NovelToon NovelToon

Kecantikan Tersembunyi Milik Istri Dosen Tampan

Kecantikan Yang Tersembunyi Milik Istri Dosen Tampan

Pronolog

Mempunyai kecantikan yang berlebihan tentu saja dapat menjadi boomerang bagi wanita. Yah, bisa dibilang sesuatu yang berlebihan itu kadang tidak baik, kecuali uang.

Hal tesebutlah yang membuat trauma seorang gadis bernama Disya. Gadis cantik nan lembut serta memiliki hati bak malaikat. Ia terlahir dikeluarga yang bergelimang harta, tapi apalah arti itu semua jika tidak bisa membeli nyawa sang kakak yang telah tiada.

Kakak Disya bernama Cantika. Ia meninggal disaat Disya menginjak bangku Sekolah Menengah Pertama. Dia melihat dengan jelas saat kakaknya bunuh diri dikarenakan pelecehan yang dilakukan oleh beberapa laki-laki yang tidak bertanggung jawab.

Cantika mempunyai wajah yang sangat cantik. Dia merupakan salah satu wanita yang banyak digandrungi oleh para pria di kampusnya karena kecantikannya.

Tapi hal tersebutlah yang menjadi boomerang bagi Cantika. Ia mengalami depresi mendalam akibat pelecehan yang dialaminya, sehingga tidak dapat mengontrol dirinya dan berakhir bunuh diri.

Tentu saja hal tersebut menjadi peristiwa yang sangat membekas diingatan Disya, karena ia melihat dengan mata kepalanya sendiri saat sang kakak bunuh diri.

Berawal dari peristiwa tersebutlah Disya mempunyai ambisi untuk membuat wajahnya menjadi terlihat buruk rupa. Disya membuat wajahnya menjadi gadis dengan wajah yang kusam serta gigi yang tonggos dan jangan lupa dengan tompel yang menghiasi pipinya.

Tentunya dengan menjadi gadis yang buruk rupa tidak jarang Disya mengalami bullying di sekolah yang dia tempati. Tapi, dia tetap bersyukur karena dia tidak pernah mendapatkan kekerasan fisik walaupun cacian serta hinaan selalu menjadi makanan sehari-harinya.

Tak jarang Disya selalu berfikir agar memunculkan wajah yang sesungguhnya dia miliki. Karena ingin mematahkan statement mereka terkait dia yang memiliki wajah seperti itu. Tapi peristiwa sang kakak lebih mendominasi dipikirannya daripada perkataan mereka sehingga dia hanya bisa terus bersabar menjalani hari-harinya.

Dertt dertt derttt

“Hallo”. Ucap Disya saat sambungan telponnya sudah terhubung.

“Hallo Sya, kamu dimana? Ini udah jam sepuluh lewat lima belas loh, lima belas menit lagi pak Burhan masuk.” Jawab seorang wanita dari sebrang telpon yang tak lain adalah Dina teman Disya.

“iya bentar lagi, soalnya aku kejebak macet nih, semoga keburu.” Jawab Disya.

“Oh yaudah buruan, lo tau kan pak Burhan gimana, dia pasti nggak bakalan biarin lo masuk kalau terlambat.” Ucap Dina.

“Iya bawel, dikit lagi sampe nih.” Jawab Disya

“Yaudah kalau gitu hati-hati dijalan Sya, bye.” Ucap Dina

“Iya bye.” Ucap Disya yang kemudian langsung mematikan sambungan telponnya dengan Dina.

Setelah perjalanan yang menguras waktu akhirnya Disya tiba di kampus. Dia langsung berlari keruang kelas yang dia tempati. dan saat perjalannya ke kelas tak sengaja dia menabrak seseorang.

“Aduh, maaf ya saya nggak fokus jadinya nabrak kamu.” Ucap Disya sambil berdiri dan memungut buku-bukunya yang terjatuh juga.

“Iya, lain kali kalau jalan itu hati-hati, nggak usah buru-buru, malah celakai orang lain.” Jawab pemuda tersebut dengan tegas dan tatapan mata yang tajam.

“Iya, sekali lagi maaf ya, saya lagi buru-buru jadi tidak bisa berbicara lebih banyak lagi dengan kamu.” Ucap Disya yang bersiap untuk pergi.

“Emang yang mau bicara dengan kamu siapa, cih.” Jawab pemuda tersebut sambil berdecih dan berlalu pergi begitu saja.

