Bandara Soekarno Hatta
"Akhirnya aku kembali lagi ke tanah air setelah bertahun-tahun di negeri orang," ucap seorang pria berperawakan tinggi, berparas tampan dan berkepribadian hangat sambil tersenyum melihat suasana di sekitarnya. Dari pancaran matanya saja sudah terlihat bahwa laki-laki itu begitu merindukan tanah kelahirannya.
Ketika ia melihat seseorang memegang papan nama bertuliskan 'Jorell Livingston'. Ia langsung tahu bahwa orang tersebutlah yang akan menjemputnya. Jorell pun langsung mendekat ke orang tersebut.
"Selamat datang kembali Tuan Muda," ucap orang tersebut yang rupanya adalah supir kepercayaan Margareth, mamanya Jorell.
"Terima kasih Pak Li. Lama juga kita sudah tidak berjumpa."
"Biar saya bawakan kopernya Tuan Muda."
Pak Li menawarkan dirinya untuk membawa koper dari Jorell. Namun dengan halus Jorell menolak.
"Tidak perlu. Aku bisa membawanya sendiri Pak Li."
"Baiklah, Tuan Muda memang selalu seperti ini."
Hanya dibalas dengan senyuman oleh Jorell. Sudah bukan rahasia umum lagi, semua pekerja di rumah Jorell sudah tahu jika kepribadian tuan muda mereka ini sangat ramah dan berhati hangat. Bahkan terkadang, tuan mudanya menolak untuk dilayani oleh pelayan, makanya ia memilih London sebagai tempatnya mencari ilmu sekaligus melarikan diri dari hidupnya yang serba mewah.
Setengah jam kemudian, Jorell sudah sampai di rumahnya. Ia disambut dengan baik oleh sang mama tapi tidak dengan kakaknya yang sibuk di perusahaan.
"Akhirnya kau pulang juga. Mama sudah menunggu lama sekali. Karena kau sudah pulang, besok mama akan langsung umumkan pengangkatan mu sebagai CEO di perusahaan Living Group," ucap Margareth.
Jorell paham akan permintaan mamanya itu. Karena memang anak mamanya hanya dua, Jefrey Livingston anak pertama dan Jorell Livingston dirinya sendiri sebagai anak kedua. Jefrey sudah memiliki posisi sebagai direktur di perusahaan tersebut. Namun, ia benar-benar tidak menginginkan posisi CEO itu.
"Bolehkah aku meminta sesuatu ma? Aku benar-benar tidak menginginkan posisi itu. Aku ingin jadi karyawan biasa saja," tolak Jorell.
"Kenapa? Coba katakan alasannya?" tanya Margareth.
"Aku ingin merasakan bagaimana kehidupan karyawan biasa. Aku juga ingin tahu bagaimana sikap dan perilaku para bawahan yang akan aku pimpin nantinya. Setidaknya aku sudah mengenal mereka dulu sebelum aku benar-benar jadi pemimpin mereka," jawab Jorell.
Margareth tampak sedikit berpikir tentang alasan anaknya itu. Namun, jika diingat-ingat kembali, ini memang permintaan anaknya untuk pertama kalinya. Tanpa pikir panjang, Margareth pun mengizinkan dengan syarat Jorell harus membantu Jefrey ketika dalam kesulitan.
"Pasti ma, aku akan membantu Kak Jefrey," balas Jorell.
"Ya sudah, sana pergi ke kamar dan istirahat. Mama akan urus semua berkas yang kau butuhkan dan menempatkan mu di bidang yang sesuai dengan kemampuanmu," ujar Margareth meminta Jorell untuk beristirahat.
"Ada satu permintaan lagi ma," ucap Jorell membuat alis Margareth sedikit terangkat. Permintaan anak keduanya ini selalu berada di luar nalarnya, dan aneh-aneh.
"Apa lagi?"
"Mulai besok aku tidak akan tinggal di rumah ini. Aku sudah mendapatkan tempat tinggal di sebuah kontrakan kecil dekat perusahaan. Aku hanya ingin merasakan jadi orang biasa tanpa adanya kemewahan ini dan semua fasilitas dari mama."
