Queena menatap wajah lelaki yang disukainya di layar ponselnya, Rick Anderson teman sekelasnya. Rick adalah pemain basket paling jago di sekolahnya, incaran para gadis di sekolah. Usia Rick sama dengan dia, sebentar lagi akan genap 18 tahun. Meskipun semua gadis berebut mengincar Rick, tapi lelaki itu mengatakan pada Queena bahwa Rick hanya menyukai dia. Senyum di bibir Queena semakin lebar.
"Nona, Tuan Vard pulang."
"Daddy!" gadis polos itu berteriak semangat, sudah seminggu Daddy-nya tak pulang. Dia turun dari rebahan nya di ranjang, berlari keluar kamar.
Vard melihat Queena meloncat-loncat kegirangan turun dari atas tangga, gadis kesayangan nya. "Daddy pulang, sayang!" ia merentangkan kedua tangannya lebar.
Gadis ceria dengan tinggi 163cm dan bobot badan 52 kg itu melompat ke dalam pelukan sang Daddy. Ia mencium kedua pipi sang Daddy. "Miss u Dad..."
Vard menahan tubuh tinggi Queena dalam gendongan nya, memeluknya erat. "Miss u too, sekarang turun."
"Nggak! Berikan dulu hadiahku, Dad!" manjanya.
"Baiklah, ayo buka hadiahnya di kamar. Daddy capeek..."
Queena mengangguk.
Vard tidak menurunkan tubuh gadis kesayangan-nya itu dari gendongan, ia berjalan ke atas menuju kamarnya masih dengan memangkunya dalam pelukan. Saat di dalam kamar, Vard menurunkan barang yang ia bawa di tangannya di atas meja, "Sekarang turun, lihat hadiahmu."
Tapi Queena yang merindukan Daddy-nya tak menurut, ia terus mencapit pinggang sang Daddy.
"Queena..." lirih Vard, dia sedang menahan hasratnya. Sejak Queena bertumbuh menjadi gadis remaja, setiap mereka berpelukan seketika hasratnya akan bereaksi, gairahnya bergejolak. Sudah sering ia sengaja menghapus perasaan yang tumbuh dalam hatinya, dia selalu pergi dari rumah untuk alasan bekerja. Tapi ia tak tahan harus terus berjauhan, hatinya sakit karena merindukan gadis itu.
"Aku masih merindukan Daddy," Queena cemberut.
"Daddy sudah bilang capek, bukan?"
"Huh! Baiklah." Gadis dengan kulit putih dan berambut ikal itu turun dari pangkuan Daddy-nya.
Queena membuka paper bag di meja yang dibawa Daddy-nya, seketika ia menjerit penuh kesenangan. "Ahhhhh, tas yang aku mau. Teman-temanku pasti akan iri melihatnya. Ini adalah tas limited edition, hanya ada 10 di dunia. Apa ini adalah hadiah ulang tahunku seminggu lagi, Dad?"
"Mungkin, tapi masih banyak yang ingin Daddy berikan padamu."
"Kakek bilang, ulang tahun ku ke-18 harus dirayakan dengan meriah. Kakek sudah menyiapkan semuanya, di rumah utama. Kita harus kesana, Dad."
"Oke, asal kamu bahagia. Sweet heart..."
Queena mencium pipi sang Daddy lalu berlari keluar kamar, "I love U, Dad..." teriaknya dari luar.
Vard tersenyum, "Aku juga mencintaimu," Ia menghembuskan nafasnya. "Aku mencintaimu, Queena."
Saat sarapan pagi Queena terus menyuapai sang Daddy, "Makan yang banyak, Dad. Tubuhmu kurus, aku nggak suka!" gadis itu memonyongkan bibirnya.
"Oke, suapi Daddy lagi. Kalau kamu yang menyuapi, Daddy semangat makan."
"Apa Kak Soppie tidak menyuapimu makan? Dia kekasihmu, bukankah Daddy pergi dengannya?"
"Tidak, dia tidak jadi ikut karena sibuk."
"Ah... tapi Daddy. Sekarang aku masih bisa menyuapi mu, tapi nanti aku tidak bisa memperhatikanmu lagi jika aku sudah mempunyai seorang kekasih. Apalagi saat nanti aku menikah dan mempunyai anak, aku-"
Vard dengan cepat menutup mulut Queena, jangankan membayangkan gadis itu mempunyai kekasih dan menikah. Kini baru mendengarnya saja membuat hatinya tak rela. Aku tak rela Queena! Memikirkannya saja hatiku sakit!
"Hmmmp..."
Vard melepaskan tangan nya yang menutupi bibir gadis itu, "Makanlah, hari ini Daddy akan mengantarmu sekolah."
