Voment please... ...
Happy readingggg.. ..
"Hancurkan secepatnya!" pinta seorang lelaki yang menahan amarahnya. Pria itu menatap tajam penuh amarah laki-laki di hadapannya dengan tarikan nafas dalam. Ia sadar bahwa bukan laki-laki di hadapannya ini musuh yang sesungguhnya.
"Baik tuan." jawab seorang laki-laki yang berjas hitam. Lalu menunduk hormat pada atasannya itu, Ia juga tidak sanggup membantah dalam ke adaan sekarang ini.
Beberapa Dokter berlarian ke arah ruangan di mana seorang pasien tengah mengalami kejang-kejang. Pria itu mendekati ruangan di mana orang yang Ia ingin lindungi berada di dalam sana saat para Dokter mengambil alih ke adaan dan menutup pintu ruangan dengan rapat. Hingga pria itu tidak dapat melihat apa yang terjadi di dalam sana.
"Dokter Yo, pasien mengalami penurunan pada detak jantungnya" teriak seorang suster. Dokter dengan panggilan Dokter Yo itu menatap pasiennya sebentar lalu menoleh ke arah para suster yang membantunya. Dia menggeleng menandakan bahwa pasiennya akan menyerah pada takdirnya pada hari ini. Meski Ia hanya seorang Dokter, namun semua usahanya akan percuma jika Ia meneruskan semua pertolongan pada wanita yang tengah terbaring ini. Yang bisa Ia lakukan adalah memenuhi segala yang akan wanita itu katakan untuk yang terakhir kalinya.
"Apa yang ingin Kamu katakan?" tanya Dokter yang terlihat cantik dan muda itu. Dokter itu mendekatkan telinganya pada mulut pasien, Ia tersenyum. Lalu saat kepalanya terangkat suara alat medis dengan bunyi panjang berbunyi.
Dokter Yo mengusap kepala pasien dengan lembut dan para suster bergerak melepas alat penunjang ke hidupan wanita itu. Setelahnya para suster ke luar dari ruangan pasien tersebut. Mulanya ada tiga suster dan satu dokter saat masuk namun saat ke luar dari ruangan hanya nampak tiga suster saja.
"Maaf Tuan, Kami tidak bisa menyelamatkan tunangan Anda." ucap seorang suster yang merasa bersalah pada laki-laki tampan di hadapannya saat ini.
Laki-laki itu terkulai lemas di lantai, dengan air mata yang dengan laknatnya ke luar tanpa permisi. Hatinya sakit tanpa ada luka yang berdarah, jiwanya seolah terlepas dari raganya. Ia tidak siap menerima ini semua, baru saja. Baru Ia akan memulai segalanya, tapi sepertinya semua sudah terlambat.
Dengan langkah lunglai dan pandangan kosong laki-laki itu menghampiri ranjang pasien. Di mana seorang wanita cantik terbujur kaku, dalam ke kakuannya Ia terlihat tersenyum. Tangan laki-laki itu terulur untuk mengusap pipi wanita yang berharga dalam hidupnya yang terasa dingin. Biasanya wanita itu akan tersenyum padanya, senyum yang begitu indah. Namun kini, mulai saat ini pria itu tidak akan dapat melihat senyum itu kembali.
"Ke napa Kamu tidak coba bertahan?" tanyanya dengan senyum mirisnya. Ia tahu bahwa pertanyaannya tidak mungkin mendapat respon, tapi Ia bisa apa?.
"Kamu tahu, Kita akan menikah bukan?" tanyanya pada ruang sunyi. Para suster yang akan membersihkan tubuh kaku itu sampai tergugu di ambang pintu. Melihat bagaimana seorang pria yang merasa terluka akibat di tinggalkan.
Bagaimana mereka seolah merasakan perasaan laki-laki itu. Dalam ke adaan lelahpun laki-laki itu tetap berusaha datang ke rumah sakit hanya untuk melihat sang pujaan hati. Tidak peduli siang ataupun malam, panas terik ataupun malam yang dingin. Pria itu berusaha sebisa mungkin datang ke rumah sakit saat pihak rumah sakit memberinya kabar.
Lelaki yang terkenal tampan dan mapan itu sungguh menjadi idola di rumah sakit. Bagaimana ke setiaanya pada wanita dengan ke adaan yang tidak bisa di pastikan, mengajaknya mengobrol. Memperhatikannya dengan cara mencium punggung tangan ataupun dahi wanitanya. Setiap hari juga pria itu tidak lupa membawakan sebucket bunga dengan warna terang.
