NovelToon NovelToon

Sepotong Kisah

Bab I. Perkenalan

Ini hanyalah taman, tapi menjadi labirin karena tidak mengenalnya

~

Krieet

Suara nyaring gorden mengusik indera pendengar kelinci kecil yang hinggap di guling besarnya. Bulu matanya bergerak tak karuan, kelopak mata merah muda itu mengerjap-ngerjap ke arah jendela bercahaya sinar sang fajar. Segera suara selembut susu keluar dari mulut kecilnya.

“Mama....”

Wanita yang membuka gorden berbalik mengarah ke anak kecil itu. Telinga panjangnya sontak berdiri, kakinya tak dapat menahannya untuk diam di sana, dengan cepat ia menerjang kelinci kecil dan menciumnya berkali-kali.

“Muah.... Selamat pagi, Putri Gracia! Apa tidurmu nyenyak?”

“Lebih dari kata ‘Nyenyak’ aku bermimpi indah sekali! Sayang Gracia harus pergi dari pulau kapuk....” suara itu melemah perlahan.

Sang Mama mengusap kepala putri sulungnya seraya berucap. “Mama berharap mimpi Gracia akan datang lagi ketika tidur.”

“Tidak mau! Gracia ingin mengalaminya di dunia nyata. Sembilan tahun sudah cukup untuk keluar rumah!” sahut Gracia semangat.

“Tapi di luar sana berbahaya. Gracia itu seorang putri–”

Melihat putrinya menunduk dalam-dalam membuat nasihat sang Ibu berhenti.

Sepertinya tidak masalah jika Gracia keluar hari ini. Lagipula hari ini adalah festival Bulan Wortel. Ini hari yang bahagia. Batinnya berpikir positif.

🐇

Hai...

Ini adalah kisah hidupku sebelum menjadi Dewi.

Namaku Gracia, dahulu adalah Putri Pertama dari Kerajaan Kelinci.

Hari itu aku sangat senang karena Mama memperbolehkanku untuk pergi keluar setelah sembilan tahun terkurung di istana. Selalu aku hitung setiap kali mulut kecilku ini meniup lilin yang ada di atas kue wortel. Aku hanya ingat enam kali meniupnya, Mama bilang tiga lilin yang kutiup tidak bisa diingat karena aku masih sangat kecil.

“Woohoo!”

Aku berteriak dalam hati saat menatap pantulanku di cermin. Gaun santai bernuansa buah peach sangat serasi dengan mata dan surai merah mudaku.

Sebentar lagi kaki kecilku akan melangkah ke dunia yang lebih luas dari sepetak kamar.

Apa kalian mau tahu alasanku dikurung di istana selama itu?

Sederhananya sebelum para makhluk hidup mendapat perannya untuk dunia baru yang akan datang, duniaku dahulu adalah dunia lama dengan julukan Manusia Setengah Binatang. Di mana semua kelompok memiliki wilayahnya masing-masing, Rusa dengan Rusa, Phoenix dengan Phoenix dan seterusnya.

Bagi yang melanggar batas wilayah maka akan mendapatkan hukum yang berlaku sesuai wilayah yang dipijakinya. Sayangnya, suku Kelinci terlalu lemah hingga tak sedikit makhluk dari wilayah lain berkeliaran setiap hari. Ada banyak Kelinci kecil yang menjadi incaran predator.

Karenanya para petinggi kerajaan membuat peraturan untuk mengurung anak-anak hingga usia kedewasaan tiba.

Aneh, tapi hanya itu penyelesaian yang bisa didapat.

Saat itu aku berpikir hidup di istana tanpa rasa takut akan terjangan para karnivora adalah yang paling baik, tapi jika dipikirkan lagi mungkin aku akan menyesalinya seumur hidup.

Sudahlah, biarkan aku kembali mengantarkan kalian ke masa sembilan tahunku itu.

🐇

Segala jenis menu makanan bertema wortel berjejeran di berbagai meja penuh warna. Mata dan mulut Gracia membulat ingin menikmati semua, di sana tak ada yang seumuran dengannya. Hanya ada para pria dan wanita dewasa yang menikmati festival Bulan Wortel.

“Apa hanya Gracia yang berusia sembilan tahun di sini?” tanyanya seraya melirik mata ke arah Mama dengan bibir melengkung.

