"Dasar menantu tidak berguna, kamu hanya menyusahkan hidup putriku saja! Kamu pikir penghasilan mu itu cukup, untuk memenuhi kebutuhan keluarga ini! Seenaknya saja kau meminta istrimu untuk berhenti bekerja!"
"Maaf Ma, Satria hanya ingin Resti tidak terlalu capek, bukankah dia sudah dua kali keguguran dan dokter mengatakan jika Resti harus istirahat total."
"Aku menginginkan anak dari Resti Ma, meski hanya satu," ucap Agam dengan nada sedikit kecewa.
"Dan mengenai biaya hidup, biar aku saja yang pikirkan. Aku akan bekerja lebih giat untuk menghasilkan uang yang banyak."
"Mudah-mudahan pengajuan kerjasama ku kali ini diterima, jadi penghasilan ku akan bertambah, hingga bisa membahagiakan Resti serta Mama," ucap Agam.
"Halah, itu terus yang dari dulu kamu bilang, buktinya kita tetap hidup susah! Kami sudah bosan dengan janji-janji mu itu!"
"Resti saja yang bodoh, masih mau bertahan dengan suami seperti mu!" ucap Helen sembari meninggalkan Agam yang masih mencuci piring.
Seperti biasa Helen langsung pergi untuk menemui teman-teman sosialitanya, setelah anak atau menantunya sampai di rumah.
Dan dia akan pulang larut malam dengan di antar oleh seorang pria yang Helen katakan jika pria tersebut adalah suami dari sahabatnya.
Agam sebenarnya ingin melarang kepergian sang mama mertua, tapi mulutnya terkunci dan diapun lalu melanjutkan aktivitasnya, mencuci piring dan memasak.
Sepulang kantor, Agam memang selalu menyempatkan diri membantu mengerjakan pekerjaan rumah. Dia tidak ingin Resti makin kelelahan dengan tugas-tugas rumah tersebut.
Sementara Helen, setiap hari malah enak-enakan makan dan tidur serta keluar rumah sesuka hatinya.
Sebenarnya hal itu tidak pernah Agam permasalahkan, selagi mertuanya senang dan tidak membuatnya malu. Terutama tidak selalu ikut campur dalam setiap urusan rumah tangganya.
Namun, satu hal yang Agam tidak suka, ulah sang mama membuat para tetangga kasak kusuk membicarakan tentang kebiasaan buruknya itu.
Saat Agam sedang memasak, Resti pun baru pulang bekerja. Hari ini Resti lembur, karena dia harus mendampingi bosnya meeting bersama klien dari luar.
"Haduh, lelahnya!" ucap Resti sembari menarik kursi dan duduk, lalu meneguk segelas air minum yang sudah Agam siapkan.
Mendengar istrinya mengeluh, Agam pun menyahut, "Berhentilah Res, aku kan sudah bilang, biar aku saja yang bekerja."
"Kamunya sih bandel, kapan lagi kita akan memiliki anak. Aku takut rahimmu akan rusak jika bolak balik keguguran," ucap Agam sambil menoleh dan melihat Resti yang sedang memijat betisnya.
Kaki Resti sering kram akibat menggunakan sepatu hak tinggi. Tapi dia keras kepala dan tetap menggunakannya saat pergi bekerja.
Mendengar ucapan Agam, Resti malah membantah, "Mas sih, menjadi karyawan terlalu jujur, tidak mau seperti yang lain. Ambil job sampingan dong, agar dapat uang masuk, jadi aku bisa berhenti bekerja."
"Aku nggak bisa seperti mereka Res. Aku tidak mau menjadi pengkhianat. Mengkhianati orang yang sudah percaya dan begitu baik terhadap keluargaku."
"Halah, cuma membiayai pengobatan Bapak saja, kamu bilang baik. Itu memang kewajiban dia Mas. Bapak kan mantan karyawannya yang telah puluhan tahun bekerja. Jadi wajar jika dia menolong, bukan ada kaitannya dengan kamu!"
"Kamu nggak boleh ngomong seperti itu Res, walau bagaimanapun bos tetap berjasa. Ingat waktu kamu keguguran, dia kan yang selalu menolong kita."