"Hum..." Queena lalu anteng memakan sarapan nya.
20 menit kemudian Queena turun dari mobil Bugatti berwarna hitam gelap, gadis itu melihat Rick di depannya sedang berjalan menuju ke dalam sekolah.
"Rick! Tunggu aku!" teriak gadis itu seraya tersenyum cantik.
Seketika tatapan Vard yang berada di dalam mobil menatap lelaki yang dipanggil oleh Queena, "Rick? Hm."
"Daddy, aku pergi. Bye, emuachhh." Gadis itu memberikan kiss dari luar jendela pintu mobil.
"Bye." Vard melambaikan tangannya.
Vard melihat Queena bicara pada pemuda bernama Rick dengan penuh ceria, wajah gadis itu berbinar bahagia. Ia mengepalkan kedua tangannya.
Di Perusahaan Vard memijit keningnya yang sakit, wajah bahagia Queena saat bersama pemuda di sekolah tadi pagi membuatnya gelisah.
Tok... Tok... Tok...
"Vard, ini aku Soppie." Sebuah suara manis terdengar dari luar pintu ruangan kantor Vard.
"Masuk."
Pintu terbuka, sosok wanita berparas menawan dengan tinggi 164 cm bertubuh proporsional dengan pakaian modis menempel di tubuh langsingnya melangkah masuk. "Aku membawa makan siang, Mama ku memasak untukmu. Katanya, khusus untuk calon menantu nya." Wanita yang sudah menjadi kekasih Vard selama 3 tahun itu maju mendekat ke arah meja menenteng paper bag berisi wadah makan.
"Taruh saja di meja, aku masih sibuk." Cuek Vard, ia kembali memijit keningnya.
"Kamu sakit, sini aku pijitin," Soppie beranjak mendekati tempat duduk Vard.
Vard dengan cepat menggeleng, "Soppie, bisakah kita break dulu? Aku sekarang merasa tak sanggup untuk memiliki hubungan dengan seseorang." Pria itu mengangkat kepalanya menatap kekasihnya selama 3 tahun ini. Dulu ia menyukai Soppie karena kepolosannya, tapi saat kini melihat Queena semakin tumbuh dengan kepolosan yang sama, hatinya hanya tergetar oleh Queena.
"Apa maksudmu, Vard? Aku sudah menunggumu melamarku selama ini, kau bilang kau serius denganku. Kita bahkan sudah saling mengenalkan keluarga masing-masing, tapi kau yang selalu menunda pernikahan kita!"
"Soppie, sekarang aku sadar ternyata aku belum siap. Sebaiknya kita jangan break, kita akhiri saja hubungan ini. Aku tak ingin memberi harapan padamu, sepertinya aku sudah tak mempunyai perasaan apapun lagi padamu. Maafkan aku..."
"Kau bilang padaku kau menyukaiku, Vard! Lalu kini setelah 3 tahun kita berhubungan begitu saja kau bilang kau tak mempunyai lagi perasaan padaku! Kau anggap apa aku selama ini?!" Soppie terisak menangis.
Vard seketika bangun dari kursinya, ia memeluk Soppie menenangkan wanita itu. "Aku tidak bisa melanjutkannya, maafkan aku."
Soppie melepaskan pelukan Vard, ia berbalik pergi keluar ruangan masih dengan terisak.
"Ah, Vard. Kau brengsek!" Pria itu merutuki dirinya sendiri.
***
Di pinggir lapangan basket Queena meminum jus pemberian Rick, ia menatap lelaki itu yang sedang meneguk air kemasan setelah bermain basket. Queena menatap tak berkedip leher berkeringat Rick yang bergerak-gerak saat aliran air minum melewati tenggorakan pria itu. Ahhhh, so sexy! Uhhh, aku beruntung menjadi gadis yang disukai Rick! Bisa menang bersaing dari seluruh gadis di sekolah!
"Queena, kamu melamun. Kenapa kau mengeluarkan air liur di sudut bibirmu?" Suara serak berat Rick membangunkan nya dari fantasi liarnya.
"I-itu, aku baru ingat belum memberitahumu seminggu lagi aku ulang tahun. Aku besok akan membagikan undangan pesta-nya, semua angkatan kita aku undang."
Pemuda dengan tinggi 172 cm itu mengangguk, ia mengingat perkataan Queena saat beberapa waktu lalu dia menembaknya. "Kamu masih ingat ucapanmu, bukan? Setelah ulang tahunmu ke-18, kamu akan menerima perasaanku dan menjadi pacarku."
Queena mengangguk, "Tentu saja, terimakasih sudah menungguku selama setengah tahun ini. Aku tidak bisa mengingkari janjiku pada Daddy, kamu tau aku sangat menyayangi Daddy-ku."