Margareth jadi pusing sendiri dengan permintaan Jorell yang benar-benar di luar dugaan. Jika hanya jadi karyawan biasa oke-oke saja baginya. Tapi, menjadi orang biasa dan tinggal di lingkungan mereka. Margareth tidak mau membayangkan semua itu. Anaknya yang ia besarkan dengan segala kemewahan dan fasilitas serba ada harus hidup dengan serba kekurangan. Tidak, Margareth tidak mau itu terjadi.
"Rel, mama menolak untuk permintaan keduamu itu. Kau harus tetap tinggal di rumah ini!" Margareth menentang permintaan Jorell.
"Please ma! Aku sudah terbiasa dengan semua itu. Mama tidak perlu khawatir. Aku janji, jika aku mulai bosan dan tidak kuat tinggal di rumah kontrakan, aku akan kembali ke rumah. Janji! Nggak bohong!"
Melihat keseriusan dari Jorell lagi-lagi Margareth mengiyakan permintaan anak keduanya meski agak sedikit tidak rela.
*
*
Hari pertama bekerja pun dimulai. Jorell datang ke perusahaan dengan diantar oleh Pak Li tapi minta diturunkan di jalan agak jauh dari perusahaan. Ia tidak ingin orang-orang akan tahu siapa dirinya yang sebenarnya.
Jorell masuk dengan kartu identitas yang sudah lengkap. Ia tinggal menaruh kartu pegawainya di pintu masuk dan pintu pun akan terbuka. Ia berjalan dengan santai, tanpa perlu memikirkan hal apapun karena memang pegawai disana tidak ada yang tahu kalau dirinya adalah anak dari presdir perusahaan Living Group kecuali pegawai dengan jabatan yang tinggi. Terlalu lama menetap di London membuat Jorell tidak terlalu dikenal di perusahaan.
Ketika melihat tulisan di papan ruangan 'Tim Desain' Jorell pun langsung masuk kesana. Ia terdiam sejenak ketika tidak ada seorang pun yang menyapanya dan mereka malah sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Seorang wanita dengan setelan pakaian berwarna pastel berjalan ke arahnya. Wanita itu memberikan beberapa tumbuk laporan padanya.
"Fotokopi laporan itu jadi 2. Setelah itu kembali lagi," perintah wanita itu.
Jorell yang memang ingin merasakan bagaimana menjadi karyawan biasa pun menuruti saja perintah wanita itu dan pergi ke ruang fotokopi. Setelah selesai dengan tugasnya, Jorell kembali lagi ke ruangan.
Lagi-lagi wanita itu memberikan tugas untuknya.
"Antarkan berkas ini ke ruangan direktur. Jika direktur belum setuju dengan rancangan desain kemasan yang dibuat. Dengarkan saja sarannya dan tulis semuanya di buku catatan ini," ujar wanita itu sambil memberi buku catatan kecil beserta sebuah pulpen.
Selesai dari ruangan direktur, Jorell lagi-lagi mendapatkan tugas ini dan itu hingga membuat laki-laki itu sedikit kewalahan.
Setelah asik menyuruh Jorell, Mazaya pun akhirnya tersadar bahwa di tim nya akan ada karyawan baru. Ia kemudian melihat ke arah Jorell.
"Kau kah karyawan baru itu?" tanya Mazaya.
Jorell pun langsung mengangguk dan tersenyum ramah. Namun senyumannya itu tidak berbalas karena Mazaya hanya memperlihatkan wajah datarnya.
"Perkenalkan dirimu!" pinta Mazaya.
"Namaku Jorell, ini adalah pengalaman pertamaku bekerja. Mohon bantuannya semuanya," ucap Jorell sambil tersenyum lagi.
Senyuman itu disambut dengan senyuman juga oleh karyawan wanita.
"Aku Stefani, panggil saja Stef atau Fani. Senyaman mu saja pokoknya."
"Ah, baik."
"Aku Joseph, satu-satunya pria tampan di tim desain ini. Tapi karena kini ada kau kemungkinan gelar itu tidak lagi jadi milikku. Ngomong-ngomong kau perawatan di salon mana?"
