NovelToon NovelToon

Masih Di Langit Yang Sama

Kpop Terus

"Weh Kpop terus!"

"Kpop terus! Kamu tu ngak bakal kaya cuman ngeliatim dia doang! Hal yang paling pasti dia ngak akan bisa kamu miliki! Mending kamu belajar atau kerja gitu yang lebih berfaedah!" kata Rika pada sahabatnya.

"Kamu kenapa sih Rika, ngak senang banget lihat orang bahagia! Memang mereka ngak kasih aku uang dan mereka juga ngak bisa aku miliki tapikan seng penting aku bahagia!" kata Utari sewot.

"Eh Neng gini loh, aku tuh cuma mau nyadarin kamu! Kalau kamu kayak gini terus gimana kamu mau punya pacar? Lihat teman seusia kamu aja sudah pacaran dan pusus sama 11 orang cowok! Lah kamu?" tanya Rika dengan sarkasnya.

"Emang kamu kira pacaran itu prestasi? Eh ingat 'Janganlah kamu mendekati zina!' itu ada di dalam al-qur'an. Aku heran sama manusia zaman sekarang, sudah tahu di haramkan malah mengatasnamakan pacara islami!" kata Utari dengan bijaknya.

"Lah terus kenapa kamu suka Kpop, bahkan mereka bukan satu agama dengan kamu! Mereka bukan islam, mereka juga ngak sholat?" tanya Rika.

"Seenggaknya kita ambil point positif dari mereka. Lihat Jungkook usia 25 tahun tapi sudah mendunia dan mereka semua pekerja keras. Ah, kamu ngak akan paham! Udah jangan ganggu aku aku mau lihat Jimin Oppa aaaaaa!" teriak Utari dengan histerisnya saat melihat MV Vibe milik Jimin dan Taeyang di lauar ponselnya.

"Jimin Oppa! Selalu aja kayak gitu!" ledek Rika pada Utari.

"Eh biarin yang penting aku seneng, seenggaknya Jimin Oppa jelas sebuah kemustahilan dan tidak bisa di miliki dari pada di depan mata wajah ngak seberapa tapi nyakitinnya tampa ampun. Noh lihat yang pada pacaran, nikah belum pasri tapi jagain jodoh orang pasti. Hahahahha," kata Utari dan berlalu ke arah tribun sekolahnya.

Ya saat ini adalah jam istirahat, para siswa dan siswi SMA berbondong-bondong ke arah kantin berburu makanan. Utari sendiri memilih menyendiri, meskipun tadi dia mengatakan tentang BTS dan juga kesukaannya akan Kpop tapi Utari bukanlah fans fanatik.

"Ya Allah, aku pengen taubat. Ya Allah aku pengen dekat dengan dirimu, ngelihat orang-orang bisa langgeng gitu ya sholat malamnya aku juga pengen. Ngeliat orang-orang pada caper gitu ke Allah ya aku juga pengen. Tqpi bisa ngak ya?" tanya Utari pada hatinya sendiri.

"Woi bengong aja!" kata Dila tiba di sampingnya dekat tribun seraya memandangi siswa-siswi berlalu-lalang di depan mereka.

"Dil, lo masih suka banget sama EXO?" tanya Utari.

"Ya masihlah, tapi ngak berlebihan juga sewajarnya aja. Kita ambil positifnya buang negatifnya. Oh iya, gimana nilai ujian lo?" tanya Dila.

"Alhamdulillah, cuman bisa nafas aja," kata Utari yang berhasil membuat Dila tertawa.

"Tenang, mungkin pendidikan bukan jalur Lo!" kata Dila di sela tawanya.

"Elu mah enak dapat juara kelas! Lah gua, setiap tiba di rumah ini kuping asapnya keluar Neng! Kpop terus! Jimin terus! Pintar ngak, Ibu tu jadi ngak semangat nyari uang karena kamu ngak ngotak gini," kata Utari menirukan kata-kata Ibunya.

"Itu wajar kali Neng, Ibu mana sih yang ngak capek lihat nilai anaknya bobrok sedangkan dia berusaha setengah mati buat cari uang untuk sekolahkan Lu. Oh iya masih candu baca Fanfiction?" tanya Dila.

