NovelToon NovelToon

Poor Girl

part 1

Matahari tampak malu-malu menyembul dari sela-sela gedung pencakar langit yang menjulang tinggi di tengah kota. Sinar keemasannya menyapu wajah-wajah yang bersemangat memulai hari. Di tengah hiruk pikuk ibu kota, orang-orang berlalu lalang dengan semangat, tak kalah cerah dari sinar mentari pagi itu.

Di sebuah sekolah menengah atas yang sedang ramai oleh murid-murid berseragam, seorang gadis duduk sendiri di bangku taman. Tatapannya kosong, namun matanya awas menelusuri sekeliling, mengamati lautan manusia yang berlalu-lalang. Seragam putih abu-abu melekat di tubuhnya seperti siswa-siswi lain. Tapi aura yang ia pancarkan berbeda. Tak sembarangan.

“Guys, guysss… lihat deh! Ternyata si pembuat onar bisa galau juga ya!” terdengar suara nyaring dari belakang, bernada mengejek.

Gadis itu menoleh sekilas. Raut wajahnya langsung berubah dingin saat melihat siapa yang datang. Seorang siswi dengan gaya sok dominan berjalan santai mendekatinya. Khayla, gadis di bangku itu, langsung berdiri. Ia hendak pergi, malas berurusan. Namun langkahnya terhenti ketika gadis tadi kembali berseru.

“Anak pelakor!” ejeknya keras, memancing perhatian beberapa siswa yang lewat.

Khayla menarik napas dalam-dalam, berusaha menahan amarah. Ia membalikkan badan dan hendak melangkah menjauh.

“Aw!”

Belum sempat ia melangkah, rambutnya ditarik kasar dari belakang. Ikat rambutnya terlepas, dan helaian panjang rambutnya jatuh terurai.

“Mau ke mana sih? Buru-buru amat,” ucap si gadis tadi sambil tertawa mengejek.

“Diam!!” bentak Khayla dengan mata membara. Seketika, ia mendorong tubuh si gadis hingga terjatuh ke tanah.

“Aw! Sialan lo!” geram si gadis. “Gue aduin lo, ya!”

“Gue nggak takut,” sahut Khayla dingin. Ia segera memasang kembali earphone ke telinganya, membiarkan musik mengalun, menenggelamkan hiruk pikuk di sekitarnya. Hari ini mood-nya sudah benar-benar hancur. Ia ingin menghindari masalah, tapi masalah justru mendekatinya.

Anugerah Mikhayla. Itulah nama gadis itu. Ia berjalan menuju kelasnya tanpa peduli tatapan orang-orang. Sesampainya di sana, ruangan sudah ramai. Beberapa siswa menoleh saat Khayla masuk, tapi hanya sekilas. Selebihnya mereka kembali asyik dengan urusan masing-masing. Tak ada yang menyapanya.

Ia berjalan santai ke barisan paling belakang, ke kursi pojok yang menjadi tempat favoritnya. Namun langkahnya terhenti. Matanya menyipit, mengamati cairan bening mengkilap yang menempel di permukaan kursinya.

‘Apa itu?’ pikirnya curiga.

Dari ujung mata, ia bisa melihat seseorang mengawasinya dari kejauhan. Bukan hanya satu, beberapa siswi lain juga tampak pura-pura sibuk. Khayla tahu permainan macam ini. Ia terlalu terbiasa.

“Siapa?!” serunya lantang. Tapi tak seorang pun menjawab. Semua berpura-pura tidak mendengar.

“Diam bukan berarti kalian bisa seenaknya!” lanjutnya. Tatapannya mengarah tajam ke salah satu gadis yang terlihat gugup. Riva, sahabat dari gadis yang tadi ia dorong.

“Nggak usah sok galak. Kalau berani, sini lo!” tantang Khayla.

Riva berdiri dari kursinya, berjalan menghampiri. “Pintar juga lo. Iya, gue yang ngelakuin. Emang kenapa?”

Tanpa banyak bicara, Khayla langsung mencekik leher Riva. Gadis itu terkejut dan berusaha melepaskan diri.

“Akhhh… sa-kittt!” rintih Riva dengan wajah memerah.

Siswa lain buru-buru mendekat, mencoba melerai. Dengan susah payah, mereka akhirnya berhasil memisahkan keduanya.

“Lo gila ya!” bentak seorang siswa laki-laki, Reno. Tapi Khayla tak menggubris. Ia mengambil ranselnya dan melangkah keluar kelas, meninggalkan tatapan penuh kecemasan dari teman-temannya.

Tak lama, suara dari pengeras terdengar memenuhi sekolah:

“Diharapkan siswa bernama Anugerah Mikhayla segera menghadap ke ruang Kepala Sekolah sekarang juga.”

“Ciih… si botak itu lagi,” gumam Khayla kesal.

“Siapa yang kamu sebut botak?” suara berat menyahut dari belakang.

Khayla menoleh malas. Seorang guru berdiri menatapnya dengan alis terangkat.

“Bukan lo!” jawab Khayla sinis.

“Masuk ke kelasmu!” perintah pria itu, namun Khayla hanya berjalan pergi.

“Mau ke mana kamu?” suara pria itu kembali terdengar.

“Ruang Kepsek,” jawab Khayla tanpa menoleh, terus berjalan menjauh.

Sementara itu, di kelas, suasana yang semula tenang berubah riuh.

