahku ada anjing galak". Ujar Elah.
Bukannya takut malah tambah berani laki-laki udik menantang Elah.
"Siapa takut, besok malam, aku mau main ke rumah kamu, buat melamar kamu langsung".
"Eit... No.. no... No... Gak bisa!. Sembrono sekali main-main di undang juga enggak".
"Marah nya sudah cantik, apalagi kalau tersenyum". Goda laki-laki udik menggoda Elah.
"Enggak ada senyum-senyum. Awas minggir aku mau lewat. Nanti Abah sama ibu ku sibuk mencari-cari ". Dengan tangan yang sigap, Elah langsung mendorong laki-laki udik tersebut, sehingga terjatuh ke tanah.
Elah lewat begitu saja tanpa menoleh sedikitpun ke belakang.
"Dasar, kenapa siih harus ketemu dia lagi, sebel-sebel.... Sebeeeeel banget". Tanpa di sadari Elah sudah berada di depan pintu rumahnya.
"Ada apa, datang-datang sebel,sebel,sebeeeeel.. ibu meniru gaya Elah. Rupanya ibu sudah memperhatikan Elah dari depan rumah.
"Ibu, kenapa Elah sebel, itu tuh tadi pas mau kesini di jalan yang setapak Elah ketemu laki-laki yang numpahin bakso Elah. Elah kan jadi nya sebel.. mau makan bakso enak enggak jadi, mana antriannya panjang dan lama. Bakso mang Udin waktu itu ramai pengunjung, bakso yang siap di makan malah ke senggol sama dia. Mana udik gitu. Pokoknya Elah sebel, sebel banget". Sambil nyerocos Elah masuk ke kamarnya.
"Hati-hati nanti kamu jatuh hati" ibu menguntili Elah dari belakang.
"Amit-amit ibu jangan begitu ngomongnya, kalau jadi kenyataan giman? Ibu sama Abah mau punya menantu udik!".
Bruk... Pintu kamar Elah di tutup. Pintu kamar Elah engsel nya tinggal satu, yang bagian bawah sudah copot.
Ibu bengong di depan pintu yang hampir jatuh. " Elah hati-hati dasar itu engsel pintunya satu udah copot, eeh malah di tutupnya begitu. Nanti copot kamar kamu enggak ada pintunya. Terus nanti laki-laki udik itu tiba-tiba ada di depan kamar kamu gimana?".
Elah yang sudah masuk ke kamar dan bersiap untuk rebahan, bangkit kembali dan mendatangi ibu yang masih ada di balik pintu kamar Elah.
"Ibu...ibu.... Jangan yah, Elah enggak mau punya suami kayak begitu. Celananya itu bikin ngeri Bu". Elah merinding.
Ibu yang mendengar ucapan Elah berfikir emang celananya kenapa yah? Kok bisa mengerikan begitu?, Aaaah Elah, elah.. kenapa dengan celana laki-laki itu". Ibu terburu-buru menuju dapur mencari Abah, dan mau bercerita tentang laki-laki udik dengan celana mengerikan.
"Abah, Abah, Abah.. kemana si Abah". Ibu tiga kali dan berkali-kali memanggil Abah. Tapi Abah enggak ketemu.
"Aduh kemana lagi itu si Abah?" Ibu beringsutan, kain panjang nya mulai di ambil ujung atasnya lalu di peras oleh kedua tangannya, seolah-olah sedang menjemur baju.
Abah tak jua menampakkan batang hidungnya, ibu yang sibuk dan bertanya-tanya di mana si Abah. "Heran, biasanya Abah ada di dapur sambil duduk di atas dipan sambil memegang kipas" ujar ibu sambil matanya celingukan ke kanan dan ke kiri mencari sosok Abah. Sedangkan Elah di kamar sedang tertidur pulas. Tidur siang yang nyenyak.
Cuaca hari itu panas tidak dingin tidak, nikmat untuk tidur siang. Elah di temani kucing yang ikut terlelap tidur tidak lupa bantal guling bayi, yaa... bantal guling waktu bayi.
******
"Abah, Abah... ibu cari-cari di dapur enggak ada, biasanya kan Abah disini, dari mana, bla... bla... bla...?". ibu enggak berhenti bertanya.
"Ada apa Bu?, pelan-pelan saja ngomongnya, enggak berhenti dari tadi, bagaimana Abah mau menjawabnya". Abah tadi di panggil mang Ujang katanya jala ikannya ada yang mencuri, di simpan di saung, di saung sawahnya. Abah kesitu tadi sebentar, kan malu kita suka pinjem jala ikannya, masa kehilangan kita diam-diam saja".
"Iya, tapi kenapa enggak bilang sama ibu".
"Abah enggak sempat, lagian tadi Abah denger ibu lagi ngobrol sama Elah di kamarnya, lagian rumah mang Ujang kan dekat." "Ya, udah yang penting sekarang Abah udah ada di sini, ibu mau ngomong tentang Elah, katanya tadi ketemu sama laki-laki yang numpahin baksonya". belum sempat ibu bercerita, Abah sudah menyela pembicaraan. "Begitu aja, kirain Abah mah ada apa aja. Elah mah enggak bakalan kaget ketemu sama laki-laki mah, setiap hari juga banyak laki-laki yang main ke rumah kita.