"Sudahlah Mas, aku capek jika terus membahas masalah ini. Tetap tidak ada jalan keluarnya! Pokoknya aku tidak akan berhenti bekerja, sebelum penghasilan mu melebihi penghasilan ku, titik!" ucap Resti sembari berjalan ke arah kamar.
Agam menghela nafas sambil memindahkan makanan yang telah matang ke dalam piring. Lalu diapun buru-buru menyusul sang istri.
Resti merebahkan tubuhnya di kasur, dia tidak langsung mandi karena Agam belum menyiapkan air panas untuknya.
Agam yang melihat hal itupun berkata, "Pergilah mandi Res, biar kita makan bareng, aku sudah lapar," pinta Agam.
"Air panasku mana? Mas mau aku sakit lagi!" ucap Resti hingga membuat Agam menepuk keningnya.
"Iya maaf aku lupa. Sebentar ya, aku rebus dulu. Aku juga belum lama pulang, Res, jadi kesibukan menyiapkan masakan membuatku jadi lupa."
"Mama malah pergi, padahal seharusnya beliau bisa membantu kita, menyiapkan kebutuhan mu. Masalah mengurus rumah, tidak menjadi masalah jika beliau tidak bisa."
"Kamu kenapa malah menyalahkan Mama? Itu bukan tugas beliau. Kamu sendiri yang berjanji kan, mau menyiapkan semua kebutuhan ku jika aku telat pulang. Jadi jangan membawa-bawa Mama dalam hal ini."
"Mama mau menjaga rumah ini saja sudah syukur. Coba kalau kita musti bayar orang, mau uang darimana lagi? Memangnya kamu sanggup bayar orang untuk menjaga rumah ini!" repet Resti yang tidak terima mamanya disalahkan.
Kembali Agam mendesah, akhir-akhir ini, apapun yang dia katakan selalu salah di mata istri dan juga mama mertuanya.
Padahal Agam sudah berusaha sebaik mungkin untuk berperan sebagai suami dan menantu yang baik, tanpa mengeluhkan apa yang bukan menjadi tugasnya.
Malas memperpanjang omongan yang hanya akan menimbulkan perdebatan, Agam pun langsung bergegas meninggalkan kamar menuju dapur untuk menyiapkan air panas yang Resti butuhkan.
Setelah airnya mendidih, Agam pun membawanya ke kamar mandi, lalu mencampurkan ke air dingin yang ada di dalam ember.
Sejak keguguran yang kedua, Resti memang sering menggigil jika mandi dengan air dingin. Makanya Agam membiasakan dirinya, menyediakan air panas menjelang Resti pulang dari bekerja.
Resti pun melakukan ritual mandinya, sedangkan Agam menyiapkan pakaian yang akan Resti pakai.
Agam berusaha memanjakan sang istri, dia ingin membuat Resti bahagia. Namun, Resti seringkali tidak menghargai hal itu, bahkan terkadang masih saja dipersalahkan.
Melihat Resti keluar dari kamar mandi, Agam mendekat, dia ingin memeluk dan memberikan sebuah kecupan.
Tapi dengan refleks Resti mendorong sembari berkata, "Mas bau! Aku nggak mau aroma asap menempel di tubuhku. Sana mandi! biar kita makan, aku juga lapar."
Agam kecewa, padahal tadi dia berharap mendapatkan sebuah ciuman sebagai ucapan terimakasih atas perhatian dan pelayanan yang hampir setiap hari dia lakukan.
"Ya sudah deh, aku mandi dulu. Kamu lagsung saja makan, aku akan menyusul. Jangan sampai sakit lambungmu kambuh, gara-gara kelamaan menungguku selesai mandi," ucap Agam sembari menyambar handuk.
Begitulah perhatian Agam terhadap Resti, dia selalu mengutamakan apapun demi kebaikan sang istri.
Resti pun ke ruang makan, dan saat melihat menu yang di masak Agam adalah makanan kesukaannya, diapun langsung melahap makanan tersebut tanpa menunggu sang suami.
Saat Agam tiba, Resti sudah hampir selesai, Agam merasa puas karena Resti senang dan hampir menghabiskan separuh dari makanan yang dia masak.
Meskipun di lubuk hati terdalamnya Agam rindu, ingin mereka bisa makan bersama dan Resti melayaninya seperti saat mereka baru menikah.
Bersambung.....
"Mas aku duluan ya, ada pekerjaan kantor yang masih harus ku selesaikan. Takut ngantuk nanti jika tidak dikerjakan sekarang."