Jorell jadi menggaruk kepalanya yang tidak gatal karena pertanyaan yang muncul dari mulut Joseph. Karena sejujurnya ia tidak pernah perawatan sama sekali. Mungkin saja semuanya karena memang ia berasal dari bibir unggul.
"Mazaya Dewangga itu namaku. Disini aku adalah ketuanya. Untuk tugas-tugasmu nantinya akan aku berikan tiap harinya. Jadi aku harap kau benar-benar mampu menjalankan tugas dengan baik. Karena aku benci dengan orang ceroboh dan tidak mau berusaha. Tidak peduli kau karyawan baru atau lama, semua diperlakukan sesuai kinerja yang dilakukannya. Itulah caraku melihat orang."
Mazaya mengatakan itu dengan tatapan dan raut wajah yang datar. Tak ada sedikit pun senyum yang terlukis di bibirnya.
Dengan begitu, Jorell bisa memastikan bahwa Mazaya itu orangnya tegas, pekerja keras, tidak banyak bicara untuk urusan tidak penting, tapi sekalinya tidak suka ia akan bicara blak-blakan, dan juga terkesan cuek akan orang di sekitarnya. Bisa dikatakan Mazaya adalah tipe wanita dingin dan kaku.
*
*
TBC
Di hari pertama bekerja, Jorell sudah banyak melakukan tugas ini dan itu, membuat dirinya seakan menyerah berada di divisi itu. Namun, tekadnya sudah bulat untuk menjadi orang biasa tanpa memakai kekuasaan yang ia punya.
Jam pulang kerja pun tiba, Jorell pulang di saat semua pekerja sudah tak ada lagi yang berkeliaran di gedung. Itu karena ia akan dijemput oleh Pak Li.
Sebelum pindah ke kontrakannya, Jorell memilih baju-baju nya yang tidak bermerk agar terlihat seperti orang biasa dan tidak mencolok perhatian. Kemudian menyerahkan semua fasilitas dari mamanya di meja kerja sang mama.
Sesampainya di sebuah kontrakan kecil, di daerah gang sempit, Jorell memasukan barang-barangnya disana. Ia bahkan langsung menyuruh Pak Li untuk segera pergi dan tidak perlu membantunya.
Jorell langsung mendesain kontrakan kecilnya sesuai dengan keinginannya. Di mulai dari letak lemari, pakaian yang akan digantung hingga peralatan-peralatan kecil lainnya.
Tiba-tiba perut Jorell berbunyi.
"Ah, perutku lapar rupanya."
Jorell pun keluar rumah di malam hari dengan memakai jaket tebal karena udara sangatlah dingin.
Ketika ia sedang memesan makanan di sebuah kedai kecil, tak sengaja matanya melihat Mazaya yang sedang beradu mulut dengan bapak tua sambil membantu seorang nenek yang duduk bersimpuh di jalanan.
"Pak! Tolong kalau jalan itu lihat kanan dan kiri! Bapak membuat nenek ini terjatuh dan berdarah di lututnya!" marah Mazaya.
"Cih! Bukan salahku. Salah nenek itu sendiri yang menghalangi jalanku!"
"Minta maaf pada nenek ini!" tegas Mazaya.
Bukannya meminta maaf, bapak tua itu malah pergi begitu saja dari sana. Namun, Mazaya berhasil menahan bapak itu dan terus memaksa untuk meminta maaf. Hingga akhirnya sebuah tamparan melayang ke pipi Mazaya.
Plak!
"Kau! Berani sekali mengaturku! Sudah aku katakan aku tidak salah! Aku tidak mau meminta maaf! Nenek itu yang salah!" geram bapak tua pada Mazaya.
Mazaya mengesampingkan rasa sakit akibat tamparan itu dan masih terus memaksa bapak tua untuk meminta maaf. Namun, si nenek melarang.
"Sudah nak, biarkan saja. Orang seperti dia memang tidak tahu apa itu rasa bersalah. Nenek tidak apa-apa kok. Apa kau merasakan sakit?"
Alhasil, Mazaya pun membiarkan bapak tua itu pergi tanpa mengutarakan kata maaf.
"Aku tidak apa-apa nek. Justru nenek yang terlihat tidak baik-baik saja. Mau aku bawa ke rumah sakit?"