"Sssssttttt..... sssttt... ibu memberikan isyarat jari telunjuknya di tempelkan di tangan Abah yang mau menguap. Kontan saja Abah kaget dan hampir saja ibu terkena pukulan Abah.
"Ibu... ibu kenapa siih?.. itu telunjuk ke mulut Abah. Abah kan kaget Bu, hampir saja ibu kena pukulan Abah".
"Abah... Abah, ibu belum beres bercerita udah motong pembicaraan saja".
"Ada apa yang sebenarnya". Meski tidak jadi menguap Abah penasaran atas sikap ibu.
"Kata Elah, laki-laki itu udik terus celananya mengerikan". ibu mengecilkan suaranya dengan pelan ketika berkata 'mengerikan'.
"Abah matanya menjadi terbelalak dengan tiba-tiba, setelah ibu mengatakan 'mengerikan'.
"Elah nya mana sekarang" Abah menanyakan keberadaan Elah.
"Elah ada di kamarnya".
"Addddddduuuuuuh, ibu... ibu...."
"Kenapa Abah.....?" ibu menjadi kaget.
"Elah enggak kenapa-napa, berdarah atau terluka, atau menangis pas datang ke rumah?". Abah was-was.
"Enggak Abah, hanya bilang sebel... sebel... sebeeeeelll banget". itu kata-kata yang ibu dengar pas mau masuk rumah.
"Ibu enggak periksa keadaan Elah, sebelum masuk kamar tadi, malah sibuk nyari Abah".
"Elah enggak terluka apa-apa, baju nya enggak sobek, mukanya enggak ada terluka, rambutnya biasa rapih terikat, tidak ada yang mencurigakan".
"Mendingan periksa lagi Elah di kamarnya, sana ibu lihat lagi, jangan-jangan Elah......???!!". Abah sedikit mendorong ibu agar segera menuju kamar Elah.
"Awas hati-hati engsel kamarnya mau copot Bu". Abah mengingatkan.
Ibu sudah tahu betul keadaan seluruh isi rumahnya enggak perlu di ingatkan oleh Abah, ia berlalu meninggalkan Abah di dapur dengan kipasnya yang sudah lapuk.
Ibu melihat Elah yang tertidur dengan pulas. Puti dan bantal guling setia menemani Elah dan ikut terbaring nyenyak.
Elah yang mulai terjaga, kaget melihat ibu sudah ada di kamar sambil melihat seluruh anggota tubuhnya dari atas hingga ujung kaki.
"Kenapa Bu, kok tatapannya aneh?". Elah menggerakkan badannya lalu duduk santai sambil mengelus-elus Puti.
"Tadi kamu pake baju, celana atau rok yang mana?" Bukannya menjawab ibu malah bertanya kembali.
"Pake ini, Elah ganti". Elah menunjukk ke arah baju dan celana yang ia kenakan. "Emang kenapa Bu?". "Coba kamu turun dari ranjang terus berdiri". Elah mengikuti apa yang di minta ibu. Meski merasa heran atas apa yang ibunya lakukan.
"Ibu cium yah,". Rambut, kaki, tangan, pipi. Semuanya ibu ciumi". "Ibu ada apa siih?.. serem tahu, ibu kenapa". Elah memegang dahi ibu.
"Tadi, katanya bertemu di jalan setapak sama laki-laki yang memakai celana mengerikan, kamu enggak di apa-apain kaan?.
"Iiiiih., Iiibuuuuu... Bikin nambah sebel aja. Ibu sama, sama kayak laki-laki udik itu".
Abah yang mendengar jeritan Elah langsung terbirit-birit masuk ke kamar Elah. "Tuuuh kaaan bu...., Apa kata Abah juga, malu ini Bu. Siapa laki-laki itu, orang mana, siapa ibu bapaknya. Dia harus berani bertanggung jawab".
Tok.... Toook...toook. pintu depan rumah ada yang mengetuk. Elah berlari dan membukakan pintu rumah meninggalkan Abah dan ibu di dalam kamar.
Pintu terbuka... "Aaabbbbbbaaaaaah, iiiibbbbuuuuui.... Ada syetaaaaaan". Elah tunggang langgang lari menuju kamar kembali.
Ayah dan ibu langsung keluar, kaget mendengar jeritan Elah. "Masa ada setan sore-sore gini, Elah,Elah. Bukannya tadi ada yang mengetuk pintu rumah kita". Kata ibu.
"Iya, ada di depan Bu. Abah ibu jangan di suruh masuk yah, Elah takut". Badan Elah menggigil seperti habis ketemu setan sungguhan. Ibu langsung menyuruh Elah tiduran di ranjangnya dan mengambilkan segelas air putih hangat.
Abah menuju ke depan. Di depan pintu sudah ada sosok laki-laki berambut kribo, dengan celana panjang cutbray.