Sungguh siapapun wanitanya Ia akan sangat bahagia mendapatkan laki-laki berumur 24 tahun sepertinya. Laki-laki yang mampu memperhatikan dan mencintai wanitanya.
"Maaf tuan, Kami akan membersihkan tubuh Nona dan ruangan ini." ucap seorang suster yang tadi melihat bagaimana detik wanita itu meninggal. Ia menatap pria itu dan tubuh wanita yang ada di brankar rawat bergantian. Sebagai seorang wanita, Ia melihat ada setitik ke rapuhan dalam manik mata hitam itu.
"Baik suster, tolong Aku hanya butuh waktu lima menit." laki-laki itu berdiri di samping ranjang, memandangi wajah bahagia dan damai wanita yang telah mengisi harinya selama 2 tahun itu untuk yang terakhir kalinya. Untuk Ia kenang dalam ingatannya, bahwa pernah ada seorang wanita yang singgah dalam hidupnya, walau Tuhan hanya memberinya waktu yang cukup singkat.
"Sayang, Kamu belum menjawabku. Jika Kamu menjawab iya. Maka Aku akan menikahimu di surga saat kita bertemu nanti. Jika tidak, Aku yakin Kamu sudah lelah karena sikapku. Maafkan Aku yang terlalu sibuk." laki-laki itu mengecup dahi wanitanya, suster yang ada di sana meneteskan air mata. Tidak kuat melihat pemandangan yang selalu menyayat hati, siapapun orangnya pasti berat jika di tinggalkan untuk selama-lamanya. Bukan hanya pria segudang pesona itu saja.
"Oh ya, Kamu lihat cincin ini?" tanyanya yang jelas tidak ada respon. Laki-laki itu mengeluarkan gelang perak dengan benang hitam tebal, memasukkan sepasang cincin pada gelang tersebut.
"Aku akan memakainya terus agar Kamu ingat bahwa Aku akan selamanya mencintaimu." laki-laki itu tersenyum manis. Senyum pertama dan terakhir untuk mengiringi ke pergian wanitanya.
"I love u more more then more." Dia menarik nafas dalam lalu pandangannya beralih pada suster.
"Silahkan suster dan tolong perlakukan dengan baik!" ucapnya lalu berlalu meninggalkan ruangan di mana Dia harus merelakan dengan paksa wanitanya pergi dengan tenang.
Dadanya memang sesak dan sakit tapi apa yang dapat Ia buat? Ketika takdir Tuhan jauh lebih mutlak dari pada ke inginannya untuk membuat wanitanya tinggal bersamanya lebih lama. Yang berarti akan jauh lebih menyiksanya, Ia tidak akan berlaku egois.
"Suster ke mana Dokter yang tadi menangani tunangan Saya?" tanyanya, suster itu hanya menggeleng.
"Maaf Tuan, Dokter sudah pergi." jawab suster dengan senyumnya yang ramah.
"Pergi? Maksud suster?" tanya laki-laki itu penasaran.
"Maaf tapi Dokter bilang bahwa suatu saat akan menemui Tuan dan akan menyampaikan hal terakhir yang di katakan oleh tunangan Anda padanya." laki-laki itu terkejut.
"Jadi maksud suster tadi-." suster mengangguk.
"Tadi pasien sempat berkomunikasi dengan Dokter kami, tapi hanya Dokter yang tahu hal terakhir yang di inginkan tunangan Anda." dada laki-laki itu semakin terasa sesak saat mengetahui bahwa wanitanya sempat sadar dan berbicara dengan orang lain bukan dirinya.
"Aku ingin bertemu dengan Dokter itu!" ucapnya tegas tanpa bantahan, sebenarnya suster itu sempat takut namun lagi dia hanya mampu tersenyum.
"Sebelum waktunya Tuan hanya akan terus menunggu, beliau akan datang pada Tuan." setelah mengatakan hal itu suster berlalu begitu saja tanpa menunggu reaksi laki-laki yang sudah geram dengan wajah merah padam.
"Aku akan menemukanmu!" ucapnya dalam hati.
****
Voment please... ...
voment please.. ..
Empat tahun kemudian...