"Tidak usah nak. Cukup dikasih obat merah pun pasti sudah jadi lebih baik. Sekali lagi terima kasih karena kau sudah menolong nenek," ucap nenek itu.
"Sama-sama nek. Sebagai manusia kita memang harus saling tolong-menolong. Ayo aku bantu berdiri. Apa rumah nenek jauh?"
"Rumah nenek dekat kok. Jalan dari sini sekitar 3 menit juga sudah sampai."
"Ayo aku antarkan saja nek," tawar Mazaya.
Tapi nenek itu menolak. Mazaya pun tidak bisa memaksa lagi.
Setelah keributan yang dibuat Mazaya disana. Orang-orang memandangnya sebelah mata. Bahkan mengatakan bahwa Mazaya terlalu baik dan ikut campur urusan orang lain. Bahkan membuat kegaduhan hingga membuat suasana orang yang datang kesana jadi tidak enak untuk makan.
Mazaya menarik napasnya pelan-pelan. Ia merasa kasihan pada orang-orang yang tidak memiliki rasa empati sama sekali. Benar-benar manusia tanpa perasaan seperti pohon pisang yang tidak memiliki jantung.
Beda halnya dengan Jorell. Pria itu justru tersenyum karena sudah melihat sisi lain dari Mazaya yang tidak bisa ia lihat di kantor. Rupanya meski terlihat galak dan pedas bicaranya, hati Mazaya sangatlah lembut dan penuh perhatian.
Setelah mendapatkan pesanannya, Jorell mengikuti Mazaya dari belakang.
Mazaya merasa ada orang yang mengikutinya dan langsung berhenti berjalan dan membalikan tubuhnya lalu menyerang orang yang ada di belakangnya dengan jurus tentangan mematikan oleh kakinya ke bagian perut.
Brug!
Jorell terjatuh karena ia tidak ada persiapan untuk menghadapi serangan itu. Ia menyentuh perutnya yang memang kelaparan ditambah dengan rasa sakit yang Mazaya berikan.
Mazaya sedikit terkejut ketika tahu bahwa Jorell lah yang ia tendang. Namun, ia tidak mau meminta maaf, karena ia melakukan hal itu sebagai bentuk perlindungan diri.
Jorell mengulurkan tangannya meminta bantuan untuk berdiri. Memang dasarnya tidak peka, Mazaya hanya berdiam saja. Alhasil, Jorell pun berdiri dengan sisa tenaga yang ia punya.
"Apa aku salah melihat tadi? Sepertinya kau terlihat sangat baik dan perhatian sekali pada nenek itu. Kenapa sekarang membantuku berdiri saja terlihat enggan?" ucap Jorell yang mulai berbicara.
"Aku hanya membantu orang yang layak untuk dibantu," jawab Mazaya dengan sikap cueknya.
"Aku juga layak dibantu. Aku kan kesakitan olehmu," sahut Jorell lagi.
"Salah sendiri, kenapa kau mengikuti ku?" kesal Mazaya.
"Karena aku penasaran. Juga jalan kita memang satu arah."
Mazaya tak lagi mau berbicara dengan Jorell. Ia membalikkan tubuhnya dan berjalan lagi tanpa rasa bersalah. Sementara Jorell, ia hanya bingung dengan sikap Mazaya yang berbeda. Tapi, hal itu malah membuatnya penasaran dengan Mazaya. Ia pun masih terus mengikuti Mazaya. Hingga tanpa ia sadari rupanya kontrakan miliknya berdekatan dengan kontrakan Mazaya yang hanya berjarak oleh 5 rumah saja.
Benar-benar sebuah kebetulan yang menguntungkan bagi Jorell.
Jorell pun masuk ke dalam rumahnya dan makan dengan perasaan yang gembira.
Berbeda dengan Mazaya, wanita itu tampak frustasi dengan apa yang sudah ia lakukan. Sebenarnya ia merasa bersalah dengan apa yang sudah ia lakukan pada Jorell. Tapi ia gengsi dan tidak mau meminta maaf. Saking gengsinya ia jadi kesal sendiri. Bahkan lupa jika ada bekas tamparan di pipinya.
