NovelToon NovelToon

Protagonist'S Obsession

Part 1

Helaan nafas berat keluar dari mulut seorang gadis cantik berambut perak. Tatapannya tampak sangat bosan dan lelah. Jemarinya memainkan kipas di tangannya. Seakan tidak sabar menunggu moment penting dalam hidupnya.

Ophelia, itulah nama gadis yang tengah menunggu dengan bosan tersebut.

Derap langkah kaki seseorang mengalihkan tatapannya. Jantungnya berdegup kencang melihat seorang pria tampan mendekatinya. Penantian panjang Ophelia akhirnya usai.

Ophelia berdiri. Menyambut kedatangan lelaki tersebut. Count Noel sekaligus suaminya.

"Akhirnya kau datang Noel. Aku sudah menunggumu sejak tadi." Sambut Ophelia penuh senyuman.

Wajah Noel tidak lah berubah meski mendapatkan sambutan hangat dari Ophelia. Tetap dingin dan kaku seperti sebelumnya.

"Ini pertama kalinya kau mengajakku kencan di restoran setelah menikah. Aku sangat senang." Ungkap Ophelia gembira sedangkan Noel mendecih pelan.

"Aku tidak ingin berbasa-basi lagi dengan wanita memuakkan sepertimu."

Ophelia membeku di tempat mendengar pernyataan kejam sang suami.

"Apa maksudmu?"

Noel menyodorkan surat cerai ke Ophelia. "Cepat tanda tangani ini!"

Gadis itu menelan saliva kasar. "Kenapa begitu tiba-tiba?" Tanyanya tercekat.

Noel tak menjawab. Melainkan seorang gadis yang tiba-tiba masuk lah yang menjawab pertanyaan Ophelia. "Tanda tangani saja. Jangan menjadi penganggu lagi dalam hubungan kami." Tuturnya menusuk sembari memeluk lengan Noel. Pria itu membalas pelukan kekasih simpanannya.

Mata Ophelia berkaca-kaca melihat pemandangan manis di depannya.

"Cepat tandatangani atau aku akan membencimu seumur hidup!" Ancam Noel.

Ophelia tertunduk lemah. "Baiklah. Aku akan menandatanganinya asalkan jangan membenciku. Aku tidak sanggup jika harus dibenci dirimu, Noel."

Noel memutar bola mata jijik.

"Tandatangani saja!" Tandas kekasih Noel. Rania.

Dengan tangan bergetar, Ophelia pun menandatangani surat cerai tersebut.

Noel dan Rania tersenyum puas melihat keinginan mereka berjalan mulus.

"Mulai hari ini kita sah bercerai. Jangan kembali lagi ke kediamanku karena mulai sekarang, itu tempat tinggalku dan Rania." Tuturnya kejam. Tak bersimpati sedikit pun pada Ophelia.

"Kau dengar, Ophelia? Jangan kembali ke kediaman kami!" Tekan Rania menegaskan.

Ophelia mengangguk lemah sedangkan kedua orang itu tersenyum puas dan melenggang pergi meninggalkan Ophelia begitu saja.

Tatapan Ophelia mengiringi kepergian kedua orang tersebut. Senyuman perlahan surut di bibirnya kala melihat siluet tubuh mereka kian menghilang.

"Cih! Akhirnya drama menyebalkan berakhir juga!" Sinisnya.

Ophelia meneguk tehnya kasar. Masih jengkel memikirkan tingkah Noel dan Rania padanya.

Mereka selalu bermesraan di depannya dan menghinanya secara terang-terangan. Patut diacungi jempol kesabaran Ophelia selama beberapa hari ini karena mampu bertahan dari drama perselingkuhan memuakkan.

"Memasuki novel dan menjadi karakter figuran saja sudah memuakkan bagiku. Ditambah lagi melihat tingkah brengsek mereka." Umpatnya.

Ophelia yang sekarang memang bukan Ophelia asli. Jiwa dalam tubuh Ophelia telah berubah. Berganti dengan jiwa Millie, seorang penipu kelas kakap dari zaman modern.

