Seorang pria muda baru saja keluar dari bandara, dari langkah kakinya saja yang terlihat penuh keyakinan menandakan jika pria muda tersebut sangat tegas dan pekerja keras. Dilengkapi dengan wajah yang tampan nan rupawan tentu saja mampu menyedot tatapan memuja para kaum hawa yang melihatnya.
"Wah, tampan banget, " Teriakan histeris seorang gadis membuat yang lain mencari sumber histerisnya gadis tersebut.
"Waow, pasti saat pembagian wajah pria itu berada pada antrian paling pertama sehingga wajah rupawan miliknya sempurna." Seseorang yang lain ikut berkomentar dan sepertinya disetujui oleh semua yang melihatnya.
Tanpa merasa terganggu pria muda itu tetap melangkah seolah tak mendengar pujian yang meluncur bebas dari bibir para wanita yang haus belaian itu. Bukan hal baru baginya dan ini bukan kali pertama ia mendengar pujian seperti itu.
'Benar-benar wanita gak punya malu.' Ia melirik sinis dibalik kacamata hitam yang bertengger pada hidung mancungnya.
"Selamat datang pak Najib," Sapa asisten yang diutus oleh sang kakek untuk menjemputnya. Yah, pria itu bernama Najib Marcell, cucu satu-satunya pendiri salah satu perusahaan terbesar yang bergerak di berbagai bidang dinegara ini.
"Hm." Singkat dan datar membuat sang asisten mendengus halus. Andika sudah mengetahui tabiat calon bosnya dari pria keturunan Timur Tengah pendiri perusahaan PT. Antar Mega.
Andika hanya bisa berharap agar ia mampu untuk bekerja dengan baik ke depannya pada Najib Marcell. Andika yakin Najib Marcell adalah pria yang baik hanya perlu mencari cara agar bisa berteman dengannya. Andika akan berusaha dengan cepat menyesuaikan diri dengan bos barunya itu.
Najib langsung masuk dan duduk di kursi belakang. Diam dan hanya sibuk dengan ponselnya. Sebelum Najib bersuara, Andika menjalankan mobil menuju perusahaan sesuai perintah bos besar yaitu bapak Emir Abizar.
Melewati jalan yang tidak terlalu macet mempersingkat perjalanan mereka. Kini mobil mewah yang disukai oleh Andika tiba di lobby perusahaan. Para karyawan biasa sengaja dikumpulkan untuk menyambut kedatangan pewaris tunggal perusahaan PT. Antar Mega sementara para manajer berkumpul di aula perusahaan.
"Selamat datang pak !!" Kompak para karyawan sedikit membungkukkan badan sebagai tanda hormat.
Lagi-lagi para kaum hawa terpukau menatap mahakarya Sang Pencipta. Najib terus melangkah tanpa memperdulikan sambutan para karyawan. Terkesan sombong dan arogan namun tak mengurangi kekaguman para gadis.
Andika membawa Najib menuju lift yang selalu digunakan oleh penguasa perusahaan bapak Emir Abizar. Setelah pintu lift tertutup, Andika lalu menekan angka 7 dan lift pun bergerak naik. Tak sampai semenitan akhirnya mereka tiba di aula dimana para manajer berkumpul.
Saat Najib memasuki aula para manajer berdiri kecuali Emir Abizar selaku pucuk pimpinan perusahaan. Najib hanya menatap mereka sejenak lalu menghampiri sang kakek.
"Selamat datang anak muda," Emir Abizar memeluk hangat cucu tunggalnya. Mata sang kakek berkaca-kaca karena terharu akhirnya cucunya menuruti keinginannya untuk pulang ke tanah air. Entah apa yang membuat pria muda itu enggan untuk kembali ke tanah air.
"Apa kabar, kek,". Najib membalas pelukan sang kakek dengan tak kalah hangatnya.