"Aku mengerti, ayo masuk kelas."
Queena mengangguk.
Seminggu berlalu, pesta megah ulang tahun sang cucu kesayangan Tuan besar Bernard Ramberd diadakan secara meriah. Rumah besar keluarga Ramberd bukan hanya di datangi teman-temen sekolah Queena tapi dari kalangan pembisnis relasi Tuan Besar Bernard dan Vard. Apalagi setiap tamu yang datang sangat menghormati Vard Bernard, tentu saja karena putrinya yang berulang tahun mereka datang dengan semangat.
Vard menatap wajah dan penampilan cantik Queena dari pantulan cermin. 2 orang make up stylist masih merias wajahnya, dan menata rambutnya. Sedangkan untuk gaun pesta ia mendatangkan desainer-nya langsung untuk memakaikan gaun pada Queena.
"Tuan Vard, gaun nya apa Anda puas?" tanya sang desainer.
"Hm, gaun rancanganmu indah dipadukan dengan tubuh dan wajah cantik Queena tentu saja aku merasa sangat puas."
"Terima kasih." Ucap sang desainer.
Vard mengangguk.
Saat selesai Vard melengkungan lengannya memberikan sikutnya pada Queena, "Ayo, my princess. Perlihatkan kecantikanmu, sampai setiap wanita akan iri melihatmu."
Queena tersenyum, "Aku menyayangimu, Dad. Terimakasih untuk gaun dan semuanya."
Vard tersenyum lalu membawa Queena keluar dari kamar, berdiri sebentar di undakan tangga atas.
MC acara mendongak ke atas melihat kehadiran pemeran utama di pesta, "Nona Queena sudah datang, mari kita sambut dengan tepuk tangan." Seru sang MC, lalu bertepuk tangan diikuti semua tamu yang hadir.
Queena mengedarkan pandangannya pada para tamu, akhirnya ia menemukan sosok Rick yang memakai pakaian formal untuk acara pesta dengan jas putih menambah ketampanan lelaki itu.
Vard mengikuti arah tatapan Queena, saat tau siapa yang sedang ditatap Queena seketika ia menahan emosinya.
Vard membawa Queena menuruni anak tangga satu-persatu, tangan kecil Queena menggandengnya tapi tatapan gadis itu tetap tertuju pada Rick membuat Vard dengan sekuat tenaga menahan emosinya.
"Queena."
"Hm, ya Dad?" tapi gadis itu tak berbalik menatap Daddy-nya.
"Perhatikan jalanmu, meskipun Daddy memegang mu tapi mungkin saja tangan Daddy licin tak sengaja melepas tanganmu, lalu kamu akan tergelincir jatuh ke bawah."
Seketika Queena berbalik menatap kaget sang Daddy, "Daddy?"
Vard akhirnya tersenyum, "Daddy hanya bercanda, Daddy hanya ingin melihat wajah cantikmu."
Queena bernafas lega, tadi ia sempat terkejut mendengar ucapan Daddy-nya. "Daddy mengejutkanku, mana mungkin Daddy tega menyakitiku. Saat aku akan terjatuh, pasti Daddy akan menjatuhkan lebih dulu tubuh Daddy untuk menahan ku di bawah sana. Iya kan, Dad?"
"Hm, ayo turun." Vard tak menjawab.
"Kakek."
Saat sudah sampai di bawah Queena disambut oleh kakeknya, Tuan besar Bernard. "Cucuku, cantik sekali. Lihatlah, mulai malam ini kakek pasti akan banyak menerima lamaran dari setiap relasi kakek yang datang. Kau adalah bintang paling bersinar malam ini, sekarang bagianku." Sang kakek memberikan lengannya untuk digandeng Queena tapi Vard masih menahan Queena.
"Vard! Sekarang bagianku, Queena bukan hanya kesayanganmu, dia adalah kesayanganku juga!"
Vard menghembuskan nafas tak rela, ia hanya ingin selama pesta, Queena akan selalu berada di sampingnya. Ia memberikan tangan Queena pada Ayahnya. "Jaga dia, Pah. Jangan tergores sedikit pun, Papa tau aku akan seperti apa jika terjadi sesuatu pada Queena."
"Kau mengancamku! Beraninya! Ayo sayang, tinggalkan Daddy-mu yang gila ini!" Tuan besar Bernard lalu membawa Queena berkeliling, memperkenalkan gadis itu pada semua kenalan nya.
Vard mengambil minum dan berdiri menjauh dari para tamu, setiap ada yang menyapanya dia hanya mengangguk sopan. Mata elang nya terus mengikuti kemana perginya Queena, tiba-tiba kedua matanya menyipit ketika melihat Queena pergi ke arah koridor samping bersama pemuda itu, Rick.
