Suara kicauan burung menggema dengan merdu ditambah dengan sejuknya udara pagi. Terlihat seorang gadis cantik masih bergelung dalam selimut seakan enggan meninggalkan tempat tidurnya yang empuk.
Tunggu dulu, tempat tidur empuk?
Seketika kening gadis itu mengernyit. 'Perasaan tadi aku jatuh dari pohon manggis?' Batin gadis itu.
Perlahan gadis itu membuka matanya dan menatap langit-langit kamarnya yang bernuansa vintage namun mewah. Dia melirik sekelilingnya dengan kebingungan.
Kenapa kamarnya terlihat luas dan mewah dengan perabotan antik ini? Apakah dia bertransmigrasi seperti novel fantasi yang dia baca?
Untuk memastikan, dia segera beranjak menuju sebuah cermin besar yang terletak di pojok ruangan. Seketika matanya membola kaget.
Wajah cantik dengan kulit putih seperti orang Korea dengan mata merah seindah permata ruby yang berkilau, dengan retina seperti kucing. Hidung mancung dengan bibir pink alami yang sedikit tebal.
Rambut hitam legam ikal sepunggung dengan tubuh proposional layaknya gitar spanyol.
Dia mencubit lengannya. Sakit. Ini seperti mimpi namun terasa nyata.
Dia segera melangkah mundur dan duduk di ranjang. Seketika ingatan asing memasuki kepalanya.
Dia meringis menahan sakit hingga akhirnya rasa sakit itu mereda.
Dia memasuki tubuh seorang sampah dari keluarga Duke yang bernama Leona Arathena Castallio? Ditambah dia tidak memiliki sihir sehingga diabaikan oleh keluarganya sendiri dan membawa seorang gadis yang tidak diketahui asal usulnya ke kediaman ini lalu melupakan keberadaan nya?
Oh~ Dia yang seorang pembuat onar semasa sekolah dan suka berkelahi sekaligus pecinta anime akan membalasnya berkali-kali lipat.
"Mulai hari ini tubuh ini milikku. Aku akan membuat keluargamu menerima ganjarannya. Beristirahatlah dengan tenang." Bisiknya pelan. Seketika tubuhnya terasa rilex dan ringan.
Leona melihat bekas benturan di kepalanya, seperti pemilik tubuh ini mencoba bunuh diri karena dia diasingkan di sebuah paviliun yang terletak cukup jauh dari kediaman utama Duke Castallio atau hal lainnya. Dia akan menyelidikinya nanti
Paviliun Lotus, tempat pengasingan untuk keluarga Duke yang dianggap tidak berguna. Tempat ini terlihat sederhana dan sempit bagi bangsawan, namun bagi jiwa yang merasuki tubuh Leona, bangunan ini terlihat nyaman dan tenang.
'Tok' 'Tok' 'Tok'
"Masuk!"
Seorang maid laki-laki datang membawa sebuah baskom berisi air hangat dan meletakkannya di depan gadis itu.
"Anda sudah sadar, Nona? Apa ada yang sakit?" Tanyanya bertubi-tubi. Gadis itu melihat rasa khawatir dan cemas di sorot mata pemuda itu.
"Aku tidak apa-apa. Jangan khawatir."
"Nona, lain kali jangan melakukan hal bodoh itu lagi." Ucap maid laki-laki itu dengan tegas dengan tubuh sedikit bergetar. Ini adalah hari pertamanya bekerja sebagai pelayan pribadi gadis itu yang terkenal kejam.
Leona kebingungan.'Hal bodoh apa maksudnya?'
Pemuda itu mengambil sebuah handuk kecil lalu mencelupkan ke baskom yang berisi air hangat dan memerasnya. Dia menempelkan handuk basah itu ke bekas benturan yang kini terlihat membiru.
"Lain kali Anda tidak perlu menjatuhkan diri Anda dari tangga, Nona."
Leona melongo mendengar penuturan pemuda ini.
What the hell!
💠💠💠💠💠
Setelah selesai mandi, Leona segera membuka lemarinya. Seketika kepalanya terasa sakit saat melihat gaun-gaun bewarna mencolok menyakiti mata dengan banyaknya batu permata.
Dia segera mengeluarkan semua isi lemarinya, memilih beberapa gaun untuk disisakan dan sisanya akan dia jual. Leona segera mengambil sebuah gaun sederhana bewarna cokelat dan memakainya. Lalu dia menyisir rambut ikalnya dan membiarkan tergerai begitu saja.
Leona segera mengambil sebuah kertas dan pena, lalu mulai menggambar beberapa senjata lempar, seperti kunai dan shuriken.
'Tok' 'Tok'
Leona melipat kertasnya dan menyimpan dalam laci meja rias.