"Para manajer sudah hadir semua kan ?" Emir Abizar menatap satu per satu manajer perusahaannya. Dahi Emir Abizar berkerut mengetahui salah satu manajernya tak ikut bergabung. Inilah salah satu kelebihan CEO perusahaan, ia hafal semua wajah manajernya.
"Manajer Keuangan kemana ?!"
"Dia sedang sakit pak, sudah tiga hari ini beliau tidak masuk kerja,". Manajer pemasaran segera memberikan penjelasan, semoga saja pria tua itu tak banyak bertanya karena iapun hanya mendengar karyawan divisi keuangan bergibah.
"Saya tahu kalian sibuk dan banyak pekerjaan maka untuk mempersingkat waktu, mulai hari ini perusahaan PT. Antar Mega saya serahkan pada cucu saya. Kalian harus bekerjasama memajukan perusahaan ini." Emir Abizar memperkenalkan secara resmi cucu tunggalnya itu.
Najib lalu yang berdiri di samping kakeknya segera memperkenalkan diri secara resmi dilanjutkan dengan harapannya pada kerjasama mereka kedepannya. Akhir kata Najib mengucapkan terima kasih atas sambutan mereka.
"Terima kasih semuanya dan silahkan kembali bekerja," Najib menutup kata-katanya dengan wajah tanpa ekspresi. Manajer-manajer wanita yang masih berstatus lajang hanya bisa menarik napas kecewa. Mereka tak cukup cantik untuk menarik perhatian bos baru perusahaan.
Selesai perkenalan singkat, Najib bersama dengan kakeknya lalu keluar dari aula tersebut. Andika selaku asisten mengikutinya dari belakang seraya menyimak pembicaraan kakek dan cucunya itu.
"Selamat siang dan selamat datang pak," Wanita cantik dengan pakaian sedikit terbuka menyapa pemilik dan pewaris perusahaan.
"Kalau kamu masih ingin bekerja, mulai besok berpakaian yang rapi ! Ini kantor bukan club malam !" Kata-kata tajam dan tanpa perasaan meluncur bebas dari bibir seorang Najib. Ia tak habis pikir kakeknya mempekerjakan wanita yang pakaiannya lebih cocok untuk pekerja sebuah club malam.
Pak Emir hanya bisa menarik napas panjang. Cucunya memiliki mulut setajam silet . Ia tak pernah memikirkan perasaan orang lain.
"Kakek harap kamu bisa bekerjasama dengan para karyawan, anggap mereka keluargamu apalagi asistenmu karena dialah orang yang paling dekat denganmu di perusahaan ini." Emir Abizar mulai menasihati cucunya. Ia sangat paham dengan sifat dan tabiat cucunya yang sangat sulit dipahami. Terkadang orng lain menganggapnya benar namun dimata Najib semua salah.
"Iya kek, aku paham. hanya saja aku gak suka cara berpakaian sekretaris kakek. " Najib menimpali apq adanya. Ia sangat sulit untuk membina pertemanan kecuali dengan sahabat satu-satunya yang dulu ia miliki yaitu David namun dimana pria itu saat ini, Najib tak tahu.
"Dan satu lagi, kakek ingin kamu segera menikah. Karyawati perusahaan kita semuanya cantik-cantik, kakek gak masalah jika kamu memilih salah satu diantara mereka yang penting bukan cleaning service." Wajah Emir berubah serius namun bersamaan dengan tibanya mereka di depan ruangan yang akan ditempati oleh Najib sebagai CEO. Dan kali ini Najib memiliki kesempatan untuk berkelit dari pembahasan sang kakek.
Inilah salah satu penyebab Najib tak ingin pulang ke tanah air. Ia merasa belum bisa memenuhi permintaan sang kakek. Najib belum menemukan seseorang yang mampu membuatnya merasa penasaran apalagi mendapatkan penolakan. Selama ini setiap gadis yang melihatnya selalu agresif dan terkesan murahan. Dan sebagai seorang laki-laki, Najib tak mungkin memberikan hatinya pada wanita seperti itu. Baginya wanita yang agresif pada pria tampan adalah ciri wanita tak setia Bisa dibayangkan jika suatu saat wanita tersebut bertemu dengan pria yang lebih tampan lainnya.