“Dih, songong banget tuh cowok.” Ucap Disya sambil melanjutkan perjalanannya ke kelasnya.

Sampainya Disya dikelas dengan nafas yang masih ngos-ngosan dia langsung ke bangku yang telah disimpankan oleh Dina. Disya memang cuman mempunyai Dina sebagai temannya, karena cuman Dina yang mau berteman dengannya.

Awalnya Disya berpikir bahwa tak akan ada yang mau berteman dengannya karena fisiknya yang buruk. Tapi ternyata pada saat awal masuk kuliah Dina malah langsung berkenalan dengan Disya dan langsung merasa nyaman untuk berteman dengan Disya.

Dan disaat Disya mendapatkan cacian dan hinaan maka disitulah Dina akan membela Disya dengan cara apapun. Bahkan tak jarang Dina berkelahi dengan orang lain hanya untuk membela Disya. Makanya Disya sangat bersyukur memiliki sahabat dengan hati yang baik dan tulus seperti Dina.

“Sya, lo kok bisa hampir terlambat sih, padahal biasanya paling duluan datang kekampus.” Ucap Dina setelah Disya duduk dibangkunya dengan nafas yang masih ngos-ngosan.

“Huftt, jadi tadi malam tuh gue begadang nonton drakor abisnya seru banget sih jadi gak kerasa ternyata udah jam tiga pagi, jadi gue baru tidur jam tiga dan pas bangun ternyata udah mau jam sepuluh yaudah gue langsung siap-siap bahkan gue nggak mandi loh saking paniknya.” Jawab Disya dengan berbisik diakhir kalimatnya.

“Ishh, pantes aja daritadi gue cium bau aneh ternyata lo pelakunya.” Jawab Dina sambil menutup hidungnya.

“Sialan lo Din, wangi gini dibilang bau.” Ucap Disya jelous sambil mengerucutkan bibirnya kedepan.

“Hehehe, bercanda kali Sya.” Jawab Dina sambil tertawa.

“Cih nggak lucu, lo sama tau nggak dengan cowok tadi, sama-sama nyebelin.” Ucap Disya yang mengingat pertemuannya dengan cowok tadi.

“Cowok tadi?” Jawab Dina dengan kening mengerti bingung.

“Iya, jadi tadi pas gue mau ke kelas kan gue lari dan gue nggak lihat kalau ternyata ada cowok yang kebetulan mau lewat dari arah depan gue, jadi akhirnya ya gue tabrak deh, dan otomatis gue minta maaf dong, tapi mukanya songong banget lagi pas diajak bicara, males gue kalo ingat tuh cowok malah bikin mood gue tambah hancur.” Jawab Disya sambil menunjukkan wajah tak sukanya tentang cowok yang dia tabrak tadi.

“Nggak boleh gitu tau Sya, nanti jadi jodoh baru tau rasa.”Ucap Dina

“Dih, amit-amit deh kalau gue ketemu sama dia lagi, lagipula mana mau dia sama cewek buruk rupa kayak gue, IMPOSSIBLE. Udah ah, udah ada dosen tuh mana gue masih ngantuk.” Ucap Disya dengan menekan kata IMPOSIBBLE sambil menguap.

“Tapi jodoh nggak ada yang tau loh Sya, gue doain deh lo berjodoh dengan dia.” Ucap Dina sambil tertawa.

“Terserah.” Jawab Disya sambil memutar bola matanya malas.

Setelah pelajaran berakhir Disya mengajak Dina untuk ke kantin karena perutnya sudah sangat lapar dan dia tidak sempat untuk sarapan pada saat ke kampus. Sesampainya di kantin Disya dan Dina memesan menu favorit mereka berdua yaitu pangsit.

“Sya, lo mau pesen apa, biar gue yang pesenin.” Ucap Dina.

“Seperti biasa aja Din.” Jawab Disya.

“Yaudah, tunggu ya.” Ucap Dina.

“Mbok, pesan dua pangsit, dan dua jus jeruknya yah di bawa kemeja sana.” Ucap Dina memesan makanan dan minuman mereka dan menunjuk kearah meja yang sedang mereka tempati.

“Sip lah non gelis.” Ucap Mbok Ratih penjual di kantin kampus yang Dina dan Disya tempati sambil mengacungkan satu jari jempolnya.