"Masuk!"
Terlihat seorang laki-laki berpakaian pelayan memasuki kamarnya sambil membawa nampan. Leona menatap laki-laki itu yang sibuk menata makanan dengan seksama. Parasnya cukup tampan dengan rambut cokelat serta mata cokelat yang indah.
"Siapa namamu?" Tanya Leona tanpa mengalihkan pandangannya.
"Saya Jim, Nona." Jawabnya sopan.
"Berapa lama kau bekerja disini?"
"Saya bekerja disini selama tiga bulan, Nona. Dan hari ini saya bekerja sebagai pelayan pribadi Anda."
Leona mengangguk.
"Apa tuan Duke memerintahkan mu sebagai pelayan pribadiku?"
"Benar, Nona."
Dalam ingatan Leona, tidak ada seorang pun yang mau menjadi pelayanannya, karena retina mata Leona yang mirip kucing. Mereka semua takut padanya dan mengorbankan seorang laki-laki untuk melayaninya? Sinting!
Dalam ingatan milik tubuh aslinya, dia memiliki tiga maid. Dua perempuan dan satu laki-laki.
"Tolong atur gaun-gaun itu, Jim." Ucap Leona dan memakan sarapannya.
Jim mengangguk patuh. Menurut rumor yang beredar, Leona sangat kejam dan tak segan-segan menyiksa pelayan yang tidak mematuhi perintahnya.
Leona telah selesai sarapan dan Jim telah selesai mengatur gaun-gaun milik Leona.
"Apa kau tau tempat menjual gaun-gaun bekas ini?"
"Tau Nona. Apa Anda akan pergi ke sana?"
"Benar. Tolong antar aku."
💠💠💠💠💠
Leona dan Jim memasuki sebuah toko tempat menjual gaun-gaun bangsawan.
"Selamat datang, Nona. Ada yang bisa kami bantu?" Sapa seorang wanita dengan sopan.
"Saya ingin bertemu dengan pemilik toko ini." Ucapnya ramah.
"Saya pemilik toko ini, Nona. Perkenalkan saya Countess Raymond."
"Saya Leona Arathena Castallio dan dia adalah pelayan saya, Jim. Saya ingin menjual gaun-gaun saya." Ucap Leona sopan dan Jim segera mengeluarkan koper yang berisi gaun-gaun milik Leona.
Countess Raymond mengerutkan keningnya. Leona Arathena Castallio yang terkenal sampah karena tidak memiliki sihir dan kejam itu? Sangat jarang para bangsawan mau bersikap ramah ataupun memperkenalkan pelayannya. Tapi daripada rumor itu, seketika mata Countess Raymond berbinar senang saat melihat gaun-gaun mahal yang cantik itu.
"Wah, Nona! Ini gaun-gaun indah dan jarang di jual. Apa Anda yakin ingin menjualnya?"
"Saya yakin, Nyonya. Lagipula gaun-gaun itu jarang di pakai dan beberapa masih baru. Saya menjualnya karena bosan." Jelas Leona.
"Mungkin harganya jauh lebih murah sejak terakhir Anda membelinya. Apa tidak masalah?"
"Tidak masalah, Nyonya."
Melihat penampilan Leona membuat Countess Raymond meragukan rumor yang beredar tentang Leona. Dia melihat aura istimewa dari gadis itu. Meskipun tanpa sihir, gadis itu akan menjadi orang hebat suatu hari nanti.
Countess Raymond menyuruh salah satu pegawainya mengambil tiga kantong yang berisi koin emas dan menyerahkan pada Leona.
"Terimakasih, Nyonya." Ucap Leona sambil tersenyum tulus dan berpamitan.
Setelah itu Leona dan Jim segera menuju toko alat tulis. Di sana Leona membeli sebuah kuas, tinta dan beberapa gulungan. Dia juga membeli sepuluh rim kertas jimat yang tentu saja membuat sang pemilik toko memekik senang. Karena gulungan dan kertas jimat itu tidak pernah dilirik oleh orang-orang, bahkan pemilik toko itu memberi harga yang sangat murah untuk semua gulungan dan kertas jimat itu.
"Sepuluh keping perak, Nona." Ucap sang pemilik toko. Setelah Leona membayarnya, Jim segera menawarkan diri untuk menyimpan dalam cincin ruang.
Mereka segers meninggalkan toko itu.
"Apa kau memiliki sihir?" Tanya Leona pada Jim dengan penasaran.
Jim mengangguk. "Saya memiliki magic marker, Nona."
Magic marker adalah sihir misterius. Mereka yang memiliki sihir ini dianggap tidak berguna karena sihir ini tidak diketahui rupanya seperti apa. Namun hanya sedikit orang yang memiliki sihir ini.