"Aku gak mau buang-buang waktu kek, hari ini juga aku mulai bekerja," Najib buru-buru membuka salah satu map yang berisi berkas,
"Tidak untuk hari ini ! Seharian ini kamu harus temani kakek sudah lama kan kita tidak bertemu apalagi berbincang tentang semua hal," Emir Abizar tak ingin dibantah. Pria tua itu memang sangat merindukan cucu satu-satunya yang ia miliki.
"Tapi jangan tentang pernikahan." Najib memberikan syarat dan langsung disetujui oleh sang kakek.
"Dika, hari ini kamu handle pekerjaan. Aku dan Pria ini akan menghabiskan waktu bersama. " Kakek Emir menatap asisten andalannya dengan lembut layaknya seorang ayah menatap putranya. Selama ini boleh dikata Andika adalah pengganti cucunya yang hanya hitungan jari pulang le tanah air untuk mengunjunginya.
🌷🌷🌷🌷
SELAMAT PAGI READERS
DATANG LAGI NIH CERITA BARU, SEMOGA BISA M2NGHUNI DAFTAR BACA ANDA. FAVORITKAN YA,
JANGAN LUPA BERI DUKUNGAN YA.
Saat pria beda generasi itu keluar dari lift, seorang karyawan melintas dengan cepat di depan mereka. Langkah Najib berhenti sejenak menatap punggung gadis yang kini sudah menghilang dibalik pintu sebuah ruangan.
Najib sama sekali tak tertarik, hanya saja karyawan itu terlihat tak perduli dengan sekitarnya. Pria muda itu hanya mengangkat bahunya acuh.
"Kalau kamu ingin memilih istri yang berasal dari karyawan perusahaan, kakek gak masalah lagipula karyawan disini semua cantik-cantik, " Kakek Emir terus melangkah sembari mempromosikan karyawan perusahaannya yang kini telah ia percayakan pada cucu satu-satunya itu.
"Kek, sebaiknya kita duduk di kantin perusahaan saja sambil minum kopi, sama saja kan sekalian aku pingin lihat kelayakan menu yang disediakan oleh kantin perusahaan, " Najib benar-benar malas keluar kantor dan merasa harus mengenal kantor barunya terlebih dahulu dan di mulai dengan keadaan kantin.
"Ya sudah, kantin pun menyediakan tempat untuk para petinggi perusahaan," Kakek Emir menggiring cucunya menuju kantin. Beberapa bukan terakhir dirinya pun tak pernah mengunjungi kantin perusahaan.
Jam istirahat masih lama sehingga kantin tampak lengang, hanya beberapa pelayan yang mondar mandir merapikan meja dan kursi yang sebenarnya sudah dalam keadaan rapi. Kedua pelayan terlihat kikuk ketika melihat penguasa perusahaan memasuki kantin apalagi desas desus pergantian penguasa sudah tersebar.
"Kopi pahit 2 !" Datar, tegas dan dingin suara yang dikeluarkan Najib, jangan lupa wajahnya tanpa senyuman sedikitpun membuat yang mendengarnya keder.
Kedua pelayan tersebut segera menyiapkan permintaan Najib. Meskipun sebenarnya cukup hanya satu orang yang bergerak namun diantara keduanya tak ada yang ingin berada lebih lama dekat Najib.
"Jib, lain kali kalau meminta seseorang melakukan sesuatu dahulukan dengan kata tolong agar mereka merasa dihargai." Kakek Emir mengingatkan Najib agar bersikap sedikit lebih ramah pada orang luar.