"Abah, kenalin nama saya Jalu. Mau melamar anak Abah. Elah.". Abah syok hampir pingsan.
Ibu langsung mendekati Abah dan memapahnya duduk di kursi kayu rotan berwarna coklat muda. "Abah duduk, ibu bikinin teh manis dulu". Tanpa memperdulikan tamunya ibu langsung bergegas menuju ke arah dapur. "Aneh, Abah kenapa yah. Kok seperti syok dan mau pingsan melihat tamu tersebut". Guman ibu dalam hati. "Laki-laki dengan rambut kribo, setinggi dan selebar pohon beringin.
Belum selesai keheranan ibu tentang pingsannya Abah, ibu juga heran dengan sikap Elah yang langsing mengunci kamarnya, padahal pintu nya sudah mau jatuh.
Ibu menuangkan gula, lalu mencelupkan teh ke dalam gelas berukuran besar berwarna putih, ada gagang di samping nya. Dengan cepat ibu mengaduk gula supaya cepat larut dan teh di celup mulai di tarik ke atas ke bawah supaya air yang tadinya berwarna.
"Abah, ini minum dulu teh manisnya". Ibu menyuapi air teh manis ke dalam mulut Abah dengan menggunakan sendok perlahan-lahan.
Abah yang terkulai lemas, langsung beraksi menyambut teh manis yang di tangan ibu, "enggak usah pake sendok Bu". " Tapi ini panas abaaaah". ibu menarik teh manis yang siap di minum Abah, "nanti kepanasan, lidah Abah sakit".
Abah tetap meminum teh manis tanpa sendok, meski muka Abah berubah menjadi merah karena kepanasan Abah tetap merasa kedinginan menggigil. "Abah, kenapa menjadi dingin" ibu panik. "ayoo ke bidan atau dokter, nanti Abah sakit". ibu bertambah kepanikannya karena Abah hanya diam saja. belum berkata apapun.
Sedang di luar laki-laki berambut kribo dan bercelana cutbray masih setia menunggu tuan rumah mempersilahkan masuk ke dalam rumahnya.
Tak lama Abah mulai menggerakkan kakinya, lalu perlahan merubah posisi duduknya yang tadinya rebahan menjadi duduk normal dengan posisi tegak.
Sisa teh manis yang tadi ibu buatkan masih ada sedikit lagi, Abah meneguknya.. "Hhhhhmmmmmm Bu, coba ibu lihat keluar, masih ada enggak orang di luar rumah kita, yang tadi ketuk rumah kita". Abah menunjukkan jari telunjuknya ke arah pintu yang di tutup kembali oleh Abah ketika mendengar ucapan laki-laki kribo tersebut.
Dreeeeeeetttttttttt....... pintu mulai di buka. ibu diam saja ketika matanya bertatapan dengan wajah laki-laki kribo yang berdiri di hadapannya.
"Bu, selamat sore...". sambil tersenyum dan memilin-milin kaos.
Ibu diam dan tidak berkedip. Lalu masuk kembali menemui Abah yang masih duduk lemas.
"Masih ada bah". ibu gemetar tangannya.
"Apa, masih ada. terus gimana". "gimana apa nya bah". ibu kebingungan. "itu tamu yang di depan suruh masuk apa kita usir saja, kalau kita usir apa kata tetangga kita, malu Bu. tapi kalau di suruh masuk Abah takut". "Abah laki-laki bukan?.. coba pegang kumis tebal Abah". ibu menjewer kumis Abah.
"Addduuuuh, sakit Bu". "Abah sih ada-ada saja, laki-laki takut sama laki-laki". "Emang ibu enggak takut". balas Abah. " Yaaa... ibu juga sebenarnya takut".
Sore mulai menggelayuti bumi, matahari hendak beranjak ke peraduannya. berganti bulan yang akan menemani bumi. Nyamuk-nyamuk sore mulai keluar mencari mangsa.
Tak luput dari gigitan nyamuk, laki-laki berambut kribo sibuk memukul-mukul tangan, pipi, kaki yang di gigit nyamuk. Nyamuk sore pesta pora di atas rambut kribo.
"Dia baru saja melamar Elah Bu".
"Apa.....!!!" suara ibu melengking.
"Ibu jangan berisik, malu".
"Abah, gimana ini?".
"Panggil Elah, dimana dia ketemu dengan laki-laki model kayak begitu. Adam, Roni, oni, Hamdi dan yang lainnya enggak seperti itu Bu". Abah memukul jidatnya sendiri dan mengibas-ngibaskan kipas di tangannya dengan tidak tentu arah. Panas yang di rasakan Abah di mana-mana, sekujur tubuh. suhu panas tiba-tiba melonjak di suasana dingin, darah Abah naik tensinya.
"Elah, sini".. ibu mendesis. "Abah nungguin kamu di kursi tamu". dari balik pintu kamar Elah. Elah mengunci kamarnya. sehingga ibu tidak bisa masuk.
Tidak ada jawaban
...****************...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!