*
*
Keesokan harinya di kantor, Mazaya dan Jorell berpapasan di depan perusahaan ketika keduanya akan memasuki pintu masuk. Mazaya bersikap cuek dan biasa saja seolah tidak terjadi apapun semalam. Wanita itu bahkan berjalan tanpa menyapa Jorell. Berbeda sekali dengan Jorell yang hendak menyapa namun tak jadi karena Mazaya yang berlalu lebih dulu.
"Cih! Menyebalkan sekali. Berpura-pura seolah tidak ada apapun. Dia bahkan tidak berniat minta maaf padaku. Ya aku sih sebenernya tidak papa juga jika dia tidak meminta maaf. Tapi apa tidak bisa menyapaku atau sekedar senyum mungkin?"
Jorell ngedumel terhadap sikap Mazaya yang terlalu kaku.
Setibanya di ruangan, Jorell sudah mendapatkan beberapa tugas di meja kerjanya. Beserta sebuah kertas yang berisikan, "Semuanya harus selesai siang nanti sebelum jam istirahat. Setelah itu, taruh saja ke mejaku."
"Dasar! Memangnya kau tidak punya mulut? Kenapa harus repot-repot menulis?" gumam Jorell sambil menggelengkan kepalanya. Ia tidak habis pikir dengan Mazaya. Ada-ada saja tingkah wanita itu.
Jorell pun mulai menghidupkan komputernya dan melakukan tugasnya mendesain gambar kemasan makanan.
Hampir dua jam Jorell mengerjakan hal tersebut. Soal desain, Jorell tidak kalah jagonya dengan Mazaya. Bahkan jika mau, Jorell bisa menyelesaikan desain itu lebih cepat. Hanya saja, itu sangat tidak mungkin. Ia takut yang lain akan curiga. Ia hanya ingin jadi karyawan biasa dan tidak mencolok perhatian. Padahal dari wajahnya saja sudah mencolok perhatian, cuma karena Jorell dianggap dari kelas rendahan oleh para karyawan wanita disana, jadi walaupun tampan, Jorell tidak cukup memikat. Jika saja mereka tahu kalau Jorell adalah anak kedua dari pimpinan perusahaan, mungkin saja banyak wanita yang mengantri untuk menjadi pasangan Jorell.
Sebelum waktu yang ditentukan Mazaya, Jorell sudah menyerahkan tugasnya.
"Ini ada beberapa desain yang aku buat. Kau bisa memilih salah satunya atau serahkan saja semuanya ke direktur. Soft filenya ada di flashdisk ini. Apa ada pekerjaan lain untukku?"
Mazaya sedikit terkejut. Karena Jorell bisa menyelesaikan tugasnya dengan waktu yang terbilang singkat. Bahkan desain gambar yang dibuat Jorell bagus semua. Mazaya akan sulit untuk memilihnya.
"Kau tidak menjiplak karya orang lain kan?" tanya Mazaya yang sedikit curiga.
"Apa tampang-tampang sepertiku ada keahlian untuk memplagiat? Jika tidak percaya kau bisa cek sendiri di soft filenya," balas Jorell menanggapi.
"Bisa saja kan? Aku kan hanya bertanya."
"Kau bukan bertanya tapi menuduh," balas Jorell lagi.
"Kau bahkan tidak mau meminta maaf setelah membuat kesalahan, lalu sekarang mau menambah kesalahanmu lagi? Kau sudah berhutang dua permintaan maaf padaku," tambah Jorell lagi dengan mengungkit hal semalam.
"Tolong bedakan antara urusan pribadi dan pekerjaan. Kita sedang da di kantor."
"Ya, ya, ya, baiklah."
Setelah mengatakan itu, Jorell keluar dari ruangan Mazaya dan ditatap oleh Stefani dan Joseph yang penasaran.
"Kenapa kalian berdua?" tanya Jorell yang merinding dengan tatapan keduanya.
"Kau lama sekali di ruangan Mazaya. Kau tidak dimarahi habis-habisan olehnya, kan? Huh! Dia itu kalau marah menyeramkan, apalagi kalau sedang mengkritik desain yang kita buat terlihat tidak menyatu peraduan warnanya. Kata-kata yang keluar dari mulutnya sungguh mematikan mentalmu," jawab Stefani. Joseph pun mengangguk menyetujui ucapan Stefani.
