Pagi itu di dalam rumah sederhana milik seorang single parents dan anak perempuannya, berjalan dengan aktivitas seperti biasanya. Namun, meski begitu ada yang berbeda di hari itu, jika biasanya sang ibu yang sibuk di dapur mempersiapkan makanan untuk Maurin. Kini berbalik kala Maurin pagi itu di sibukkan dengan aktivitas yang biasa ibunya lakukan karna sebab sang ibu tengah sakit.
Di tengah kesibukan Maurin mempersiapkan sarapannya, terdengar Rosma sang ibu tengah mengangkat sebuah telfon, Maurin yang mendengar suara ibunya yang tengah berbicara lewat sambungan telfon mencoba untuk menyimak, dengan fokus pada masakannya.
Setelah masakannya telah selesai, Maurin segera menatanya di atas meja makan. Setelah menata makanan itu Maurin mengambil sepiring nasi, lengkap dengan sayur dan lauk pauk sederhana.
Maurin pun segera membawa sepiring makanan itu ke dalam kamar sang ibu.
"Siapa tadi Bu, kok kedengerennya serius banget." Tanya Maurin sembari memberikan sepiring makanan ke ibunya.
"Tadi itu Bu Eli Rin, pagi pagi telfon nanyain keadaan ibu, karna kalau ibu udah mulai sehatan ibu di suruh ke rumah anaknya yang lagi cari Art pengganti, karna katanya Art yang lama tiba tiba ngundurin diri dengan alasan harus merawat orang tuanya." jelas Bu rosma sembari menyuapkan makanannya ke dalam mulut.
"Tapiiii- apa ibu menerima tawaran dari Bu Eli buat gantiin pembantu itu Bu, ibu kan masih belum sembuh banget Bu." Maurin sontak merasa khawatir setelah mendengar dari penjelasan Rosma yang masih belum sepenuhnya Maurin Mengerti.
Melihat kepanikan Maurin membuat Rosma tersenyum.
"Kamu gak usah panik sayang! ibu gak menerima tawaran dari Bu Eli kok dan Bu Eli pun ngertiin kondisi ibu yang masih belum memungkinkan buat gantiin. Tapi nak... ibu cuman sedang berfikir siapa kah teman ibu yang mau buat gantiin Art itu, karna Bu Eli meminta bantuan buat ibu cari orang dan temen ibu kebanyakan udah punya pekerjaan semua." jelas Rosma lemah lembut.
Sesaat Maurin terdiam setelah mendengar penjelasan dari ibunya, hingga sebuah ide muncul di pikirannya.
"Emang pekerjaannya beratkah Bu, sampai harus cari Art pengganti secepat itu." tanya Maurin yang ingin mencari jawaban dari keingintahuannya.
"sebenarnya untuk pekerjaannya cukup terbilang ringan, karna tuan Rangga tinggal di rumah yang hanya memiliki lantai satu namun cukup luas, dan tuan Rangga hanya membutuhkan Art untuk bersih bersih rumah dan memasak kalau soal nyuci dan setrika dia punya orang sendiri buat khusus nyetrika sama nyuci. Meskipun terkadang terdengar aneh itulah tuan Rangga." Rosma menjelaskan dengan seksama, sedangkan Maurin mendengarkannya dengan serius.
Mendengar penjelasan dari sang ibu yang cukup detail, Maurin pun dapat menyimpulkan jika pekerjaan sebagai Art di rumah tuan Rangga masih bisa di jangkaunya.
"Kalau memang seperti itu, bagaimana kalau Maurin daftar ajah Bu." ucap Maurin tiba tiba, membuat Rosma hampir tersedak karna terkejut dengan apa yang di ucapkan oleh anaknya.
"Ada ada ajah kamu ini Rin, gak usah kamu berfikiran untuk bekerja. Cukup ibu yang bekerja dan kamu fokus sama sekolahmu aja."
Maurin menghela nafas pelan, kala tebakannya tidak salah jika sang ibu pasti akan melarangnya. Namun, larangan dari ibunya tak urung membuat Maurin langsung menyerah begitu saja.
"Ayolaah Bu, lagian pekerjaannya juga gak terlalu berat, dan Maurin pastiin Maurin bisa Bu. Ibu jangan mikir yang enggak enggak yang penting Maurin ingin kerja disana buat ngelatih kedisiplinan Maurin Bu... agar Maurin bisa jadi lebih baik... Boleh yah Bu." Dan Maurin mulai mencoba membujuk Rosma untuk mengizinkannya.