"Masih, betah banget malah. 120 chapter aja bisa khattam 1 malam, begadang bacanya di sekolah ngantuk," kata Utari yang hanya di tanggapi dengan geleng-geleng kepala oleh Dila.

"Pernah kepikuran buat nulis ngak sih? Siapa tahu melalui tulisan Lu nanti lu bisa sukses dan menemui Jimin di Korea Selatan? Atau bisnis dulu gitu?" tanya Dila.

"Mau bisnis apa? Jual beli kucing? Tau ah, aku bingung," kata Utari dengan wajah semakin ngak karuan rautnya.

"Impian Lu apasih Utari?" tanya Dila.

"Sebenarnya ngak banyak, ingin bisa bahagiain Ibu, beli rumah buat Ibu, beli kendaraan buat Ibu, gantiin Ibu sebagai tulang punggung keluarga, pengen kaya raya biar bisa banyak sedekah, pengen pergi umroh sama Ibu. Terakhir pengen jadi istrinya Park Jimin," kata Utari yang berhasil mendapat pukulan di kepalanya oleh Dila.

"Sakit oneng!" kata Utari kesal.

"Katanya ngak banyak tapi nambah-nambah terus gimana sih?" tanyan Dila pada Utari.

"Ngak tahu aku Dila, jujur aja impian terbesar aku tuh adalah aku ngak mau Ibu aku susah. Itu aja intinya, kok aku ngerasa ngak berguna gitu buat Ibu aku, aku tuh ingin setidaknya bisa memberi arti!" kata Utari.

"Rencana kuliahnya di mana?" tanya Dila.

"Rencananya sih di Unand tapi kalau ngak lulu gimana?" tanya Utari pada Dila.

"Ini nih yang aku paling ngak suka sama kamu! Pergi belum udah pulang duluan! Ngomong sama kamu ini nyebelin serius!" kata Dila.

"Yaudah aku mau jadi istri Jimin aja biar hidup aku damai, sentosa, tentram," kata Utari.

"Sesuka kamulah, capek aku ngomong sama kamu!" kata Dila dan Dila memandangi lingkungan sekolah terlihat sangat asri.

"Dil, mungkin ngak sih sesuatu yang mustahil bagi kita bisa kita miliki?" tanya Utari.

"Di dunia ini ngak ada yang mustahil, selagi kita berusaha, berikhtiar dan pasrahkan hasilnya sama yang kuasa maka semuanya akan mudah," kata Dila.

"Mungkin ngak aku bisa bahagiain Ibuku ya? Aku bahkanngak bisa masak dan bahkan ngak punya keahlian apapun. Lalu apa yang bisa aku lakukan untuk masa depanku? Belajar juga aku ngak terlalu pintar?" kata Utari dan berakhir dengan menangis.

"Eh kok malah nangis? Hei, Allah itu maha penyayang, ngak mungkin kamu ngak punya kemampuan dan keahlian. Kerjakan apa yang kamu bisa, suatu hari nanti kamu akan bisa memberikan yang terbaik untuk orang-orang yang kamu sayangi," kata Dila dengam bijak sana.

"Gimana Dilaz aku tuh cuma bisa baca Fanfiction, menghayal, tidur, makan dan jadi beban keluarg," kata Utari.

"Eh Maemunah, itu udah modal. Apa kamu ngak lihat berapa banyak karya yang di filmkan di dramakan dan di angkat sebagai sinetron harian. Itu semua berawal dari khayalan dan sessorang tukang halu. Jadi modal utama kamu itu sadah ada, tinggal mengasahnya aja lagi. Satu hal yang kamu harus sadari, tidak satupun dari kita yang tahu masa depan. Hari ini kita masih baik-baik saja, tapi ngak ada jaminan besok kita masih baik-baik saja," kata Dila.