Seorang pria dengan setelan jas biru dongker yang membungkus tubuh atletisnya ke luar dari mobil mewahnya dengan wajah datarnya. Siapa yang tidak kenal dengan Raynaldo Kehliano? Pria bujangan yang mampu menghipnotis wanita, bukan pria dengan sejuta sifat minusnya. Tapi pria dewasa yang mampu membuat para wanita kagum akan hebatnya pria itu.
Direktur utama Kehl Inc. perusahaan tekhnologi ternama di dunia. Pria muda dengan gelar billionare itu selalu saja memikat hati banyak wanita, tapi semuanya terlihat sia-sia karena sampai saat ini laki-laki itu masih enggan mempunyai hubungan dengan wanita. Seolah ke hilangannya dulu adalah pukulan telak yang mampu menjadi penghalangnya untuk bersanding dengan wanita manapun.
Banyak yang menganggapnya gay atau petarung ONS (One Night Stand), namun pada nyatanya tidak seorangpun bisa membuktikan ucapan ataupun desas desus yang beredar. Pria itu bersih dari tuduhan negatif yang sering kali beredar tanpa bukti di luar sana. Pria itu memang sering mengunjungi club malam, tapi itu atas bujuk rayu semua sahabatnya dan untuk menghargai persahabatan mereka.
Pria itu jarang tersenyum, dan dalam dunia bisnis Dia terkenal sangat tegas pada semua relasi bisnisnya, Ia tidak menerima kata batal dalam setiap kerja sama yang Ia lakukan. Lalu Ia juga tidak segan akan membuat bangkrut perusahaan lain yang sengaja mempermainkannya.
Sifatnya itu sudah banyak di ketahui oleh perusahaan lainnya yang ingin mengajukan kerja sama dengan perusahaan Aldo. Pria itu akan langsung membatalkan kerja sama saat itu juga jika Aldo menganggap akan merugikan perusahaan. Bukan apa-apa, tapi jika perusahaannya bangkrut maka Ia kasihan pada ratusan karyawannya yang selama ini sudah ikut andil membesarkan nama Kehl.
"Tuan, Anda sudah di tunggu tuan Alan?" Aldo, sapaan orang padanya. Aldo mengernyitkan dahinya mendengar nama yang tidak asing itu.
"Alan?" ulangnya, pria berjas hitam itu mengangguk lalu membukakan pintu ruangan kerja direktur untuk Tuannya.
"Aldo." sapa seorang laki-laki yang tidak kalah tampan dengan Aldo, Alan. Pria dengan setelan jas rapi dan senyum yang sudah lama Aldo ingin lihat kembali.
"Kapan Lo pulang?" tanya Aldo yang duduk di kursi ke besarannya tanpa mau membalas rentangan tangan sahabatnya sejak Dia duduk di sekolah tingkat pertama. Alan mendengus, Aldo memang sengaja melakukannya.
"Lo makin sakit." Alan tidak menjawab malah menggerutu karena tidak di hiraukan oleh sahabatnya. Aldo menaikkan satu alisnya, Ia hafal akan reaksi Aldo yang selalu berlebihan menanggapi sesuatu.
"Apa ada masalah?" tanya Aldo, Alan memutar matanya malas. Aldo terkekeh lalu berdiri memeluk Alan ala laki-laki. Siapa sangka jika laki-laki dingin seperti Aldo bisa berekspresi jika bersama Alan? Ya hanya Alan sahabat dekat dan keluarganya selain sahabat-sahabatnya yang lain, Leo ataupun Arkan.
Alan sendiri sudah terkekeh atas sifat jahil Aldo padanya. Ternyata Aldo juga merindukannya, sahabatnya itu benar-benar sok jual mahal.
Orang tua Aldo meninggal, Mommynya neninggal sejak Ia berusia 9 tahun dan Ayahnya meninggal 2 tahun yang lalu. Dan banyak ke pedihan yang Ia lalui selama ini, dan Ia selalu menghilangkan semua itu pada pekerjaannya yang terus menuntut.
"Lo itu selalu dingin! Cairkanlah sedikit." ucap Alan tanpa ragu pada Aldo dan Aldo malah tertawa mendengar ucapan Alan. Alan adalah satu-satunya sahabat yang selalu menekan Aldo untuk berubah, satunya sahabat yang selalu ada di saat Aldo dalam masa terpuruk. Keluarga Alan adalah keluarga yang selalu menyediakan apapun yang di perlukan Aldo, tempat berlindung Aldo juga saat Aldo baru menapaku dunia bisnis yang kejam.