Millie tidak tahu kenapa jiwanya bisa masuk ke dalam novel. Seingatnya, ia baik-baik saja sebelum terbangun di tubuh Ophelia.

"Sebenarnya kenapa aku bisa terlempar ke sini? Apa yang terjadi padaku? Apa mungkin aku dibunuh saat tidur?" Desahnya pelan.

"Sial! Sial! Uang yang ku kumpulkan selama ini sirna begitu saja. Masuk ke dunia asing. Diselingkuhi. Dicampakkan. Menjadi janda di usia 17 tahun. Tidak punya keluarga dan rumah. Serta menjadi gelandangan di kekaisaran walaupun berstatus bangsawan."

Ophelia mengusap sudut matanya dramatis. "Air mataku bahkan tidak bisa menetes lagi saking terkejutnya dengan nasib burukku."

Gadis cantik itu bangkit. Meninggalkan restoran dengan lesu seraya memikirkan cara terbaik untuk mendapatkan kejayaan lagi.

Namun, tidak ada cara terbaik yang dapat dipikirkannya selain menipu. Padahal ia sudah memutuskan untuk berhenti menipu dan menjadi manusia yang baik. Akan tetapi, keadaan seolah tidak mengizinkannya menjadi orang baik.

Langkah Ophelia terhenti begitu saja kala melihat sesosok pria berambut pirang. Pria itu menjadi objek bisikan-bisikan. Bukan bisikan pujian tapi bisikan hinaan.

Pria kecil tersebut meringkuk ketakutan dan menutup telinganya rapat-rapat sedangkan Ophelia terus mengamati seraya berpikir keras. Ia merasa familiar dengan nama pria yang tengah dicemooh.

'Ah! Aku ingat! Dia protagonis pria. Erlan, kaisar masa depan!' jerit batin Ophelia kegirangan.

Dalam sekejap, otak jenius Ophelia langsung beraksi. Ia tersenyum lebar ketika menemukan solusi dari semua permasalahan yang menimpanya sekarang ini.

Ophelia berlari mendekati Erlan dan memeluk tubuh kecil Erlan erat. "Jangan takut, yang mulia pangeran. Saya akan melindungi Anda." Bisiknya di telinga Erlan. Begitu lembut dan hangat. Mampu menghangatkan hati Erlan sekaligus menenangkan Erlan.

Ketakutan yang merayapi hati Erlan bahkan sirna begitu saja akibat pelukan dan bisikan menenangkan Ophelia.

Pria berusia 14 tahun itu mendongak. Menatap Ophelia dengan mata biru jernihnya.

Ophelia membalas tatapan Erlan seraya tersenyum manis. Disusul dengan melepaskan pelukannya hingga membuat Erlan merasa kehilangan dan menampilkan ekspresi sendu tanpa disadarinya.

Ophelia yang menyadari tatapan sedih Erlan, sontak tersenyum gemas. Lalu, menyodorkan tangan kanannya. "Ayo berdiri, pangeran."

Erlan terdiam. Terpana oleh kecantikan dan kebaikan hati Ophelia.

Untuk pertama kalinya Erlan merasa bahagia bisa bertemu seseorang dalam hidupnya dan Erlan ingin memiliki orang itu untuk dirinya! Hanya dirinya!

"Pangeran." panggil Ophelia menyadarkan Erlan dari lamunannya.

Pria kecil itu mengerjap kaget kala Ophelia tiba-tiba berjongkok di hadapannya. Kian terkejut lagi kala Ophelia menangkup wajahnya dan menatapnya lurus.

"Jangan takut, pangeran karena saya tidak akan pernah menyakiti pangeran."

Erlan mengerjap pelan. "Benarkah?" cicitnya. Masih sedikit ragu karena biasanya semua orang membencinya dan menghinanya terang-terangan.

Ophelia mengusap puncak kepala Erlan gemas. "Pangeran dapat mempercayai saya." tuturnya bersemangat.

Erlan tersenyum manis. "Baiklah. Aku akan mempercayaimu."