Belum mendapatkan jawaban dari Agam, Resti sudah menggeloyor pergi.
Agam menggelengkan kepala, dia merasa hubungan rumah tangganya makin hari semakin tidak harmonis. Agam mengacak-acak makanannya, seleranya jadi hilang bersama perginya sang istri dari sana.
Kemudian Agam menyimpan sisa makanan ke dalam kulkas, lalu dia membereskan meja dan mencuci alat-alat makan yang kotor.
Setelah semuanya bersih, Agam pun kembali ke kamar untuk melihat Resti. Dia berharap bisa membantu menyelesaikan pekerjaan Resti hingga mereka bisa memiliki waktu untuk bercengkerama sebelum mata mengantuk.
Resti tidak bergeming sedikitpun saat melihat pintu kamar terbuka, dia tahu itu pasti Agam. Resti tetap fokus menatap layar laptop dan kertas yang berserakan di atas meja kerjanya.
Agam menyandarkan kepalanya di bahu Resti, dia ingin bermanja sembari memperhatikan apa yang bisa dia bantu agar pekerjaan Resti terselesaikan dengan cepat.
"Mas ah...awas dong! Aku lagi kerja, nanti nggak siap jika kamu terus menggangguku! Pergilah! cari kesibukan sendiri atau tidur lebih bagus, daripada berbuat hal yang tidak berguna!" ucap Resti tanpa menoleh sedikitpun.
Mak jleb, seperti ada sesuatu yang menusuk jantung Agam, dia tidak menyangka jika dirinya cuma pengganggu dan apa yang dia lakukan untuk menyenangkan sang istri, menurut Resti tidak berguna.
Agam mengangkat kepalanya, dia menenangkan hati, "Sabar Gam. Kamu sih, sudah tahu istri sibuk masih juga mengganggu. Kamu yang salah Gam bukan Resti."
Sementara sisi lain hatinya mengatakan, "Kamu bodoh Gam, untuk apa kamu perhatian dengan istri yang tidak pernah mempedulikanmu!"
"Resti itu egois, mending kamu cari kesenangan lain. Masih banyak wanita di luaran sana yang mau memperhatikan dan melayanimu seperti raja."
"Nggak, nggak, nggak...aku mencintai Resti dan aku nggak akan pernah mengkhianati dia!"
Perang batin Agam kali ini dimenangkan oleh rasa cintanya, dia tidak beranjak pergi tapi malah berkata, "Sini, biar aku saja yang kerjakan Res. Kamu tunggu saja di sana, aku janji dalam 30 menit pasti selesai."
"Nggak usah Mas, jangan bercanda kamu, aku saja belum tentu bisa menyelesaikannya dalam waktu satu jam, apalagi kamu!"
"Kalau aku bisa, aku boleh ya minta jatah malam ini," bisik Agam di telinga Resti.
Ada gelenyer aneh di tubuh Resti, tapi dia langsung menepisnya. Resti merasa lelah dan malam ini dia malas untuk meladeni rayuan Agam.
"Bagaimana Sayang, percaya deh aku pasti bisa. Jika hasil pekerjaanku nanti salah, kamu boleh menghukumku. Aku tidak akan meminta jatahku selama sebulan," ucap Agam sembari meringis dan menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal.
Resti belum menjawab, tapi dia masih mempertimbangkannya. Sebulan, bakal nyaman Resti tidur, tanpa diusik oleh Agam.
Akhirnya Restipun setuju, "Baiklah, tapi Mas harus pegang janji ya!"
"Oke siap Tuan Putri! tapi serius ya, malam ini aku lagi kepengen. Sudah lebih dari seminggu kita tidak melakukannya," ucap Agam lagi sembari mengambil kertas yang ada di tangan Resti.
"Oh ya satu lagi Yang, kasi DP dulu dong, biar semangat kerjanya," pinta Agam sembari menunjuk bibir sendiri dan tersenyum mesum.
Memang sejak di kantor tadi, Agam sudah merindukan dan membayangkan momen romantis bersama dengan sang istri. Rasanya sudah penuh dan kepala Agam pusing, seminggu lebih syahwatnya tak tersalurkan.