"Gue belum tahu, bisa atau enggaknya." Aldo mengedikkan bahu. Alan ikut mengutip masa lalu mereka.
"Dia selalu cantik." puji Alan, Aldo tersenyum.
"Ya, Dia selalu cantik dan Gue dulu tidak bisa lepas darinya." jawab Aldo dengan menatap bingkai foto tepat di hadapannya. Foto besar itu masih Aldo simpan untuk menghormati ke pergian wanita itu. Sungguh Aldo sudah mampu menghilangkan ke sedihan itu.
"Lo sudah temukan mereka?" tanya Alan dengan kepalanya yang masih bersandar pada headtender sofa tamu sahabatnya.
"Tidak mudah menemukan mereka! Rumah sakit Lo bahkan tidak ada yang mengenal mereka." Alan menatap sahabatnya dengan badan tegap, Aldo tersenyum. Dia tahu bahwa Alan juga terkejut. Aldo paham karena rumah sakit milik Ayah Alan adalah kelas atas dengan Dokter dan ke amanan jangan di tanyakan.
"Lo yakin? Lalu bagaimana dengan suster-suster itu?" tanya Alan hampir tidak percaya dengan perkataan Aldo.
"Bahkan setelah malam di mana suster itu kasih tahu Gue bahwa Dokter itu akan temui Gue, Dia juga seolah tertelan bumi." Alan berkesiap, hampir tidak percaya jika rumah sakit milik keluarganya akan ke colongan seperti ini.
"Lo sudah minta CCTV pada pihak ke amanan?" tanya Alan, Aldo tersenyum. Dia tahu bahwa Alan begitu khawatir padanya.
"Lo tahukan kalau pihak utama dari rumah sakit saja yang bisa ke ruang ke amanan itu?" Alan berdecak tidak habis pikir dengan otak sahabatnya itu.
"Ck, Lo ke napa enggak bilang ke Gue?" tanya Alan kesal, ini sudah 4 tahun dan sahabatnya batu itu baru bilang sekarang, Alan mendengus.
Alan mengakui bahwa rumah sakit milik keluarganya memiliki ke amanan yang benar-benar ketat, bahkan untuk penjaga rekap CCTV saja harus berpendidikan tinggi dengan tingkat ke mampuan di atas rata-rata. Alan mengakui ke setiaan mereka, tidak menerima apapun untuk membocorkan apapun yang terjadi di perusahaan demi ke selamatan para pekerjanya. Dan hanya satu orang yang dapat mengakses semua aset milik keluarga Alan, dan itu tentu bukan Alan.
"Gue enggak mau ganggu Lo." Alan semakin geram. Jika Aldo berpikir seperti itu, bukannya Aldo bisa meminta tolong pada Ayahnya?.
"Gue sahabat Lo kan?" tanya Alan, Aldo mengernyitkan dahi lalu mengangguk.
"Lo masih anggep Gue sahahat Lo atau enggak?" tanya Alan lagi.
"Baik-baik, Gue menyerah." serah Aldo yang tahu bagaimana sifat Alan yang mudah merajuk, namun sifat itulah yang membuat persahahatan mereka terasa berbeda.
"Kapan Lo punya waktu?" tanya Alan yang juga tahu betul jadwal Aldo yang super sibuk.
"Kapanpun Lo bisa." jawab Aldo enteng.
"Lo masih sering pergi ke club?" tanya Aldo dengan menyesap anggur tuanya, Alan mengangguk.
"Lo mau ikut?".
"Tidak!".
"Lalu?" tanya Alan penasaran, Ia tahu Aldo tidak pernah suka dengan club malam. Namun Ia penasaran ke napa sahabatnya itu bertanya soal club malam padanya? Alan memiringkan kepalanya, ingin memastikan apakah Aldo sudah dapat menikmati hidup layaknya billionare lainnya?.
"Apa?" bukannya menjawab, Aldo balik bertanya karena mendapat tatapan mengintimidasi serta senyum menggelikan dari Alan.
"Baiklah! Gue pergi dulu, besok Gue tunggu di rumah sakit jam 10 pagi." Alan berdiri menatap sahabatnya yang baik-baik saja meski nyatanya berbanding terbalik.
"Kapan Lo kembali?" tanya Aldo.
