Perumahan yang dirancang dengan beragam model rumah elegan dan minimalis ini banyak dimintai kaum Elite. Bahkan, sudah banyak orang yang rela membuang uangnya untuk membeli dan menempati rumah jadi langsung pakai ini. Salah satunya, keluarga baru yang tiba sejam lalu memilih rumah bergaya ala perancis.
Sebuah keluarga harmonis yang hanya memiliki satu anak berjenis perempuan cantik dengan sedikit kesan tomboy dari tingkahnya. Anak itu bernama Adelia Anjaniar yang terlahir dari pasutri Hernia Anjani dan Nino Geraldo.
Bunda Herni yang dulunya bekerja sebagai hakim kini berhenti sejak dinikahi oleh seorang arsitektur muda dan terkenal akan rancangan bangunannya yang elegan, minimalis dan modern. Sebab zaman sekarang, banyak keluarga yang menggilai sebuah rumah yang sederhana namun dibalik kesederhanaan itu ada keindahan yang tersembunyi.
"Bun...Cantik rumahnya ya!" ujar Adel dengan mulut terbuka lebar dan wajahnya yang kagum melihat bagian depan rumah barunya.
"Iya dong, siapa coba yang pilih, bunda lah." ucap Bunda Herni membanggakan diri.
"Heleh, yang bayar juga Ayah. " sahutnya seolah mengejek bundanya.
"Ya kan, ayah yang minta jadi bunda kasih saran dong, gak salah kan bunda," Bunda Herni menyahuti anaknya yang suka mencari masalah dengannya dan selalu ingin menang sendiri atas opininya.
"Ya tetep aja, bunda mah apa... pasti milihnya secara acak,"
Bunda Herni berdecih kesal,"Ck yang penting ada genteng sama temboknya! Gak usah repot kamu itu!" jawabnya sinis
"Ih dasar bunda mah gak tahu estetika!" tak kalah sinis
Berbeda dengan Nino yang berdiri dibelakang mereka dengan sebuah dus berat ditangannya. Kedua anak dan ibu itu tidak pernah untuk tidak berdebat sehari saja. Dan Selalu Ninolah yang menjadi sasaran penengah kedamaian.
"Ehem...Mau sampai kapan kalian berdebat membahas hal tidak penting untuk diperdebatkan!" Ujar Ayah Nino menekankan setiap ucapannya.
Kedua ibu dan anak itu meneguk ludah. Nyakinya menciut melihat raut garang sang kepala keluarga.
"Minggir ah, Ayah mau masuk!" Nino menyenggol kedua bahu ibu dan anak itu.
"Bantuin sana, biar kelar, Ayah capek nih sendirian kerjanya!" seru Nino
"Iya Ayah," Jawab keduanya serempak.
Usai membereskan semua barang untuk dibawa masuk kedalam rumah kini tinggak tugas istrinya uang menata tatanan barang yang ada didalam dus.
"Makan malam hari ini kita pesan online dulu aja ya, kita semua pasti capek." celetuk Bunda Herni
"Aku sih mau Nasi goreng,"
"Ayah terserah yang penting soup."
"Oke biar bunda yang pesenin," Bunda Herni mengeluarkan ponsel disakunya tadi lalu membuka aplikasi pesan makanannya.
sesudahnya, "Yah mana?" Bunda menjulurkan tangannya meminta uang ke suaminya.
"Lah! Ayah yang bayar Bun?!" gelak Nino
"Loh Ya iya dong, mau sapa lagi kalo gak ayah yang bayar makanannya!" celetuk Bunda Herni
"Ealah...Ayah kira bunda yang bakal bayarin, rupanya," ujar Ayah Nino sambil melirik anaknya.
"Ayah yang bayar, hihi..." Nah kalo sama ibunya debat beda lagi kalo sama ayahnya mereka berdua mengejek Bunda Herni.
"Awas aja kalian gak usah makan masakan bunda lagi, bikin sendiri!" dan berakhir ancaman jika sudah tersudutkan. Ayah dan anak itu terkikik senang kemudian memeluk sayang bunda sekaligus istri yang baik.
......................
Menjelang pagi, keluarga Adel melakukan rutinitas mereka termasuk wajib sarapan sebelum pergi sekolah dan kantor.
"Cepet Del makannya, ayah telat kerja loh nanti."
"Ish salah ayah ini yang bangunnya kesiangan! Makanya jangan main jaran goyang terus kalo malam sama bunda. Akhirnya Adel yang disuruh cepetan." gerutu Adel menyuapkan suapan terakhir.