Resti bangkit, dengan malas diapun melakukannya. Resti mencium bibir Agam dan kesempatan itu Agam manfaatkan sebaik mungkin. Dia tidak melepaskan pagutannya hingga Resti kesulitan bernafas.
Gelenyer panas di tubuh Agam kian meningkat, rasanya Agam ingin langsung menggendong tubuh Resti ke peraduan yang dia rindukan.
Namun, Resti buru-buru mendorong tubuh Agam dan berkata, "Cepat kerjakan Mas! jadi kalau ada kesalahan aku masih punya waktu untuk memperbaikinya. Tidak mungkin besok pagi ku perbaiki, bakal telat aku ke kantor!"
"Baiklah Sayang, tunggu aku di sana ya. Ingat! jangan ketiduran," ucap Agam sembari mencuri kecupan lagi.
Resti manyun sambil mengusap bibirnya, lalu dia berbalik dan duduk di sisi tempat tidur. Resti bersandar sembari mengotak-atik ponsel, berselancar membuka akun medsosnya.
Sementara Agam, jari-jemarinya mulai menari-nari di atas papan keyboard yang ada di hadapannya.
Agam yang memang memiliki kecerdasan genius, di tambah lagi terlatih di bidang komputer dan pengelolaan file perusahaan tidak mengalami kesulitan sama sekali.
Dia tersenyum puas saat ketikan terakhir selesai. Bahkan Agam cuma menghabiskan waktu 25 menit saja.
Agam menjentikkan jarinya, menutup laptop dan merapikan kertas-kertas yang berserakan di atas meja. Dia memang terbiasa menyelesaikan semua pekerjaan dengan sangat rapi.
Bahkan di kantor, Agam sering mendapatkan pujian dari atasan maupun dari rekan kerjanya, tentang hasil pekerjaan dan kebersihan ruangan pribadinya.
Agam tidak mengandalkan cleaning service ataupun OB untuk merapikan ruangannya sendiri.
Hasil print sudah ada di tangan dan Agam lalu berbalik ingin menagih janjinya. Tapi hatinya tiba-tiba mencelos saat melihat Resti sudah bergelung di balik selimut.
Kembali lagi rasa kecewa menyelinap di hati Agam, dia terpaksa meredam hasrat dan rindu untuk bercengkrama dengan istri tercintanya.
Agam meletakkan hasil pekerjaannya di atas nakas, lalu dia menuju kamar mandi, bersiap melaksanakan ibadah yang sempat tertunda karena menyelesaikan pekerjaan sang istri.
Selesai dengan kewajibannya, Agam merebahkan diri di samping Resti sembari menatapnya.
"Kenapa semakin sulit untuk meraih kebahagiaan bersama mu Res, aku lebih bangga dengan Resti ku yang dulu. Resti yang ceria, perhatian dan tidak mengukur semua dengan uang," monolog Rey sembari mengusap pipi Resti.
Agam mencoba memejamkan mata, tapi lagi-lagi dia rindu ingin dipuaskan.
Kemudian Agampun bangkit, masuk ke dalam kamar mandi dan dia terpaksa memuaskan dirinya sendiri ketimbang tidak bisa tidur.
Setelah terpuaskan, Agam pun membersihkan dirinya kembali dan bersiap untuk tidur. Besok pagi dia harus bangun lebih awal untuk menyiapkan sarapan dan menyelesaikan pekerjaan lainnya.
Mama Helen belum juga pulang, beliau membawa kunci sendiri jadi tidak perlu membangunkan anak atau menantunya jika terlambat pulang.
Agam memeluk pinggang Resti dan matanya pun terpejam hingga terbangun saat suara panggilan terdengar berkumandang.
Saat membuka mata, dia melihat Resti sedang memperhatikan dan memeriksa hasil pekerjaannya.
Resti tersenyum puas, ternyata suaminya bisa dia andalkan.
Agam menarik tangan Resti hingga tubuh Resti berada di atasnya, dia menatap lekat manik mata Resti sembari berkata, "Aku tagih janjimu, kamu lihatkan di situ tertera jam berapa aku menyelesaikannya?"
"Kalau kurang yakin, kamu bisa cek kembali salinan filenya. Kamu ingkar janji Res tadi malam, jadi sekarang aku minta gantinya."
Tanpa meminta persetujuan dari Resti Agam langsung ******* bibir lembut sang istri.
Apakah Resti akan melayani kemauan Agam pagi ini? lanjut dong ke Bab berikutnya ya.