“Iya, maaf ya. Setelah Gracia dewasa baru bisa bertemu teman baru,” jawab Mama tersenyum tulus.

Gracia hanya dapat mengangguk kecil, ketika sang Mama harus bertukar sapa dengan beberapa bangsawan, Gracia kecil didampingi para pengawal untuk berkeliling di sekitar area festival.

Langkah mungilnya menarik perhatian para kelinci. Semburat senyum menyebar melihat tingkah laku Gracia kecil yang amat menggemaskan tiap kali menatap sekelilingnya. Mungkin sudah lama mereka tidak melihat anak-anak berkeliaran di dunia luar dari kata ‘Rumah’.

“Woah! Ini apa?” tanya Gracia dengan rasa ingin tahunya yang tinggi.

“Putri, ini jamur yang tubuh di pohon. Jangan menyentuhnya karena itu bisa menyebabkan kulit gatal-gatal!”

Sedikit terkejut, Gracia mundur dan terjatuh ke tanah. Salah seorang pengawal membantunya berdiri. Kaki kecil itu melayang lalu kembali mendarat.

“Terimakasih,” beonya menyunggingkan senyum.

“Terimakasih kembali, Putri Gracia.” balasnya sembari meletakkan kepalan tangan kanan di dada kirinya. (sikap hormat kepada kelinci kerajaan)

Suara lantang bergema dari arah taman bagian tengah yang tak jauh dari taman Gracia berada. Para kelinci berbondong-bondong pergi ke panggung, tak memperhatikan Gracia yang melamun di tempatnya. Ia berbenturan beberapa kali dengan para kelinci dewasa, dengan susah payah dirinya keluar dari kerumunan tersebut.

Ketika tak ada lagi kerumunan rasa lega menyelimuti, namun kelegaannya tak bertahan lama. Demi pergi dari kerumunan itu dia sudah pergi jauh ke taman dengan hamparan bunga Aster seputih salju. Iris pink itu meneliti ke segala arah dengan harapan dapat menemukan para pengawalnya.

“Kakak pengawal! Gracia ada di sini! Mama!” suara susu itu berteriak-teriak.

Tenggorokannya terasa sakit, matanya berkilat dengan air yang nampaknya akan jatuh sebentar lagi.

Bukankah ini hanya taman istana? Kenapa aku bisa tersesat begitu mudah? Seharusnya aku mendengarkan Mama dan tidak keluar dari kamar. Batin Gracia sembari menumpahkan kesedihannya di antara harum bunga.

🐇

“Kau sudah menyimpan semuanya?”

“Sudah, ayo bergegas kembali ke rumah.”

Gemerisik di antara bunga-bunga membangkitkan kewaspadaan Gracia, tangan mungil itu memetik setangkai bunga dengan penuh kelembutan. Ketika dua sosok kelinci yang tak dikenalnya muncul, sontak bunganya diarahkan ke depan sambil berteriak. “Siapa kalian!”

“Eh?”

Anak perempuan dengan mata hitam berkilauan menatap Gracia sedikit terkejut, sedangkan anak laki-laki di sampingnya menegakkan telinga lantaran takjub dengan keimutan yang terpampang di depannya.

“Kamu siapa!?” tanya keduanya secara bersamaan.

“Aku Gracia,”

“Kenapa kamu ada di sini?” tanya anak perempuan.

“Gracia tersesat....” ucap Gracia cemberut. Tak lama perutnya berbunyi. “Lihat, bahkan Gracia kelaparan....”

“Ya ampun, kasihan sekali.... Apa kita bawa pulang saja?” tanya anak laki-laki.

“Tapi kita saja sudah susah mencari makan....”

Di sela percakapan mereka, Gracia menatapnya bulat-bulat, sepertinya bintang-bintang bermunculan di mata lebarnya itu. Hal itu membuat hati kedua anak kecil itu melemah.

“Tidak bisa! Aku harus membawanya pulang!” seru anak perempuan sembari menggendong Gracia dan berlari meninggalkan teman seperjuangannya.

“Lin! Kenapa kau meninggalkanku?!”

🐇

“Ayah, Ibu, aku pulang!” seru Lin seraya melepas Gracia dari pelukannya.

“Uwaaah, di mana aku!?” tanyanya tak berpaling dari pemandangan di sekitarnya.