Mendengar keluhan anaknya, Herni dan Nino jadi salting sendiri.
"Rupanya terdengar dari luar suaranya!" batin keduanya
Diantarnya Adel ke sekolah barunya dan diturunkan pas didepan gerbang.
"Belajar yang bener, jangan bikin bullying dihari pertama, jangan bikin bunda dipanggil dihari pertama kamu sekolah. Berakhir jatah Ayah yang terkuras."
Inikah pesan seorang ayah yang mengantarkan anaknya berangkat sekolah?!
Adelia pun masuk begitu mobil ayahnya pergi. ketika masuk, Adel merasa asing. Celingak-celinguk bingung mencari ruang kesiswaan sampai seorang lelaki yang tanpa ragu mendekati Adel.
"Permisi, kamu butuh bantuan?" laki dengan name tag Zio menawarkan bantuan.
Adel yang kaget mengibaskan tangan kanannya untuk menyerang laki itu. Zio yang refleknya bagus menghindari dengan mudah.
"Eh eh sorry ya, gue kaget sih!"
"Hampir hampir gue kena tampar,butuh bantuan lo?" gumamnya
"Iya, gue cari ruang kesiswaan dimana?!"
"Ikutin gue, biar gue antar!" Adel mengikuti dari belakang.
Tibanya di ruangan, Adel mengucapkan terimakasih dan pergi meninggalkan cowok itu kedalam ruangan.
"Gue laki tampan dikacangin hanya ucapan makasih yang gue terima, anjir banget dah!" Zio pun pergi.
Setelah mengurus semuanya di kesiswaan Adel diantarkan ke kelas yang akan ditempatinya.
"Ini kelas kamu IPA C XII,"
"Terimakasih pak," Adel mengetuk pintu dan suara gue mempersilakan ia masuk untuk memperkenalkan diri.
"Halo, gue Adelia pindahan dari Bandung karena Orang tua gue punya kerjaan disini. Salam kenal semua." ucap Adel tak panjang lebar
Ibu guru yang merasa perkenalannya sudah selesai, menyuruh Adel duduk dibangku pojok belakang bagian tengah. Pelajaran kembali dimulai sampai jam istirahat tiba.
Suara dentingan notif ponsel siswa dikelas berbunyi bising. Mereka membuka ruang chat seluruh siswa SMA bisa membaca berita terupdate.
"Gila dikelas gue ada murid pindahan, cantik banget namanya Adelia!!! Nanti coba gue panggil Dedek Adel..."
"Lu kira itu adek loh apa!! Dasar Sarap!!"
"Coba dong foto yang mana anaknya?"
"Bakal ada saingan nih si Sintya."
"Gue gak sabar siapa yang tercantik dari mereka berdua!?"
Adel tak mempedulikan hal tersebut, memilih berkeliling seorang diri tanpa pemandu sekalian mencari kantin.
Setelah lama berkeliling sekolah yang lumayan lebar bin luas, Adel mulai kelaparan.
"Buk, pesan Nasi goreng mawutnya 1 sama minuman Es teh gulanya sedengan aja buk!"
"Siap Neng,"
Beberapa menit menanti pesanannya, tibalah nasi goreng itu yang diantar oleh penjualnya.
"Baunya aja udah sedep bet, gimana rasanya muantap pol!" Langsung saja Adel menyantap habis nasi goreng itu seorang diri tanpa teman baru.
Setelah kenyang, Adel berniat kembali ke kelas namun, tangannya ditarik kasar oleh satu anak berjalan seperti ikan berenang dengan pinggul yang bergeal-geol itu menghampiri Adel.
"Lu yang namanya Adel?" tanyanya dengan wajah songong
"Iya kenapa?" dengan nada malas Adel menjawab.
"Murid baru aja udah ogah-ogahan diajak omong! Jangan berlagak lu ya!" sentaknya
Adel mengusap kasar wajahnya merasa cipratan ludah menempel diwajahnya. Lalu, dinekuk lehernya kekanan dan kiri sampai bunyi begitu juga dengan tangannya.
Krek...krek...krek...
seringai muncul disudut bibirnya dan....
Bug
"Argggg...." Adel menjambak rambut cewek didepannya yang bernama Sintya kemudian dibenturkan ke dinding kokoh hingga Sintya merintih dan berteriak sakit.
"Lu kira siapa hah! Sok bully!" ditatapnya remeh Sintya
"Lihat kemampuan lawan lo sebelum menyerang! Lu kita bisa menang gitu lawan ratu bully SMA Pahlawan Bandung! Heh..."