"Apa kau bisa membuat senjata?" Tanya Leona menatap Jim dengan penuh harap.
Jim mengangguk.
Leona segera memasuki toko pakaian dan membeli beberapa pakaian dan celana. Dia tidak membeli gaun karena terlalu ribet dan berat. Setelah selesai berbelanja mereka segera pulang.
💠💠💠💠
Leona melempar tubuhnya di atas sofa hingga terdengar bunyi gedebuk yang nyaring. Jim yang melihat kelakuan nonanya hanya bisa geleng-geleng kepala.
Rumor tentang Leona yang kejam dan suka menyiksa pelayan itu bohong belaka. Di mata Jim, Leona itu tidak memiliki sikap seperti seorang lady. Tidak ada anggun-anggunnya.
Jim segera mengeluarkan barang belanjaan Leona yang ternyata cukup banyak lalu menatanya.
Leona mengambil sebuah kertas berisi gambaran yang dilukis tadi dan mengamatinya. Setelah selesai dia memanggil Jim dan menyuruhnya duduk.
"Apa kau bisa membuat ini?" Tanya Leona sambil menunjukkan hasil gambarannya.
"Apa ini, Nona?" Tanya Jim penasaran.
"Ini shuriken dan kunai. Sangat cocok untuk menangkap burung."
Jim tidak bertanya lagi. Dia segera membuat sebuah shuriken dan sebuah kunai dengan menggunakan magic markernya.
Beberapa saat kemudian sebuah kunai dan shuriken telah selesai di buat. Leona mengambil kunai itu, mengamatinya sebentar lalu melemparkan ke dinding.
'Jleb'
Kunai itu tertancap sempurna di dinding. Jim segera berdiri dan menunduk takut.
"Wow... Senjata ini sangat bagus dan lebih kuat." Ucap Leona senang dan segera mengambil kunai itu. Tidak ada retak ataupun kecacatan pada kunainya. "Jim! Buatkan masing-masing seratus buah, ya?"
"Baik, Nona." Sahut Jim pasrah.
💠💠💠💠
Leona tengah berlari mengelilingi sebuah taman yang terletak di belakang paviliun. Terlihat keringat mengalir deras di tubuh nya yang membasahi pakaian miliknya. Suasana malam yang sepi membuatnya lebih leluasa melakukan olahraga.
Setelah selesai lari, dia melanjutkan push up, sit up dan gerakan lainnya sebanyak seratus kali. Lalu Leona memutuskan beristirahat sebentar dan kembali melakukan beberapa teknik beladiri.
Leona kemudian merebahkan diri diatas rerumputan, memandang langit malam yang bertabur bintang. Hari pertama datang di dunia aneh ini, Leona tidak berjumpa dengan keluarga pemilik tubuh ini. Dia hanya bertemu dengan pelayan laki-laki bernama Jim.
Menurut ingatan pemilik tubuh sebelumnya, Leona memiliki tiga pelayan setia, dua perempuan dan satu laki-laki. Saat dia dipindahkan ke paviliun ini, salah satu perempuan yang menjadi pelayanannya memilih mengundurkan diri, dan seorang lagi memilih bercuti.
Leona segera bangkit dari acara rebahannya dan beranjak menuju kamar tidur karena rasa kantuk yang datang mendera.
Segera Leona melempar dirinya ke tempat tidur dan terlelap seketika.
Tanpa disadari siapapun, tubuh Leona menghilang dari sana.
Leona membuka matanya dan menatap sekelilingnya yang bewarna serba putih.
'Ini dimana?' Batinnya dalam hati.
"Selamat datang di dimensi milikku, Leona Arathena Castallio." Sapa suara laki-laki.
"Siapa kau?" Dia segera mencari asal suara itu. Saat menoleh ke belakang, matanya membelalak kaget.
Hagoromo Ootsutsuki!
'Tunggu dulu. Bukankah ini dunia fantasi? Kenapa ada dewa Shinobi yang kesasar kemari? Sebenarnya ini dunia apa?!' Leona membatin frustasi.
"Hohoho... Aku kemari atas perintah sang pencipta. Dia menyuruhku untuk memberikanmu chakra. Dia merasa bersalah karena tubuhmu tidak memiliki aliran mana yang membuatmu menderita." Jelasnya singkat seakan bisa membaca pikiran Leona.
Leona mengangguk mengerti. Tubuh ini memang tidak memiliki mana. Namun sepertinya pemilik tubuh sebelumnya memiliki stamina yang sangat kuat.
Hagoromo menjulurkan telapak tangannya dan menyentuh kepala Leona. Seketika Leona merasa tubuhnya ringan dan kuat, perasaan tenang menyelimuti hatinya.