“Huft-huft.... Lin, kau tidak sekawan denganku. Namaku bukan lagi An jika kau tidak terengah-engah sepertiku.... Huft-huft,” gagapnya setelah lelah berlari.

“Ini Hutan Aster. Udara sejuknya akan selalu melekat di hidung, alunan merdu nyanyian para kelinci kecil tak akan pudar dalam telinga,” jawab Lin tanpa memperdulikan keluhan temannya itu.

Seorang wanita dengan surai hitam terkuncir kuda keluar dari rumah jerami. Manik gelap itu menangkap hal baru yang dibawa putri semata wayangnya.

Sebelum Ibunya itu bertanya, Lin menjelaskan dengan cepat tanpa jeda sedikitpun. Setelah selesai ia terengah-engah seperti An. Mungkin ia mendapat karmanya karena mengabaikan An.

“Apa Gracia tahu di mana rumahmu berada?” tanya Ibu Lin halus.

Gracia hanya dapat menggeleng-gelengkan kepalanya. Jika tahu, ia sudah pasti kembali ke istana sekarang.

“Baiklah, sekarang Gracia tinggal dahulu di sini, mungkin nantinya akan ada keluargamu yang mencari.” ujar Ibu Lin seraya mengusap surai pink lembut Gracia.

🐇

Hah...

Aku masih ingat masa-masa itu, awal dari takdir baruku.

Sekarang aku mengerti beberapa hal setelah mengingatnya.

Andai kata aku mengetahui lebih banyak hal, mungkin aku tak akan tersesat begitu bodohnya. Padahal jarak taman Aster sangat dekat dengan jendela kamarku yang ada di lantai dua istana.

Sifat polosku itu membawaku pada keluarga baru.

Dengan kisah yang tak seharusnya di alami oleh mereka.

Ingat perkataanku ini...

Berusahalah mengetahui segala hal sebanyak-banyaknya.

Karena tidak akan ada yang tahu, kapan dan bagaimana ilmu itu berguna nanti.

Bab II. Keluarga

Dia mengeluh karena miskin dan aku mengeluh karena kaya.

~

Ibu Lin mulai mengenalkan Gracia pada Ayah Lin beserta para kerabat dan tetangga. Kilauan takjub di iris pink itu tak pernah pudar sedetikpun setiap kali dirinya dikenalkan dengan kelinci-kelinci yang baru dilihatnya. Karena seumur hidup, ia hanya mengenal Baginda Raja, Ratu serta para Pangeran dan Putri.

Setelah mengenal semuanya, Gracia diajak berkeliling di sekitar pemukiman Hutan Aster. Berbeda dari istana yang dikelilingi pilar gading dan taman bunga, hutan ini dihiasi dengan pernak-pernik kayu sederhana. Bunga merambat di antara ranting pohon tak luput menemani perjalanan di sepanjang jalur setapak.

Ketika mentari hampir terlelap, Gracia bersama beberapa wanita dewasa kembali ke pemukiman. Mereka merayakan Festival Bulan Wortel dengan masakan tradisional yang sudah diturunkan sejak zaman leluhur.

Kehangatan merasuki jiwa melewati berbagai indera. Gracia tersenyum lebar, bahagia karena bisa bertemu dengan kelinci-kelinci ramah seperti mereka. Malamnya ia memimpikan kembali hal indah yang sudah dilakukan hari ini.

🐇

Ya ampun, kalau aku mengingatnya jadi terasa kembali kehangatan saat itu. Benar adanya ucapan Lin, Aroma serta alunan Hutan Aster tak akan terhapus oleh waktu. Nyatanya aku masih mengingatnya sampai saat ini.

Aku yang kecil itu begitu polos, mungkin sedikit naif. Sampai-sampai diriku ini melupakan kekhawatiran yang dirasakan oleh orang tua kandungku saat itu.

🐇

“Baginda Raja, tolong temukan Putri Gracia secepatnya!” pinta Ratu mendesak Raja.

Setelah para pengawal memberitahukan hilangnya Gracia, sang Ratu secepat angin mencarinya ke segala sisi taman istana. Namun ia tidak menemukan apapun. Rasa bersalah menyelimutinya lantaran ialah yang membawa Gracia keluar dari kamarnya.

“Sudah ada laporan, Gracia tidak dapat ditemukan di seluruh penjuru istana. Kemungkinan besar.... Gracia sudah berada di antara empat hutan kelinci,” jawab Raja berusaha menenangkan Ratu.