Ophelia bangkit dari posisinya. Kemudian, menyodorkan tangannya lagi.

Kali ini, Erlan menyambut uluran tangan Ophelia tanpa ragu. "Siapa namamu?" tanyanya penasaran.

"Nama saya Ophelia, pangeran." sahut Ophelia.

Erlan tersenyum mendengar nama gadis pujaannya. Dalam diam, ia terus mengingat nama Ophelia.

Dalam sekejap mata, Ophelia sudah mendapatkan posisi penting dalam hatinya.

"Bolehkah aku memanggilmu Lia?" tanya Erlan lirih.

"Tentu saja boleh, pangeran." sahut Ophelia gemas melihat raut wajah ragu pria kecil di sampingnya. "Pangeran boleh memanggil saya sesuai keinginan pangeran." imbuhnya.

"Kalau begitu aku akan memanggilmu Lia." cetus Erlan mantap.

"Ah, Lia juga boleh memanggilku Erlan." timpalnya.

Ophelia menggeleng cepat. "Saya tidak berani, pangeran. Mana mungkin saya lancang memanggil nama seorang pangeran secara langsung sedangkan saya hanya seorang marchioness biasa."

"Lia boleh memanggilku sesuka hati karena Lia adalah orangku," ucap Erlan lagi sedangkan Ophelia tetap menolak.

Akhirnya, pria kecil itu pun mendesah pasrah dan mengembungkan pipinya kesal.

"Jangan marah, pangeran." bujuk Ophelia seraya terkekeh.

"Aku tidak marah, Lia." balas Erlan tak terima.

"Tapi, kenapa raut wajah pangeran malah terlihat marah kepadaku?" godanya.

Erlan mengambil nafas dalam-dalam dan memberikan senyuman terbaiknya. "Aku tidak marah, Lia. Lihatlah senyumanku ini kalau Lia tidak percaya." ungkapnya lagi. Mampu membuat Ophelia tertawa kencang.

'oh astaga! kenapa pangeran ini sangat menggemaskan?' batin Ophelia.

-Tbc-

Part 2

"Yang mulia, izinkan saya menjadi dayang pribadi Pangeran Erlan."

Kaisar Casey menatap gadis berambut perak di hadapannya dengan tatapan sulit diartikan sedangkan Ophelia menghela nafas sedih.

"Tolong izinkan saya menjadi dayang pribadi Pangeran Erlan, yang mulia. Saya ingin mengabdikan diri pada Pangeran Erlan meskipun saya hanya seorang marchioness miskin dan lemah. Namun, saya akan berusaha sekuat tenaga membantu pangeran dengan pengetahuan dan kemampuan saya." Pintanya sungguh-sungguh.

Kaisar menyipitkan matanya tajam. "Kenapa kau ingin menjadi dayang pribadi Pangeran Erlan di saat semua orang menjauhi dan membencinya? Apa yang kau rencanakan?"

Ophelia tertunduk dalam. "Saya tidak mempunyai niat buruk apapun terhadap Pangeran Erlan, yang mulia. Saya hanya ingin menemani Pangeran karena saya tahu betul bagaimana rasanya diabaikan dan dibenci semua orang. Seperti yang mulia ketahui, saya dibenci oleh Count Noel dan diceraikannya. Saya bahkan tidak mendapatkan kompensasi apapun dari perceraian kami. Saya diusir dari rumah dan menjadi gelandangan karena tidak diterima oleh siapapun. Maka dari itu, saya tidak ingin pangeran merasakan penderitaan pahit seperti yang saya alami. Saya tidak ingin pangeran merasa sendirian di dunia ini."

Kaisar Casey menghela nafas panjang. Hatinya ikut sakit mendengar nasib malang Ophelia. Apalagi saat melihat Ophelia menangis tanpa suara.

"Baiklah. Mulai sekarang kau ku tunjuk sebagai dayang pribadi Pangeran Erlan. Kau juga boleh tinggal di istana Pangeran Erlan."

Ophelia mendongak seraya tersenyum manis. "Terima kasih, yang mulia. Kebaikan hati yang mulia akan selalu saya ingat sampai mati nanti."