"Tapi riiinnn."
"Ayolaah Buuu... Please..." Maurin memohon dengan tatapan memelas.
Melihat permohonan dari putrinya di tambah tatapan memelasnya yang dapat menyentuh hati Rosma, dan pada akhirnya Rosma mau tidak mau Rosma memberikan izin pada Maurin.
"Baiklah... Nanti ibu coba ngomong ke Bu Eli tentang ini."
"Aaahhhh makasiiih Buu." Maurin begitu bahagia saat izin dari sang ibu di dapatkannya.
****
Dengan kelelahan yang terasa Maurin melangkahkan kakinya dengan keriangan menuju ke arah rumahnya yang semakin dekat, dan dahi Maurin mengernyit saat melihat sebuah mobil terparkir di halaman rumahnya. Dan Maurin langsung menduga jika ada tamu yang sedang berkunjung ke rumahnya.
Dengan sopan Maurin mengucapkan salam, dan orang orang yang berada di ruang tamu dengan kompak menjawab salam Maurin.
"Ayo Rin masuk, Salim ke Bu Eli sama pak Ivan."
Sesuai dengan apa yang di ucapkan oleh ibunya, Maurin mencium punggung tangan kedua suami istri itu, Eli dan Ivan membalasnya dengan ramah.
"Kenalin Bu... Pak... Ini Maurin anak saya." dan Rosma memperkenalkan Maurin pada majikannya.
Selain untuk menjenguk Bu Rosma, kedua sepasang suami istri itu pun membahas tentang Maurin yang ingin bekerja untuk menggantikan Art yang mendadak berhenti dan dengan cepat Maurin akrab dengan Bu Eli dan Pak Ivan. Dan pada akhirnya keputusan di ambil jika Maurin bekerja mulai besok.
Cukup lama perbincangan mengalir dan sepasang suami istri itu pun segera pamit pada Bu Rosma dan Maurin kala hari akan menggelap.
****
Pagi Pagi buta Maurin bangun lebih awal, dengan cekatan gadis itu menyiapkan semua apa yang di perlukan. Selain harus memasak untuk sang ibu Maurin pun menyiapkan barang barangnya untuk sekolah karna pagi itu Maurin harus berangkat menuju rumah Rangga yang tidak lain adalah majikannya saat ini.
"Bu... Masakannya udah Maurin siapin yah, maaf mungkin nanti pas ibu makan masakannya udah dingin karna Maurin yang masaknya terlalu awal." ucap Maurin yang memasak makanan untuk ibunya di jam yang masih terlalu pagi.
"Gapapa Nak... Meskipun udah dingin masakan mu tetap enak. Oh yah apa kamu udah punya alamat tuan Rangga kan?."
"Udah ada Bu, baru tadi malam Bu Eli ngirimin, katanya nanti aku suruh langsung bilang ke pak satpam yang jaga dan langsung bisa memulai pekerjaanku meskipun tuan Rangga masih belum bangun, karna kata Bu Eli tuan Rangga udah di beri tahu kalau aku akan bekerja di rumahnya." jelas Maurin.
"Yah Nak... Kamu hati hati kalau bekerja yang fokus jangan sampai melakukan kesalahan fatal."
"Siap Bu, Maurin akan melakukan yang terbaik..."
"Yaudah kalau gitu Maurin berangkat dulu yah Bu..."
"Yah sayang hati hati..."
Dan di jam 04.45 wib, Maurin mulai menyalakan kendaraannya dan menuju ke rumah milik Rangga yang sudah Maurin kantongi dimana alamatnya.
Meskipun rasa takut mendera saat Maurin harus menerobos kegelapan hari yang masih terlalu pagi, gadis itu mencoba trus mengumpulkan keberaniannya untuk terus melajukan kendaraannya dengan memilih melewati jalanan yang sedikit banyak orang berlalu lalang untuk menetralisir rasa takutnya saat itu.
Setelah Maurin sampai di tempat tujuan, sebelum masuk Maurin memberi tahukan pada satpam akan niatnya datang ke rumah itu dan setelah menjelaskan dan membuat satpam yakin pada akhirnya Maurin di izinkan untuk masuk ke dalam rumah itu.