Kakek Emir sebenarnya bingung dengan perubahan cucu satu-satunya yang ia miliki di dunia ini. Entah apa penyebabnya sehingga pria muda itu tiba-tiba berubah dingin dan tanpa ekspresi. Rasa penasaran kakek Emir harus terpasang hari ini kalaupun tidak sepenuhnya paling tidak inti permasalahannya dapat diketahuinya.
"Permisi pak," Seorang pelayan masuk ke dalam ruangan yang dikelilingi oleh kaca bening khusus peninggalan perusahaan.
"Masuk aja, jangan takut. Dia adalah cucuku yang mulai hari ini menggantikanku di perusahaan ini." Dengan lembut kakek Emir menjelaskan siapa Najib Marcell. Sementara yang bersangkutan tetap datar tanpa ekspresi.
Setelah pelayan tersebut menyelesaikan tugasnya dan berpamitan keluar, kakek Emir menatap Najib dengan tatapan datar. Tak peduli dengan tatapan sang kakek, Najib justru asyik menyeruput kopinya tanpa merasa terganggu sedikitpun.
"Kakek bingung dan penasaran dengan sikapmu yang seperti ini," Kali ini tatapan sang kakek penuh selidik. Kakek Emir berharap cucunya itu tidak patah hati di masa lalu ataukah pria muda itu menderita kelainan. Diam-diam kakek Emir bergidik ngeri membayangkan dugaannya yang terakhir. Jika patah hati masih bis ditolerir akan tapi jika pergaulan cucunya bemgkok maka habislah garis keturunannya.
"Maksud kakek ?!" Najib membalas tatapan sang kakek tak mengerti. Ia merasa dirinya masih tetap yang dulu.
"Umur kakek sudah semakin tua, tak ada salahnya jika kakek berharap melihatmu menikah dan kakek bisa mendengar panggilan buyut dari anak-anakmu," Kakek Emir mulai memancing pria tanpa ekspresi di hadapannya.
"Jangan sekarang bahas yang kayak gitu kek, waktunya gak pas. Suatu saat nanti pasti Najib akan menikah dan memberikan cucu yang banyak buat kakek," Najib tak ingin memperpanjang pembahasan yang tak penting itu. Ia tak menyadari jika ucapannya itu akan menjadi boomerang baginya.
Tak ingin bersitegang dengan sang cucu, akhirnya kakek Emir mengalah dan bertekad akan menagih janji sang cucu suatu saat nanti.
Waktu terus berlalu dan jam istirahat pun tiba membuat kantin seketika ramai namun kedua pria tampan beda generasi itu tak merasa terganggu sedikitpun. Keduanya terus membahas perusahaan ke depannya.
Najib yang posisi duduknya menghadap ke arah karyawan yang mengantri untuk memenuhi nutrisinya menajamkan matanya. Ia seperti mengenali sosok seorang wanita yang turut mengantri.
'Tidak mungkin,' Najib menggeleng-gelengkan kepalanya menolak dan berharap dugaannya salah.
Mata Najib tak berkedip menatap sosok tersebut. Ia penasaran dan ingin melihat wajah gadis itu. Sementara sosok yang tengah diperhatikan oleh Najib merasakan sesuatu yang tak biasa. Kepekaannya yang sudah terlatih mengisyaratkan jika seseorang sedang memperhatikannya. Sambil berjalan ke arah meja yang masih kosong, ekor matanya pun tak berhenti mencari seseorang yang tengah memperhatikannya. Perasaannya tak pernah salah.
Tanpa sengaja pandangannya terarah pada sebuah ruangan kaca yang tembus pandang. Sesaat ia tertegun mengetahui pria muda dibalik ruangan tersebut.
'Mataku pasti salah,' Aleya menolak kenyataan di depan matanya.
Selanjutnya Aleya kembali melanjutkan langkahnya. Ia berjalan seolah tak mengenali Najib. Pria yang dulu pernah melewati indahnya setiap detik dalam hidup ini. Setelah tujuh tahun berlalu, Aleya yakin Najib tak lagi mengenalinya. Tujuh tahun bukan waktu yang singkat, semua sudah berubah dalam kurun waktu itu.