Kaisar Casey menatap Ophelia tajam. "Perlakukan lah Pangeran Erlan dengan baik. Kalau sampai kau menyakitinya sekali saja, aku tidak akan pernah melepaskanmu."

Ophelia membungkuk hormat. "Yang mulia tenang saja. Saya akan memperlakukan Pangeran dengan baik."

"Baiklah. Sekarang kau boleh pergi."

Ophelia membungkuk hormat sekali lagi sebelum meninggalkan Kaisar.

Wajah gadis cantik itu menyiratkan kebahagiaan mendalam karena berhasil mendapatkan izin menjadi dayang pribadi Erlan.

Sekarang, ia sudah mempunyai tempat tinggal serta mendapatkan gaji dari kerajaan. Dia sudah aman dari ancaman menjadi gelandangan menyedihkan.

Sungguh suatu keberuntungan baginya menemukan protagonis pria. Di masa depan, pasti akan lebih banyak keberuntungan lagi.

Selama ia memperlakukan Erlan dengan baik, maka masa depannya juga akan baik.

Untung saja, semua orang di kekaisaran sangat bodoh karena membenci Erlan. Jadi, dia punya kesempatan duluan untuk menjadikan Erlan orangnya.

"Ophelia!"

Gadis itu memutar bola mata malas mendengar suara yang paling dibencinya. Suara siapa lagi kalau bukan suara mantan suaminya, Noel.

Ophelia pura-pura tuli sembari mempercepat jalannya. Enggan meladeni Noel.

"Berhenti, Ophelia!" Teriak Noel kencang.

Langkah kaki Ophelia terhenti. Kemudian, berbalik dan menatap Noel malas.

"Kenapa kau berada di sini?"

Ophelia melipat tangannya di depan dada seraya menatap Noel remeh. "Untuk apa bertanya? Bukan kah selama ini kau selalu cuek padaku?"

Noel berdecak kesal melihat reaksi Ophelia. Padahal ia berpikir Ophelia akan senang melihatnya dan memohon-mohon padanya supaya kembali rujuk.

"Aku hanya penasaran kenapa seorang bangsawan rendah sepertimu berada di istana." Kekeh Noel.

Ophelia mengorek kupingnya dengan ekspresi tak percaya. "Apa kau bilang? Bangsawan rendahan?"

Noel mengerjap heran melihat reaksi Ophelia.

"Seorang marchioness bangsawan rendahan? Lalu, bagaimana dengan seorang count sepertimu? Berarti lebih rendah lagi ya?" Tanyanya polos tapi mampu membuat wajah Noel merah padam.

"Apa gunanya gelarmu di saat kau sendiri tidak memiliki apapun! Kau tak lebih dari seorang gelandangan." Hina Noel sehingga Ophelia terkikik geli.

"Maafkan aku jika ekspetasimu tidak terwujud, Noel. Sekarang aku bukan gelandangan tapi dayang pribadi Pangeran Erlan. Yang mulia kaisar bahkan mengizinkanku tinggal di istana." Bisik Ophelia seraya tersenyum manis.

"Apa?! Kau menjadi dayang pribadi Pangeran terkutuk itu?! Kau gila?!" Kaget Noel.

Melihat keberadaan Erlan, Ophelia langsung bereaksi. Ia menampar pipi kiri Noel sekuat tenaga. "Jangan menghina pangeranku!" Bentaknya.

Noel menganga kaget. "Beraninya kau menamparku!" Kemudian membalas tamparan Ophelia hingga gadis itu terjatuh dan terluka.

"Lia!!" Teriak Erlan ketakutan. Pria kecil itu segera berlari mendekati Ophelia. "Bibirmu terluka, Lia." Isaknya.

Ophelia meringis pelan. "Jangan menangis, pangeran. Aku baik-baik saja," ujarnya menenangkan.

Erlan menangkup wajah Ophelia cemas. "Kau terluka, Lia. Kau terluka karena membelaku."