"Apaan sih Mas, nanti hasil kerjaan Mas rusak. Apa Mas Satya mau aku suruh ngeprint ulang."
"Iiihh...jangan sekarang dong! Mas nggak lihat sudah jam berapa ini, nanti kita telat. Ayo buruan Mas, gantian ke kamar mandi. Sebentar lagi Mama pasti manggil untuk disiapin sarapan," ucap Resti sembari melepaskan diri dari pelukan Agam.
"Sebentar saja Yang, ayo dong tepati janjimu, biar aku tenang bekerja, nggak kepikiran kamu terus," mohon Agam yang kembali menarik Resti ke dalam pelukannya.
Resti akhirnya menyerah, dan dia membalas ciuman Agam meski dengan malas.
Tapi belum sempat penyatuan mereka mencapai puncak, Mama Helen teriak-teriak sambil mengetuk pintu.
"Res, Gam, bangun! Ayo bangun! Tok...tok...tok, Gam kamu kan belum siapin sarapan, ayo bangun!"
Tok...tok...tok.
"Cepat bangun Gam, cucian sudah menumpuk, kapan lagi kamu akan mencucinya!"
Tok...tok...tok.
"Ayo dong kalian cepat bangun, mama juga sudah lapar. Kalian senang jika perut Mama sakit. Siapa nanti yang akan menjaga rumah kalian!"
Resti mendorong tubuh Agam hingga olahraga merekapun berakhir dengan rasa kecewa.
Dan Resti yang melihat wajah memerah suaminya berusaha meredam, "Mas ayolah, jangan marah, nanti malam saja ya kita lanjutkan."
"Benar kata Mama, lagipula pakaian dalaman ku kotor semua. Besok aku pakai apa Mas, jika hari ini tidak kamu cuci. Aku janji deh, nanti malam berapa ronde pun aku layani."
"Masalah pakaian tidak usah dipikirkan, nanti pulang kantor beli saja yang baru. Bukankah di dekat kantor mu ada toko khusus perlengkapan wanita!"
"Nanti sore aku baru akan mencuci baju kalian. Aku hari ini capek! capek!" seru Agam dengan nada kesal sembari membanting bantal. Lalu diapun bangkit, menyambar handuk, masuk serta membanting pintu kamar mandi.
Baru kali ini Agam semarah itu, dia sangat kecewa. Gairah yang sudah di puncak, sirna seperti bara yang di siram air.
Kehebohan pagi-pagi yang dilakukan Mama Helen serta sikap Resti yang malah membenarkan tindakan sang Mama, benar-benar mengecewakan hati Agam.
Hal inilah yang paling Agam tidak suka dengan Ibu mertuanya. Harusnya beliau menghargai privasi rumahtangga anak dan menantunya.
Padahal Agam selalu berpesan, jika dia telat memasak sarapan, Mama bisa pesan sarapan via online.
Jika masalah uang untuk pembayarannya, Agam selalu menyelipkan beberapa lembaran ratusan ribu dikantung penutup kulkas. Hal itu sengaja Agam lakukan, mana tahu sang Mama ada keperluan mendadak dan uang pemberian Resti habis.
Agam menyelesaikan ritual mandinya, lalu dia melaksanakan ibadah dan setelah itu Agampun bersiap hendak pergi ke kantor.
Hari ini Agam sangat malas untuk mengerjakan apapun, lebih baik dia sarapan di kantin kantornya saja.
Melihat Agam bukannya memasak sarapan dan malah mengenakan pakaian kerjanya, Resti pun bertanya, "Mas mau kemana? Sarapan kami bagaimana Mas?"
Agam bukannya menjawab pertanyaan Resti, tapi dia mengenakan dasi sembari bertanya balik, "Mau sampai kapan kita seperti ini terus Res? Aku melakukan semuanya dengan ikhlas dan tulus untuk meringankan beban pekerjaanmu, tapi kalian malah menganggap ku seperti seorang pembantu!"
"Maaf aku pergi duluan, jika mau sarapan pesan online saja. Uangnya di tempat biasa!" ucap Agam sembari menjinjing tas kantornya dan bergegas keluar kamar.
Mama Helen yang sedang asyik membuka akun medsosnya sambil menonton TV, matanya membulat saat melihat sang menantu sudah menenteng tas kerjanya.