Tak dapat dipungkiri bahwa perubahan yang terjadi pada diri Aleya membuat teman-teman dimasa lalu pasti akan pangling. Semua berubah sesuai dengan usianya yang semakin dewasa,
Akhirnya Aleya tiba di meja bersama teman seruangannya. Tanpa banyak kata Aleya menikmati makan siangnya. Ia tak ingin menggali lubang sendiri dengan memperlihatkan jika dirinya mengenali pria yang masih menatapnya dengan tajam. Pura-pura tak mengenalinya adalah keputusan teraman saat ini.
"Aleya, bos baru kita menatapmu sejak tadi, sepertinya dia menyukai." Rengganis rupanya memperhatikan pria tampan yang sedang duduk bersama generasi pertama CEO perusahaan.
Saat pria itu tiba, Rengganis ikut berdiri menyambutnya pada pintu masuk perusahaan sedangkan Aleya sedang tugas luar sehingga tak mengetahui jika pria muda itu adalah bos baru mereka.
"Ha ?! Apa kamu bilang ?! Dia bos baru kita ?!" Mata Aleya melotot sempurna sedangkan Rengganis mengangguk sambil terkekeh melihat ekspresi Aleya.
"Kenapa kaget ? Bukankah wajar jika pak Emir Abizar digantikan oleh cucunya sendiri ?!"Rengganis kembali menegaskan posisi Najib di perusahaan membuat Aleya buru-buru menghabiskan makan siangnya.
Sesendok demi sesendok nasi berpindah kedalam mulutnya untuk diproses sebelum diterima oleh usus. Hingga akhirnya makanan dipiringnya bersih. Tak ingin lebih lama berada di dalam kantin yang tiba-tiba terasa sesak, Aleya segera melesat keluar dari kantin. Rengganis hanya bisa gelang-gelang kepala melihat aksi Aleya.
Rengganis mengira Aleya ingin segera menyelesaikan pekerjaannya agar tidak harus lembur. Kegiatan tambahan yang paling dibenci oleh seluruh karyawan perusahaan PT. Antar Mega.
"Sebentar kek," Najib segera berdiri dan berlari mengejar karyawan yang ia kenal. Najib ingin memastikan kebenaran penglihatannya.
"Nazaleya Alofa !!!" Teriakan Najib tak menghentikan langkah Aleya. Gadis itu yakin jika Najib hanya menduga-duga saja. Terdengar teriakannya yang sedikit ragu sehingga menjadi keuntungan tersendiri bagi Aleya.
Melihat karyawan yang ia panggil tak berhenti membuat Najib yakin jika penglihatannya salah. Mungkin ia terlalu memikirkan gadis masa lalunya itu.
🌷🌷🌷🌷🌷
Berbeda halnya dengan Aleya yang sudah ketakutan setengah mati. Ia harus mencari cara agar tak bertemu lagi dengan pria itu. Hidupnya kini sudah tenang dan ia tak ingin berurusan dengan Najib. Semua lembaran cerita tentang dirinya dan Najib sudah ia tutup meskipun da tanda yang tak mungkin dihilangkan.
Sementara itu kakek Emir yang melihat cucunya mengejar seorang karyawan yang selama ini ia kagumi karena keseriusannya dalam bekerja tersenyum lebar. Walaupun kakek Emir tak begitu mengenal karyawannya itu namun sebagai pria yang sudah banyak melihat jenis-jenis sifat manusia, ia yakin akan satu hal bahwa wanita itu berbeda dengan karyawan wanita yang lain.
"Apa kamu mengenali seseorang ?" Kakek Emir menatap cucu kesayangannya, ia berharap pria muda itu menganggukkan kepalanya. Ia melihat dengan sangat jelas jika cucunya mengejar seorang karyawan.