Ophelia tersenyum kecil sembari mengusap air mata Erlan. "Jangan menangis, pangeran. Aku sungguh baik-baik saja."

Mulut Ophelia memang berkata begitu, tapi hatinya malah berkata ... 'ingatlah kejadian hari ini, Erlan. Aku terluka karena membelamu. Jadi, di masa depan kau harus membalas jasaku sebanyak pengorbananku untukmu.'

Sungguh gadis yang licik!

‍Erlan tiba-tiba berdiri dan menunjuk wajah Noel berani. "Minta maaf ke Lia!" Titahnya.

Ophelia atau pun Noel mengerjap kaget melihat keberanian Erlan mengingat selama ini Erlan selalu ketakutan dan ciut duluan menghadapi semua orang.

Jangankan berteriak, mengangkat wajah saja Erlan tidak berani di hadapan semua orang.

"Cepat minta maaf!" Teriak Erlan dengan tangan terkepal erat.

Noel tertawa kecil melihat reaksi Erlan. Merasa terhibur melihat tingkah sok berani Erlan, padahal pria kecil itu gemetaran. "Pangeran menyuruh saya meminta maaf ke orang yang lebih dulu menampar saya?" Ledeknya.

"Lia tidak akan menamparmu jika kau tidak menghinaku." Timpal Erlan.

"Apapun alasannya, apakah pantas bagi seorang wanita berbuat kasar?" Noel menjentikkan jarinya. "Ah, saya lupa. Tentu saja Ophelia berbeda dari wanita lainnya karena dia hanyalah wanita rendahan."

Ophelia menggeram kesal mendengar dirinya dikatai sebagai wanita rendahan.

"Kau yang rendahan! Berselingkuh di belakangku dan menceraikanku tanpa memberikan kompensasi sedikit pun." Umpatnya disertai ringisan samar. Luka di sudut bibirnya sungguh menganggu.

Noel menilai Ophelia dari atas sampai bawah, lalu menggeleng miris. "Kau tidak layak mendapatkan kompensasi karena kau tidak memiliki harga untuk mendapatkan itu. Harusnya kau bersyukur mendapat belas kasih dariku selama tiga tahun belakangan ini. Berkatku, kau bisa tinggal di rumah yang nyaman, memiliki gaun-gaun cantik, dan tidak pernah kelaparan seperti yang kau rasakan sebelum menikah denganku." Ejeknya. Menyulut emosi Ophelia.

"Hei, pria sialan. Asal kau tahu! Aku tidak pernah bisa hidup nyaman di rumahmu. Setiap hari aku selalu membersihkan rumahmu sebagai bayaran dari tinggal di sana. Aku juga tidak pernah memiliki gaun cantik karena kau memberikan gaun bekas kekasihmu. Aku juga selalu kelaparan di rumahmu karena pelayan tidak menghidangkan makanan untukku." Ungkapnya menggebu-gebu. Mengatakan semua penderitaan yang telah Ophelia asli alami selama pernikahan.

Begitulah penderitaan seorang figuran yang bahkan tak diceritakan dalam novel. Menyedihkan, bukan?

Sementara itu, Noel tertegun mendengar semua pernyataan Ophelia. Kaget sekaligus merasa sedikit bersalah.

Ia tak tahu Ophelia diperlakukan seperti pelayan di rumahnya sendiri. Ia juga tidak tahu Ophelia sering dibiarkan kelaparan. Yang ia tahu, cuma memberikan Ophelia gaun yang terlanjur dibelinya untuk Rania tapi Rania tak menyukainya.

Selama ini, Noel memang tidak memperhatikan Ophelia karena mereka menikah akibat perjodohan.

Noel juga tidak tertarik kepada Ophelia karena telah memiliki kekasih yang sangat dicintainya, Rania. Putri sulung Baron Hubert.

"Untunglah kau menceraikanku. Terima kasih untuk itu, pria sialan. Sekarang, aku bisa bebas darimu dan meraih kebahagiaanku sendiri." Tutur Ophelia penuh senyuman.