Setelah dirasa cukup, Hagoromo menarik tangannya kembali. Dia memutuskan melatih Leona tentang dasar-dasar ninjutsu dan control chakra.
Leona atau jiwanya yang dulu bernama sama dengannya adalah penggila anime Naruto, jadi dengan cepat mengerti apa yang diajarkan oleh Hagoromo. Dalam waktu singkat dia telah berhasil menguasai control chakra. Dia bahkan dengan mudah berjalan di pohon ataupun di atas air, mempelajari berbagai macam Fuinjutsu, dan menguasai ninjutsu mulai dari rank D hingga rank S.
Leona juga berhasil memiliki kekkei genkai. Dan salah satu kekkei genkai miliknya adalah elemen kristal.
Dalam waktu enam bulan, dia telah memasteri Fuinjutsu dan ninjutsu. Hagoromo tersenyum puas lalu mengajaknya ke dimensi khusus untuk mengasah kemampuannya.
"Bagaimana jika pelayanku tidak menemukanku?" Tanyanya khawatir. Meskipun baru sehari menjalani kehidupannya di dunia antah berantah ini, dia merasa Jim tulus melayaninya.
"Jangan khawatir, lima tahun di dimensi ini sama dengan lima jam di duniamu." Jawab Hagoromo. Leona mengangguk dan segera mengikuti Hagoromo ke dalam dimensi buatannya.
Setelah lima tahun berlalu dan mengikuti berbagai jenis perang, Leona akhirnya berpisah dengan Hagoromo.
"Terimakasih, Sensei." Ucap Leona tulus. Ada kesedihan di hatinya karena berpisah dengan Hagoromo.
"Jangan bersedih, Leona. Takdir telah menunggumu. Ingat, jangan kau menggunakan kekuatanmu untuk hal-hal buruk. Bantulah orang-orang yang membutuhkan bantuanmu, jangan menindas orang yang lemah. Dan jangan menunjukan kekuatanmu pada sembarangan orang." Ucap Hagoromo menasehati.
"Baik, Sensei."
"Kalau begitu, sudah saatnya kau kembali." Seketika tubuh Hagoromo memudar dan menghilang.
Leona mengerjapkan matanya dan menatap sekeliling. Dia telah kembali ke kamar pemilik tubuh ini. Dia merasa seperti menjalani perjalanan panjang.
"Entahlah. Aku akan mencobanya nanti." Ucapnya malas.
💠💠💠💠
Leona sibuk menulis sesuatu di kertas jimat. Sepertinya dia membuat kertas peledak ala anime Naruto yang sering di tonton nya saat kehidupan dulu.
"Akhirnya selesai." Ucap Leona dan menatap kertas itu dengan puas.
"Dimana aku harus mencobanya?" Leona mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Paviliun ini akan hancur jika dia menempelkan kertas peledak buatannya disini dan itu akan membuat keributan. Lalu dia melirik ke luar paviliun dan melihat sebuah pohon yang letaknya cukup jauh dari sana.
Dia segera melompat ke jendela dan segera menuju ke sebuah pohon lalu menempelkan kertas peledak buatannya.
'Kita lihat, apakah ini berfungsi?' Gumamnya dalam hati lalu merapalkan segel tangan dan...
'BLAARR'
Sebuah ledakan tercipta dengan kuat hingga membuat Leona terlempar beberapa meter. Leona menatap pohon malang itu yang perlahan mulai miring dan tumbang.
Suara pohon tumbang menarik perhatian beberapa ksatria yang berada tak jauh dari sana. Mereka segera berbondong-bondong ke asal suara dan mendapati Leona terduduk sambil menatap pohon yang tumbang itu.
"Nona, Anda tidak apa-apa?" Tanya Jim sambil menghampiri Leona. Saat memasuki kamar Leona, dia melihat majikan nya melompat dari jendela dan segera menuju sebuah pohon sebelum terlempar beberapa meter akibat sebuah ledakan. Terlihat gadis itu mengalami lecet dan luka di beberapa tempat.
"Ahahaha... Percobaanku berhasil, Jim!" Bukannya menyahut, Leona malah memekik senang yang membuat Jim menepuk jidatnya. Dia segera berdiri sambil menepuk celananya yang sedikit kotor.
"Maaf Tuan ksatria. Saya hanya mencoba membuat sesuatu dan tidak sengaja membuat keributan." Ucap Leona sopan saat menyadari beberapa ksatria berkerumun tak jauh dari nya.
"Anda tidak apa-apa, Nona?" Tanya seorang ksatria laki-laki. Wajahnya cukup tampan meski usianya tak lagi muda. Dia adalah Arthur, pemimpin ksatria Castallio. Dalam ingatan Leona asli, Arthur adalah satu-satunya orang yang peduli dengan Leona asli meskipun dia sering bersikap tegas dengan tingkah Leona yang suka seenaknya.
