NovelToon NovelToon

GENDIS Pembantu Manis Tuan Agam

Hutang Ayah Gendis

"Apa, Yah? Tuan Brandon menagih hutang-hutang ayah? Dan dia akan mengancam ayah masuk ke dalam penjara? Gila ya tuh orang, sumpah kejam banget nggak habis pikir." Umpat Gendis Anindya, seorang gadis yang sangat terkejut saat mendengar jika sang ayah akan dijebloskan ke dalam penjara oleh Agam Brandon, seorang duda kaya raya yang memiliki bisnis properti dan seorang juragan tanah, dimana Gendis sangat membenci pria itu.

Pak Sulaiman, ayah Gendis memiliki hutang sebesar seratus juta kepada Tuan Agam, dan ayah Gendis tidak sanggup untuk membayarnya, keluarga Gendis berasal dari keluarga sederhana, pak Sulaiman hanya seorang penjual mie ayam sederhana dan ia harus menghidupi keluarga kecilnya dan tentu saja hasil dagangnya hanya cukup untuk biaya hidup sehari-hari. Bagaimana bisa pak Sulaiman membayar hutang-hutangnya kepada Tuan Agam, kecuali dengan satu cara yaitu mengirim putri satu-satunya untuk menjadi pembantu di rumah Agam Brandon.

"Maafkan Ayah, Gendis! Ayah terpaksa menyetujui kesepakatan dengan Tuan Agam untuk menukarkan dirimu menjadi pembantu di rumahnya, sebenarnya Ayah sangat tidak setuju Tuan Agam meminta kesepakatan itu, jika kamu tidak suka, Ayah tidak akan memaksamu, kalau kamu tidak mau, biar saja Ayah masuk ke dalam penjara untuk menebus hutang-hutang Ayah." Gendis menghampiri sang ayah dengan wajah yang terlihat begitu iba kepada ayahnya, Gendis menyetujui permintaan sang ayah untuk menukarkan dirinya dengan hutang-hutang yang dimiliki oleh pak Sulaiman.

"Tidak, Yah! Gendis tidak mau melihat Ayah menderita di dalam penjara, Gendis sayang Ayah, dan Gendis bersedia untuk datang ke rumah Tuan Agam sebagai penukar hutang-hutang Ayah, Gendis ikhlas." Seru Gendis dengan menatap wajah sang ayah yang mulai menua itu.

"Terima kasih, Nak! Maafkan Ayahmu yang tak berguna ini, Ayah sudah membuatmu terpaksa harus menanggung hutang-hutang Ayah, sementara kamu masih sekolah, tidak-tidak kamu harus sekolah, Gendis! Biarkan saja Ayah menerima hukuman dari Tuan Agam ...." Sergah pak Sulaiman yang merasa jika putrinya itu harus terus bersekolah.

Gendis tetap memaksa untuk membantu sang Ayah, mengingat dirinya juga sudah mendapatkan surat panggilan dari sekolah jika SPP Gendis belum dibayar selama empat bulan, dan pihak sekolah akan mengeluarkan Gendis jika bulan ini uang sekolah Gendis tidak dibayar.

Karena itu lah, Gendis mantap untuk putus sekolah, mengingat keuangan keluarga tidak memungkinkan dirinya untuk melanjutkan sekolah, apalagi sekarang Tuan Agam mengancam sang ayah masuk ke dalam penjara karena tidak bisa melunasi hutang-hutangnya kepada Tuan Agam.

"Demi ayah, aku rela harus menjadi pembantu di rumah Tuan sombong itu. Ck! Kenapa sih aku harus berhubungan dengan pria itu lagi, lihat mukanya aja udah males banget, sekarang aku harus datang ke rumahnya sebagai ART? Sebel!" umpat Gendis yang masih ingat betul bagaimana Agam menabrak pacar Gendis yang bernama Arif.