Pintu yang sengaja tidak di kunci karna Rangga tau akan ada pengganti pembantunya yang dulu yang akan datang, membuat Maurin langsung saja masuk ke dalam rumah itu.
Masih tampak asing Maurin sedikit kesulitan untuk mencari saklar lampu, dan 15 menit dengan bantuan senter dari ponselnya Maurin berhasil menemukan saklar lampu beberapa ruangan dan dengan cepat Maurin segera melakukan tugasnya yang pertama membersihkan rumah itu.
Setelah tugas membersihkan seluruh rumah selesai, kini Maurin beralih ke dapur dan mulai mencari bahan masakan yang bisa di masaknya.
Dan di pagi itu sebuah menu sederhana dengan bahan bahan yang ada di kulkas Maurin memasak Kangkung belacan dan Bakwan ayam yang dapat menggugah selera sarapan untuk pagi itu.
Aroma masakan sederhana yang sudah siap di tata di atas meja menyeruak ke seluruh rumah. Membuat lelaki yang tengah tertidur lelap mulai mengerjapkan matanya saat Indra penciumannya mengikat aroma sedap itu.
Rangga meregangkan otot ototnya yang terasa kaku setelah semalaman tertidur dengan nyenyak, rasa kantuk sebenarnya masih menggelayut di pelupuk mata. Namun, aroma sedap itu membuat Rangga memutuskan untuk bangun lebih awal pagi itu.
"Apa kau Art baru itu."
"Astaga!!." sontak Maurin langsung menghadap ke arah belakang kala suara khas bangun tidur Rangga mengagetkannya, yang tiba tiba saja laki laki itu mengeluarkan suara.
Setelah keterkejutannya mereda Maurin menunduk kala tubuh tegap kini berada di depannya yang hanya menggunakan celana panjang tidur dan bertelanjang dada.
"Maaf Tuan, jika aktivitas saya mengganggu tidur Tuan." ucap Maurin dengan trus menunduk.
"Tidak masalah, lanjutkan pekerjaanmu dan untuk kamar Art kamu ke kamar sebelah selatan yang berpintu pink." Rangga langsung berbalik dan meninggalkan Maurin tanpa menunggu jawaban dari Maurin.
Maurin langsung mengangkat wajahnya dan melihat ke arah Rangga yang kembali berjalan menuju kamar, dan tidak dapat di pungkiri untuk pertemuan pertama Maurin merasakan hal berbeda saat melihat majikannya itu, pesona yang di miliki Rangga tidak dapat membuat Maurin membohongi perasaannya, dan fikiran Maurin mulai berlarian membayangkan sosok yang baru saja di lihatnya dan mampu mengembangkan senyumannya dan yang tanpa disadari Maurin jika perasaan itu adalah perasaan dimana Maurin mulai menaruh hati pada Rangga.
"iiisshhh apa apaan sih fikiranku ini." gerutu Maurin pada dirinya sendiri saat merasakan perasaan berbeda untuk pertama kalinya bertemu Rangga.
Setelah menyelesaikan semua pekerjaannya Maurin segera berlalu ke kamar yang sudah di beritahu oleh Rangga. dan saat berada di dalam kamar Maurin segera mandi dan mengganti pakaiannya dengan seragam sekolahnya.
Jam menunjukkan pukul 06.17 Wib, waktu yang masih pagi namun Maurin yang selesai dengan persiapannya segera keluar kamar dengan tas yang menggelayut di punggung.
"Sebelumnya apa ada yang perlu di bantu tuan sebelum saya pergi." Maurin mencoba bertanya tentang apa yang harus dia lakukan sebelum berangkat sekolah.
"Tidak ada, cuman nanti sore kamu harus kembali kesini." Nada dingin Rangga gunakan saat menjawab Maurin.
"Baik tuan, kalau begitu saya permisi dulu." dan Rangga hanya menjawab dengan anggukan dengan masih fokus pada sarapannya.
Sedangkan Maurin yang sedari tadi menahan gejolak perasaannya langsung merasa lega saat sudah keluar dari rumah itu.
Dan sepanjang perjalanan menuju sekolahannya, Mauri trus mengembangkan senyumannya dan alasan dari senyuman Maurin yang tercipta tak lain Rangga lah yang menjadi alasannya, yang tanpa di sadari hati Maurin telah benar benar jatuh pada lelaki dingin di pandangan pertama.