"Aku tidak dimarahi olehnya. Dia hanya sedikit menuduhku menjiplak karya orang lain. Itu saja," jawab Jorell.
"Dan kau tidak sakit hati? Kalau aku, aku sudah pergi keluar dari ruangan dan menangis di rooftop," ucap Stefani lagi.
"Aku paling pergi ke luar gedung untuk merokok." Joseph pun ikut-ikutan menjawab jika dirinya dicurigai seperti itu.
"Haha, kalian ini terlalu diambil ke hati ucapan Mazaya. Santai saja. Namanya juga bekerja. Mau dikritik dengan ucapan kasar, pedas atau baik itu semua ya untuk meningkatkan kinerja kita kan? Jadi ya, aku terima-terima saja," ucap Jorell.
Stefani dan Joseph saling bertatap. Sepertinya, Jorell adalah orang yang tidak akan terpengaruh oleh kata-kata dari Mazaya.
*
*
Waktu pun berlalu, jam istirahat pun tiba. Jorell dengan sikap ramah dan senyum manisnya menunggu di depan ruangan Mazaya untuk mengajak wanita itu makan bersama di kafetaria perusahaan.
Ceklek!
Suara pintu ruangan Mazaya terbuka dan keluarlah Mazaya dari ruangannya. Jorell mendekat dan berjalan di sisi Mazaya.
"Mau makan siang kan? Ayo makan bersama. Katanya menu makan siang hari ini adalah nasi kuning, nasi goreng dan nasi rawon," ucap Jorell memberitahu.
Mazaya berhenti berjalan dan Jorell pun jadi ikut berhenti juga.
"Memangnya kita sedekat itu hingga makan siang bersama? Maaf, aku tidak terbiasa makan dengan orang lain," tolak Mazaya.
"Tunggu dulu! Kau tidak bisa menolak secepat itu dong. Ya, mungkin kita memang baru saling mengenal, tapi jika tidak saling berinteraksi, gimana mau dekat? Semuanya kan diawali dengan kata biasa lalu lama-lama terbiasa," ucap Jorell yang masih kekeh ingin makan siang bersama Mazaya.
Mazaya hanya berjalan begitu saja tanpa mau menjawab perkataan Jorell.
Setibanya di kafetaria, Jorell melihat Mazaya yang duduk sendirian. Ingin sekali ia duduk di depan Mazaya, akan tetapi Stefani dan Joseph keburu memanggilnya dan meminta Jorell untuk ikut bergabung bersama mereka.
"Tidak usah heran dengan Mazaya. Dia memang seperti itu. Kalau bukan urusan bisnis, dia tidak mau makan bersama orang lain," ucap Stefani yang sepertinya banyak tahu mengenai Mazaya.
"Oh begitu. Pantas saja tadi dia menolak ajakanku untuk makan bersama," ucap Jorell membuat Stefani dan Joseph terbatuk-batuk.
Sudah dikatai menjiplak karya orang oleh Mazaya, Jorell masih saja ramah dan mau berinteraksi dengan Mazaya. Benar-benar laki-laki tangguh menurut Stefani. Padahal dirinya saja, hanya berinteraksi dengan Mazaya untuk urusan pekerjaan saja. Untungnya ada Joseph di sampingnya, jika tidak ada mungkin dirinya akan cepat bosan dengan rutinitas kerjanya yang terlalu monoton tanpa teman kerja yang humoris seperti Joseph.
*
*
TBC
Seusai bekerja, Jorell menunggu Mazaya di depan gedung perusahaan. Ia menunggu sambil berdiri dengan memainkan kartu pegawainya.
"Perasaan jam waktu pulang kerja antar karyawan semuanya sama. Kenapa dia lama sekali turunnya?"
Tak lama kemudian, Mazaya pun sudah kelihatan. Jorell langsung tersenyum dan mendekat ke Mazaya.
Mazaya langsung heran dengan keberadaan Jorell di sampingnya.
"Kontrakan kita kan searah dan sekompleks juga. Rasanya aneh saja kalau kita tidak pulang bersama. Lagipula, pulang bersama jauh lebih baik daripada pulang sendirian."