Sang Ibu datang untuk menghibur putrinya, bu Farida tahu jika Gendis sangat membenci Tuan Agam yang memiliki berhektar-hektar tanah di kampung mereka.

"Gendis! Kamu yang sabar, ya? Maafkan kami tidak bisa membahagiakanmu, kamu gadis yang sangat patuh, sebenarnya kami juga tidak ingin melihatmu harus bekerja di rumah Tuan Agam, tapi mau bagaimana lagi, Tuan Agam akan memenjarakan ayahmu jika kamu tidak bekerja di sana." Ungkap sang ibu sembari mengusap rambut anaknya.

Hingga akhirnya tiba-tiba sebuah mobil mewah datang dan berhenti di depan rumah Gendis, dua orang pria yang memakai pakaian serba hitam tampak sedang turun dari mobil dan segera menghampiri Gendis dan keluarganya yang saat itu sedang berada di depan untuk berjualan mi ayam.

Gendis melihat kedua pria itu datang dan menatapnya tajam. Kemudian sang ibu terlihat menyambut kedatangan pria itu yang dikira sedang membeli mi ayam pada mereka.

"Selamat siang, Pak! Mau beli mi ayam, ya? Mau beli berapa?" tanya bu Faridah dengan ramah. Sementara para tetangga Gendis tampak sedang berbisik-bisik dengan ekspresi wajah sang sinis. Kehidupan Gendis di kampung tentu saja tidak jauh-jauh dari intaian para tetangga kanan kiri.

"Kami datang ke sini atas perintah Tuan Agam, Mbak Gendis harus segera ikut dengan kami sekarang juga, tidak pakai lama." Ucap salah seorang pria itu.

"Harus sekarang? Tidak bisa besok aja dulu, saya belum berkemas-kemas, Pak!" sahut Gendis yang mencoba bernegosiasi.

"Tidak bisa, mari ikut dengan kami sekarang juga, jika tidak maka kami akan bawa pak Sulaiman ke kantor polisi." paksa salah seorang diantaranya sembari menggandeng tangan Gendis untuk segera masuk ke dalam mobil.

"Nggak usah paksa saya, saya bisa jalan sendiri, saya mau bicara dulu dengan ayah dan ibu saya, apa nggak boleh juga?" tawar Gendis.

"Ini sudah perintah dari Tuan Agam."

Mendengar ucapan dari bodyguard itu, rupanya membuat pak Sulaiman mengerti, ia pun berkata kepada putrinya untuk tidak terlalu khawatir dengan keadaan dirinya dan juga ibunya.

"Sudahlah Gendis, kamu pergi saja, ayah dan ibu tidak apa-apa."

Gendis memeluk kedua orang tuanya, dan meminta restu agar Gendis bisa segera melunasi hutang-hutang sang ayah. Sementara dua tetangga itu terlihat terus saja kepo dengan apa yang terjadi pada Gendis.

"Saya yakin sekali, pasti Gendis dijual sama laki-laki hidung belang sama pak Sulaiman, iya nggak, Bu! Secara ya ada dua orang pria menjemput Gendis, buat apa coba? Pasti Gendis dijual sama Om-om, hiiii!!" umpat bu Sukoco yang merupakan ibu dari pacar Gendis.

Akhirnya, setelah berpamitan kepada kedua orang tuanya, Gendis segera masuk ke dalam mobil dan pergi meninggalkan rumah orang tuanya untuk datang ke rumah Tuan Agam Brandon.

...BERSAMBUNG...

Kedatangan Gendis

Di sebuah rumah mewah berdesain bak istana dengan pilar-pilar rumah yang sangat tinggi, lampu kristal yang berjajar rapi di setiap ruangan, membuat rumah itu terlihat seperti rumah seorang Sultan. Seorang pria berperawakan tinggi tegap, tubuh sempurna, pria itu tampak memakai perhiasan emas di pergelangan tangannya, dengan memakai cincin berlian pada jari tengahnya yang ditaksir mencapai satu miliar untuk satu cincin bermata berlian itu.

