Melihat Nari berjalan meninggalkannya Lingling bergegas berjalan ke arah pohon yang berada tidak jauh di belakangnya, Lingling langsung duduk bersila sambil mencoba mencerna semua yang baru saja terjadi padanya saat ini, Lingling masih tidak percaya dirinya berpindah ke Zaman kuno zaman di mana dunia kultivasi berada.
"Apa yang kamu pikirkan?" tanya sang Naga yang berada di dalam tubuh Lingling.
"Tidak ada," sahut Lingling cepat.
"Sekarang apa yang harus aku lakukan?" tanya Linling balik sambil memperhatikan sekelilingnya.
"Tidak bisa bela diri dan tidak memiliki kultivasi, kamu yang seperti ini tentu saja harus mempelajari keduanya," sahut sang Naga.
"Aku bisa membunuh orang walau tidak bisa keduanya itu jika tubuh ini tidak lemah," gumam Lingling pelan.
"Turuti apa yang aku katakan, sekarang kamu harus mengosongkan pikiranmu, akan aku berikan kamu pencerahan," sambung Sang Naga.
"Baiklah," ucap Lingling pasrah, lingling berpikir dirinya harus segera beradaptasi.
Lingling tau betapa susahnya seseorang yang tidak bisa bela diri, Di Kehidupannya sebelumnya Lingling mengutamakan ilmu bela diri untuk permulaan menjadi pembunuh, saat ini tentu saja dirinya harus bisa menguasai ilmu bela diri lagi seperti di kehidupan sebelumnya.
Dari dalam dirinya Linling tiba-tiba merasa sesuatu memenuhi pikirannya, Lingling berusaha mencoba mengingat dan memahami tulisan-tulisan yang terus berputar di dalam pikirannya.
"Apa kamu sudah mengerti?" tanya sang Naga.
"Aku mengerti. Yang ada di dalam pikiranku saat ini 9 kuda-kuda pertahanan, 9 teknik penyerangan dan 10 aura nadi," ucap Linling yang membuka matanya.
"Itu semua harus kamu selesaikan dalam semalam," sahut sang Naga.
"Baik, aku akan berusaha menguasainya," ucap Lingling tidak banyak protes.
Di kehidupannya yang dulu 9 kuda-kuda pertahanan dan 9 teknik penyerangan sudah dikuasainya di luar kepala, saat ini dirinya hanya perlu mengulang kembali apa yang sudah di kuasainya dulu.
Hanya dalam waktu 2 jam Lingling berhasil menguasai 9 kuda-kuda pertahanan dan 9 teknik penyerangan, tinggal langkah terakhir 10 penyatuan aura nadi yang sama sekali tidak diketahui bagaimana cara menguasainya.
"Aku tau kamu saat ini kebingungan, biar aku jelaskan," ucap sang Naga.
"Di dalam tubuh manusia memiliki 10 titik aura nadi. 2 di bagian kaki, 2 di bagian tangan 2 di bagian kepala dan sisanya menyebar ke seluruh bagian tubuh lainnnya," sambung sang Naga menjelaskan.
"Lalu bagaimana cara aku menguasai 10 titik aura nadi itu?" tanya Lingling.
"Itu mudah, kamu hanya perlu menyatukan 10 titik aura nadi menjadi satu untuk membentuk lautan nadi spiritual," sahut sang Naga.
"Aku mengerti," ucap Lingling sambil menganggukkan kepalanya.
Lingling langsung menutup matanya, tepat setelah matanya tertutup Lingling mencoba merasakan ke 10 aura nadinya yang terpencar, perlahan Lingling merasakan aura nadi yang berada di kakinya bergerak menuju titik aura nadi lainnya.
Arrrrrrrrrrkkkkkhhhh.
Arrrrrrrrrrkkkkkhhhhh.