"Saya baik-baik saja, Sir. Maaf telah mengganggu kalian." Ucap Leona sambil tersenyum ramah membuat beberapa laki-laki di sana merona.
"Kalau begitu saya undur dulu, Sir." Ucap Leona sambil menyeret Jim, meninggalkan para ksatria yang terbengong-bengong menatap kepergian mereka.
"Apakah dia Nona Leona yang dikabarkan tak memiliki sihir dan kejam itu?"
"Dia bahkan bersikap sopan pada kita."
"Mungkin rumor hanyalah rumor. Ayo kita lanjutkan latihan kita."
Arthur menatap kepergian Leona dengan seulas senyum tipis terpatri di wajahnya saat melihat perubahan Leona.
"Kau sudah berubah, Nona."
💠💠💠💠
Leona mengambil sebuah gunting dan memotong rambutnya dengan model emo panjang (Bayangin gaya rambut Uchiha Madara, namun rambut Leona ikal dan sepanjang pinggang).
Setelah melihat hasil cukurannya, dia tersenyum puas. Sekarang dia tidak lagi kesulitan menata rambutnya yang ikal panjang.
Dia segera membereskan rambutnya yang berserakan lalu kembali membuat beberapa formasi Fuinjutsu hingga suara ketukan kembali terdengar.
'Tok' 'Tok' 'Tok'
"Masuk!"
Seorang pria paruh baya berpakaian ala pelayan memasuki kamar Leona. Leona meliriknya sekilas. Dalam ingatan Leona, dia adalah kepala pelayan yang baik hati. Dia telah merawat Leona sejak kecil hingga sekarang.
"Paman Lucas. Ada apa?" Sapanya ramah.
"Saya yang rendahan ini tidak pantas di panggil seperti itu, Nona." Ujar Lucas sopan.
Leona memutar matanya malas. Di dunia ini orang-orang di hormati berdasarkan kekuatan dan kasta. Benar-benar merepotkan.
"Ada apa?" Tanya Leona sambil menyelesaikan formula Fuinjutsu nya.
"Anda di undang makan malam oleh tuan Duke, Nona." Ucap Lucas sopan. Dalam ingatan pemilik tubuh asli ini, sangat jarang Duke Castallio mengundangnya untuk makan malam.
"Antar aku kesana, Paman."
Lucas menghela nafasnya. Namun hatinya sedikit tersentuh karena Leona memanggilnya paman meskipun dia hanyalah seorang kepala pelayan. Sangat jarang bangsawan yang bersikap ramah pada pelayan maupun pekerja di kediaman mereka.
Leona segera merapikan gulungannya dan beranjak mendekati Lucas.
"Pimpin jalan."
Lucas segera berjalan mendahului Leona. Sepanjang perjalanan, matanya tak henti-hentinya menjelajahi keindahan kediaman Castallio.
Mereka tiba di ruang makan yang terlihat mewah dan elegan. Di sana terlihat seorang pria paruh baya berpakaian khas seorang Duke, wajahnya terlihat tampan meskipun usianya tak lagi muda dengan mata hijau dan rambut hitam. Dalam ingatan Leona, dia adalah Duke Calvian Ethan Castallio sekaligus ayah kandung pemilik tubuh ini. Di sebelahnya terlihat seorang pemuda berwajah lumayan tampan dengan mata merah dan rambut cokelat. Dia adalah Emillio Ethan Castallio sekaligus kakak dari pemilik tubuh ini.
Dan di sebelah nya terlihat seorang gadis cantik dengan rambut cokelat madu dengan mata hijau yang sebaya dengan dirinya, kira-kira berusia enam belas tahun. Tebakannya dia adalah gadis yang di bawa oleh Duke ke kediaman ini.
Leona menatap gadis itu dengan tatapan menilai. Terlihat gurat ketakutan dan mata berkaca-kaca. Leona memperhatikan seksama, ternyata dia diam-diam mencubit pahanya sendiri.
"Ku harap kau tidak membuat keributan kali ini, Leona." Ucap Duke dengan nada tak suka.
Leona mendengus. "Tidak akan."
Mereka mulai makan malam dengan tenang. Leona memakan makanannya dengan fikiran yang traveling entah kemana. Otaknya mulai di penuhi berbagai hal gila yang wajib di coba.
Dia telah menetap di tubuh ini selama seminggu. Dia merasa bosan berdiam diri di kamar dan ingin membuat sesuatu untuk di jual.