Teng....Teng....Teng

Suara bel berbunyi, Utari dan Dila terpaksa harus berpisah di saat sedang cerita dari hati ke hati. Ya keduanya terpisah karena beda jurusan, Utari jurusan IPA dan Dila jurusan IPS.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Ibu Jihan Guru Fisika

Saat ini Utari sedang sendiri di kamarnya, dia merasa kesulitan menghafal materi. Matematika terasa sangat sulit baginya, tapi tetap dia hqrus menguasainya. Pokoknya target semester ini nilainya harus naik dan dia bisa membuat Ibunya bangga padanya.

"Nah gitu dong, belajar! Kamu tuh anak Ibu satu-satunya kalau kamu malas belajar gimana? Iya kalau Ibu selamanya hidup di dunia ini tapi ajalkan ngak ada yang tahu, kalau Ibu ngak ada lagi dan kamu waktu sekolah main-main mau jadi apa coba?" tanya Ibu pada Utari.

Utari hanya berdiam diri saja, sungguh dia tidak tahu harus berkata apa. Ibunya selalu berkata ajal, padahal dia tahu persis ajal bahkan datangnya tanpa peringatan apalagi notifikasi. Dia menjemput baik tua, muda, bayi, bahkan bayi yang masih dalam kandungan. Pertanyaannya adalah apakah kita siap menghadapinya mengingat amalan yang masih pas-pasan dan membayangkan hisab yang menegangkan?

Di sekolah hari ini suasana terlihat menyenangkan. Todak ada pr yang tidak selesai semuanya berjalan sangat baik dan sesuai demgan harapan.

"Baik Ibu akan berikan kuis tidak banyak hanya 2 soal saja, jawab dengan cepat dan jelas. Siapa yang dapat 100 maka akan dapat nilai tambahan," kata Ibu Sri guru matematika.

Utari yang tadi memperhatikan dengan baik merasa sedikit mengerti. Tekat ingin masuk 10 besar dan membuat Ibunya merasa sedikit bangga padanya itulah tekat Utari.

Beberapa teman-teman Utari sudah memberikan kertasnya. Mereka berlari dan berebutan karena kuis ini tidak untuk semua siswa jadi ketika Ibu Sri bilang cukup maka waktu mengerjakannya berakhir.

"Aduh Vanesa kira-kira punya kita benar ngak ya?" tanya Utari pada sahabat baiknya yang sedari tadi bertanya itu ini padanya sedang dia juga berusaha keras untuk memahaminya.

"Udah benar ngaknya ngak masalah, yang penting isi otak sendiri dan kita mengerjakan dengan kemampuan sendiri. Ayo! Kita harus taking part dari mereka," kata Vanesa menarik Utari yang tengah bimbang memberikan jawabannya.

Setelah Utari dan Vanesa memberikan buku miliknya, Ibu Sri membuat orang makin kalang kabut.

"Oke, kesempayan hanya untuk dua orang lagi!" kata Ibu Sri.

"Tu kan, coba kalau kita ngak ngasih tadi kita ngak akan jadi bagian. Udah jangan cemas kalaupun ngak dapat 100 minimal dapat nilai rajin di mata Ibu Sri," kata Vanesa yang hanya di angguki oleh Utari.

"Baiklah, silahkan buka LKS halama 51 di sana ada tugas 20 soal silahkan di kerjakna lengkap dengan jalan menemikan jawabannya! Buat di buku latihan dan di kumpulkan minggu depan! Ibu tidak menerima yang jawabannya jalur goib, jawabannya ada tapi jalan menemukannya ngak ada! Bisa di pahami?" tanya Ibu Sri pada semua murid kelas 11 IPA 5.

"Bisa, Ibu." Semua murid menjawab dengan serempak.

"Govin! Silahkan bagikan buku teman sekelas kamu!" kata Ibu Sri seraya meninggalkan ruangan kelas.

"Alhamdulillah aku dapat 100, masyaallah ini beneran Vanesa?" tanya Utari pada Vanesa dengan tampang tidak percaya terlebih dia mengerjakannya dengan kemampuannya sendiri.

"Beneren Utari, itu apa aku bilang. Kita itu bisa pintar seperti mereka cuma kita aja yang malas belajar dan ngak percaya diri. Jadikan kita buat projek memperbaiki diri?" tanya Vanesa pada Utari yanh di angguki oleh Utari.