****
"Pagiii Rin." sapa seorang teman Maurin.
"Pagi juga Eleaa, tumben amat datangnya lumayan pagi." Maurin menyapa balik dengan senyuman cerahnya.
"Yah lagi rajin aja Rin."
" eeehh omong omong kayaknya ceria banget hari ini ada apa? Cerita dong Rin." Elea nampak begitu jeli akan ekspresi Maurin yang terlihat begitu ceria dan memancarkan aura kebahagiaan.
"Perasaan aku setiap hari ceria deh El, padahal gak ada apa apa looh beneran!." Maurin mencoba menghindar dari rasa penasaran Elea.
"iiisshh... Gak asik banget Pakek bohong segala." sahut Eleaa kesal.
"Benaran El, gak ada apa apa."
Dan saat Elea ingin kembali berusaha agar Maurin mau untuk bercerita padanya, bel sekolahan tiba tiba berbunyi membuat Eleaa sedikit merasa kesal.
"Kamu punya hutang cerita pokoknya Rin." ucap Elea dengan sedikit mengancam.
Maurin hanya terkekeh melihat rasa penasaran dari temannya itu, dan keduanya segera masuk ke dalam kelas sebelum kedatangan guru yang mengajar.
****
Sebelum akhirnya Maurin kembali kerumah dimana dia harus bekerja, sepulang dari sekolah Maurin pulang ke rumahnya terlebih dahulu untuk melihat keadaan Rosma.
Maurin segera masuk ke dalam rumah dengan tidak lupa mengucapkan salam, mendengar jawaban salam dari ibunya Maurin segera menuju ke dapur.
"Buu... Ibu kan belum pulih bener, kan Maurin udah bilang biar semua pekerjaan rumah Maurin yang handle." ucap Maurin kala melihat sang ibu tengah beberes dapur.
"Kamu gak usah khawatir nak, ibu ini udah sehat yang penting ibu gak lupa jika harus meminum obat dari dokter dan istirahat cukup." Bu Rosma menjelaskan dengan tutur kata lembutnya agar rasa khawatir dari putrinya berkurang.
Mendengar jawaban dari Rosma Maurin hanya menghela nafas pelan, karna untuk mencegah sang ibu itu sama saja hal yang sia sia.
"Oh yah... Gimana tadi kerjaannya nak, lancar?."
Mendapat pertanyaan dari Rosma tentang pekerjaan yang baru pertama kali di lakukannya, Maurin mengulas senyum.
"Syukurnya Maurin mengerjakan pekerjaannya dengan lancar buk, yah meskipun majikan Maurin sedikit ketus dan dingin." jawab Maurin dengan wajahnya menghias kebahagiaan dan keceriaan, membuat Rosma merasa curiga dan bercampur heran.
"Kok ibu lihat, kamu seneng sekali Rin apa kamu suka yah sama tuan Rangga yang ketus dan dingin itu." ledek Rosma kala menyadari jika putrinya tengah mengagumi sosok Rangga.
"iiisshhh enggak Bu, Maurin cuman kagum ajah kok karna kok ada manusia ketus dan dingin di dunia ini, untung dia ganteng Bu jadi ketutupan muka temboknya heheheh." Maurin mengelak namun tak dapat mengelak tentang rasa kagumnya pada Rosma.
"Itu tandanya kamu suka Rin sama tuan Rangga, karna gak ada bedanya antara mengagumi dan suka karna itu sama sama dari dasar hati." jelas Rosma pada sang putri.
"Tapi ingat sayang, tuan Rangga itu dari keluarga yang tidak sepadan dengan kita jadi kamu boleh boleh saja buat menyukainya tapi jangan sampai kebablasan dan membuat hati kamu sakit." sambung Rosma mengingatkan putrinya tentang perbedaan yang mencolok.
Seketika senyuman Maurin berkurang setelah mendengarkan apa yang di katakan oleh ibunya itu benar, Dia harus benar benar menjaga jarak hatinya supaya tak mengundang rasa sakit.
"Ibu bener banget, Maurin akan mengingat ucapan ibu itu, yaudah Bu Maurin mau mandi dulu karna Tuan Rangga meminta Maurin buat kesana lagi." ucap Maurin dengan mencoba menutupi rasa aneh yang muncul di perasaannya.
"Iyah sayang." dan Maurin segera meninggalkan dapur dan segera mandi.