Noel tertawa sinis. Merasa harga dirinya terluka. "Apakah perlu ku ingatkan pada sesuatu, Ophelia?" Menjeda ucapannya sejenak. "Hari itu kau menangis." Tekannya.

Ophelia tersenyum manis. "Itu tangisan bahagia, Noel. Bagaimana mungkin aku tidak menangis di saat aku terbebas dari penjara penderitaan?"

Noel terdiam seribu kata mendengar pertanyaan menohok Ophelia.

Gadis cantik itu berdiri dan menggandeng tangan Erlan. "Ayo kita pergi, pangeran." Ajaknya.

"Ayo, Lia." Sahut Erlan patuh. Tak ingin menambah luka penyelamatnya.

Keduanya meninggalkan Noel.

Tanpa siapapun sadari, Erlan melirik Noel. Tatapannya penuh arti dan makna. Seakan sudah menetapkan Noel sebagai target utamanya.

"Maaf, pangeran. Aku malah mempertontonkan hal yang tidak seharusnya pangeran lihat."

Pria itu beralih menatap Ophelia. Kemudian, menggeleng tegas. "Lia tidak salah."

"Oh iya, siapa pria tadi, Lia?" Tanyanya ragu-ragu.

"Noel Alister. Count sekaligus mantan suamiku. Memangnya kenapa, pangeran?" Jawab Ophelia.

"Orang itu melukai, Lia. Aku membencinya."

Ophelia terkekeh pelan mendengar ucapan lirih Erlan. "Aku juga membencinya, pangeran. Tapi, apalah daya gadis lemah sepertiku. Tidak bisa melawan meskipun diperlakukan dengan tidak adil."

Erlan mengenggam erat tangan Ophelia. "Lia tenang saja. Aku akan melindungi Lia darinya."

Ophelia menghentikan langkahnya dan menyejajarkan tingginya dengan Erlan. "Bagaimana pangeran akan melindungi saya darinya?" Tanyanya penuh senyuman. Menguji pola pikir protagonis.

Erlan menatap intens mata Ophelia. "Erlan akan menikahi Lia saat dewasa nanti supaya status Lia lebih mulia daripada dirinya. Erlan akan membuat dia bersujud memohon ampunan di kaki Lia."

Ophelia mengacak rambut Erlan gemas mendengar jawaban pria kecil itu. "Betapa senangnya hatiku jika bisa menikah dengan pangeran, tapi kita tidak akan bisa menikah, pangeran. Aku terlalu tua untuk pangeran. Bagaimana kalau menjadikanku sebagai kakak angkat pangeran?"

Erlan mengembungkan pipi sebal. "Tidak mau! Lia harus menjadi istriku."

-Tbc-

Part 3

"Memangnya pangeran tidak malu jika ada yang mengejek pangeran menikahi wanita tua?" kikik Ophelia sembari mengacak rambut Erlan.

Pangeran kecil itu mengenggam tangan Ophelia dan menempelkan ke pipi kirinya. Sementara tatapannya terus tertuju pada Ophelia. "Aku tidak akan pernah malu tentang hal yang berhubungan dengan Lia. Lagipula, Lia bukan wanita tua. Lia juga sangat cantik dibandingkan perempuan yang pernah kutemui selama ini."

Reaksi berlebihan Erlan membuat Ophelia sedikit memikirkan hal buruk. Namun, ia buru-buru mengenyahkan pemikiran konyolnya. Erlan mustahil mencintainya, 'kan?

Mereka baru bertemu beberapa menit lalu!

"Ah, pangeran bisa saja. Aku tidak secantik itu, pangeran." sahut Ophelia merendah walaupun sebenarnya sadar diri bahwa wajahnya sangat cantik.

Hanya pria bodoh seperti Noel yang tidak melihat kecantikannya dan malah memilih Rania. Gadis yang wajahnya biasa saja.

Yah, terkadang cinta memang membuat orang bodoh. Tanpa peduli akan fisik maupun hal lainnya.

"Duduklah, Lia. Aku akan mengobati luka Lia," ucap Erlan setelah sampai di dalam kamarnya.