Lingling terus berteriak menahan sakit setiap titik aura nadi menjadi satu dengan titik aura nadi lainnya, rasa sakit yang dirasakannya melebihi sakitnya tembakan yang dulu mengakibatkan kematiannya.
Setelah berusaha sangat keras Lingling mulai merasa titik aura nadinya hampir menyatu sepenuhnya, semakin cepat aura nadinya menyatu Lingling semakin merasakan sakit yang mendalam.
"Tahanlah sebentar lagi," ucap sang Naga.
Arrrrrrrrrkkkkkkkhhhhhh.
Suara teriakan keras terakhir menandakan Lingling berhasil menyatukan 10 aura nadinya menjadi satu lautan nadi spiritual, Lingling yang baru membuka mata merasakan seperti memiliki kekuatan yang mengalir di dalam tubuhnya dan itu tidak ada habisnya.
"Kamu sudah memiliki kultivasi, kamu yang sekarang berada di tingkat emas bintang 1 akhir tapi aku tidak akan mengucapkan selamat padamu langkah mu menjadi kultivator masih jauh," ucap sang Naga.
"Tapi itu sangat menyakitkan, aku belum pernah merasakan rasa sakit seperti itu," sahut Lingling.
"Sakit yang kamu rasakan sebanding dengan hasilnya, kamu tidak holeh mengeluh," ucap sang Naga kesal melihat Lingling mengeluh.
"Saat ini kamu yang berada di tingkat emas bintang 1 akhir saja sudah sangat bagus untukmu, tapi tentu saja itu berkat ku," sambung sang Naga.
"Benarkah, apa kamu bisa memberitahuku tingkat-tingkat kultivasi," sahut Lingling.
"Pengetahuan dasar seperti itu saja kamu tidak tau, apa kamu bercanda," ucap sang Naga merasa heran.
"Aku tidak bercanda, kamu jelaskan saja tingkat-tingkat kultivasi di dunia ini," sahut Lingling.
"Baiklah, kalau begitu biar aku jelaskan, Tingkat kultivasi terdiri dari tingkat Perunggu, Perak, Emas, Tingkat Cairan Bumi, Inti bumi, pusaka langit, pusaka jendral dan Kaisar. Setiap tingkatan terdiri dari 3 bintang dan setiap bintang terdiri dari awal, menengah dan akhir."
Sang Naga menjelaskan dengan detail ke Lingling walau sang Naga penasaran bagaimana bisa ada manusia yang tidak tau tingkatan kultivasi mereka seperti wanita yang ada di depannya saat ini.
"Hem, ternyata seperti itu," ucap Lingling menganggukkan kepalanya.
"Karena kamu tidak berbakat dan tubuhmu lemah walau berguru mungkin saat ini kamu masih ditingkat perak bintang 1 awal. Kamu beruntung ada aku yang memberimu pencerahan," sahut sang Naga bangga.
"Kalau begitu aku sangat berterima kasih padamu," ucap Lingling.
"Itu sudah seharusnya," sahut sang Naga.
"Aku belum memperkenalkan diri namaku Lingling siapa namamu?" Long Xu memperkenalkan diri.
"Aku tidak punya nama dan nama tidak penting bagiku, naga lain memanggilku Pertama kamu juga bisa memanggilku seperti itu," sahut sang Naga.
"Bagiku nama itu penting, bagaimana kalau kamu aku beri nama Sai," ucap Lingling
"Sai, terdengar tidak buruk juga," sahut sang Naga.
"Sekarang apa yang harus aku lakukan?" tanya Lingling
"Tentu saja kamu harus menjadi lebih kuat, karena setelah kamu menjadi lebih kuat aku membutuhkan bantuanmu," sahut Sai sang Naga.
"Setidaknya untuk saat ini kamu harus berada di tingkat emas bintang 3 akhir, setelah itu aku akan memberitahumu apa yang akan kamu lakukan," sambung Sai.