"Aku tidak berpikir sama sepertimu," balas Mazaya lalu berjalan mendahului Jorell.
Jorell pun mengikuti Mazaya dengan berjalan pelan di belakang wanita itu. Ia sengaja berjalan dengan jarak yang agak jauh. Takut saja jika akan terkena tendangan kedua dari Mazaya.
"Lagian, baru kali ini aku bertemu wanita sejenis Mazaya. Seperti harimau sumatera saja keberadaan mulai langka."
Jorell berbicara sendirian sambil terus mengikuti Mazaya. Sesampainya di rumah, Jorell meletakan tas nya dan melepaskan pakaian yang ia kenakan. Lalu menyalakan kipas angin karena kegerahan.
"Tidak mudah rupanya jadi orang biasa begini. Meski di London aku hidup sendiri. Tapi fasilitas disana cukup memadai. Aku masih bisa pakai AC. Kalau disini aku cari kontrakan yang ada AC nya, apa kata orang? Aku kan hanya pegawai biasa. Kemungkinan besar malah timbul banyak kecurigaan."
*
*
"Selamat pagi," sapa Jorel sambil tersenyum pada Mazaya, setibanya Mazaya di kantor. Jorell sengaja datang lebih awal supaya bisa menyapa Mazaya setiap paginya.
Mazaya hanya melengos saja dan menatap datar ke arah Jorell.
Rupanya ucapan selamat pagi itu tidak hanya berlangsung satu hari, tapi setiap paginya selalu berulang hingga berminggu-minggu lamanya. Tak hanya itu, Jorell bahkan tidak pernah menyerah untuk mengajak makan siang bersama pada Mazaya.
"Hari ini menunya nasi padang, soto lamongan dan magelangan. Apa kau masih tidak berniat untuk makan bersama? Kata orang, makan bersama orang lain itu bisa menambah nafsu makan lho!"
"Aku tidak tertarik," jawab Mazaya.
Hari esoknya, Jorell masih terus berusaha agar Mazaya mau makan bersama.
"Ada sate ayam, ketoprak dan mie aceh, itu menu untuk makan siangnya. Alangkah baiknya jika kau mau makan siang bersama. Aku akan memberikan setengah jatah makan siangku untukmu."
"Kau pikir aku rakus?"
"Eh, bukan itu maksudku. Aku hanya berbaik hati berbagi makanan denganmu," jawab Jorell yang tidak ingin Mazaya salah paham dengan perkataannya.
"Kau tidak pernah bosan ya mengucapkan selamat pagi padaku, mengajakku makan siang bersama tiap harinya, dan juga mengajakku untuk pulang bersamamu? Aku saja yang mendengar hal itu berulang kali benar-benar bosan." Mazaya mengeluarkan isi hatinya yang bosan dengan tingkah Jorell.
"Memangnya kata bosan itu penting ya? Aku sih hanya melakukan apa yang aku suka. Aku juga memikirkan hasil akhirnya. Apakah nantinya kau akan tergerak hatinya atau akan tetap mengeras seperti batu. Itu saja."
Lagi-lagi Mazaya pergi tanpa kata. Jorell tidak sakit hati dan menyerah begitu saja. Ia malah semakin bersemangat dan menggebu-gebu dengan sikap Mazaya itu.
Hingga di suatu hari, Mazaya akhirnya menerima ajakan Jorell untuk makan bersama. Ia beralasan bosan dan ingin terbebas dari ajakan Jorell. Jorell tersenyum senang, setidaknya ia berhasil membuat Mazaya mau makan bersama. Itu artinya kerasnya hati Mazaya masih bisa dihancurkan.
Mazaya dan Jorell pun sudah datang dan duduk satu meja dengan Stefani dan Joseph. Mereka duduk saling berhadapan.
Awalnya Stefani dan Joseph tidak percaya, Jorell mampu membuat Mazaya setidaknya mau duduk bersama dulu dengan mereka. Itu saja sudah sangat luar biasa. Apalagi sekarang Mazaya malah membawa makan siangnya dan semeja dengan mereka. Benar-benar luar biasa. Ditambah ini kali pertama Mazaya makan bersama dengan staf setim nya. Dulu Mazaya sering diajak oleh karyawan disana untuk makan bersama. Namun kebanyakan Mazaya selalu menolak, hingga akhirnya tak ada lagi yang mengajaknya makan siang bersama.