"Lho...kamu apa-apaan Gam, mana sarapan Mama? Cucian juga belum kamu bereskan! Ada baju yang mau Mama pakai nanti malam."
"Maaf Ma, aku ada meeting. Mengenai sarapan, aku sudah minta Resti untuk pesan via online dan masalah cucian jika aku tidak capek, nanti sore baru ku kerjakan. Aku pergi dulu Ma!" ucap Agam menggeloyor pergi.
Sebisa mungkin Agam menahan rasa kesal di hadapan mertuanya.
Melihat sikap menantunya yang pagi ini rada aneh, Mama Helen merasa penasaran. Lalu diapun ingin menanyakannya kepada Resti.
Resti yang baru keluar dari kamar dihadang sang mama, "Kenapa suamimu tidak melakukan tugasnya seperti biasa Res? Mama kan sudah lapar. Lagipula, ini masih terlalu pagi untuk dia pergi ke kantor."
"Mungkin Mas Agam lagi banyak pekerjaan di kantornya Ma. Tapi Mama jangan khawatir, aku sudah pesan sarapan buat Mama."
"Oh ya Ma, aku pergi dulu ya. Aku sarapan di kantor saja, mengenai makan siang, Mama pilih dan pesan saja langsung," ucap Resti sembari mengenakan sepatunya.
Di perjalanan, Agam menerima pesan, ternyata dari Resti dan dia mengatakan ingin makan siang bersama. Nanti Resti yang akan datang ke kantor Agam saat jam makan siang.
Agam mengernyitkan dahi, tidak pernah-pernahnya Resti mengajaknya makan siang bareng apalagi letak kantor mereka cukup jauh.
Karena tidak mendapatkan balasan Chatt nya, Resti langsung menelepon Agam.
"Hallo Mas, kenapa chatt ku nggak dibalas, bagaimana Mas? Aku bolehkan datang ke kantor Mas?"
"Hemm, terserah. Jika tidak merepotkanmu, biasanya kamu selalu tidak bisa jika aku yang minta."
"Terimakasih Mas. Hari ini kebetulan aku tugas luar, jadi apa salahnya jika aku manfaatkan waktunya sekalian buat kita."
"Baguslah jika kamu ingat aku!" jawab Agam yang masih malas untuk berbasa-basi.
"Ya sudah, selamat bekerja ya Mas. Hati-hati di jalan."
Mendapatkan perhatian kecil dari Resti, Agam jadi teringat kenangan-kenangan lama. Dulu Resti selalu perhatian kepadanya dalam semua hal.
Agam pun senyum-senyum sendiri dan dia berharap rumah tangganya bisa kembali baik seperti dulu.
Dalam lamunannya, Agam hilang konsen mengemudi saat tiba-tiba ada seorang wanita yang mendadak menyeberang jalan.
Karena kaget, Agam mengerem mendadak hingga suara decitan ban mobil tergesek aspal membuat wanita itu terkejut.
Wanita itu berteriak sembari menutup wajahnya dan akhirnya jatuh tepat di depan ban mobil Agam.
Agam buru-buru turun, dia cemas, apalagi saat tidak melihat pergerakan dari wanita itu. Namun Agam bersyukur saat melihat korbannya tidak terluka.
"Mbak! Mbak nggak apa-apa kan? Nggak ada luka kan Mbak?" tanya Agam sembari mengamati tubuh wanita tersebut.
Mendengar suara orang memanggil, wanita itupun menurunkan kedua tangannya yang masih menutupi wajah, ternyata dia menangis. Karena syock, wanita itu menyangka jika dirinya telah mati tertabrak.
Melihat wanita tersebut menangis, Agam jadi merasa bersalah, lalu dia mengambil sapu tangan dari sakunya.
"Maafkan Saya Mbak, saya lengah," ucap Agam sembari berjongkok di hadapan wanita itu dan mengulurkan saputangannya.
"Nggak apa-apa Mas, saya juga salah. Saya menyeberang terburu-buru, hingga tidak melihat saat mobil Mas melintas."
"Ini saputangannya Mas, terimakasih. Maaf, saya harus pergi."
Wanita itupun pergi meninggalkan Agam yang masih berdiri menatapnya, dia menyeberang jalan dan menuju ke sebuah apotik.
Bersambung....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!