Saat Vard akan melangkahkan kakinya, suara Soppie memanggilnya. "Tunggu, Vard. Aku ingin bicara."
Vard menutup matanya, "Bisakah kita bicara nanti, Soppie. Aku harus pergi."
"Vard, tolong hargai aku. Aku hanya ingin bicara sebentar." Mohon Soppie.
Vard menatap ke arah tadi ia melihat sosok Queena dan Rick tapi mereka sudah tak terlihat, ia mengepalkan kedua tangan nya. "Baik, sebentar saja."
"Ya."
Di koridor samping mengarah ke kolam renang, Rick menggenggam tangan Queena seraya berjalan ke kolam renang.
"Rick, ada apa di kolam renang. Kenapa kamu bisa tau jalan kesini?" tanya Queena.
"Aku sudah meminta ijin pada kakekmu, aku juga sudah bicara pada orang tuaku. Aku ingin keluarga kita tau hubungan kita. Queena... aku ingin serius denganmu, aku akan meminta pertunangan untuk kita. Aku tidak ingin kehilanganmu."
Queena manarik nafas terkejut, "Rick!" matanya berbinar bahagia.
"Happy Birthday, Queena. Maukah kamu menjadi tunanganku," pemuda itu mengeluarkan cincin dari dalam kotak.
"Ya, ya, Rick!"
Rick memakaikan cincin itu di jari manis Queena, ia menatap mata gadis di hadapannya lalu dengan perlahan maju menyatukan bibir mereka.
Queena menutup matanya, meresapi rasa bibir Rick yang menciumnya. Rick menciumnya dengan lembut, hati Queena membuncah bahagia.
"Queena!" suara teriakan Vard mengagetkan mereka berdua.
Rick menjauhkan tubuhnya, "Tuan Vard. Halo." sapanya.
Vard tak menjawab, mata pria itu sangat menyeramkan. Wajahnya berubah menakutkan, kedua tangannya mengepal.
"Daddy! Aku sudah mempunyai pacar! Aku sangat menyukainya." Ucap Queena semangat tanpa melihat situasi yang sedang terjadi. Gadis itu mendekati sang Daddy.
Tiba-tiba lengan nya ditarik dengan kasar, tanpa bicara Vard membawa Queena keluar rumah melalui pintu samping. Padahal acara pesta belum dimulai, tapi Vard tak memperdulikannya.
Dengan kasar pria yang sudah gila itu memasukkan paksa Queena ke dalam mobil, meskipun gadis itu memberontak Vard tak melepaskan nya.
"Daddy! Ada apa? Pestaku belum selesai, Dad!" gadis itu menatap keluar jendela, menatap Rick yang berlari ke arahnya.
"Dad! Buka mobilnya, aku dan Rick sudah menjadi kekasih sekarang."
"Queena!" panggil Rick dari luar mobil, pemuda itu mengetuk-ngetuk kaca mobil.
Vard menginjak pedal gas, melajukan dengan kencang mobil pergi dari rumah utama kediaman Ramberd menuju kediaman nya sendiri.
Setelah sampai dengan kasar Vard memanggul tubuh Queena di pundaknya, menjatuhkan gadis itu ke atas ranjang besar menindih gadis itu. "Queena, kau selamanya adalah milikku!"
Tangan besar Vard merobek gaun dengan kuat, seketika tubuh Queena hanya terbungkus pakaian dalam. "Dadddy.. apa yang kau lakukan... huhu.... Daddy... Ini aku putrimu... Dad..." suara Queena bergetar, tubuhnya bergetar hebat.
"Aku menginginkan mu Queena, sejak lama kau sudah membangkitkan gairahku... kini selamanya kau akan menjadi milikku. Siapa pun lelaki yang mendekatimu, aku tidak segan-segan akan membunuhnya!"
Vard mulai mencium bibir Queena, pagutan ciumannya semakin ganas saat ia mengingat gadis itu dicium oleh lelaki lain. "Bibir ini.. aku menghapus ciumanmu tadi, jangan pernah memberikannya lagi pada lelaki lain. Setiap jengkal tubuhmu adalah milikku, Queena."
Dengan gila Vard memasukkan miliknya pada milik Queena merobek keperawanan gadis itu, menyetubuhinya dengan kasar. "Kau adalah milikku... milikku..."
Queena hanya menatap kosong langit-langit kamar, bahkan gadis itu tak merasakan lagi rasa sakit di tubuhnya karena kebrutalan sang Daddy.
Setelah Vard selesai menodai paksa Queena, gadis itu memandang penuh benci pada sang Daddy. "Aku membencimu, Vard Ramberd! AKU MEMBENCIMU!!!"
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!