Meninggalkan Sintya yang memegang kepalanya sambil berjongkok. Dibalik kejadian itu, sosok laki yang tak kalah jahat dan kejam menyeringai senang.
Tidak sampai sehari Adel melupakan amanat ayahnya agar tidak memicu pertengkaran seolah itu hal paling mustahil untuk tidak dilakukan sosok Adel yang banyak tingkah dan emosional.
Belum juga, Adel memenuhi ruang gosip 'lambe turah' yang mengatakan Sintya membully murid baru namun berbalik dibully. Kini Sintya sedang istirahat di UKS sebab kepalanya pusing dan cenat-cenut sampai ke akar rambutnya.
Adel mengabaikan dan tutup telinga memilih diam daripada mengumbar fakta hanya untuk pencitraan semata bahwa ia ternistakan.
Di kelasnya, murid lainnya melihat Adel seperti penasaran ingin bertanya namun agak takut juga. Adel duduk dikursinya lalu menelungkupkan wajahnya disela kedua tangannya menantikan jam pelajaran berikutnya.
Hingga bel pulang memekakkan telinganya dan bergegas membereskan buku dan alat tulis dimejanya. Kemudian, keluar kelas tanpa menunggu guru pengajar keluar lebih dulu.
Di depan loker, Adel meraih kunci kecil disaku depan untuk membuka loker miliknya. Saat dibuka, sebungkus coklat yang dikemas cantik dan selembar kertas ucapan tertempel dibungkus coklatnya.
Adel menoleh ke kiri dan kanan memastikan tak ada orang yang memperhatikan tingkah bodohnya yang kelewat senang mendapati sebungkus coklat kesukaannya. Bahkan Adel yang merupakan pecinta coklat tak punya tingkat kewaspadaan yang cukup untuk sekedar mengkhawatirkan itu coklat apakah bercampur sianida?
Dirasa kondisi sekitar aman, matanya berbinar sangat senang."coklat..." pekiknya tertahan sambil membuka ikatan talinya.
Adel pliss jangan karena coklat julukan queen bullymu lenyap!!!
Dia tidak tahu, sedari tadi pengirim coklat itu mengintip misterius dibalik loker lain.
"Emmmm... Enak bangettt!!" Adel memasukkan sebutir coklat dengan mata terpejam menikmati manis pahitnya coklat. Rasanya moodnya selalu membaik setelah memakan manisan dari biji kakao itu.
Coklat itu membantu kita untuk meningkatkan mood karena dapat menurunkan hormon kortisol yang memicu stress. Hal ini merangsang otak untuk mengeluarkan hormon endorfin dan serotonin yang bisa membuat kita senang dan bahagia. Namun, bila itu dikonsumsi secara benar jika tidak akan ada dampak buruknya.
"Dia memang unik dan kedepannya akan ada banyak hal keunikan yang terjadi. Aku akan membuatmu menjadi milikku Adel."
Orang yang dibicarakan oleh laki itu merasa ada yang memperhatikannya namun tidak ada siapa-siapa. Seketika Adel merinding, buru-buru memasukkan coklat itu ke dalam tas dan mengunci loker itu kembali.
Suratnya saja belum sempat terbaca, Adel memilih membacanya saat tiba dirumah. Didepan gerbang bersamaan mobil ayahnya baru tiba. Adel langsung membuka pintu dan menutupnya kasar hingga menimbulkan suara keras.
Brak
"Kamu itu kenapa? Tutupnya pelan-pelan kan bisa! Kalo rusak gak mau ganti." keluh Ayah Nino
"Duh Ayah!!! Jangan ngomel sekarang. cepet mobilnya jalanin." desak Adel, Nino merasa heran melihat anaknya yang ketakutan namun teta0 dituruti kemauan anaknya.
mobil mereka pun melaju. "kamu kenapa kok kayak habis diburu zombie?"
"Ayah....jangan gitu sih! Adel tuh merinding pas diloker kayak ada yang lihatin Adel. " ucapnya, lalu tersadar akan sesuatu,"apa jangan-jangan coklat yang aku makan itu...da-dari Setannn!" suara Adel bergetar bercampur takut.
"Kamu gak usah banyak nonton horror kalo dirumah, lihatkan. Apa ayah bilang, bakal kebawa halu." Nino kembali mengomel. Dia itu sering menasihati Adel untuk tidak keseringan menonton horror dikamarnya dan hasilnya akan berakhir seperti ini. Sok berani padahal mah cupu. Adel memilih diam menghiraukan ayah Nino menceramahinya sepanjang perjalanan pulang dan berhenti sampai depan rumah.