Kepala Ratu bagai tertimpa beban yang begitu berat, ia ambruk tak mampu menahan tubuhnya. Suara lirihnya keluar sembari melirik Baginda Raja Kelinci di atasnya. “Lalu.... Apa yang akan Baginda lakukan selanjutnya?”

“Tak ada, biarkan saja. Lagipula kita memiliki banyak sekali putra dan putri. Kehilangan satu tidak masalah bagiku,”

Mata Ratu hanya terpaku ke atap langit istana ketika Baginda Raja pergi meninggalkannya. Saat ia menyadari waktu tak berhenti, matanya mencari ke lorong istana, sosok tegap Baginda Raja yang tak pernah mempedulikan anak-anaknya serta masalah kerajaan Kelinci.

Mungkin Raja itu berpikir kalau kehidupannya akan aman dan damai jika ia terus bersembunyi, tapi ia lupa dengan para pemangsa kelinci yang bisa saja menguasai wilayah ini kedepannya.

Bagaimana caramu bisa begitu mudah melupakan orang lain? Batin Ratu heran.

🐇

Ketika kembali ke istana dan mendengar ceritanya, aku mendesah panjang. Tak kusangka Ayah tega menelantarkanku, maksudnya hanya karena dia punya banyak anak yang lainnya?

Cuih, Kalau membuat anak seharusnya Ayah mengetahui tanggung jawabnya kelak. Bisa-bisanya tidak peduli seperti itu.

Maaf kalau aku terlihat seperti anak durhaka yang berkata kasar di belakangnya. Jujur aku sangat ingin melampiaskan perasaan kesal ini sejak lama.

Pasalnya ketika mengetahui itu ada Mama dan saudara-saudariku, mana mungkin aku tega membuat wajah Ayah malu. Dengan terpaksa aku menanggapinya dengan candaan.

Baik, sudah cukup cerita tentang mereka. Mari kita kembali ke Keluarga Hutan Aster.

Dari orientasi yang indah menuju komplikasi yang rumit...

🐇

Gracia kecil membuka mata ketika tubuhnya digoyang-goyangkan beberapa kali. Sosok Ibu Lin terpampang jelas tengah menatapnya datar. Dengan cepat Gracia bangkit dari tempat tidur kayu dan mengumpulkan seluruh kekuatannya. “Selamat pagi, Ibu Lin.” salamnya seraya merekahkan senyum lebar hingga gigi kelinci susunya terlihat.

“Pagi, Gracia. Ayo bangun! Kita harus segera bekerja.” jelas Ibu Lin sembari menggendong Gracia dan menurunkannya dari ranjang.

“Bekerja?” ulangnya heran.

“Iya, kita harus bekerja agar bisa hidup. Pergilah bersama Lin dan An!” perintahnya yang segera dilaksanakan Gracia.

“Gracia ikut juga?” tanya An pada Lin khawatir.

“Iya, Ibu memintaku membawanya.... Katanya untuk menambah pemasukan,” jawabnya berbisik ke telinga panjang An.

Gracia hanya melirik anak-anak yang lebih besar darinya dengan penasaran. Sebenarnya apa yang dibicarakan kakak-kakak? Batinnya.

“Hah, mau bagaimana lagi.... Gracia,”

“Iya?”

“Kau harus tetap di samping–. Tidak, pegang tanganku erat-erat. Jangan sampai kau tersesat lagi!” perintah An.

Gracia masih ingat kejadian saat ia tersesat di taman istana. Dengan pasrah ia mendengar perintah An. Tangan kecilnya meraih tangan An yang sedikit besar darinya.

“Wah, hangat!” seru Gracia polos.

An memerah, ia membuang mukanya dan berkata. “Kalau dingin artinya aku sudah mati,”

“Oh, begitu....”

“Sudah-sudah, ayo kita pergi ke Hutan Cermin!” ujar Lin menengahi.

Tak butuh waktu lama untuk sampai ke sana karena hutan itu bersebelahan langsung dengan Hutan Aster.

Siulan terompet terdengar di berbagai sudut Hutan Cermin. Perayaan Bulan Wortel masih berlangsung di sini. Kelinci penari menghibur para penonton, hidangan ringan bertema wortel ada di setiap meja panjang, sorak sorai para tamu tak berhenti di setiap menitnya.