"Kamu benar, lagi pula aku memang harus menjadi jauh lebih kuat karena ada dendam yang harus dibayar, jadi aku harus bagaimana agar bisa lebih kuat," sahut Lingling sambil mengepalkan tangannya.
"Inti spiritual sangat cocok untuk meningkatkan tingkatan kultivasimu, dan hutan terlarang saat ini berada tidak jauh dari sini, kamu bisa pergi ke sana sekarang," ucap Sai.
"Kalau begitu tunggu apa lagi, aku akan pergi ke sana sekarang juga," sahut Lingling penuh semangat.
Beristirahatlah dengan tenang, serahkan semua padaku akan aku balas mereka yang dulu menindasmu," dalam hati Lingling sambil mengepalkan tangannya.
Perjalanan menuju hutan terlarang memakan waktu 3 jam, Lingling yang berangkat tengah malam akhirnya sampai di hutan terlarang pagi hari.
Tulisan hutan terlarang terpasang jelas sebelum memasuki hutan, tanpa mempedulikan tulisan yang dibacanya Lingling langsung memasuki hutan terlarang begitu saja.
"Hei, untuk saat ini lebih baik kamu mencari hewan spiritual level 4 ke bawah, kekuatanmu yang sekarang masih belum cukup kuat untuk melawan hewan spiritual level 4 ke atas," ucap Sai memperingati Lingling sebelum terlambat.
"Aku tau, tenang saja," sahut Lingling sambil memperhatikan sekelilingnya.
Di dalam hutan Lingling mulai memperhatikan sekelilingnya, baru beberapa detik Lingling berada di dalam hutan suara langkah kaki hewan spiritual terdengar berjalan mendekat ke arahnya.
Hoss, hoss, hoss.
Lingling terkejut melihat rusa bertanduk emas yang berada tidak jauh darinya, perasaan takjub karena baru pertama kali melihat Rusa bertanduk emas membuat Lingling melupakan seberapa bahayanya hewan spiritual itu.
"Jangan hanya diam, kalau kamu terus diam seperti itu siap-siap saja menunggu kematian mu," ucap Sai.
Baru selesai Sai berbicara rusa bertanduk emas langsung berlari ke arah Lingling, refleks cepat dari kehidupan sebelumnya saat menjadi pembunuh bayaran menyelamatkan Lingling yang berhasil menghindar.
"Rusa sialan cari mati," ucap Lingling kesal sendiri, andai tadi dirinya tidak sempat menghindar badannya pasti sudah terkena tanduk Rusa itu.
"Itu bukan salahnya, cepat selesaikan," sahut Sai yang malah menyalahkan Lingling.
Wheeeeeessssss.
Wheeeeeeeessssss.
Lingling berlari ke arah Rusa sambil mengayunkan pedang usang nya yang sudah berkarat, ayunan pedang Lingling yang bergerak cepat membuat sang Rusa tidak sempat menghindarinya.
"Cih, ternyata ini sangat mudah," ucap Lingling bangga berhasil membunuh sang Rusa.
"Apa yang kamu banggakan, Rusa itu hanya hewan spiritual level 2 jelas saja kamu dengan mudah membunuhnya" sahut Sai.
"Cepat ambil inti hati hewan spiritual itu sebelum hewan spiritual lain mengepung mu," sambung Sai.
Lingling bergegas mengambil inti hati Rusa bertanduk emas seperti yang dikatakan Sai, inti hati yang sudah berada di tangan Lingling membuat Lingling bingung harus menyimpan di mana inti hati Rusa bertanduk emas itu.
"Langsung kamu telan saja, inti hati hewan spiritual masih bisa bertahan sampai 3 jam sebelum diserap," ucap Sai.
"Baiklah, kalau begitu aku akan langsung menelannya," sahut Lingling.
Selesai menelan inti hati Rusa bertanduk emas Lingling kembali melanjutkan perjalanannya, dalam dua jam Lingling berhasil membunuh beberapa hewan spiritual level 3 ke bawah.