Ophelia menurut. Duduk di sofa. Matanya mengikuti pergerakan Erlan yang sibuk mengambil obat.

'Sekarang saja dia sudah perhatian padaku, apalagi saat besar nanti. Aku pasti bisa memanfaatkannya untuk mendapatkan kekuasaan dan kekayaan.' batin Ophelia licik.

Setelah selesai mengambil peralatannya, Erlan mulai mengobati luka Ophelia sedangkan gadis itu memejamkan matanya. Menikmati perhatian yang Erlan berikan padanya.

Erlan mengobati luka di sudut bibir gadis cantik itu dengan lembut dan penuh kehati-hatian seolah takut Ophelia semakin terluka.

Sesekali, wajah tampan Erlan tampak meringis melihat alis Ophelia mengernyit disertai oleh permintaan maaf.

Tingkah yang sangat lucu dan menghibur Ophelia. Ingin tertawa tapi berusaha menahannya.

"Selesai."

Ophelia refleks membuka matanya kala Erlan mengecup sudut bibirnya.

Mulut gadis itu melongo kaget akibat tingkah di luar nalar pangeran di hadapannya.

"Kenapa pangeran mencium bibirku? Siapa yang mengajari pangeran melakukan hal itu?" Tanyanya pelan tapi mengintimidasi.

Siapa tahu para pelayan di istana lah yang mengotori pikiran pangeran kecilnya.

Erlan menyeka lega keringat di keningnya tanpa merasa terintimidasi sedikit pun karena baginya, Ophelia penyelamatnya.

Di dalam dirinya sudah tertanam prinsip bahwa Ophelia tak akan pernah menyakitinya dalam situasi dan kondisi apapun.

"Aku mengetahuinya dari dongeng. Katanya, luka akan lebih cepat sembuh jika diobati dan diakhiri dengan ciuman." Jawabnya penuh semangat sedangkan sorot matanya seakan minta dipuji.

Ophelia menghela nafas lega mendengar jawaban polos sang pangeran.

Untunglah pikiran buruk yang sempat melintas di otaknya tidak terjadi.

Gadis itu mengusap kepala Erlan. "Mulai sekarang jangan pernah mencium orang sembarangan, pangeran. Pangeran hanya boleh mencium orang yang pangeran sukai." Nasihatnya. Diangguki patuh oleh Erlan.

Ophelia pikir, Erlan akan mengerti ucapannya. Namun, rupanya ... Erlan masih tak paham. Erlan kembali menciumnya untuk kedua kalinya.

Ophelia menghela nafas gusar. "Pangeran tidak boleh menciumku." Nasihatnya lagi.

Erlan memiringkan kepalanya sembari menatap lugu Ophelia. "Kata Lia, aku boleh mencium orang yang aku sukai. Aku suka Lia." Mengerjap polos hingga membuat Ophelia menepuk jidatnya.

"Pangeran hanya boleh mencium orang yang pangeran sukai dengan syarat orang itu juga menyukai pangeran. Ciuman hanya bisa terjadi jika kedua belah pihak sama-sama suka." Jelasnya lagi.

Erlan mengenggam tangan Ophelia gusar. "Apakah Lia juga menyukaiku?"

Ophelia menganga. Kehabisan kata-kata menghadapi seorang anak kecil nan lugu.

"Apakah Lia membenciku?" Tanya Erlan sedih seraya menjauhkan dirinya dari Ophelia. Pria kecil itu berjongkok sambil menyembunyikan wajahnya di lutut. Bahunya tampak bergetar samar. Disusul oleh isakan pelan yang membuat Ophelia panik.

"Aku juga menyukai pangeran! Mana mungkin aku membenci pangeran!" Serunya panik.

Erlan mendongak. Menatap Ophelia bersimbah air mata. "Benarkah?" Cicitnya ragu.

Ophelia ikut berjongkok dan mengusap air mata Erlan. "Iya, pangeran. Aku menyukai pangeran. Kalau aku tidak menyukai pangeran, mana mungkin aku nekat memohon pada yang mulia kaisar supaya diberi kesempatan menjadi dayang pribadi pangeran." Hiburnya.