“Wooow, perayaan di sini mewah sekali. Berbeda dari istana–”

“Shuut.... Jangan bicara banyak-banyak, ya.” ucap Lin dan An bersamaan.

Gracia segera membungkam mulutnya itu dengan sepasang tangan mungil. Lin dan An meneliti sekitarnya dengan hati-hati.

“Cepat ke meja itu,” bisik An seraya menarik Gracia ke arah meja yang diperhatikannya.

Lin mengikuti, mereka sampai di bawah meja, tak ada yang tahu dikarenakan taplak putih menutup sampai kaki meja.

“Kita aman, cepat ambil barang berharga secepat angin.” ingat Lin sembari bergegas mengambil cawan dan teko emas yang ada di atas meja.

An memperhatikan jika ada yang datang, sedangkan Gracia masih membungkam mulutnya namun matanya itu membulat heran.

Mereka terus melakukan hal yang sama setiap kali pindah ke meja lainnya. Hari ini mereka bisa membawa barang lebih berkat tas tambahan yang digendong Gracia. Setelah pekerjaan mereka selesai, Lin, An, serta Gracia pergi meninggalkan Hutan Cermin.

Diperjalanan Lin dengan bangga memamerkan hasil yang ia ambil hari ini, bahkan ada kalung rantai emas yang tergeletak di salah satu meja. Hari ini mereka begitu beruntung, tapi hanya Gracia yang tidak bahagia. Kelinci kecil itu tidak paham dengan yang ia lakukan hari ini.

“Kak An, kenapa kita mengambil barang itu sembunyi-sembunyi?” tanya Gracia heran.

Sejenak An dan Lin mematung namun hal itu tidak berlangsung lama.

“Karena kalau kita melakukannya secara terang-terangan maka sudah pasti akan mati,” jawab An.

“Berarti yang kita lakukan hari ini tidak baik....”

“Siapa bilang? Kita mencuri karena butuh uang untuk hidup, tidak bisa dibilang buruk!” sahut Lin kesal.

“Tapi....”

“Gracia, kau menumpang hidup dengan kami. Kau harus menaati aturan keluargaku, paham!” terang Lin tegas.

Gracia tak berkutik. Padahal semasa tinggal di istana, Ratu selalu sibuk membagikan harta kekayaannya pada warga miskin. Terkadang Gracia mengeluh pada Ratu karena anggaran istana terlalu banyak untuk dirinya sendiri. Dia masih kecil dan tidak membutuhkan harta.

Kenapa semua kelinci suka sekali mengeluh, ya? Batinnya bertanya-tanya.

Ketika Lin, An dan Gracia sampai dirumah Lin. Ibu Lin sangat senang ketika melihat hasil hari ini, ia mengingatkan Lin dan An kalau masih ada perjamuan Pangeran Naga di Hutan Kejayaan Persahabatan beberapa hari lagi.

Gracia khawatir ketika melihat wajah Lin dan An yang membiru.

Hutan perbatasan Kelinci dengan Naga. Semoga tidak akan ada hal buruk yang akan terjadi esok. Batinnya dalam hati.

🐇

Pertama kalinya keluar istana langsung mencuri, apa kabar status keputrianku saat itu? Sepertinya aku memang tidak layak menjadi Putri, kalau saat ini aku menjadi Dewi mungkin cukup layak.

Ya....

Pasalnya Dewi selalu mendapat persembahan dari para manusia, jadi seharusnya tidak masalah.

Omong-omong aku akhirnya mengerti apa yang harus kita lakukan selama hidup. Kau hanya perlu bersyukur.

Jangan iri ataupun mengeluh akan yang kau dapatkan, berbanggalah dengan hasil yang kau cari sendiri secara jujur. Percaya atau tidak, usaha tak akan mengkhianati hasil.

Bab III. Kerajaan Naga Emas

Dunia begitu luas, aku tidak mau terpaku pada satu tempat saja.

~

Esok harinya ketika surya masih bersembunyi di balik gunung-gunung yang menjulang tinggi. Gracia dibangunkan secara paksa dari mimpi indahnya. Ibu Lin sudah menyiapkan tas karung sebesar tubuh Gracia.

Dengan mata yang masih lelah, anak mungil itu menerimanya pasrah. Rencana pergi ke Hutan Kejayaan Persahabatan sudah diberitahukan sebelumnya oleh Lin dan An. Perjalanan itu memakan waktu sekiranya tiga hari hingga mengharuskan mereka bersiap lebih awal.