"Haaah, haaaah, haaaah. Apa itu sudah cukup," ucap Lingling sambil mengatur nafasnya yang tidak beraturan.
"Tentu saja belum, tapi lebih bagus kamu serap saja dulu semua yang kamu telan itu baru lanjut lagi," sahut Sai.
Lingking langsung bersandar di bawah pohon besar sambil menutup matanya, perlahan inti hati yang ditelannya tadi mulai menyatu dengan sedikit kekuatannya dan menyebar ke seluruh tubuhnya.
Setelah menyerap inti hati selama 2 jam Lingling kembali membuka matanya, Lingling yang baru membuka mata samar-samar mendengar suara desisan ular dari semak yang tidak jauh darinya.
"Bahaya, cepat pergi," ucap Sai.
"Kenapa?" tanya Lingling tidak mengerti.
Seeeesssssstttttsssss.
Seeeesssssssstttttsssss.
Desisan yang terdengar semakin dekat membuat Lingling semakin waspada, benar saja dari balik semak Ular kepala 3 mendekati Lingling sambil terus menjulurkan lidahnya.
"Ular kepala tiga," ucap Lingling yang kaget.
"Ular kepala tiga hewan spiritual level 5, kamu masih belum mampu menghadapinya," sahut Sai.
"Tidak masalah, cepat atau lambat aku pasti akan berhadapan dengan hewan spiritual level 4 atas, aku hanya perlu berusaha lebih keras," ucap Lingling.
"Kalau begitu kamu harus ingat satu hal, jangan sampai kamu terkena racun Ular itu walau hanya sedikit," sahut Sai.
Ular kepala tiga terus melenggak-lenggok kan kepalanya mengikuti setiap gerakan Lingling, Ular kepala 3 yang terkenal tanpa ampun langsung menyerang Lingling yang terdiam.
Wheeeeessssss.
Serangan dadakan dari sang Ular berhasil dihindari Lingling, Lingling tidak menyangka serangan Ular kepala 3 sangat cepat.
"Haaaah, haaaah. Sialan hampir saja aku mati," ucap Lingling.
Whuuuuuuuuuuussssssss.
Semburan bisa sang Ular kembali mengejutkan Lingling, walau sempat menghindar Lingling masih bisa mencium bau dari bisa ular kepala 3 hingga membuatnya merasa pusing.
"Kontrol dirimu, kalau kamu tidak sadarkan diri sekarang kamu bisa mati," ucap Sai.
"Aku tidak kuat," sahut Lingling.
Bruuuuuuuuk.
Lingling yang tidak bisa menjaga kesadarannya terjatuh pingsan. Kesempatan berharga dimanfaatkan sang Ular kepala 3 bergerak cepat ke arah Lingling untuk menghisap kultivasinya dan menyebarkan racunnya di tubuh Lingling.
"Tidak boleh mati."
Jedug.
Lingling langsung membuka matanya setelah mendengar teriakan tepat di telinganya, Lingling yang melihat Ular kepala 3 semakin mendekat bergegas mengambil pedangnya.
"Matilah," teriak Lingling sambil mengayunkan pedangnya.
Wheeeeeeeessssssss.
Ayunan pedang Lingling membelah Ular kepala 3 menjadi 2 bagian.
Lingling kembali tidak bertenaga setelah sang Ular kepala 3 mati, dalam setengah sadarnya Lingling masih tidak percaya dirinya bisa membunuh hewan spiritual level 5.
***
Tetesan air membangunkan Lingling, Lingling yang perlahan membuka mata baru sadar diri belum sempat menelan inti hati Ular kepala 3.
"Gawat, sudah berapa lama aku tidak sadarkan diri," ucap Lingling setengah berteriak.
"Tenang saja baru 2 jam lebih," sahut Sai.
"Kalau begitu aku harus menyerapnya sekarang, aku tidak mau usahaku yang membuatku hampir mati lagi terbuang begitu saja," ucap Lingling yang bergegas mengambil inti hati Ular kepala 3 dan langsung menyerapnya.