Agam Brandon, pria dewasa yang sudah lama menduda, sang istri meninggal dunia sekitar tiga tahun yang lalu, Agam Brandon memiliki bisnis besar di bidang properti, pria dengan segala harta melimpah itu nyatanya adalah seorang duda, pria yang itu tampak sedang duduk di kursi kebesarannya. Ia sedang menunggu kedua orang suruhannya yang sedang menjemput seorang gadis yang menjadi penebus hutang-hutang ayahnya yang tak lain adalah Gendis.

Sementara di luar, mobil mewah yang membawa Gendis, tiba di depan halaman luas kediaman Tuan Agam Brandon. Mobil itu berhenti dan dengan segera seorang bodyguard membukakan pintu untuk Gendis yang saat itu masih bingung sedang berada dimana dirinya. Ia melihat ke sekeliling, Gendis disuguhkan dengan pemandangan rumah yang sangat besar dan megah, sejenak ia mengerutkan keningnya ketika melihat betapa besarnya rumah Tuan Agam.

"Silahkan masuk Mbak Gendis, Tuan Agam sudah menunggu." Seru salah seorang bodyguard itu. Gendis pun menganggukkan kepalanya dan segera masuk ke dalam rumah mewah itu.

"Astaga! Rumah sebesar ini, pasti seharian nggak kelar-kelar hanya untuk bersih-bersih di sini," Gendis membatin membayangkan pasti pekerjaannya yang pastinya sangat sibuk, mengingat rumah Tuan Agam sangat besar dan terdapat di dalamnya banyak ruangan-ruangan.

Gendis hanya bisa menghela nafas dan pasrah, semoga saja dirinya bisa segera melunasi hutang-hutang sang ayah dengan mengabdi di rumah Tuan Agam.

Gendis diantarkan oleh seorang pelayan kepada Tuan Agam, sejenak air muka Gendis berubah menjadi sinis saat dirinya akan dihadapkan oleh laki-laki yang sangat menyebalkan baginya.

"Ck! Semoga saja aku nggak mual lihat mukanya, tuan sombong ini benar-benar sudah membuatku kesal, gara-gara dia Arif terluka, udah nabrak nggak mau minta maaf lagi, sebel kalo ingat, kalau saja bukan karena terpaksa, aku nggak mau bekerja di rumah ini, malas banget harus bertemu mukanya yang songong itu setiap hari, diihh!" umpat Gendis dalam hati. Gendis berdiri dan melihat seseorang yang duduk di sebuah kursi dengan posisi membelakanginya, setelah beberapa saat kursi itu bergerak membalik kearahnya.

Gendis menatap sinis wajah pria yang saat ini sedang melihatnya. Siapa lagi kalau bukan Tuan Agam Brandon.

"Hei kamu, sudah tahu apa tugasmu di rumah ini?" seru Agam dengan suara datarnya. Gendis pun malas menjawab pertanyaan sang Tuan karena dirinya masih merasa kesal atas kejadian tempo hari.

FLASH BACK ON

Pagi itu seperti biasa setiap berangkat sekolah, Gendis berangkat ke sekolah bersama sang pacar yang merupakan teman sekelasnya, Arif Tri Andika. Pemuda tetangga Gendis yang juga merupakan pacarnya.

Gendis menunggu kedatangan Arif untuk berangkat sekolah bersama, saat itu Arif hampir tiba di tempat Gendis berada, yaitu pinggir jalan di depan poskamling kampung mereka.