Setelah mandi dan memakai pakaian yang rapi, Gracia keluar dari rumah. Tampak Lin dan An dengan wajah segarnya, kelihatan sekali kalau mereka sudah terbiasa bangun pagi-pagi buta.

Dengan langkah riang, Gracia kecil menggenggam tangan kanan An dengan tangan kiri mungilnya. Secara suka ria mereka pergi ke tempat yang jauh.

🐇

Aku pikir waktu untuk bangun pagi-pagi hanya akan datang ketika hari debutku diresmikan. Tak akan ada yang menyangka kalau hal ini terjadi pada seorang Putri, bukan begitu?

Padahal saat itu aku sedang bermimpi indaaaaah sekali!

Jiwaku terbang bebas di antara hamparan awan putih yang lembut, kelopak bunga berwarna menghias angkasa, langit gelap dengan cahaya warna-warni bersinar menyatu menjadi satu.

Saat itu aku berpikir, mungkin dunia itu hanya bisa terwujud di pulau kapuk.

Namun aku sadar....

Dunia ini menyembunyikan begitu banyak keajaibannya dari mataku.

🐇

“Waaaah!”

Gracia bersorak melihat pemandangan pagi yang menakjubkan di hutan. Langit ungu dibalik gunung mencerah oleh terangnya matahari, kicauan burung terdengar dari berbagai penjuru, bahkan bulan yang bulat masih terlihat di ujung barat.

“Indah, bukan?” tanya Lin dengan senyum lebar.

“Ya!” girang Gracia.

“Meskipun perjalanan ini tidak mungkin aman dari bahaya, kau tetap boleh menikmati keindahan alam ini. Semuanya indah setiap saat!” sahut An.

“Satu hal lagi, keindahan alam bisa dilihat oleh semua orang! Tidak ada perbedaan antara kaya dan miskin di bawah hukum langit!” timpal Lin cepat.

Gracia mengangguk dengan semangat. Ucapan itu akan ia ingat selamanya.

Setiap pagi berganti siang, siang berganti sore, dan sore berganti malam. Mereka akan beristirahat di gua-gua kosong yang ditutupi tanaman merambat. Buah-buahan yang ditemukan selama perjalanan akan dijadikan pengganjal perut untuk perjalanan esok. Tentu saja mereka membawa persediaan makanan dan minuman dari rumah, namun itu tidak cukup untuk dua hari kedepan.

Dibanding khawatir akan perbekalan, Gracia kecil lebih memilih menikmati indahnya dunia yang semakin dikenalnya. Kupu-kupu indah yang senantiasa bermunculan di pagi hari, siangnya dipenuhi kehangatan para keluarga kelinci yang bersembunyi di balik ratusan gua, ketika sore kesunyian menemani langit jingga. Terakhir malam, banyak serangga serta tumbuhan bercahaya menghias hutan yang gelap.

Saat itu Gracia berpikir bahwa pelangi hanya ada di siang hari setelah redanya hujan, ternyata ada yang lebih indah dari itu. Aurora, fenomena alam yang menghasilkan pancaran cahaya yang menyala-nyala dan menari-nari di langit malam. Apakah ada yang lebih indah dari ini? Batin Gracia kecil dengan manik pink berkilau.

An mengambil jubah berbulu dari tas karungnya lalu memakaikannya perlahan ke tubuh kecil si rambut merah muda. Gracia tersentak, matanya melirik ke An dengan tatapan tanya.

“Pakailah ini! Perjalanan ke sana mulai sulit seiring rendahnya suhu di sana.” jelas An seraya mengacak-acak rambut Gracia.

“Huh, aku masih ingat! Tidak hanya udara di sana yang dingin, tetapi hati para naga yang tak memiliki belas kasih!” timpal Lin kesal.

“Kenapa Kak Lin berpikiran seperti itu?” tanya Gracia.

“Aku sudah pernah ke sana. Sama seperti saat ini, aku dan An serta satu teman kami tertangkap saat mengambil barang. Kami hanya bisa meninggalkannya karena itulah risiko dari pekerjaan ini,”

Gracia menunduk, ia turut sedih. Kira-kira apa yang terjadi pada kelinci itu? Pasti dia sangat ketakutan, bukan? Pikir Gracia dengan kepala kecilnya.