"Pak Dono... tuan Rangga belum pulangkan?." Maurin langsung bertanya pada satpam yang tak lain adalah pak Dono, Maurin khawatir jika telat datang dan membuat laki laki dingin itu marah.
"Tenang mbak, tuan Rangga masih setengah jam lagi pulang." dan jawaban dari pak Dono cukup membuat Maurin dapat bernafas dengan lega.
"Syukurlah, kalau gitu saya masuk dulu pak." pamit Maurin dan langsung segera masuk ke dalam rumah itu.
Setelah masuk ke dalam rumah, terlihat rumah masih terlihat rapi namun ada beberapa piring kotor bekas Rangga sarapan pagi tadi yang masih tergeletak di atas meja makan.
Dan tanpa berfikir panjang Maurin memutuskan untuk lebih dulu memasak untuk makan malam, dan Maurin memutuskan untuk memasak menu makan malam ayam goreng lengkuas dan sayur bening bayam. Menu sederhana yang menggugah selera.
Seperti waktu yang terulang di pagi hari namun berbeda situasi, Rangga yang baru saja pulang langsung merasa lapar kala aroma wangi masakan menyambut kedatangannya. Perut yang sudah merasa keroncongan di tambah aroma masakan Maurin yang mengguncang membuat Rangga memutuskan untuk cepat cepat membersihkan tubuhnya dari keringat setelah seharian berkutat di perusahaannya.
Rangga yang sudah terlihat rapi dengan pakaian santainya tanpa menunggu lama langsung menyeret kursi untuk segera makan, sedangkan Maurin yang sedang mencuci piring merasa terkejut kala mendengar suara kursi yang di seret dan tidak mengetahui kehadiran Ranggawarsita
"PRAAAANNGG." Maurin tanpa sengaja menjatuhkan gelas yang habis di cucinya kala terkejut mendengar suara kursi di seret itu.
"Apa kamu tidak bisa bekerja dengan fokus."
suara dingin Rangga yang terdengar semakin membuat jantung Maurin memompa lebih cepat, dan saat Maurin menoleh ke belakang sosok Rangga sudah terlihat duduk di kursi meja makan dan jantung Maurin seakan ingin terlepas kala jantungnya berdetak semakin cepat.
"Ma-maaf tuan." ucap Maurin dengan kepalanya yang menunduk.
Mendengar permintaan maaf dari Maurin, Rangga kembali menaruh garpu dan sendoknya kembali, tubuh tegap itu berdiri dan langkah lebar Rangga semakin mendekat menghampiri Maurin.
Aroma maskulin dari tubuh Rangga langsung menusuk Indra penciuman Maurin, langkah Rangga yang semakin mendekat membuat Maurin seketika memundurkan tubuhnya hingga menabrak wastafel dan jantung Maurin semakin berdetak cepat.
Langkah Rangga terhenti kala jarak di antara keduanya sungguh dekat dan Maurin langsung memejamkan matanya kala Rangga menunduk hingga kepala laki laki itu sejajar dengan kepala Maurin.
"Segera bersihkan pecahan gelas ini, lain kali jangan sampai ada hal yang mengganggu saat aku makan." setelah mengatakannya dengan nada datar, Rangga menjauhkan tubuhnya dari Maurin lalu meninggalkan Maurin tanpa melanjutkan makan malam yang masih belum tersentuh.
Tubuh Maurin merosot saat Rangga sudah menghilang dari pandangannya, dan nafasnya kembali terasa lega dan beratur seperti semula.
"Ya tuhan terimah kasih kau telah menyelamatkanku." ucap syukur Maurin, kala Rangga hanya memberikan peringatan untuknya tanpa harus memecat.
Tak menunggu lama Maurin segera bangkit dan dengan terburu Maurin membersihkan serpihan pecahan gelas yang tercecer.
"Aawww... Shhh." dan karna terburunya Maurin, tanpa sengaja jarinya tergores serpihan gelas tajam itu.
Darah yang bercucuran keluar membuat Maurin harus berdiri dan sejenak meninggalkan tugasnya dan segera membasuh luka berdarah itu, setelah terasa mendingan Maurin segera kembali melanjutkan pekerjaannya.
****
Hari terus berlalu, setelah kejadian beberapa hari lalu Maurin kini lebih berhati hati dalam bekerja. Meski beberapa kali Rangga bersikap dingin dan begitu tegas di bertambahnya hari rasa yang tumbuh di hati Maurin semakin berkembang.