"Baik, nanti aku bikin di word. Siapa yang ngelanggar akan di kenakan denda, ngak banyak dendanya 1 pelanggaran bayar 1000 rupiah saja. Peratutannya adalah sholat 5 waktu ngak boleh bolong, ngaji minimal dua ayat, belajar minimal 30 menit. Gimana? Setuju?" tanya Vanesa pada Utari.

"Setuju!" mereka bersahut gembira.

Tidak terasa waktu cepat berlalu, Utari dan Vanesa pulang tanpan menunggu teman. Keduanya sibuk membahas impian yang ingin menjadi seorang Dokter handal. Meski ragu tapi keduanya tidak ingin menyerah.

"Menurut kamu mungkin ngak sih kita bisa lulus kedokteran? Apalagi pendidikan Dokter dengan beasiswa? Apakah itu mungkin?" tanya Utari saat keduanya tengah di angkot untuk perjalanan pulang.

"Udah, yang penting kita usaha. Mengenai hasilnya nanti bagaimana itu kita serahkan pada Allah saja," kata Vanesa.

"Iya juga sih, ya Allah semoga aku ngak gila kalau ngak lulus kedokteran," kata Utari.

"Jangan ngomong begitu! Ingat kamu itu anak Ibumu satu-satunya. Kalau kamu gila gimana Ibumu! Ingat kamu harus bisa bahagiakan Ibu kamu dan juga harus berbakti sama Ibu kamu," kata Vanesa dengan penuh penekanan.

3 bulan kemudian

Hari-hari berat dan padat mulai Utari rasakan. Perbedaan signifikanpun mulai terasa, Utari jadi lebih aktif di kelas. Biasanya datang paling pagi untuk mencontek tugas kawan sekarang datang tidak lagi terlalu pagi. Bahkan ketika ingin melihat kecocokan jawaban dengan punya teman sekelaspun Utari tidak bisa karena deadline pengumpulan tugas. Hampir setiap hari Utari merasa jantungnya selalu copot ketika memberi yugas yanpa mencontek dahulu.

Biasa setiap bertemu Fanisa sang jagoan matematika di kelas isi mulut Utari hanya cerita khayalan sekarang berganti dengan pertanyaan.

"Fani ini tadi gimana aku ngak ngerti bisa bantu ajarin lagi ngak?"

"Fani kok bisa gini ya? Apa aku salah hitung?"

"Fani boleh main ke rumah? Demi Allah aku ngak ngerti tugasnya dan masih bingung. Aku ngak nyontek cukup ajarin aja!"

"Ibu aku nanyi ngak balik ke rumah Bukde, aku ikut Ibu ke sekolah buat belajar di kedai buat ulangan fisika!"

"Tia, kok kamu gampang ngafal rumusnya? Ada cara cepat? Caranya gimana? Bisa bantuin aku?"

Begitulah perkataan yang keluar setiap hari dari mulut Utari. Kpop masih di tonton tapi sudah sangat berkurang, bukan tidak mau tapi Utari hanya punya laptop dan ngak punya hp jadi semuanya baru bisa di akses ketika malam tiba.

Sedangkan malam Utari punya jadwal ngaji minimal 2 ayat tapi Utari menjadikan minimal 2 halaman al-qur'an dia khattamkan sehari.

Saat malam tiba Ibu pulang dari beli bahan nampak buku-buku bertebaran di kasur tempat Utari tidur. Buku itu adalah buku-buku catatan dan latihan Fisika. Target nilai Utari bukan 100 tapi di atas KKM.

Kenapa? Nilai murni hitung-hitungan di atas KKM itu cukup sulit untuk teman-teman sekelas Utari.

Pagi yang cerah di awali dengan hal yang menakutkan bagi semua siswa yang merasa tidak menyiapkan dengan baik dirinya.