"Tuh, kamu sih bandel. Ingat kata Ay-" Adel pun turun dari mobil meninggalkan Nino yang melongo tak percaya karena diabaikan anak nakalnya.
"Memang sialan tuh anahku!" umpatnya lalu memukul mulutnya pelan menyadari siapa yang diumpatinya. Hasil produk cocok tanamnya dengan sang istri.
Adel membuka pintu rumah, Aroma wangi dan sedap tercium. "Bun.. Adel udah pulang," ujarnya sedikit berteriak agar bundanya mendengar.
"Adel kecilkan suaramu!" protes Bunda Herni
"Cepat mandi dan makanlah kalau lapar. Bunda masakin Nasi goreng mawut kesukaanmu!" seru Herni yang terus mengaduk-aduk nasi diwajan.
Adel berlari naik meunju kamarnya dan tak lupa menutup pintunya. Dia membongkar isi tas nya dan menatap curiga coklat yang ada ditangannya.
"Masa coklat seenak ini ada racunnya yang bikin haluainasi?" gumamnya bertanya-tanya.
Adel masih tidak percaya mencobanya kembali satu biji."Emm gak ada yang aneh dari rasanya coba dari teksturnya." Ia mengambil sebutir lagi.
"Teksturnya sama seperti coklat pada umumnya." masih belum yakin, diambilnya lagi.
"Penampilannya juga gak ada yang aneh." dimakannya lagi sampai terus menerus dan tidak terasa sebungkus coklat itu habis dalam sehari bahkan bisa dalam hitungan menit.
Dasar maniak coklat
"Loh habis!" ucapnya namun mengangkat bahunya tak peduli yang penting happy.
teringat kergas yang tertempel tadi tertulis...
...Bagaimana coklatnya? Kamu suka? Aku membelinya di toko coklat terkenal......
...Bolehkah aku meminta sesuatu sebagai bentuk balasan karena kamu menghabiskan coklat itu?...
...datanglah ke taman belakang besok, aku akan menemui di jam istirahat kedua....
"Syalan, kalo lu minta balasan ngapain juga kasih coklat ke gue! Kampret emang dah!" gerutunya sebak tak percaya dengan lelaki sambleng ini.
Di lain tempat, Geri tersenyum miring membayangkan Adel yang pasti menggerutinya. Dia juga sudah memperkirakan kalo Adel akan membaca suratnya saat coklatnya habis termakan.
"Let do it my Girlfriend!" gumamnya
......................
Keesokan harinya sesuai isi surat itu Adel menunggu di taman belakang sekolah tempat saat dia menjambak Sintya.
Adel menunggu sambil berdecak kesal kenapa selalu dia yang dibuat menunggu. Apapun itu.
"Jangan-jangan prank ini"
Tiba-tiba,"bu-bukan prank ini!" seorang lelaki entah datang darimana dia berdiri tak jauh dari Adel duduk.
"Aaaa..." teriak Adel kaget."lu jangan bikin gue kaget dong!" sentak Adel
"Maafin aku ya! Ak-aku yang nulis surat itu dan cokalt itu aku yang kasih buat kamu!" ujarnya sedikit gugup
"Oh jadi lu rupanya, so buat apa lu suruh gue kesini?"
Dilihat laki itu menarik nafas lalu menghembuskan dan dilakukan terus sampai lima kali.
"Lu kalo sesak napas gak usah bawa-bawa gue juga, entar disangka gue bully lu lagi!" sewot Adel
Laki itu menggeleng tak membenarkan itu." Aku mau bilang sesuatu ke kamu,"
"iya cepet apaan?"
"Kamu mau jadi pacar aku?!" Celetuknya tanpa babibu.
Adel menatap datar, Laki iti serius menembaknya ?
"Boleh aja," tapi tak disangka jawabnnya membuat Laki culun itu sumringah senang.
"Alasannya?!"
"Banyak tanya lu! Hah... "Mendesah lelah
"Karena lu ganteng dan kayaknya pintar jadi bisa gur manfaatin buat bantu gue belajar." ujarnya spontan.
"Baiklah aku akan mengajarimu." dengan senang Laki bername tag Geri pun memeluk Adel.
"Lu gak usah pelak-peluk sembarangan dong! Beum juga sehari udah main nyosor lu!" ketus Adel, Geri cengengesan.