Gendis sumringah melihat kedatangan sang pacar yang memakai motor Yamaha Vixion kesayangannya dengan kecepatan tinggi seperti anak racing, Arif lupa jika dirinya sedang berkendara di jalanan kampung yang pastinya banyak orang yang lalu lalang di sekitarnya. Tiba-tiba saja dari arah berlawanan ada sebuah mobil yang meluncur dengan kecepatan sedang. Arif yang berkendaraan dengan kecepatan tinggi itupun dia tidak menyadari jika ada sebuah mobil dari arah tikungan sedang melaju ke arahnya dan akhirnya Arif tidak bisa mengendalikan laju motornya yang terlanjur kencang. Dan akhirnya ....

'Braaakkkk'

Suara itu terdengar sampai di telinga Gendis, ia berlari menghampiri arah sumber suara yang sudah sangat dekat dengan posisinya sekarang. Dilihatnya sang pacar dan seorang pria sedang berdiri sambil beradu mulut.

"Anda harus ganti rugi, Pak! Anda sudah menabrak saya!" seru Arif dengan ekspresi emosi kepada pria yang diketahui bernama Agam Brandon itu. Pria itu tampak tenang dan terlihat sedang melepas kacamata hitam miliknya.

"Hai anak muda! Kamu pikir kamu itu Rossi? Main kenceng-kencengan di jalan seperti ini, masih untung aku menabrak mu daripada kamu yang menabrak orang lain." Balas Agam dingin, motor Arif terlihat penyok setirnya sementara pemuda itu hanya mengalami luka lecet pada lengan nya.

Gendis langsung menghampiri sang pacar yang saat itu sedang berhadapan dengan laki-laki yang mempunyai banyak tanah di kampung mereka. Gendis melihat sang pacar yang terluka, tak terima melihat Arif sang pacar yang terluka, Gendis langsung meminta pertanggungjawaban dari Agam yang saat itu terlihat diam terpaku saat dirinya melihat wajah Gendis.

"Gimana sih, Tuan. Anda harus bertanggung jawab atas apa yang terjadi pada pacar saya, gara-gara Anda, Arif terjatuh dan luka-luka." Gendis terlihat membela sang pacar.

Agam tidak menggubris perkataan Gendis, pria itu hanya terpaku pada wajah Gendis yang membuatnya terpesona.

"Siapa gadis ini? Cantik. Aku harus tahu siapa dia." Batin Agam dengan tatapan matanya yang tidak bisa dibohongi jika laki-laki itu tergoda oleh pesona Gendis.

Disaat Gendis berusaha menolong sang pacar, Agam tiba-tiba pergi begitu saja tanpa berkata apa-apa kepada mereka berdua, tentu saja apa yang dilakukan oleh Agam membuat Gendis marah.

"Eh kok malah pergi! Tunggu Tuan! Woi tunggu!" teriak Gendis saat Agam langsung pergi dengan mobilnya.

Sejak saat itu, Gendis sangat membenci Agam, Gendis menganggap jika Agam Brandon adalah pria yang sombong dan arogan.

FLASHBACK ON

"Pelayan! Cepat antarkan gadis ini ke kamarnya, mulai hari ini dia akan tinggal di rumah kita." Titah Agam kepada seorang pelayan untuk membawa Gendis ke kamarnya.

Kemudian pelayan itu mengantarkan Gendis untuk menunjukkan dimana letak kamarnya. "Mari, Mbak Gendis! Saya antarkan ke kamar!" seru pelayan itu. Gendis pun menurut dan dengan tatapan yang penuh kebencian, Gendis melihat Agam dengan sangat sinis.

Sangat berbeda dengan Agam, pria itu terlihat begitu dalam menatap wajah Gendis, seolah dirinya memiliki kekaguman tersendiri kepada gadis itu.

"Gendis! Semoga saja kamu betah tinggal di rumah ini, dan aku berharap kamu bisa tinggal di sini untuk selamanya." Agam bermonolog sendiri. Pria itu rupanya menaruh hati kepada Gendis sejak pertama kali ia bertemu dengan gadis itu.

Sesampainya di kamar, Gendis dikejutkan dengan kamar tidur yang disediakan khusus untuknya, kamar itu terlihat mewah dan tidak seperti kamar pembantu, tentu saja itu membuat Gendis heran.