"Aku salah orang, kek. Dia bukan orang yang aku kenal," Najib menatap sendu sang kakek. Bukannya ia tak bisa move on dari gadis itu, hanya saja Najib merasa ada sesuatu yang aneh dan karena rasa itulah sehingga ia tak bisa membuka hati untuk gadis manapun.
Najib sendiri bingung dengan keadaan dirinya yang tak bisa membiarkan wanita manapun mengetuk pintu hatinya. Padahal gadis masa lalunya tak pernah mencarinya bahkan kini menghilang bak di telan bumi. Najib sendiri penasaran penyebab menghilangnya Nazaleya Alofa.
"Apa gadis itu sangat berarti buatmu ? Kalau iya, kakek akan membantumu untuk mencarinya. Tapi kalau gadis itu tidak penting bagimu maka kakek akan mengenalkanmu dengan salah seorang karyawan yang tentu saja berbeda dengan gadis kebanyakan." Wajah kakek Emir berubah serius namun terlihat sangat antusias. Sebuah ide cemerlang tiba-tiba menyapa otaknya kala melihat sosok wanita cantik yang selama ini sangat serius bekerja.
"Entahlah kek, aku hanya ingin mengetahui kabarnya dan menanyakan sesuatu padanya, " Memang benar seperti itulah yang ingin dilakukan oleh Najib. Dulu ia tidak mungkin mencari keberadaan Aleya karena penerbangannya tak bisa ditunda. Namun kini ia memiliki banyak waktu hal itu..
"Pikirkan baik-baik sebelum menyesal karena mungkin saja gadis itu masih tersimpan rapi jauh di dalam lubuk hatimu akan tetapi kamu pun harus menyiapkan diri jikalau gadis itu telah menikah." Kakek Emir hanya sekedar mengingatkan karena sudah kodratnya seorang gadis menikah diusia yang memang cukup untuk membina sebuah rumah tangga.
Najib mendelik tajam mendengar ucapan sang kakek. Ia tak suka dengan kata-kata seperti itu. Aneh bukan ? Disaat ia sendiri mengatakan hanya ingin memperjelas sesuatu namun disaat sang kakek memberikan gambaran tentang kehidupan Aleya, ia merasa terganggu.
"Lebih baik kita pulang, jam pulang kantor pun kurang tiga jam." Kakek Emir berdiri terlebih dahulu. Seharusnya sejak tadi kakek Emir pulang dan beristirahat. Usianya tak muda lagi sehingga beliau tak bisa berada di luar rumah terlalu lama.
"Kakek aja yang pulang terlebih dahulu. Seharusnya aku tak buang-buang waktu. Hari ini aku akan memulai pekerjaanku." Tiba-tiba saja Najib memiliki ide untuk menuntaskan rasa penasarannya.
Najib tak yakin 100% salah mengenali seseorang. Sejak dulu ingatannya sangat baik dan orang-orang pun mengakuinya. Kalaupun Aleya kini sudah dewasa namun tidak mungkin postur tubuhnya berubah drastis dan karyawan tadi benar-benar sangat mirip dengan Aleya. Hanya saja Najib belum sempat melihat wajahnya.
Akhirnya kakek Emir mengalah dan memilih pulang ke rumah beristirahat setelah dipaksa oleh Najib. Urusan paksa memaksa memang Najib nomor satu, belum ada yang bisa menang melawannya.
Najib bergegas kembali ke ruangannya. Sapaan karyawan kebetulan berpapasan dengannya tak ia pedulikan. Najib hanya fokus dengan sesuatu yang harus ia lakukan.
Ting
Lift berhenti dan Najib keluar dengan langkah bb tergesa-gesa membuat sang sekretaris bingung sendiri. Bukankah tadi bos barunya itu pergi bersama pak Emir namun kini pria tampan itu kembali.