Sesuatu yang sudah begitu Maurin sadari jika rasa yang di milikinya pada Rangga sungguh hal yang begitu mustahil untuk di balas, Meski begitu Maurin tidak dapat mencegah hadirnya cinta itu yang semakin besar dan membuat Maurin lebih memilih untuk memendam perasaannya saja tanpa berniat untuk berhenti mencintai seorang Rangga.
Seperti biasa ketika jam menunjukkan waktu pukul 20.00 wib Maurin mulai beberes untuk menuju pulang. Yah. Pekerjaan yang terlihat begitu mudah dan cepat Maurin selesaikan membuat Rangga memutuskan untuk baju yang biasa Rangga cuci di tempat pencucian khusus langganannya, kini Rangga alihkan semua pada Maurin termasuk dengan menyetrikanya dan itu membuat tenaga Maurin cukup terkuras.
Sesampainya di rumah, Maurin tidak langsung bergegas tidur melainkan harus mengerjakan tugas sekolah yang harus di kerjakannya di rumah. Meskipun rasa lelah itu begitu membebaninya Maurin tetap giat tanpa melupakan waktu belajarnya.
Hingga jam di malam itu menunjukkan pukul 23.09 wib dan Maurin menyelesaikan belajarnya dengan sempurna, segera merapikan buku buku setelah itu Maurin segera mencuci muka dan menggosok gigi lalu setelah semuanya selesai di lakukan Maurin segera beranjak tidur dengan tidak lupa memasang Alarm.
****
Keesokan harinya Alarm trus berbunyi dengan kencang Namun karna kelelahannya Maurin tidak sangat susah untuk bangun hingga di jam menunjukkan pukul 05.45 wib. Mata Maurin mulai mengerjap dan Maurin membuka matanya sempurna dan hal yang pertama kali Maurin lihat adalah jendela kamarnya yang terlihat terang. Sesaat mata Maurin melotot menyadari jika dia bangun kesiangan.
"Aaaaahhhh.... Aku kesiangan." dengan segera Maurin bangkit dan mengecek jam dan Maurin semakin tergopoh.
Dengan kecekatannya Maurin langsung masuk kamar mandi, pagi itu Maurin begitu berantakan untuk mengejar waktu yang begitu mepet.
Tanpa memperdulikan penampilannya Maurin langsung segera berangkat menggunakan motor dengan kecepatan penuh.
"Tumben Dateng telat mbak." Tanya pak Dono.
"Iyah nih pak tadi malam tidur larut" setelah menjawab pertanyaan dari pak Dono, Maurin segera masuk ke dalam.
Saat Maurin hendak meraih handle pintu, seseorang dari dalam lebih dulu membukanya dan seketika jantung Maurin seakan berhenti berdetak kala menatap raut wajah datar dengan aura dingin milik laki laki yang tidak lain adalah Rangga yang kini tengah berdiri di hadapan Maurin.
"Terlambat!." Satu kata dengan suara berat Rangga cukup menambah pacuan dari detak jantung Maurin yang semakin kencang.
"Ma- maaf tuan, saya tidur terlalu malam dan membuat saya bangun terlambat." gugup sudah pasti Maurin trus menunduk tanpa berani menatap wajah seram yang beberapa saat lalu di lihatnya.
"Saya tidak peduli dengan alasanmu, cepat buatkan saya sarapan." setelah berkata Rangga langsung berlalu masuk.
Sekali lagi di dalam hatinya berucap syukur pada sang pencipta, kala Maurin tidak mendengar kata pecat atau kata yang mungkin membuat Maurin semakin takut akan Rangga.
"Terimah kasih tuhan." ucapnya kembali bersyukur, lalu Maurin segera masuk menuju dapur untuk segera memasak sebelum waktu semakin beranjak.
Setelah berkutat di dapur Maurin dengan begitu sempurna menyelesaikan pekerjaan memasaknya, dengan hati hati gadis itu segera menata hasil masakannya di atas meja, dan setelah menata semua masakannya Maurin segera berlalu untuk melanjutkan pekerjaan yang masih belum di kerjakannya, untuk menghindari kemarahan dari majikan yang cukup menyebalkan namun rasa yang tumbuh di perasaan Maurin tidak dapat di cegahnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!