"Hampir mati lagi, apa maksud Anak ini," pikir Lingling tidak mengerti apa yang dikatakan Lingling barusan.
Satu jam berlalu begitu saja saat Lingling menyerap inti hati Ular kepala 3, dari dalam tubuhnya Lingling bisa merasakan aliran kekuatannya meningkat dan menyebar ke seluruh tubuhnya.
"Lumayan, diumur mu yang masih muda sudah berada ditingkat emas bintang 3 awal, jika orang lain tau mereka pasti terkejut karena kamu menerobos hanya dalam satu malam," ucap Sai.
"Aku kira aku sudah sampai ditingkat emas bintang 3 akhir, ternyata masih ditingkat emas bintang 3 awal," sahut Lingling sedikit kecewa.
"Kamu hanya menyerap beberapa inti hati hewan spiritual, sudah sampai ditingkat itu saja sudah lumayan bagimu. Lebih baik saat ini kamu segera kembali pulang, sampai di sana kamu bisa berlatih dengan begitu menerobos tingkat tidaklah sulit untukmu dan aku bisa memberitahumu apa yang kubutuhkan darimu," ucap Sai.
Lingling langsung mengepalkan tangannya setelah mendengar Sai menyuruhnya pulang, Lingling sudah tidak sabar ingin memberikan pelajaran pada Ibu dan Kakak tirinya.
"Walau aku belum seberapa kuat dendam sepertinya tetap harus dibalas, mereka semua yang berani mengatai ku sampah sudah sepantasnya mendapatkan hukuman," ucap Lingling.
Berada ditingkat emas bintang 3 awal diumur 17 tahun Lingling termasuk jenius, tapi kenapa anak ini seperti belum puas," pikir Sai.
Sepanjang perjalanan Lingling sudah tidak sabar ingin melihat ekspresi Kakak tirinya yang mengharapkan kematiannya, walau memang benar Lingling yang sebenarnya sudah mati dan sudah digantikan oleh dirinya dendam sang pemilik tubuh akan dibalas kan oleh Lingling.
"Haaaaaaah, tunggu saja, Aku tidak akan tinggal diam, setelah ini mereka harus menerima akibatnya karena sudah membuat pemilik tubuh ini mati," ucap Lingling pelan sambil mengepalkan tangannya.
Gerbang besar kota Kasari sudah dilewati Lingling yang keluar dari hutan, Lingling berhenti sejenak memperhatikan sekelilingnya, kota tempat pemilik tubuh sebelumnya yang merasa sangat tersiksa kini telah di pijaknya.
"Itu bukannya Lingling Anak tidak berguna keluarga Xi, bukannya dia sudah mati," bisik para warga yang melihat Lingling kembali dan terlihat baik-baik saja.
Pendengaran Lingling yang tajam bisa mendengar pembicaraan mereka, walau mendengarnya Lingling hanya menyunggingkan bibirnya sambil terus berjalan begitu saja.
"Sepertinya kamu tidak mudah terprovokasi," ucap Sai.
"Heeeeh, menghadapi mereka tidak ada untungnya, jadi lebih baik berhadapan langsung dengan yang memulainya saja," sahut Lingling santai.
"Pemikiran yang bagus," ucap Sai.
Lingling yang sudah sampai di depan rumah keluarga Xi bergegas masuk, dua penjaga yang berjaga dibalik gerbang masih tidak percaya apa yang mereka lihat.
"Bukannya dia yang tidak berguna sudah mati," ucap salah satu penjaga yang terus menatap Lingling.
"Aku juga mendengarnya seperti itu dari Nona Ning Xi," sahut penjaga lainnya.
Lingling menghentikan langkahnya dan memutar badannya menatap kedua penjaga dengan tajam, Berani sekali dua penjaga itu mengatainya tidak berguna, apa keduanya berpikir status mereka lebih tinggi dari pemilik tubuh sebelumnya.