"Lo enggak berniat ngusir Guekan?" tanya Alan balik, Aldo terkekeh.
"Gue tahu Lo sangat sibuk! Om Zidan pasti ngasih Lo banyak pekerjaan." ucap Aldo mengejek, tahu betul orang tua Alan adalah pemilik berbagai perusahaan dan rumah sakit ternama di seluruh negara. Zalano Kelvin anak dari Zidan Kelvin
""Lo salah! Gue akan menetap di sini!".
voment please.. ..
Happy reading
Kelv Hospital hari ini sesak dengan orang yang terheran akan ke datangan dua pria tampan yang sangat terkenal namanya di kalangan masyarakat. Apalagi anak pemilik rumah sakit yang mereka tempati sekarang, untuk sekedar berobat atau mengunjungi salah satu pasien.
Semua suster dan dokter di buat kelabakan akan ke datangan anak pemilik rumah sakit yang jarang sekali berkunjung, karena memang sejak 9 tahun yang lalu tinggal di London untuk menyelesaikan kuliah dan menjalankan bisnis di sana. Kunjungannyapun tanpa pemberitahuan ke rumah sakit atau adanya penyambutan dari pihak rumah sakit.
Banyak pertanyaan yang muncul di kepala para pekerja suster maupun dokter dengan datangnya Alan beserta Aldo kali ini, apakah ada keluarga mereka yang sakit?.
Aldo dan Alan menyusuri lorong rumah sakit guna menemui kepala rumah sakit yang di percaya Zidan. Alan sedikit lupa akan ruangan kepala Dokter itu, hingga Dia harus meneliti setiap papan nama ruangan ataupun petunjuk ruangan yang ada di atas lorong-lorong rumah sakit. Alan tidak ingin bertanya pada resepsionis karena Ia juga sekalian melihat perkembangan rumah sakit milik keluarganya.
"Tuan Alan." panggil seseorang dari samping tubuh dua pria yang atletis itu. Alan menoleh, di ikuti Aldo untuk melihat orang yang sekarang tengah berjalan ke arahnya dengan senyum yang mengembang.
"Ahh Dokter Josh." Alan balik menyapa dan menjabat uluran tangan dari Dokter dengan umur 45 tahun itu.
"Tuan bagaimana kabar Anda?" tanya Josh yang mengagumi ke tampanan Alan berkali-kali lipat saat dewasa sejak terakhir mereka bertemu sekitar 5 tahun yang lalu.
"Baik Dok, bagaimana denganmu?" Josh tersenyum bahagia, pria itu selalu ramah meski mereka jarang sekali bertemu.
"Saya baik begitupun dengan rumah sakit ini." jawabnya karena Josh adalah salah satu orang ke percayaan Zidan untuk mengurus rumah sakit ini selagi anak dari pemiliknya siap menerima jabatan presdir di rumah sakit yang Zidan dirikan. Josh adalah kepala rumah sakit sementara saat ini. Dan tepat sekali saat Alan ada ke perluan dengan pria itu sekarang.
"Mari tuan ke ruangan Saya, oh bukannya ini tuan Raynaldo?" ucap Josh menyadari bahwa Alan tidak sendiri, Aldo tersenyum.
"Saya Josh Tuan.".
"Panggil Aldo saja!" Aldo membalas jabatan tangan Josh dengan ke ramahannya.
"Jadi apa yang membuat Tuan datang ke mari?" tanya Josh menggiring Alan dan Aldo ke ruangannya.
"Silahkan duduk." pinta Josh setelah sampai di ruangannya.
"Bagaimana Josh? Apakah ada hal yang sulit terjadi?" Josh menaikkan satu alisnya, 'tidak mungkinkan kalau tuan hanya datang ke mari bertanya seperti itu?' batin Josh.
"Aku datang bukan hanya untuk itu?" Alan seolah dapat membaca batin dari Josh. Josh tersenyum menanggapi bagaimana tanggapnya Alan sekarang, berbeda saat Josh terakhir kali bertemu. Pria itu masih labil dan kadang Zidan akan mengeluh padanya akan tingkah puteranya.
"Apa sudah waktunya?" tanya Josh dengan senyuman, di sini Aldo merasa bingung 'apa yang mereka bicarakan?' batinnya.
"Aku tidak tahu, Dadpun juga tidak tahu kapan Dia akan selesai berhibernasi." Alan tertawa di ikuti oleh Josh, Tahu arah pembicaraan Josh mengarah ke mana.