Sementara Duke Calvian dan Emillio diam-diam melirik Leona yang terlihat berfikir. Tidak seperti biasanya, dia yang selalu membuat keributan kini terlihat tenang, begitu pula dengan gadis berambut cokelat itu.
Leona telah selesai makan malam. Dia mengambil pisau pemotong daging dan meraba-raba teksturnya dengan pipi memerah membuat Jim yang berada di sana berdeham.
Setelah kepala nonanya terbentur, dia lebih sering memainkan benda tajam yang membuatnya ketar ketir.
"Nona, jangan bermain dengan pisau itu." Tegur Jim setengah membisik.
"Iya, aku tau, Jim." Balas Leona santai lalu meletakkannya kembali. Leona mengambil segelas air dan meminumnya sekali teguk. Dia benar-benar bosan dan lelah.
"Nona, ingat etiket kebangsawanan di meja makan." Lagi-lagi Jim menegur Leona yang tidak ada sopannya itu.
"Aku tau, Jim. Aku hanya bosan."
Calvian, Emillio dan seorang perempuan berambut cokelat itu menatap interaksi mereka sekilas dan kembali menyantap makanannya.
Duke Calvian telah selesai makan dan berbincang-bincang dengan mereka, lebih tepatnya dengan Emillio dan perempuan berambut cokelat itu yang bernama Iris Ethan Castallio. Mereka seakan lupa dengan keberadaan Leona.
Jim dan beberapa pelayan menatap Leona dengan prihatin. Sudah menjadi hal umum jika Leona sendiri sering diabaikan dan di banding-bandingkan karena tidak memiliki sihir.
"Saya sudah selesai, saya permisi." Ucap Leona dan segera berlalu begitu saja meninggalkan mereka yang sibuk bercengkrama.
Entah kenapa dadanya terasa sesak melihat pemandangan itu. Mungkinkah ini perasaan Leona yang asli?
Dahulu kala, terdapat sebuah benua yang dibagi menjadi lima wilayah.
Wilayah timur, selatan, barat, utara dan wilayah tengah yang masing-masing memiliki penguasa, kecuali wilayah tengah. Wilayah tengah sendiri merupakan kawasan hutan dengan medan yang terjal dan curam, kondisi alam yang buruk serta memiliki bahaya yang tidak diketahui karena belum pernah ada seseorang yang memasukinya.
Seiring berjalannya waktu, meletus peperangan yang memakan banyak korban jiwa, sehingga populasi manusia pada masa itu menurun drastis, sehingga keempat pemimpin membuat sebuah kesepakatan untuk membentuk sebuah kekaisaran yang berpusat di wilayah timur.
Karena luasnya wilayah, kekaisaran tidak bisa mengurusnya seorang diri. Maka dibentuklah beberapa kerajaan kecil di benua untuk mempermudah memerintah wilayah dengan menunjuk beberapa pengikutnya yang memiliki kekuatan yang hebat.
Pada beberapa generasi, semuanya berjalan normal, hingga suatu hari segerombolan monster dan penyakit misterius muncul menyerang beberapa kerajaan kecil dan menyebar hampir di seluruh benua membuat kekaisaran berasa hampir diambang kehancuran.
Lalu muncul beberapa orang yang memiliki ilmu sihir hebat dan berhasil mengalahkan monster itu hingga nyaris memusnahkan hampir semua populasinya. Setelah berhasil mengalahkan monster, mereka mengajarkan ilmu sihir kepada para bangsawan tinggi dan kerajaan, mengajarkan knight pada rakyat biasa maupun bangsawan rendah.
Bersamaan dengan itu, muncul seorang dewi dan memberikan berkat pada dua puluh orang terpilih untuk memusnahkan wabah. Serta dewi itu juga menunjuk salah satu diantaranya sebagai Saintess.
💠💠💠💠
'Brak'
Leona menutup bukunya dengan kasar. Dia telah membaca setumpuk buku tebal yang hampir menenggelamkan dirinya.
"Nona, saatnya makan malam." Ucap Jim sambil berjalan ke arah Leona. Pemuda tampan itu memasuki perpustakaan dengan wajah datar tanpa ekspresi yang kadang membuat Leona tidak bisa menebak ekspresi wajah pemuda itu.
Leona meregangkan tubuhnya yang terasa kaku. "Oh, sudah malam, ya." Lalu Leona menatap Jim yang kini berdiri di belakang sofa. "Jim, bisakah kau berhenti bicara formal kepadaku? Oh, jangan lupa berhenti memanggilku dengan sebutan nona." Ucap Leona kesal.
"Saya yang rendah ini tidak pantas, Nona." Sahut Jim sopan.
Leona memutar matanya malas.
"Baiklah. Bagaimana jika kau memanggilku dengan nama dan bersikap biasa padaku jika hanya berdua saja?" Pinta Leona dengan tulus, tidak lupa dengan memasang tatapan memelas andalannya.