"Kalau kalian berdua tidak bisa menjaga mulut, aku tidak keberatan merobeknya," ucap Lingling.
Kedua penjaga langsung terdiam dan menundukkan kepala, mereka merasa tatapan tajam yang diberikan Lingling ke mereka bukan seperti Lingling yang biasanya.
"Wah wah wah, aku kira ada apa ternyata Adikku tersayang sudah kembali, aku kira kamu sudah mati," ucap Ning Xi .
"Heeeh, aku tidak mungkin mati sebelum orang sepertimu mati terlebih dulu," sahut Lingling menyunggingkan bibirnya.
"Lancang, sebagai Anak tertua keluarga Xi aku akan memberikanmu pelajaran," teriak Ning Xu tidak terima Lingling berani menjawab perkataannya.
Ning Xi langsung mengambil cambuk yang ada di pinggangnya, cambuknya yang terbuat dari kulit-kulit hewan spiritual bersiap diayunkannya ke Lingling.
"Dasar tidak berguna terima ini," teriak Ning Xi.
Cheeeeeeettttaaaaaaaarrrr.
Cheeeeeeettttaaaaaaaarrrrr.
Suara cambukan menggelegar. Ning Xi tersenyum setelah dua kali mengayunkan cambuknya, Ning Xi yakin tubuh Lingling yang lemah pasti penuh Luka saat ini.
"Cih, apa hanya segitu saja kemampuanmu Kakak, kamu sungguh membuatku kecewa," ucap Lingling menyunggingkan bibirnya.
"Itu tidak mungkin," sahut Ning Xi.
Ning Xi tidak percaya melihat Lingling baik-baik saja, Lingling yang tidak bisa bela diri dan tidak memiliki kultivasi bagaimana bisa menghindari cambukannya.
"Itu pasti hanya kebetulan, terima ini," teriak Ning Xi bersiap mengayunkan kembali cambuknya.
Cheeeeeeettttaaaaaaaarrrr.
Cheeeeeeettttaaaaaaaarrrrr.
Suara cambukan kembali menggelegar. Kali ini tidak menghindar, Lingling langsung menangkap cambuk Ning Xi yang mengarah padanya.
"Jenius keluarga Xi, apa segini saja kemampuanmu," ucap Lingling terang-terangan menghina Ning Xi.
"Lepaskan cambukku," sahut Ning Xi.
"Baiklah, karena kamu sangat suka mencambuk orang lain rasakan saja sendiri cambukmu," ucap Lingling yang tiba-tiba tersenyum.
Lingling menarik cambuk Ning Xi hingga terlepas dari tangannya, cambuk yang sudah berada di tangannya membuat Lingling menyunggingkan bibirnya dan berjalan mendekati Ning Xi bersiap mencambuknya.
"Kamu mau apa? mau mencambukku, kamu bahkan tidak punya tenaga untuk itu," ucap Ning Xi mengejek Lingling.
"Benarkah, kalau begitu mari kita buktikan," sahut Lingling.
Cheeeeeeettttaaaaaaaarrrr.
Cheeeeeeettttaaaaaaaarrrrr.
"Arrrrrkkkkkhhhhhh, sakit."
"Ibu tolong aku Ibu," teriak Ning Xi.
"Hentikan, apa yang kamu lakukan pada Ning Xi?" teriak Weng Xi Ibu tiri Lingling.
"Ibu lihatlah, Adik mengambil cambukku dan dan mencambukannya padaku," ucap Ning Xi yang langsung memeluk Ibunya.
"Beraninya kamu berbuat seperti itu pada Kakakmu, dasar Anak tidak berguna," teriak Ibu tiri.
"Heeeeeh, hahahahaha. Padahal dari awal kamu sudah melihat Anakmu memprovokasiku tapi sekarang kamu mau menyalahkan ku," sahut Lingling.