Sambil menunggu, Disya melihat kesekeliling kantin dan tanpa sengaja dia melihat pria yang tadi dia tabrak.

“Dia”. Ucap Disya.

Kepo

“Dia.” Ucap Disya sambil terus memperhatikan apa yang sedang dilakukan pria yang dia tabrak tadi.

“Sya…Disya, kok lo malah bengong sih, dari tadi gue panggil nggak didengar. Lagi liatin apa sih, serius amat tuh muka?.” Ucap Dina kesal karena dari tadi dia memanggil Disya tapi tidak didengar.

“Eh…lo udah datang, mana pesanan gue?” Tanya Disya yang kurang fokus dengan apa yang dibicarakan Dina.

“Nanti dibawain sama mbok kesini, lagian lo ditanya bukannya dijawab, malah nanya balik ke gue.” Jawab Dina sambil memutar bola matanya malas.

“Oh, emang tadi lo nanya apa?” Tanya Disya sambil memperhatikan muka Dina yang sedang kesal.

“Lo lagi merhatiin apa, sampe-sampe gue panggil-panggil lo malah nggak nyahut.” Jawan Dina

“Nggak merhatiin apa-apa, gue cuman mikirin tugas yang tadi disuruh ama pak Burhan.” Ucap Disya.

“Dih, kentara banget bohongnya, mana mungkin seorang Disya Farasya Handoko pusing cuman gara-gara tugas, nggak mungkin.” Ucap Dina yang mengetahui sifat dari sahabatnya tersebut.

Disya memang terkenal sebagai anak yang sangat cerdas, pada saat dia sekolah dulu tak jarang dia selalu menjadi juara umum dikelas. Karena kepintarannya itulah banyak yang iri dengan dia. Tapi Disya tidak pernah ambil pusing apa yang orang lain katakan selagi dia tidak pernah mengganggu orang tersebut.

“Makasih Mbok.” Ucap Disya dan Dina bersama saat pesanan mereka datang.

“Sama-sama neng gelis.” Ucap Mbok Ratih sambil membungkuk kemudian pergi.

Saat makan tak sengaja Disya melihat orang yang dia lihat tadi sedang duduk disalah satu bangku bagian pojok dan ditemani oleh seorang gadis cantik.

“Din, lo tau nggak cowok itu siapa?.” Tanya Disya sambil terus memperhatikan cowok tersebut.

“Oh, dia pak Brian, ganteng banget kan Sya, gue aja sampe pangling liatnya. Dia itu dosen baru disini, gue denger-denger sih katanya dia baru ngajar besok, hanya gue nggak tau dia ngajarnya dimana. Semoga dia masuk di kelas kita, supaya bisa sekalian cuci mata.” Ucap Dina sambil menunjukkan wajah penuh harap yang berbinar-binar.

“Cowok gitu aja dibilangin ganteng padahal standar banget, terus di dekat dia itu bukannya Mona ya? Kok bisa sama dia.” Ucap Disya heran karena setaunya Mona merupakan mahasiswa disitu dan dia merupakan wanita yang sangat top dikampus tersebut. Jadi Disya merasa heran darimana Mona bisa dekat bahkan akrab dengan pria tersebut.

“Yang gue denger sih katanya mereka sepasang kekasih, tapi beritanya masih kurang jelas karena hanya Mona yang mengakui hubungan mereka sedangkan pak Brian tidak pernah mengakuinya. Lagian kenapa sih lo kepo banget, naksir lo ya? Cih, tadi bilangnya mukanya biasa aja padahal naksir lo.” Ucap Dina sambil tertawa mengejek kearah Disya.

“Dih, siapa juga yang naksir, orang gue cuman kepo dikit karena dia orang yang tadi pagi gue tabrak.” Ucap Disya kesal kepada Dina karena dicurigai menyukai cowok songong tersebut.

“Oh, jadi dia orang yang bikin mood lo ancur, harusnya lo bersyukur sih karena sudah bicara dan mandang wajahnya secara jelas, sedangkan gue cuman bisa dari jauh aja, huftt.” Ucap Dina sambil menghela nafas kasar.

“Yang ada malah musibah kalau gue ketemu dia.” Ucap Disya sewot.

Sedangkan dilain tempat tepatnya di pojok kantin tersebut seorang pria sedang berdebat dengan seorang gadis cantik. Orang tersebut adalah Brian dan Mona.