Karena Adel siswa baru yang pindah saat kelas 12 agak membuatnya kesulitan memahami pelajaran yang sudah lewat 3 materi. Sehingga mau tidak mau Adel harus secara otodidak untuk memahami materi yang tertinggal.
Hubungan mereka masih backstreet tidak diketahui siapapun. Sebab masih berjalan satu hari jadi kedua pasangan itu belum tahu akan melakukan apa. Tapi mendadak Adel saat berpapasan dengan Geri memberi kode laki itu untuk mengikutinya secara sembunyi-sembunyi.
Dilihat secara visual mereka cantik dan tampan jika Geri mau melepaskan kacamatanya. Namun, siapa juga yang akan percaya bila keduanya berpacaran secara Adel sangat cantik bahkan mengalahkan Sintya si Dewi Di sekolah ini.
Adel dan Geri sudah berada di taman belakang sambil berhadapan dengan raut muka yang berbeda. Adel seperti orang tersesat kebingungan mencari arah jalan pulang tapi malu bertanya sedangkan Geri dengan wajah polos menanti apa yang ingin dibicarakan pacar barunya.
"A-anu, gue bo-boleh minta to-tolong ke lu?!" tanyanya dengan suara tersendat-sendat.
"Iya Adel, minta tolong apa? dengan senang hati aku akan membantu pacar cantikku." jawab Geri yang dibumbui gombalan garing, berharap Adel kepincut gombalannya namun tidak sesuai ekspetasi.
Adel yang tadinya malu-malu kucing ingin bertanya langsung berubah mendatarkan wajahnya.
"Hah? apa maksud lu? Gombalin gue gitu maksudnya?!" muncullah suara tomboy Adel menunjukkan ketidak mempanan gombalan Geri.
"Eh? ngg-gak jadi Adel, jadi mau minta tolong apa?!" Geri mencoba mengalihkan topik.
"Demi nilai UH gue harus nurunin gengsi gue!"
"A-ajari gue belajar," ucapnya berbisik
"Iya gimana? agak keraskan suara kamu! Aku tidak mendengarnya," sahut Geri pura-pura, padahal dia menyeringai licik karena baru saja dia menjahili pacarnya itu.
"Ajari gue belajar!" Geri mendekatkan diri supaya lebih jelas mendengar
"Adel kamu sakit tenggorokan ya? Suaramu kecil."
Adel menggeram sebal. Dia tidak tahu laki-laki didepannya ini benar-benar tidak mendengar atau berpura-pura hanya untuk menjahilinya.
"AJARI GUE BELAJAR BUDEG!!!!" Adel spontan berteriak kencang sekali. Geri terkejut hampir membuat jantungnya hilang ritme.
"Ooohh, boleh kok, kapan mau belajarnya?buat UH kah?!" tebak Geri
"Iya, senin depan ada UH, " sedikit malu mengakui bahwa kebodohannya gak tertolong lagi.
"Gue kurang pin-pinter banget sih! " tapi Adel melanjutkan dengan membela diri agar tidak diejek."Tapi gue jago dalam bidang lain! Jangan ngeremehin gue lo ya!" Sentaknya menekan penyataan bahwa dirinya tidak sepenuhnya bodoh.
"Jago bully maksudnya ?" ujar Geri dengan wajah tanpa dosanya.
"Grmmm..serah lu, pokok ajari gue belajar! Terserah dimana yang penting ajarin gue." setelah mengucapkan itu Adel meninggalkan Geri yang menatap aneh kearahnya.
"Siap-siap saja my love! Kubuat kamu masuk ke sarangku!" batin Geri
......................
Tepat dihari janjian mereka. Geri mengirimkan alamat apartnya namun tidak memberitahukan Adel bahwa itu tempat tinggalnya. Sementara Adel di rumahnya sedang bersiap untuk berangkat.
"Del, mau kemana kamu dihari libur kayak gini?"
"Kerja kelompok," ujarnya berbohong.
"Heee? Seriusan? Bunda sedikit tidak percaya. Bukannya kamu selalu ogah-ogahan kalo ada tugas kerja kelompok?!" tatapan Bunda Herni seperti penyelidik.
"I-itu Adel memang akan belajar! Adel minta bantu teman buat ajarin Adel!" dia tidak.menjelaskan detail siapa teman itu dan itu bisa tertangkap jeli oleh Bundanya akan tetapi Bunda Herni memilih diam.
"Baiklah, belajar dengan benar ya!" Dibalik senyuman yang diberikan Bunda Herni ada kecurigaan disana.