"Silahkan Mbak Gendis. Ini kamarnya." seru pelayan itu sembari menunjukkan setiap sudut ruangan yang ada di dalam kamar itu, sang pelayan menunjukkan kamar mandi dan lemari pakaian yang sudah berisi baju untuk Gendis. Desain kamar itu lebih mewah dari hotel, dan Gendis pun pun bertanya kepada sang pelayan.

"Maaf, Mbak! Ini beneran kamar saya? Nggak keliru?" tanya Gendis sembari melihat-lihat sekeliling kamar. Sang pelayan pun mengiyakannya.

Setelah pelayan menunjukkan semua sudut ruangan, maka pelayan itupun segera keluar dari kamar Gendis. Ia hanya sedikit heran, apakah semua kamar pelayan seperti kamar miliknya, Gendis pun tidak perduli, yang jelas ia datang untuk bekerja di rumah duda itu demi untuk melunasi hutang-hutang sang ayah.

"Dah lah bodo amat, mau kamar bagus kek jelek kek, aku harus tetap bekerja di sini, agar secepatnya aku bisa melunasi hutang-hutang ayah." Gumam Gendis yang tetap berharap dirinya bisa melunasi semua hutang-hutang ayahnya.

Hari itu juga, Gendis pun mulai melakukan tugasnya sebagai pembantu di rumah Tuan Agam yang mewah, Gendis tampak sedang mengepel lantai, disaat yang bersamaan Agam berjalan menuju ke dalam rumah, tentu saja sepatu yang dipakai oleh Agam menjadi kotor, sejurus Agam melihat Gendis yang sibuk mengepel lantai, ada senyum terukir dari bibir pria itu. Ia pun berjalan mendekati Gendis dan sengaja menginjak lantai yang baru saja Gendis bersihkan.

Dengan tanpa dosa, Agam berjalan seperti biasa seolah dirinya tidak melihat Gendis yang sedang mengepel lantai itu. Sementara itu Gendis yang sudah capek-capek mengepel lantai, gadis itu terlihat geram dan Ia pun berkata kepada sang majikan.

"Maaf, Tuan! Bisa tidak Tuan tidak lewat sini dulu, Anda tidak lihat saya sedang mengepel nya?" seru Gendis dengan tatapan yang kesal. Agam mendekatinya dan berkata kepada gadis itu. "Memangnya kamu siapa? Melarang ku untuk lewat sini, terserah aku lewat di mana, itu sudah tugasmu membersihkan lantai bekas jejak Kakiku, ngga usah manja jadi pembantu." Seketika Gendis menoleh ke arah sang majikan.

"Sialan nih orang, kalau bukan karena hutang-hutang ayah, aku nggak mau berhubungan dengan manusia sombong seperti ini." kesal Gendis dengan tatapan matanya yang penuh kemarahan.

...BERSAMBUNG...

Sepuluh tahun

Agam tersenyum smirk dan setelah itu Ia pun menginjakkan bekas sepatunya di seluruh lantai yang baru saja dipel oleh Gendis, gadis itu semakin kesal, tapi ia harus bisa menahannya. Sabar dan bersabar.

"Hiii ... bener-bener ya nih orang, pingin tak getok kepalanya," Gendis bermonolog sembari memegang alat pel-pelan itu dengan geram. Setelah puas Agam menginjak-injak lantai itu, dengan santainya pria itu naik ke lantai atas, Gendis pun melanjutkan mengepelnya dengan mulut komat-kamit.

"Sialan! Mentang-mentang orang kaya, belagu banget jadi orang, gedek sumpah pingin ku tendang aja tuh kakinya," gerutu Gendis sambil membersihkan kembali lantai yang diinjak oleh Agam.

Sementara itu Agam pun berhenti dan menoleh lagi ke belakang dimana Gendis sembari mengomeli sang majikan.