“Lo ngapain sih ngikutin gue mulu, gerah gue lama-lama gara-gara lo tempelin gue mulu.” Ucap Brian kesal dengan tingkah Mona yang selalu mengikutinya kemanapun dia pergi.

“Lagian lo kenapa sih Bry ngehindarin gue mulu, padahalkan niat gue baik, gue tuh cuman pengen ngerebut hati elo kalau gini gimana caranya kita bisa dekat. Ingat orang tua kita sangat berharap dengan perjodohan kita karena bagaimanapun orangtua kita berteman baik, jadi jangan cuman karena kita mereka musuhan.” Ucap Mona kesal dengan sikap Brian yang selalu acuh dengannya.

Mereka bukan sepasang kekasih tetapi karena perjodohan yang dilakukan oleh orang tua Brian dan Mona akhirnya membuat mereka menjadi dekat. Brian belum menerima perjodohan tersebut tapi Mona yang terus memaksa agar menerimanya dan dia akan berusaha untuk merebut hati Brian.

“Lo harus ingat Mona, disini gue datang buat ngajar bukan buat ngeladenin lo, jadi seharusnya lo harus sadar diri gue bakalan jadi dosen disini dan lo harus ngehormatin gue sama seperti mahasiswa yang lain.” Ucap Brian tegas dengan tatapan mata yang tajam ke Mona.

“Tapi Bry kan mereka juga udah tau kalau kita ada hubungan khusus, jadi mereka bisa mengerti.” Ucap Mona yang tetap kekeh dengan pendiriannya untuk terus mendekati Brian.

“Tapi gue nggak pernah ngaku tentang itu semua, jadi berhenti menyebarkan hoax ke kampus ini.” Ucap Brian sambil berdiri dari tempat duduknya dengan muka marah dan berlalu pergi dari tempat tersebut.

Di kampus tersebut memang banyak mahasiswa yang sudah mengetahui Brian karena orang tuanya merupakan pemilik dari kampus tersebut. Jadi tak jarang Brian datang ke kampus hanya untuk menggantikan papanya untuk rapat terkait perkembangan kampus tersebut.

Tapi belakangan ini Brian tidak pernah lagi ke kampus karena dia harus menyelesaikan gelar magisternya di salah satu Universitas London. Jadi wajar saja jika Disya tidak mengetahuinya karena dia masuk pada saat Brian sedang tidak di Indonesia.

Brian memiliki cita-cita untuk menjadi seorang dosen tapi hal tersebut ditentang oleh orang tuanya, karena papa Brian memiliki perusahaan yang sangat besar dan dia cuman memiliki Brian sebagai anaknya jadi orang tuanya sangat berharap agar Brian dapat meneruskan perusahaan papanya tersebut.

Tapi Brian tetaplah Brian, dia akan tetap melanjutkan cita-citanya menjadi dosen sambil mengambil alih perusahaan orang tuanya. Dan akhirnya orang tua Brian setuju asalkan Brian tetap mau melanjutkan perusahaannya.

☀️☀️☀️

Keesokan harinya seperti biasa Disya akan bangun pagi dan kali ini dia tidak terlambat karena semalam dia tidur tepat waktu.

Disya bersiap-siap untuk turun kebawah untuk sarapan bersama keluarganya.

“Perfect.” Ucap Disya setelah selesai berdandan untuk membuat wajahnya terlihat buruk.

Sejak kejadian yang menimpa Cantika, Disya menjadi anak tunggal dan sangat diperhatikan oleh orang tuanya karena takut kejadian Cantika terulang kembali.

“Pagi, ibu, ayah.” Sapa Disya pada saat tiba dilantai bawah rumahnya.

“Pagi sayang, sini sarapan dulu.” Ucap Sarah ibu Disya.

“Iya bu.” Ucap Disya sambil duduk di bangku depan ibunya.

“Gimana Sya kuliah kamu, ada kendala tidak?” Ucap Handoko ayah Disya karena dia takut jika Disya mengalami masalah pada saat kuliah.

“Ngak ada kok yah semua baik-baik aja.” Jawab Disya.

“Oh baguslah kalau begitu, kalau ada masalah jangan ragu-ragu buat melapor sama ayah ya.” Ucap Handoko perhatian kepada Disya.

“Iya yah, makasih atas perhatiannya.” Ucap Disya kepada Handoko.

“Sama-sama nak, itu memang sudah menjadi tanggung jawab ayah selaku orang tua kamu.” Ucap Handoko.