"Baik, No–ehem! Leona."
Leona tersenyum tulus membuat rona tipis terlihat di pipi pemuda itu.
"Baiklah, Jim. Ayo makan."
Leona segera merapikan buku yang telah selesai dibacanya dan mengembalikan ke tempat semula. Saat hendak berbalik, terlihat sebuah buku usang yang menarik perhatian nya.
'Sihir dan jenisnya.'
"Mungkin ini berguna untuk Jim." Gumamnya lalu mencari beberapa buku tentang sihir. Setelah di rasa cukup, dia meminta Jim menyimpannya dalam cincin ruang.
Saat berjalan di lorong, tidak sengaja dirinya berpapasan dengan Iris, putri emas kesayangan Duke bersama dua pelayan pribadi dan dua prajurit yang mengikutinya sambil membawa beberapa kotak yang berukuran besar. Iris terlihat sedikit terkejut, namun dia menormalkan ekspresi nya dan mendekati Leona dengan wajah ramah.
Leona memperhatikan ekspresi Iris dengan seksama. Setelah menjalani perang selama lima tahun di dimensi milik Hagoromo dan bertemu dengan banyak orang, Leona mengetahui jika ekspresi Iris penuh dengan kepalsuan.
"Kakak, darimana?" Sapanya ramah.
Leona menghentikan langkahnya dan menatap Iris dengan datar. "Aku dari perpustakaan."
"Aku dengar dua pelayan pribadi Kakak di pecat, ya?" Tanya Iris dengan wajah pura-pura sedih. Diam-diam dia mentertawai penampilan Leona yang menurutnya aneh. Leona tidak menggunakan perhiasan, pakaiannya seperti pakaian laki-laki dengan kemeja merah dibalut vest hitam, celana pendek sepaha dengan sepatu berhak lima senti setinggi betis.
"Ya?"
"Apa Kakak kesulitan? Aku bisa memberitahu ayah untuk mencari pelayan dan pengawal untukmu."
Leona melirik 2 pelayan pribadi Iris yang tengah menahan tawa. "Tidak perlu. Jangan menambah beban pada orang tidak berguna sepertiku." Sahutnya dingin lalu segera pergi meninggalkan mereka.
Leona menghentikan langkahnya dan berbalik menatap Iris. Kali ini perkataannya terdengar tulus.
"Aku dengar kau memiliki sihir cahaya. Jika kau mau mendengar saran orang yang tidak memiliki sihir sepertiku, latihlah sihir milikmu itu. Mungkin selama ini kau membenciku karena aku mengganggu dan membuat masalah denganmu. Tujuanku hanya ingin kau memiliki mental yang kuat."
Iris terpaku dan menatap Leona dengan mata bergetar.
"Kau tidak tau bagaimana berbahayanya dunia luar. Mungkin aku tidak tau apa-apa tentang sihir karena aku memang tidak memilikinya, tapi aku sarankan padamu jangan biarkan kegelapan menguasai hatimu, bisa-bisa kau kehilangan sihir cahayamu. Aku memang tidak bisa menerimamu sebagai saudara, tapi aku menganggapmu sebagai rekan. Tidak lebih." Ujar Leona panjang lebar dan melemparkan senyum tulus lalu segera pergi diikuti oleh Jim.
Mendengar penuturan Leona membuat hati Iris bergetar dan menatap kepergian Leona dengan berkaca-kaca.
"Terimakasih."
💠💠💠💠💠
"Maaf, Leona. Pelayan dapur hanya memberikan ini untuk makan malam." Ucap Jim sambil menundukkan kepalanya.
Leona melirik nampan yang di pegang oleh Jim dan mengamatinya.
"Makanan sisa?" Lalu dia segera merebut nampan itu dan meletakkan nya di meja.
"Kita cari makan di luar, Jim. Cepat pakai pakaian rakyat sipil." Titah Leona santai.
"Tapi–” perkataan Jim di potong oleh Leona.
" Cepat sebelum aku kelaparan." Titah Leona tegas.
Jim menurut dan segera pergi dari sana. Leona segera menggantikan pakaiannya dengan pakaian rakyat sipil. Dia mengambil sebuah kantong yang berisi koin emas dan sebuah gulungan lalu segera keluar dari kamarnya.
Terlihat Jim berdiri di ruang tamu dengan pakaian rakyat sipil biasa.
"Kau bisa berteleportasi?" Tanya Leona.
"Disini tidak ada yang bisa melakukan hal itu, Nona. Sangat jarang orang-orang bisa melakukan teleportasi karena bisa menguras mana tergantung jarak yang di tempuh." Jelas Jim membuat Leona mengangguk paham.