"Hei Gendis!"

Seketika Gendis menoleh dan menatap wajah sang majikan yang sedang memanggilnya.

"Iya Tuan, ada apa lagi?" tanyanya dengan malas.

"Setelah kamu membersihkan semua lantai ini, aku mau kamu membersihkan lantai kamarku, mengerti! Dan ingat aku mau nanti kamu pakai aroma bunga mawar untuk mengepel lantai kamarku, dan kamu tidak boleh membantah, cepat!" titah Agam dengan serius.

"Iya!" jawab Gendis singkat. Agam kembali mengerutkan keningnya saat sang pembantu menjawabnya dengan satu kata.

"Apa kamu bilang?" tanya Agam sekali lagi.

"Iya Tuan Agam Brandon, saya akan datang ke kamar Anda untuk mengepel lantai dengan aroma bunga mawar, nggak sekalian bunga bangkai saja, Tuan. Eh maaf saya nggak bermaksud seperti itu." Balas Gendis yang memang sengaja berkata seperti itu.

"Kamu masih mau ayahmu bebas, kan? Jangan biarkan aku memutuskan untuk mengusir mu dari rumah ini dan kamu bisa kembali ke rumah, tapi ayahmu yang akan ku masukkan ke dalam penjara, mau?" ancaman Agam kepada gadis itu. Tentu saja Gendis tidak mau itu terjadi, ia pun segera meminta maaf kepada Agam karena telah berkata kurang sopan.

"Iya iya ampun, Tuan! Saya mohon jangan masukkan ayah ke penjara, saya rela jika harus bekerja di rumah Tuan Agam sampai hutang-hutang ayah lunas, em kira-kira berapa lama saya bisa melunasi hutang-hutang ayah, Tuan?" tanya Gendis yang berharap dirinya tidak terlalu lama berada di rumah itu, karena tentu saja dirinya sangat tidak tahan jika harus berhadapan dengan pria seperti Agam.

"Hutang ayahmu itu tidak sedikit, Gendis. Seratus juta itu bukan angka yang kecil, mungkin hutang-hutang ayahmu akan lunas sekitar 10 tahun lagi." Seru Agam dengan senyum smirk.

"Apa? Sepuluh tahun lagi, Anda jangan bercanda, Tuan! Sepuluh tahun lagi, terus kapan saya bisa pulang, kapan saya bisa nikah, waaahhhh pacar saya bakalan ninggalin saya kalau terlalu lama bekerja di rumah ini, gila ya nih orang!" umpat Gendis.

Agam hanya tertawa melihat ekspresi wajah Gendis, setelah itu Ia pun segera beranjak pergi ke kamarnya. "Sudah! Nggak usah banyak tanya, sekarang kamu segera bersihkan lantai kamarku, awas saja kalau kamu tidak menuruti perintahku, penjara sedang menanti ayah kesayangan mu Gendis!"

Gendis menatap punggung pria itu, tak bisa dipungkiri jika Agam Brandon memiliki postur tubuh yang sempurna, sudah banyak wanita cantik yang menawarkan menjadi istri atau sekedar simpanan Adam Brandon, tapi tak satupun ada yang mampu membuat hati seorang Agam luluh, hingga akhirnya Agam dibuat terkesima dengan kecantikan seorang gadis belia yang kebetulan gadis itu adalah putri dari pak Sulaiman yang memiliki hutang kepada keluarganya.

...BERSAMBUNG...

VISUAL

Gendis Anindya, 18 tahun. Gadis yang terpaksa bekerja di rumah Agam Brandon untuk menebus hutang-hutang sang ayah.

Agam Brandon, 28 tahun. Si Duda keren yang merupakan pengusaha sukses dan Tuan tanah. Diam-diam mencintai sang pembantu nya yang masih belia.

Semoga suka dengan visualnya 🙏🥰

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!