Cih, kenapa Anak ini berbeda dari biasanya," dalam hati Ibu tiri Lingling mengepalkan tangannya melihat perbedaan Lingling.
"Ayahmu sudah dekat, apa kamu akan terus melanjutkannya," ucap Sai.
"Tentu saja, ini akan menjadi semakin menarik," sahut Lingling.
"Diam kamu Anak tidak berguna yang hanya bisa mempermalukan nama keluarga. Seharusnya aku kirim saja pembunuh bayaran untuk menghabisi mu agar kamu tidak lagi kembali ke rumah ini," ucap Ibu tiri Lingling.
"Kamu ingin membunuhnya!" sahut Liong Xi Ayah kandung Lingling.
"Suamiku," ucap Ibu tiri Lingling terkejut.
"Suamiku kamu salah dengar, aku tidak mungkin membunuh Anak kita walau aku Ibu tirinya," sambung Ibu tiri Lingling.
"Aku mendengarnya dengan jelas, jadi selama aku tidak ada seperti ini perlakuanmu padanya, bahkan kamu sampai mau membunuhnya, apa kamu masih ingin menyangkalnya," sahut Ayah Lingling.
"Dengarkan aku dulu suamiku, lihatlah Ning Xi dibuat sampai seperti ini olehnya, sebagai seorang Ibu wajar bukan kalau aku marah," ucap Ibu tiri Lingling sambil memeluk Anaknya. kondisi tubuh Ning Xi yang saat ini penuh luka pasti akan membuat suaminya menghukum Lingling.
"Ning Xi kenapa kamu bisa sampai seperti ini," sahut Ayah Lingling yang langsung berjalan ke arah Ning Xi.
"Sakit Ayah," ucap Ning Xi memasang wajah sedihnya.
Ayah Lingling berjalan ke arah Lingling dengan tatapan tajamnya, selama ini Ayah Lingling tidak tau apa yang sudah terjadi pada Lingling, yang Ayahnta tau Lingling hanya tidak berbakat tanpa tau penderitaan apa yang dirasakannya.
"Apa kamu yang melakukannya?" tanya Ayah Lingling.
"Iya, aku yang melakukannya," sahut Lingling antai.
"Apa alasannya?" tanya Ayah Lingling lagi.
"Balas dendam, selama ini aku sudah cukup menderita karena mereka, bahkan yang dirasakan dia tidak sebanding dengan yang kurasakan selama ini," sahut Lingling menunjuk ke arah Ning Xi.
Ayah Lingling langsung terdiam, selama ini Lingling tidak pernah bercerita apa-apa padanya apa lagi dirinya jarang di rumah, sebenarnya apa yang sudah dilewatkannya hingga Anaknya memiliki dendam seperti itu.
"Jangan dengarkan dia suamiku, yang dikatakannya tidak benar, aku tidak pernah seperti itu," ucap Ibu tiri Lingling
"Diamlah," bentak Ayah Lingling matanya berganti menatap tajam sang istri.
"Maafkan Ayah, selama ini Ayah tidak tau kamu menderita, kenapa kamu tidak pernah bercerita pada Ayah," ucap Ayah Lingling sambil menatap Lingling.
"Cih," sahut Lingling yang langsung berjalan pergi begitu saja.
"Heeeeh, sadis sekali caramu tadi, tapi aku sangat menyukainya," ucap Sai.
"Ini masih belum seberapa, kedua orang itu harus merasakan yang lebih dari ini," sahut Lingling mengepalkan tangannya.
"Kalau saja aku menuruti keegoisanku sudah mati dia, aku harus bersabar kesempatan masih banyak untuk membalas mereka," dalam hati Lingling.
Dendamnya sangat besar pada mereka semua dirinya tidak akan membiarkan keluarga Xi dan semua orang yang membuatnya menderita merasakan bahagia, mereka semua harua lebih menderita darinya pikir Lingling.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!