"Oh Kita ke topik." Alan berubah serius setelah meredakan tawanya. Tujuannya ke mari untuk membantu Aldo bukan membicarakan tentang pergantian jabatan pemegang rumah sakit ini.
"Jadi?" tanya Josh sedikit menatap Alan dan Aldo bergantian.
"Apa rumah sakit ini menyimpan data dari CCTV 4 tahun yang lalu?" tanya Alan. Josh menaikkan satu alisnya, namun kemudian mengangguk.
"Aku butuh rekapan itu sekarang!" Josh mengangguk mengerti. Pasti ada hal penting yang membuat Alan datang ke mari dengan meminta rekapan CCTV yang sudah lama terjadi itu.
"Tian, Kau bawa ke ruanganku rekapan CCTV 5-3 tahun yang lalu!" ucap Josh saat sambungan telfonnya di terima oleh orang yang di panggil Tian bagian ke amanan rumah sakit.
"Jadi apa yang terjadi?" Alan memandang sahabatnya lalu beralih menatap Josh.
'Tok Tok Tok'
Pintu di ketuk oleh seseorang.
"Masuk!" pinta Josh.
"Ini Tuan data rekapan yang Anda minta." ucap lelaki yang terlihat masih muda itu.
"Baiklah Kau boleh kembali!" Tian mengangguk, matanya bertemu dengan mata Alan dan Aldo. Tian tersenyum sopan pada dua laki-laki tampan sebelum berlalu dari hadapan mereka.
Josh memasukkan flashdish ke dalam laptopnya, memutar rekapan CCTV berdasarkan tanggal dan tahun di mana tunangan dari Aldo menghembuskan nafas untuk yang terakhir.
Jantung Aldo berpacu lebih cepat saat memori 4 tahun yang lalu kembali berputar di otak serta menghujaminya. Di sana, di layar itu suasana rumah sakit saat beberapa suster berlari ke arah ruangan yang di belakangi oleh Aldo yang saat itu sedang menelfon seseorang.
"Tunggu!" Alan mempause rekapan CCTV saat suster masuk ke dalam ruangan. Aldo memperhatikan dengan seksama, Ada hal aneh yang ada dalam CCTV itu.
"Di mana suster yang satunya?" gumam Aldo yang masih di dengar oleh Alan dan Josh.
"Suster?" Aldo menatap Alan yang mengulang gumamanya, Lalu kembali melihat layar laptop milik Josh. Alan menghitung banyaknya suster yang ada dalam layar itu.
"Lan, Aku yakin masih ada satu suster dan satu Dokter yang tidak ada dalam rekapan ini." ucap Aldo, ada yang benar-benar aneh dalam rekapan itu. Aldo kembali melihat layar dan mengingat ke dalam memori ingatannya 4 tahun lalu.
"Maksudmu ada Dokter dan suster lain begitu?" tanya Alan dengan wajah yang bingung, Josh juga terlihat bingung. Masa dua orang lepas dari tangkapan kamera CCTV, padahal kamera CCTV rumah sakit keluarga Kelv ini merupakan CCTV yang selalu update dengan tekhnologi yang luar biasa dan juga ini di butuhkan jika suatu saat ada kasus semacam Aldo saat ini.
Pihak rumah sakit selalu menjaga membersihkan dan menghindarkan rekapan itu dari segala serangan virus dan ke rusakan fisik. Tidak mungkinkan ke rusakan fisik dapat menghilangkan dua orang dan tampilan yang lainnya masih begitu jelas terlihat.
"Aku yakin, bahkan suster yang mengatakan bahwa Claudia sudah tiadapun tidak ada dalam rekapan ini." Aldo menunjuk layar laptop Josh yang memang ke luaran terbaru itu. Gambar yang di hasilkan CCTVpun juga sangat jelas dan bagus, tapi ke napa dua orang itu tidak ada dalam tampilan layar laptop Josh.
"Apa Kau yakin? Lihatlah hanya dua orang suster!" Alan bertanya karena nyatanya hanya dua orang suster yang masuk ke dalam ruangan Claudia. Bukan 4 orang seperti yang di maksudkan oleh Aldo. Di sini pertanyaan besar sedang terjadi di kepala 3 orang itu. Apakah Aldo yang salah melihat ataukah memang rekapan itu rusak?.
****
Voment please yah readers.. ... ....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!