Setelah selesai sarapan Disya pun pamit ke orang tuanya.

“Ayah, ibu Disya pamit ke kampus dulu ya.” Ucap Disya.

“Iya, nak hati-hati ya.” Ucap Sarah.

“Iya bu.” Ucap Disya sambil mencium tangan kedua orang tuanya dan pergi

Berdebat

Sesampainya dikampus Disya memarkirkan mobilnya dan langsung pergi ke kelasnya karena dia sudah ditunggu oleh Dina.

“Ada apa nih, kok kayak heboh banget?” Tanya Disya kepada Dina setelah dia sampai di kelas.

“Lo belum tau ya, ternyata pak Brian bakalan ngajar di kelas kita dan dia bakalan gantiin pak Frans.” Ucap Dina heboh.

“What, jadi sebentar dia dong yang masuk?” Ucap Disya kaget karena akan bertemu kembali dengan cowok songong tersebut.

“Iya, nggak sabar banget gue Sya pengen cuci mata, hehe.” Ucap Dina sambil nyengir di akhir kalimatnya.

Dan tak lama kemudian akhirnya Brian pun masuk ke kelas tersebut, yang awalnya ribut langsung mendadak hening karena Brian termasuk orang yang sangat tegas dan tidak mudah mentoleransi apabila ada yang berbuat salah.

“Semuanya diam.” Ucap Brian saat sudah tiba di kelas.

“Sebagian diantara kalian mungkin sudah tidak asing dengan saya, tapi disini saya akan memperkenalkan kembali diri saya dan syarat-syarat apa saja yang harus kalian taati ketika kelas saya sedang berlangsung, paham?” Ucap Brian tegas dan memperhatikan satu persatu mahasiswa yang ada di kelas tersebut.

“Iya pak.” Jawab masiswa di kelas tersebut dengan serentak.

“Jadi, perkenalkan nama saya Sky Brian Fernandes, kalian bisa panggil saya pak Brian, disini saya akan menggantikan posisi pak Frans karena kebetulan beliau sudah resmi pensiun, jadi saya harap kalian semua dapat bekerja sama dengan baik selama pelajaran berlangsung.” Ucap Brian

“Iya pak.” Ucap mahasiswa lagi dengan serentak.

“Adapun syarat-syarat yang kalian harus patuhi selama proses belajar mengajar berlangsung yaitu harus mensilent handphone kalian, tidak ada toleransi apabila terlambat, tidak ada yang berbicara atau ribut dan sebagainya, apabila kalian melanggar peraturan tersebut maka saya tidak akan segan-segan untuk mengeluarkan kalian dari kelas. Apakah semua yang saya sampaikan sudah bisa kalian pahami?” Ucap Brian.

“Bisa pak.” Ucap mahasiswa tersebut dengan serempak.

“Jadi karena tidak ada sesi tanya jawab kita langsung saja belajar.” Ucap Brian dan langsung memunculkan materi yang akan dia bahas hari ini dan menjelaskannya kepada para mahasiswa.

Sedangkan Disya dari tadi selalu menunduk dan tidak fokus dengan apa yang disampaikan oleh Brian entahlah dia sedang memikirkan apa, tapi yang pasti dia merasa sangat tidak nyaman.

Dan ternyata dari tadi Brian selalu melirik kearah Disya karena sangat jelas sekali kalau dia tidak fokus mendengarkan penjelasannya.

“Hey kamu yang di sana, kenapa dari tadi hanya menunduk saja dan tidak melihat kedepan, apakah muka saya ada di atas mejamu.” Ucap Brian marah sambil berjalan kearah Disya.

“Maaf pak, jika menyinggung bapak lain kali saya tidak akan mengulanginya lagi.” Ucap Disya sambil terus menunduk dan meremas bajunya.

“Jika meminta maaf itu yang benar, jangan cuman menunduk saja, emangnya saya ada di bawah kaki kamu.” Ucap Brian tegas sambil meraih dagu Disya untuk menatap kearah wajahnya.

“Iya pak, sekali lagi saya minta maaf.” Ucap Disya sambil menatap mata Brian.

“Baiklah untuk kali ini saya maafkan kamu, karena ini merupakan hari pertama saya mengajar di kelas ini, tapi untuk berikutnya saya tidak akan mentolerir sama sekali jika kalian melakukan kesalahan. Ini berlaku bukan cuman buat dia saja, tapi untuk seluruh mahasiswa yang ada di kelas ini, paham?” Ucap Brian

“Paham pak.” Ucap mereka dengan serentak.