"Baik sesuai dengan janji Ibu hari selasa kemarin jika hari ini kita ulangan harian. Ingat kalau ada yang remedi harus bayar 5000 setiap kali remedi. Uang remedi buat siapa? Buat yang nilainya di atas KKM, jadi ingat yang mendapat nilai bagus karena berjuang pantas mendapat penghargaan," kata Ibu Jihan guru Fisika.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Tidak Percaya Diri

1 minggu setelah ulangan Fisika

"Asslamu'alaikum," kata Ibu Jihan memasuki ruang kelas tempat Utari belajar.

"Hari ini sebelum Ibu milai mengajar ada hal menyedihkan yang harus Ibu katakan," kata Ibu Jihan setelah murid membaca do'a sebelum belajar.

"Hal yang menyedihkan adalah dari 30 siswa dan siswi di kelas ini hanya 3 orang yang tuntas ulangan fisikanya. Parahnya lagi ngak ada yang dapat 100 paling tinggi dapat 85. Di antaranya Utari 83, Diana 82, Firstia 85. Selebihnya berada di bawah KKM. Jadi bagi yang tidak tuntas silahkan maju kedepan dan bayar 5000 per orang. Ayo ke sini 5000 perorang bagi yang tidak tuntas!" kata Ibu Jihan.

"Selamat bagi yang tuntas, uang ini ada 135 ribu jadi Ibu bagi menjadi 3. Karena yang tuntas hanya 3 orang dan masing-masing mendapat 45 ribu. Baik mengenai remedi kapan bisa di adakan?" tanya Ibu Jihan.

"Hari selasa saja Bu, kalau hari ini kami takutnya nilainya ngak berubah Bu!" kata salah seorang murid.

"Betul Bu, kami khawatir nilainya masih sama Bu," kata yang lainnya.

"Baiklah, persiapkan diri kalian dengan baik karena hari selasa tidak hanya untuk remedi tapi juga perbaikan nilai. Jadi yang nilainnya tuntas bisa ikut ujian perbaikan nilai! Baik ayo kita lanjut pembelajaran yang kemaren," kata Ibu Jihan.

Di tengah banyaknya yang mengeluh tentang hasil ulangan ada seseorang yang merasa tidak menyangka demgan nilainya. Terlebih Diana dan Firstia adalah anak yang cerdas jadi jelas baginya tidak sulit mendapatkan nilai bagus di fisika. Lah Utari? Dia memang pernah pintar dan mendapat juara satu umum semasa SMP tapi pada masa SMA hal itu lenyap entah kemana. Utari yang cerdas berganti dengan Utari yang pemalas, idiot dan pencontek ulung. Lalu ini mendapat nilai bagus dan mendapat hadiah karena tuntas dan tanpa contekan sama sekali? Sungguh ini prestasi baru bagi Utari.

"Selamat ya, nilai kamu tuntas," kata Vanesa antara lesu dan bahagia. Lesu karena nilainya hanya 45 dan bahagia karena temannya mendapat nilai sangat baik menurut dia.

"Makasih ya, aku sangat tidak menyangka jika otakku masih bisa berfungsi dengan baik," kata Utari dengan konyolnya.

Tet....Tet...Tet...

Suara bel.istirahat berbunyi, semua siswa-siswi berhamburan keluar dari kelas. Utari yang juga tidak membawa bekal ikut keluar bersama Vanesa untuk berburu makanan.

Di kantin ternyata ada gerombolan kelas 11 IPA 5 yang duduk di bangku yang sama. Di antara mereka ada seseorang yang sempat sedikit menanam pilu di hati Utari. Siapa lagi kalau bukan Bagas? Bagas sebenarnya tidak tampan dan juga tidak terlalu pintar, tapi Bagas hitam manis dan tinggi. Hitam manis di tambah bergisul di giginya hingga ketika terlihat manis sekali. Namun apa daya, Utari yang hanya ingin berteman saja di sangka ingin PDKT dan membuat Bagas menghindar habis-habisan dari Utari.

Hal yang paling menyakitkan entah ini benar atau tidak, salah satu teman Utari mebgatakan pada Utari seperti ini.

"Utari, aku bukan mau patahin semangat kamu. Tapi aku hanya ngak mau kamu berharap lebih pada Bagas, dia sudah punya pacar," kata Lusi pada Utari.