Tiga hari usai sangat cepat dan mereka akhirnya sampai di Hutan Kejayaan Persahabatan. Di sinilah mulut dan mata kecil Gracia terbuka lebar. Pohon-pohon yang biasanya hijau, atau langit bernuansa biru kini hilang tergantikan warna emas yang menyilaukan mata.

“Selamat datang di Hutan Kejayaan Persahabatan Naga dan Kelinci!” seru sepasang kelinci penjaga gerbang berlogo naga besar di atasnya.

Lin dan An menarik Gracia bersamaan untuk masuk.

“Kejayaan Persahabatan.... Konyol,” gumam An sangat kecil.

Meski begitu Gracia dapat mendengar keluhan itu. Apa Naga benar-benar kejam? Sebelum berpikir buruk, Gracia kecil lebih memilih untuk melihat fakta yang sebenarnya. Tidak ada yang jahat tanpa alasan, dan pasti Naga tampak dingin karena alasan tertentu.

Kilau emas dan perak semakin membuat mata Gracia sakit. Ini tidaklah indah, terlalu berlebihan itu tidak baik. Batin Gracia kesal.

Berbeda dengan Gracia yang terus mengeluh, Lin dan An secara sembunyi-sembunyi mengambil barang-barang emas secara cepat. Hanya dalam hitungan menit tas karung itu terisi penuh.

“Ayo kita pergi sekarang,” bisik Lin kepada An.

Saat Lin dan An berbicara, Gracia sadar bahwa tasnya itu masih kosong. Sebelum Lin dan An marah, ia bergegas mencari benda emas lainnya.

Selagi mengambil barang, sesosok pria di belakang terus memperhatikan kelinci kecil. Gracia secara sadar merasa diperhatikan, tubuhnya berputar cepat, mata itu menangkap pria naga dengan mahkota emas yang berkilau di kepalanya. Sontak Gracia menutup mata.

Naga itu sendiri terheran melihat kelinci itu, perlahan ia mendekat dan memanggilnya. “Kelinci kecil, apa kau pendatang baru?”

“Hm, iya.” jawab Gracia sambil menundukkan kepalanya.

“Kenapa menunduk?”

“Silau,”

•••

“Buahaha, ternyata benar terlalu berlebihan. Maafkan saya kelinci kecil,”

“Namaku Gracia,”

“Baik, Gracia. Apa yang ada di tasmu itu?”

Gracia melirik ke arah tasnya, sedikit ragu menjawab. Ia merasa malu karena ini perbuatan yang salah, apa ia harus berbohong lagi untuk menutupi kesalahannya itu?

“Ini emas,”

“Apa ini barang-barang berhargaku?!” jawabnya sengaja sedikit kaget.

Gracia hanya bisa mengangguk, dengan berani ia mendongak melawan kilauan cahaya yang menyakiti matanya.

“Aku tidak tuli maupun buta. Sejak kecil ibu mengajarkanku perbuatan baik dan salah, melihat barang-barang yang bukan milikku di dalam tasku sendiri, tentu saja itu adalah perbuatan yang buruk. Kalau Naga mau menghukumku, aku bersedia!” jelas Gracia cepat dan berani.

Mata pria itu membulat, belum pernah ada kelinci pencuri yang mau mengakui kesalahan yang diperbuatnya, mereka selalu beralasan kalau yang dilakukannya adalah benar untuk kelangsungan hidup.

“Sepertinya kau bukan kelinci biasa. Aku bisa mengabulkan satu keinginanmu,”

“Sungguh!?” tanya Gracia semangat.

“Iya,”

Gracia kecil berpikir keras tentang keinginannya selama ini. Mama, ayah, serta para saudara-saudarinya. Mungkin lebih baik jika dia meminta semua warganya berkecukupan, pasti Naga yang kaya bisa mengabulkannya, bukan? Tapi Gracia masih bimbang. Ia kembali berpikir hingga terlintas memori perjalanannya tiga hari lalu. Dengan mantap Gracia meminta keinginannya yang sebenarnya.

🐇

Aduh....

Kalau dipikir-pikir lagi aku memang tak mengindahkan keluargaku di hati.

Apa aku ini egois?

Sepertinya tidak semua beranggapan seperti itu.