Akhirnya pelajaran yang menegangkan tersebut telah berakhir. Banyak dari mereka yang berbisik-bisik karena dibalik ketampanan dari seorang Brian terselip ketegasan yang tidak main-main.

“Baiklah cukup sekian pelajaran hari ini, sampai jumpa dipertemuan selanjutnya.” Ucap Brian sambil menatap mereka, tapi dibalik itu semua ternyata Brian selalu memperhatikan gadis berkaca mata dan tompel yang ada dipipinya, ya dia adalah Disya.

Entah kenapa Brian selalu penasaran dan tertarik dengan sosok Disya dari pertama mereka bertemu. Karena disaat semua wanita memuja-muja dia, tapi hanya Disya yang berbeda, dia seakan tidak berpengaruh dengan kehadirannya.

“Kamu, angkat tugas teman-temanmu keruangan saya.” Ucap Brian sambil menunjuk kearah Disya.

“Baik pak.” Ucap Disya.

“Sya lo beruntung banget sih bisa dekat dengan pak Brian.” Ucap Dina yang iri dengan Disya.

“Ih kalau lo mau, minta aja sama pak Brian, gue juga ogah kali dekat-dekat dengan dia.” Ucap Disya dengan nada kesal karena Dina selalu memuji pria itu.

“Hey, kamu tidak dengar apa yang saya perintahkan, cepat kemari dan bawa tugas-tugas temanmu.” Ucap Brian marah karena Disya seperti tidak mendengarkannya.

“Iya, pak.” Ucap Disya. Dalam hati dia mengutuk Brian karena dari tadi selalu mengganggu aktifitasnya.

“Kamu tuh kalau disuruh harus cepat jangan lelet, waktu saya tuh sangat berharga, jadi jangan buat kesalahan seperti itu lagi.” Ucap Brian kesal saat Disya sudah sampai dimeja Brian.

“Lagian pak, kan disini bukan saya ketingnya, kok malah saya yang disuruh, inikan bukan tugas saya.” Ucap Disya karena sudah kesal dengan tingkah Brian yang terlewat menjengkelkan.

“Kamu berani melawan saya, ingat saya yang berkuasa dikelas ini, bahkan nilai kalian semua berada ditangan saya, jadi jangan coba-coba untuk membantah ataupun melawan saya, karena bisa jadi saya tidak akan meluluskan kamu di mata kuliah saya.” Ucap Brian tegas karena Disya telah berani melawan kata-katanya, walaupun Disya benar, tapi jika Brian yang memerintahkan langsung, maka harus segera dituruti.

“Iya pak, maafkan saya.” Ucap Disya, sebenarnya dia sangat kesal dengan tingkah dosennya tersebut tapi dia tidak mau memperpanjang masalah karena pastinya akan berakibat buruk pada nilainya.

Sepanjang perjalanan Disya hanya menunduk sambil berjalan dibelakang Brian, sehingga pada saat Brian berhenti tepat didepan pintu ruangannya, Disya yang tidak fokus lantas menabrak belakang Brian.

“Aww.” Ucap Disya meringis kesakitan sambil mengusap kepalanya.

“Kamu itu memang hobi banget ya nabrak saya, makanya fokus kalau jalan, punya mata kan.” Ucap Brian marah, dan ternyata dia juga mengingat bahwa Disya juga pernah menabraknya saat pertama kali mereka bertemu.

“Iya pak, maaf.” Ucap Disya sambil menunduk.

“Maaf…maaf…maaf saja yang selalu kamu ucapkan, sampe pegal telinga aku dari tadi dengar kamu minta maaf.” Ucap Brian marah karena selalu mendengarkan kata-kata keramat yang selalu Disya ucapkan.

Dan akhirnya mereka masuk keruangan tersebut.

“Simpan saja dimeja.” Ucap Brian sambil menuju tempat duduknya.

“Iya pak, sekali lagi saya minta maaf.” Ucap Disya setelah menyimpan tugas tersebut diatas meja Brian dan pergi.

Tapi saat Disya sudah berada di dekat pintu Brian memanggil Disya.

“Tunggu sebentar, sebenarnya wajah kamu asli atau palsu?” Ucap Brian yang penasaran dengan wajah Disya karena…..

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!