"Aku tahu kok, aku hanya ingin temanan saja," kata Utari pada Lusi.

"Justru itu biangnya Utari, dia sudah punya pacar jadi dia ingin menjaga hati kekasihnya. Kamu tahu ngak apa yang dia bilang pada aku?" tanya Lusi pada Utari dan hanya di balas gelengan oleh Utari.

"Dia bilang sebenarnya dia tahu kalau kamu ada rasa sama dia. Karena itu juga Dia ngak mau dekat-dekat sama kamu, selain itu dia ngerasa kamu itu orangnya sok imut padahal amit-amit!" kata Lusi menyampaikan perkataan Bagas pada Utari.

Sadar atau tidak sejak mengetahui fakta itu Utari menjadi semakin tidak nyaman ketika bertemu Bagas. Meski sekelas ada jarak nyata di antara keduanya. Puncaknya adalah ramadhan kemaren, saat Utari dan Ibunya berdagang Bagas sengaja tidak jajan di tempat Utari. Meski tidak ada kata kasar terucap tapi Utari cukup tahu diri, kalau itu menjadi penyebabnya.

Sekedar informasi, Utari bukan orang yang punya positif thingking 1000% ya! Bahkan saat sang Ibu mengatakan jika omset jualan menurun sejak kedatangannya ke kota X tempat dia dan Ibunya tinggal Utari merasa dirinya pembawa sial untuk Ibunya. Tidak sekali dua kali Utari berpikir kenapa Ibunya harus membesarkannya nekad sendirian tanpa Ayah? Mengapa tidak buang saja atau tidak di bunuh ketika dia lahir kedunia ini. Jujur saja Utari merasa jika dia hanya beban bagi sang Ibu.

Sekarang apalagi masalah cinta-cintaan, Utari tidak ingin pacaran apa lagi PDKT sama lawan jenis hanya ingin berteman. Lalu, apa katanya amit-amit? Iya Utari langsung minder perihal jerawat dan juga dirinya yang berasal dari keluarga miskin.

"Eh ada Vanesa. Yok duduk di sini sayangnya Abi! Nanti kita jadikan jalan? Kita udah janjian loh pake baju pink bareng nanti waktu nonton! Iya ngak Vanesa?" tanya Bagas begitu Vanesa duduk di depannya dan pastinya ada Utari di sana.

"Apaan sih Bagas!" kata Vanesa seraya tersenyum menutupi rasa malu karena di ciein-ciein teman-teman sekelas.

"Eh udah jangan pada bercanda, ingat telat masik kelas Buk Marni berarti denda dan itu di hitung permenit. Satu menit 500 rupiah," kata Dini mengingatkan teman-teman yang lain.

"Iya-iya si paling rajin dan pintar di kelas," kata Budi yang juga ikut makan di sana.

"Oh iya tugas biologi kalian udah pada siap belum guys?" tanya Boyke pada teman-teman yang sedang asik menyuap.

"Aku udah! Nantikan di kumpul," kata Dini.

"Iya aku juga udah siap walaupun lihat punya Dini," kata Bagas pada Boyke.

"Nyontek aja bangga banget Lu!" kaya Boyke mengejek.

"Eh biarin yang penting nilai aku masuk, toh ngak ada bedanya sama yang buat sendiri dan nyontek. Nilainya tetap sama," kata Bagas.

"Kebiasaan!" kata Adi yang juga ada di sana.

"Iri bilang Bos!" kata Bagas dengan tawanya.

Di sana Utari tidak banyak omong, selain ikut mencie-ciekan Vanesa dan Bagas. Utari memilih diam. Melihat Bagas membuat jiwa insecure miliknya semakin keluar. Kata amit-amit selalu terngiang olehnya di kepalanya. Kadang Utari berpikir apakah Ibunya juga menyesal memiliki anak sepertinya? Jika benar, Utari juga ngak tahu harus apa. Mau bunuh diripun Utari belum siap masuk neraka tanpa hisab. Meski mindernya benar-benar pake banget Utari masih mengharapkan surganya Allah.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!