"Aku berangkat Bun, pamitkan ke Ayah!" ujarnya berteriak sambil pergi keluar rumah.
Melihat anaknya sudah tidak ada, Bunda Herni mengambil ponselnya dibalik saku celemeknya."Cari tahu kemana anakku pergi belajar! Dia ingin mengelabui bunda baiknya ini." Herni langsung menghubungi anak buahnya saat dia bekerja sebagai pengacara dulunya.
"Siap bu!" pastinya ada uang untuk membayar tugas ini.
Sampainya dilantai 4 sesuai arahan dengan nomor kamar 763 Adel mencarinya. Ketika menemukan kamar yang dituju dia pun menekan tombol bel disebelah pintu.
"Kenapa dia kasih alamat tempat tinggalnya ya?" dengan bodohnya pertanyaan itu terlintas saat dia sampai disini.
Ceklek
"Hai"
Glek
Adel menelan ludahnya,"Kiampret lu Geri!" teriak Adel dalam batin terkagetkan sekaligus kagum dengan otot roti sobek dan trisep bisep milik pacarnya.
"Ha-hai Ger, kenapa lu gak pakai baju?"
Adel melihat bentuk badan Geri yang memenuhi standart ketampanan dan kelayakan seorang laki-laki dibalik singlet nya.
"Oh maaf ya, aku habis olahraga. Rutinitas dihari liburku!" begitu santai Geri menjawab namun kesan culun dan keren itu beraura sekali saat ini.
"Ternyata begitu," jawab Adel tak lupa dengan rona di pipinya.
"Masuk del, aku mandi dulu ya." Adel mengikuti Geri masuk kedalam apartnya. Kemudian, matanya dengan sangat cepat menemukan banyak coklat dimeja ruang tamu.
"Waaaahhhh!" Adel melupaka image dirinya yang terkalahkan dengan pesona coklat di meja.
Geri membiarkan Adel menikmati coklat itu yang sengaja disiapkan olehnya.
Beberapa menit berlalu, Geri keluar kamarnya dengan kaos oblong dan celana pendek selutut.
"Langsung aja ya kita mulai belajarnya, jadi kamu mau belajar mata pelajaran apa?!" tanya Geri
Adel belum menyadari pakaian Geri yang sangat Hot jangan lupa kacamata yang bertengger dihidungnya untuk menutupi ketampanannya.
"Fisika," jawabnya fokus dengan coklat mulut dan tangannya.
"Oh oke, materi yang mana?!"
"Ini dari bab 1 sampai bab 3,"
"Bersiaplah, ini tidak akan selesai hari ini bila kamu tidak dengan cepat meresapi materi yang kuajarkan." Adel hanya mengangguk saja.
"Gurunya siapa?!" Geri harus tahu siapa guru pengajarnya agar dia bisa tahu bagian mana saja yang akan keluar di UH.
"Pak Jefri."
"Oh guru itu, oke. Fokuslah dengan penjelasanku aku tidak akan mengulangi lagi bila yang kamu tanyakan hal sepele!" tegas Geri, Adel menoleh melihat perubahan nada bicara Geri. Terdengar serius.
Pada akhirnya, Adel memilih meletakkan coklat.ditangannya dan mencoba ekstra fokus.
Beberapa jam kemudian, Adel terkantuk-kantuk, kepalanya pusing dia pun memijat keningnya.
"Geriiiiii," Teriak Adel, menghentikan Geri yang sedang menjelaskan perhitungan gravitasi.
"Iya kenapa Adel?!
"Berat!" keluhnya, Geri tak mengerti maksud ucapan pacarnya.
"Berat apanya?"
"Berat rasanya buat menghitung ini! ngapain juga kita capek capek menghitung gravitasi sih? Kurang kerjaan ya?!" Adel menggerutu.
"Belajar menghitung gravitasi itu banyak manfaatnya loh buat kehidupan manusia, tanpa gravitasi kamu gak bisa berjalan dengan nyaman, makan coklat dengan nikmat, apalagi kamu gak bisa membully anak nakal di sekolah karena gak adanya gravitasi. Kamu mau emang kayak gitu?!"
Adel ingin mengakui kebenaran itu namun dia segan dan berdecih kesal. Geri terkikik melihat reaksi itu.
"Arggh..cukup aku gak mau lagi, aku angkat tangan!!! Belajar itu berat biar kamu aja! " Adel memilih menyerah, otaknya tiba-tiba nge-bug seaakan menolak menerima semua angka-angka itu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!