"Panggilkan Andika, suruh ke ruanganku !" Titah Najib lalu masuk ke ruangannya. Melisa menatap punggung tegak bos barunya yang menghilang dibalik pintu kayu besar nan kokoh dengan tatapan yang tak terbaca. Tak ingin diperintah kedua kalinya, Melihat segera bergegas ke ruangan asisten yang sebenarnya tadi dilewati oleh pak bosnya.
Tok tok tok
Ceklek
"Pak, dipanggil pak bos sekarang." Melisa hanya menonjolkan kepalanya memanggil Andika. Pekerjaannya masih banyak dan ia harus menyelesaikannya sebelum pulang agar besok pekerjaannya tak menumpuk.
Meskipun bingung, Andika tetap berjalan dengan cepat menuju ruang kerja CEO. Mungkinkah ada sesuatu yang membuat CEO kembali ? Andika semakin mempercepat langkahnya hingga hanya hitungan detik ia sudah berada di depan meja CEO.
"Bapak memanggil saya ?"
"Jangan terlalu kaku seperti itu. Kedepannya jika hanya ada kita berdua, kamu cukup memanggil namaku saja." Najib berusaha memperlakukan Andika seperti halnya ia memperlakukan David, sahabatnya. Lagipula Andika dan David memiliki kesamaan. Sama-sama ramah sehingga bisa mengimbangi dirinya terlalu kaku.
"Mana bisalah bos, terkesan kurang sopan," Andika bukannya tak ingin dekat dengan sang bos hanya saja ia belum memiliki keberanian untuk melakukannya.
"Ya sudah gak apa-apa tapi kamu harus biasakan. Jangan terlalu formal jika hanya kita berdua. Oh ya, aku mau melihat data semua karyawan yang berada di gedung ini. " Najib tak ingin melanjutkan perdebatan dengan asistennya. Sekarang yang lebih penting adalah data para karyawan.
Meskipun bingung bin heran karena CEO baru yang seharusnya menanyakan pekerjaan-pekerjaan penting tapi justru ingin mengetahui data para karyawan. Sesuatu yang sangat tidak penting menurutnya. Andika tak ingin banyak bertanya dihari pertama, ia segera membuka data karyawan perusahaan dan memberikan laptop pada Najib.
"Silahkan dilihat pak," Andika menggeser laptop agar Najib bisa melihatnya. Dan tanpa membuang-buang waktu, Najib langsung memusatkan perhatiannya pada laptop dihadapannya.
"Kamu keluar saja, selesaikan pekerjaanmu." Najib tak mengalihkan pandangannya dari layar yang kini sudah menampilkan nama-nama karyawan.
Andika lalu keluar ruangan sesuai perintah bosnya. Walaupun masih penasaran namun ia tak mungkin bertanya sesuatu yang tidak ada hubungan dengan pekerjaannya. Andika tak ingin dicap sebagai pria kepo oleh Najib karena hanya wanita yang biasanya tak busa menahan meingintahuannya tentang sesuatu.
Mata Najib memindai satu per satu nama-nama karyawan. Najib mencari nama Nazaleya Alofa sesuai dengan keahlian gadis itu saat mereka masih putih abu-abu. Aleya sangat pandai meyakinkan seseorang dan pandai dalam hitung-hitungan sehingga Najib mempersempit pencariannya pada divisi pemasaran dan divisi keuangan.
"Binggo !!!" Najib bersorak membaca nama Nazaleya Alofa pada divisi keuangan. Sekali lagi ia mengeja nama NAZALEYA ALOFA kali ini disertai dengan sebuah ide cemerlang.
Najib menyandarkan kepalanya pada kursi kerjanya yang empuk. Smirk menghiasi wajah tampannya, entah apa yang dipikirkannya saat ini.
"Aku menemukanmu, Aleya !!"
🌷🌷🌷🌷🌷
SELAMAT PAGI JELANG SIANG, READERS,,,
TERIMA KASIH ATAS DUKUNGANNYA
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!