Di awal suasana agak sedikit canggung karena keberadaan Mazaya disana. Namun, keberadaan Jorell mampu mengubah suasana, juga dengan adanya Joseph yang suka nyeletuk jokes-jokes receh yang membuat suasana sedikit mencair. Tapi itu hanya berlaku untuk mereka bertiga kecuali Mazaya.
"Tidak usah pedulikan keberadaan ku. Bicaralah dengan santai," ucap Mazaya kemudian memasukan makanannya ke dalam mulut.
Wanita itu benar-benar cuek dengan keadaan sekitarnya. Ia bahkan bisa makan dengan santainya, di saat orang lain merasa tidak enak dan tidak nyaman.
Lagi-lagi Jorell merasa penasaran dan semakin tertarik dengan kepribadian Mazaya. Jarang sekali ia menemui wanita seperti Mazaya.
Selesai makan pun, Mazaya langsung pergi tanpa pamit. Membuat Joseph dan Stefani menganga.
"Kalian berdua ini terlalu berekspresi berlebihan. Tidak usah heran dan aneh. Karakter tiap manusia itu memang berbeda. Ada yang cuek, ada juga yang perhatian. Dan ya, Mazaya sepertinya tipe orang yang cuek. Jadi, tolong kondisikan ekspresi kalian, oke?"
Mereka berdua pun mengangguk bersamaan, seperti bawahan yang mematuhi ucapan atasannya.
"Kalau begitu aku duluan ya, habiskan lah makan kalian."
Lagi-lagi mereka berdua mengangguk bersamaan.
Lalu setelah Jorell pergi, keduanya saling bertatapan kemudian menghela napas bersamaan pula.
"Rasanya suasana tadi horor sekali. Sebenarnya aku tadi hampir saja tidak punya bahan candaan karena saking tegangnya. Tapi untunglah Jorell memancingku duluan," ungkap Joseph.
"Aku juga. Rasanya merinding. Tapi kalau diingat-ingat. Cara makan Mazaya anggun sekali. Aku bahkan tadi sedikit terpana. Ia bahkan tidak berisik ketika makan. Oh, dan lihat! Tidak ada satu pun yang tersisa di piringnya."
Seketika yang awalnya takut pada Mazaya, Stefani jadi sedikit kagum dengan cara makan Mazaya. Benar-benar berkelas.
*
*
Sebelum kembali ke ruangannya, Mazaya keluar sebentar ke coffee shop yang berada di seberang kantor. Ia membeli satu americano dan membawanya di tangan kanannya.
Ketika sampai di ruangan tim nya, ia dicegat oleh Jorell dengan dihalangi oleh tubuh laki-laki itu.
"Maumu apa sebenarnya?"
"Kau membawa apa?"
Bukannya menjawab pertanyaan Mazaya, Jorell malah bertanya apa yang dibawa Mazaya.
"Bisa lihat kan?"
Jorell mendengus sebal.
"Tinggal jawab aja susah," balas Jorell lagi.
"Kalau kau bisa melihatnya dan mengamatinya secara langsung. Kenapa aku harus repot-repot menjawab dan menjelaskan? Buang-buang waktu," balas Mazaya lagi dengan ketusnya.
"Terkadang ada sesuatu yang tidak bisa hanya dilihat dan diamati saja. Ada kalanya semua butuh jawaban dan penjelasan. Jika tanpa itu, bukankah akan terus terjadi kesalahpahaman? Bukankah sebuah komunikasi itu penting? Dan komunikasi itu, di dalamnya pasti ada banyak kalimat tanya. Tentunya kalimat tanya itu harus dijawab. Apa sekarang kau sudah mengerti, Mazaya? Hidupmu tidak akan berwarna jika terus menghindar dan menghindar. Ada kalanya kau harus keluar dari zona nyaman mu."
Seketika Mazaya terdiam. Setiap kata yang diucapkan oleh Jorell begitu mengena ke dalam hatinya.
*
*
TBC
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!