Erlan kembali tersenyum senang serta menghambur ke dalam pelukan Ophelia. "Aku juga suka Lia. Sampai kapan pun akan tetap suka Lia."

Ophelia terkekeh pelan mendengar ucapan penuh semangat pangeran kecil di dalam dekapannya.

"Baiklah, baiklah. Sekarang waktunya pangeran untuk makan siang. Aku akan segera menyiapkan makanannya. Pangeran bisa menunggu sambil membaca buku."

Erlan menggeleng pelan. "Jangan memasak. Lia sedang sakit dan butuh banyak istirahat." Ujarnya protektif.

"Lalu, siapa yang akan memasak untuk pangeran jika bukan aku yang memasakkannya?" Sahut Ophelia.

Selama ini, Erlan tidak pernah dimasakkan oleh pelayan.

Erlan hanya mendapatkan bekas makanan dari penghuni istana.

Erlan selalu makan-makanan dingin, keras, dan tidak enak.

Tidak ada yang mempedulikan Erlan karena dianggap sebagai pangeran terkutuk dan aib keluarga kerajaan.

Lebih mirisnya lagi, keluarga Erlan juga tidak peduli pada pertumbuhan Erlan. Mereka membiarkan Erlan tumbuh sendirian tanpa berusaha peduli sedikit pun.

Mengingat hal itu, Ophelia ingin menghancurkan semua orang yang telah menyakiti pria sekecil Erlan.

Para penghuni kerajaan sungguh kejam. Mereka lebih kejam daripada iblis sekalipun.

"Aku belum lapar, Lia. Jadi, Lia jangan memasak dulu." Tutur Erlan membuyarkan lamunan Ophelia.

"Jangan berbohong pangeran. Perut pangeran sudah berbunyi. Bunyinya sangat keras dan mungkin saja bisa di dengar oleh orang di luar." Ophelia menempelkan tangannya di perut Erlan seraya tertawa geli sedangkan Erlan tertunduk malu. Pangeran kecil itu bahkan menyembunyikan wajahnya di bahu Ophelia.

"Aku bisa menahannya, Lia." Lirihnya.

"Pangeranku memang paling manis dan perhatian, tapi memasak merupakan hal kecil bagiku, pangeran." Gemasnya.

Erlan sedikit memberi jarak di antara mereka. "Baiklah. Aku ingin makan omelet, Lia. Buatkan juga untuk Lia supaya kita bisa makan bersama."

"Oke, pangeran."

Erlan tersenyum melihat semangat menggebu-gebu Ophelia. "Kenapa Lia sangat baik kepadaku?" Tanyanya tanpa sadar.

Ophelia mencubit kedua belah pipi Erlan gemas. "Karena aku menyukai dan menyayangi pangeran."

Erlan tersenyum lagi dan tanpa disangka-sangka mengecup pipi Ophelia. "Terima kasih, Lia."

Ophelia menghela nafas panjang. "Jangan menciumku, pangeran. Itu tidak pantas untuk dilihat."

"Bukan kah Lia juga menyukaiku?" Tanya Erlan polos sedangkan Ophelia kehabisan kesabarannya dalam menghadapi anak kecil. Ingin berteriak tapi masih ingat rencana. Akhirnya, Ophelia pun memasang senyuman profesionalnya.

"Pangeran boleh mencium orang yang pangeran sukai dan juga menyukai pangeran, terkecuali diriku karena aku akan dihukum mati jika pangeran menciumku. Apakah pangeran ingin aku dihukum mati?"

Erlan menggeleng takut sedangkan Ophelia kembali tersenyum profesional. "Sekarang, pangeran mengerti bukan kenapa tidak boleh menciumku?"

Pangeran itu tertunduk sedih. "Aku mengerti, Lia. Aku tidak akan mencium Lia lagi karena aku tidak ingin Lia dihukum mati. Aku ingin Lia selalu berada di sisiku."

-Tbc-

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!