Terkadang ada hal yang lebih penting dalam diri kita selain membantu orang lain, hidup selamanya bersama keluarga di istana juga terasa suntuk.

Aku tidak menyesal dengan keinginanku itu.

Karena dengan hal itulah aku menemukan berbagai kisah yang tak terlupakan.

🐇

“Gracia, kau dari mana saja!?” bentak Lin ketika Gracia sampai di tempatnya terakhir pergi.

“Maaf, tadi aku bertemu dengan kelinci lainnya!” girang Gracia semangat.

Kelinci-kelinci berkerumun di belakang Gracia. Mata Lin dan An tampak menunjukkan keterkejutannya.

“Lin, apa kau masih mengingatku?”

“Ah, tentu saja ingat! Kita ini teman sejati!” sahut Lin cepat.

“Tolong sampaikan pada keluargaku. Peach senang tinggal di sini. Raja Naga selalu mencukupi kebutuhanku sebagai pasukan kelinci,”

“Pasukan kelinci?” tanya Lin dan An bersamaan.

“Ehem, Gracia menemukan fakta bahwa mereka tinggal di sini untuk menjadi pasukan kerajaan Kelinci. Bagaimanapun Raja Kelinci dan Naga berteman baik, jadi tidak mungkin ada Naga yang jahat pada Kelinci!” jelas Gracia penuh semangat.

Lin dan An tersentak, ternyata selama ini para Kelinci di Hutan Aster berburuk sangka pada perilaku Naga. Gracia mengajak Lin dan An untuk meminta maaf pada Raja Naga, mereka secara tulus melakukannya. Raja Naga sangat senang, ia tidak mempermasalahkan pencurian di pestanya.

Peach memilih menetap untuk menjadi pasukan Kelinci yang gagah berani. Gracia, Lin dan An akan pulang ke Hutan Aster. Kereta emas tersedia cepat di depan gerbang, mereka masuk perlahan ke kereta. Lin dan An sibuk menghitung jumlah barang di tas-tas karung hingga tidak sadar kereta kuda telah berjalan pergi.

Hanya dalam sehari Lin dan An sampai ke halaman rumah. Betapa tidak menyangkanya mereka ketika tahu Gracia tak ada di kereta kuda. Hanya ada tasnya dengan segulung kertas berpita merah muda.

[Kakak-kakak, terimakasih sudah menjadi teman Gracia. Aku senang sekali!]

[Bertemu dengan kalian membuat pikiranku terbuka, ada cita-cita yang harus kuraih sekarang. Awal kepergianku dari kamar yang sesak adalah perjalanan dan cinta kasih dari para Kelinci yang tak kukenal.]

[Aku ingin menemukan kisah-kisah baru. Tentang bagaimana kehidupan makhluk-makhluk lainnya berjalan. Dunia begitu luas, aku tidak mau terpaku pada satu tempat saja.]

[Karenanya aku pergi, maaf kalau tidak bisa menyampaikannya secara langsung. Jika takdir berkehendak maka kita pasti bisa bertemu lagi.]

[Salam hangat dari Gracia❤]

“Ternyata dia pergi....” gumam An sedikit kecewa.

“Padahal aku sudah menganggapnya sebagai saudariku,” lirih Lin dengan iris cokelat berkaca-kaca.

Semoga Gracia bisa mendapatkan apa yang diinginkannya. Batin Lin dan An seraya mendongak ke hamparan awan putih.

🐇

Waktu itu....

Ketika Lin dan An sibuk, aku menyelinap keluar dari kereta kuda. Sosok Raja Naga masih senantiasa berdiri menunggu di depan gerbang hutan.

Aku hanya bisa menatap sedih kereta kuda yang perlahan pergi dan menghilang dari pandangan.

Raja Naga memberikanku jam kalung kecil, buku catatan merah muda dan satu tas kecil ajaib.

Katanya jam untuk mengingatkanku akan waktu, buku agar aku bisa mencatat perjalananku dan tas itu .... dia ingin aku mencari tahu sendiri.

Sampai saat ini barang itu masih kugunakan, meski ada sedikit tambahan artefak Dewi.

Kenangan itu.... Tidak akan terlupakan berkat kertas putih dengan guratan merah muda.

Mari kita melanjutkan kisah perjalananku yang kedua.

Ketika cinta harus membenci, hati yang hangat perlahan membeku oleh salju musim dingin.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!