Leona segera memegang tangan Jim membuat pemuda itu tersentak kaget, namun tiba-tiba dia berada di sebuah gang sepi.
Jim segera bersandar pada dinding gang, kepalanya terasa pusing.
"Leona, bagaimana kau bisa melakukan itu?" Tanya Jim setelah rasa pusingnya berkurang.
"Rahasia. Jangan beritahukan pada siapapun ya, Jim." Pinta Leona sambil mengedipkan sebelah matanya.
"Baik."
Setelah Jim merasa baikan, mereka segera keluar dari gang itu dan menatap sekitar yang cukup ramai pejalan kaki. Leona menatap sekitar dengan tatapan berbinar. Suasana ramai seperti pasar malam di dunia modern sedikit mengurangi kerinduan nya. Segera Leona menyeret Jim menuju sebuah kedai sederhana berlantai dua.
Jim yang di seret hanya bisa pasrah. Dia tidak ingin di amuk Leona mengingat nonanya ini memiliki temperamen yang buruk.
"Apakah ada sebuah festival?" Tanya Leona sambil melirik sekitarnya dengan tatapan berbinar.
"Benar. Hari ini festival untuk merayakan hasil panen yang melimpah.
Leona mengangguk dan menghampiri beberapa stand makanan dan memesan 2 porsi untuk dirinya dan Jim. Jim yang ingin menolak terpaksa menerima saat melihat wajah Leona yang terlihat mengerikan.
Mereka duduk di sebuah kursi taman yang terletak tak jauh dari sana dan memakan makanan yang di beli tadi. Jim merasa terharu karena Leona peduli padanya. Hampir tidak ada majikan bangsawan yang peduli pada pelayannya sendiri. Jim merasa beruntung menjadi pelayan Leona, meskipun kasar dan tidak ada sopan santun ala bangsawan, Leona sebenarnya memiliki pribadi yang baik dan hangat.
"Jim, apa benar perkataan Iris jika pelayanku di pecat?" Tanya Leona membuat Jim terdiam. Melihat keraguan di wajah Jim, Leona segera menenangkan nya. "Katakan dengan jujur."
"Benar. Lily di berhentikan oleh tuan Duke karena Anda tidak sengaja mendorong nona Iris yang memasuki kamar Anda yang sebelumnya. Dan Cellina memilih mengundurkan diri saat Anda telah berada di pavilion."
Leona mengangguk. "Terimakasih Jim. Tapi jangan berkata formal padaku." Kesal Leona.
💠💠💠💠
Emillio memasuki paviliun Leona dengan marah saat melihat Iris tengah menangis di kamarnya setelah bertemu dengan Leona.
Dia membuka pintu paviliun dengan kasar, namun anehnya tidak ada orang di sana. Baik prajurit maupun pelayan.
"Leona!!" Teriak Emilio menggelegar.
Tidak ada pelayan yang datang menyambutnya membuat pemuda itu mengernyit.
Segera dia membuka salah satu kamar dengan pintu yang berukuran sulur dilapisi emas yang merupakan kamar milik Leona. Tidak ada orang kecuali sebuah nampan dengan makanan yang masih utuh. Sebuah sup daging dengan daging yang sedikit, steak dengan kentang tumbuk yang bisa dimakan sekali suap. Seperti nya makanan itu tidak di sentuh.
"Leona!!" Lagi-lagi Emillo berteriak, namun masih tidak ada jawaban.
"Kemana anak itu?" Gumamnya kesal. Matanya menyusuri kamar Leona yang terlihat sederhana dan tertuju pada meja rias milik sang adik. Tidak ada apapun selain sebuah sisir kayu dan sebuah kotak yang berisi beberapa perhiasan yang sepertinya sudah usang. Dia membuka lemari pakaian Leona. Tidak ada gaun mahal selain beberapa pakaian bewarna gelap dan beberapa celana terlipat dengan rapi.
Tunggu dulu. Sejak kapan Emillio peduli pada gadis itu?
"Apa yang aku pikirkan." Gumamnya sambil menggelengkan kepalanya. Niatnya ingin memarahi Leona karena telah membuat Iris menangis malah membuka lemari pakaiannya?
Dia menatap sekeliling kamar Leona, kapan terakhir kali dia bersama gadis itu?
Seketika rasa sesak menyelimuti hatinya.
Segera Emillio keluar dari paviliun itu dengan raut wajah yang tak bersahabat.
Sementara Leona tengah asyik menikmati makanan malamnya dengan Jim, dan merencanakan sesuatu sambil terkekeh yang berhasil membuat Jim merinding ngeri.
"Apakah Nona kerasukan?" Batinnya dalam hati.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!