"siapa tuh, tampan banget" terdengar bisik-bisik para siswi di bangku mereka dengan tatapan antusias.

Sesosok pria muda dengan kemeja putih pas badan masuk bersama wali kelas mereka. Wajahnya tampan, tubuhnya tegap, dan senyum kecilnya sukses membuat para siswi histeris.

“Siapa itu?”

“Murid baru?”

“Nggak mungkin, dia keliatan dewasa banget. Pasti guru baru!”

“Segitu doang dibilang ganteng? Gue lebih ganteng!” celetuk salah satu siswa laki-laki.

“Wuuuuu! Bercermin dulu sono!” balas para siswi serempak.

“Anak-anak, tenang dulu,” suara Bu Eny menghentikan kegaduhan. Semua segera diam.

“Perkenalkan, ini Pak Bara. Mulai sekarang beliau yang akan menggantikan Ibu sebagai wali kelas kalian.”

“WAHHH!! SERIUS, BUU??!” Para siswi bersorak gembira, sementara para cowok tampak lesu.

“Iya, benar,” Bu Eny mengangguk sambil tersenyum.

“Lho, kenapa digantiin? Kita senang kok Ibu yang jadi wali kelas,” protes seorang siswa laki-laki.

“Tenang saja, Ibu hanya pindah tugas mengikuti suami. Tapi Ibu yakin kalian akan senang juga dengan wali kelas baru kalian.”

Senyum haru terpancar dari wajah Bu Eny. Beberapa siswi terlihat menahan tangis.

“Kalau tidak ada lagi yang ingin ditanyakan, Ibu pamit. Sampai jumpa lain waktu, anak-anak.”

Para siswa satu per satu menghampiri Bu Eny. Mereka memeluknya, mengucapkan terima kasih, dan selamat tinggal. Suasana menjadi syahdu, penuh haru.

Di tengah suasana itu, Pak Bara hanya diam, memperhatikan. Senyumnya tenang. Ia merasa kelas ini tak seburuk yang dikatakan orang-orang.

Setelah Bu Eny pergi, Pak Bara meminta para siswa memperkenalkan diri satu per satu. Barisan demi barisan memperkenalkan nama mereka. Hingga tinggal dua kursi di pojok belakang yang kosong.

“Masih ada dua siswa lagi yang belum memperkenalkan diri,” ujar Pak Bara sambil memeriksa absen. “Keno dan… Anugerah Mikhayla.”

“Keno belum masuk dari tadi, Pak. Nggak ada kabarnya,” sahut salah satu siswa.

“Kalau Khayla, tadi dia keluar kelas. Kayaknya pulang,” tambah yang lain.

Pak Bara mengernyit. “Pulang? Apakah dia sakit?”

“Nggak, Pak. Saya rasa dia punya kelainan,” celetuk Riva dengan nada sok prihatin.

"kelainan?"

“Iya, Pak. Tadi dia sempat mencekik saya,” tambah Riva sambil pura-pura sedih. “Dan yang dia dorong pagi tadi itu… anak dari pemilik sekolah.”

Pak Bara hanya mengangguk pelan. Belum sempat ia berbicara lagi, pintu kelas mendadak terbuka kasar.

Seorang gadis masuk dengan langkah santai dan tatapan dingin. Ia langsung berjalan ke kursinya yang satunya bebas dari cairan lem dan duduk seolah tak terjadi apa-apa.

Ia adalah Khayla.

Dengan santai ia memasang earphone, memutar musik keras-keras, dan mulai memainkan ponselnya. Ia bahkan tak menyadari siapa pria yang berdiri di depan kelas.

Pak Bara mengamati dalam diam.

Senyumnya pudar perlahan.

TO BE CONTINUED…

part 2

"ihh apaan sih?!" Khayla yang dari tadi asik dengan telepon genggamnya merasa terganggu kala seseorang menarik earphone di telinganya.

Dengan kesal Khayla berdiri hendak memarahi orang berani mengusiknya. "kenapa dita-" Seketika ucapan Khayla terhenti saat melihat sesosok pria asing didepannya. Pria itu yang ditemuinya dikoridor sekolah tadi.

"Lo! Ngapain disini?" sungguh raut wajah Khayla terlihat tidak bersahabat tetapi Pak Bara tak memperdulikan.

"apakah ini etika seorang siswa disekolah ini? Maju kedepan!"

"nggak mau, memangnya Lo siapa,,."

"saya guru kamu, sekarang kedepan" Pak Bara mengulangi kalimatnya.

"guru? Jadi?"

"kedepan!" Pak Bara menatap tajam pada Khayla tapi tak membuat takut gadis itu. Walau begitu dia tetap kedepan dengan Pak Bara dibelakangnya.

"berhenti disitu!" Khayla berhenti dan menghadap kearah teman-temannya yang menanti hukuman yang diberikan kepada gadis itu.

"berdiri yang benar" Pak Bara memijat keningnya yang terasa berdenyut.

Khayla menurunkan pandangannya, lebih tepatnya pada kedua kaki yang memang berjarak tapi ia tidak begitu peduli, menurutnya normal normal saja.

"coba kalian lihat, apa begitu cara seseorang yang memakai rok berdiri?" Pak Bara menatap tajam pada gadis muda itu, cara berdirinya lebih terlihat seperti mengangkang.

para siswa menggelengkan kepala mereka, sangat senang sekali rasanya saat melihat Khayla terpojok. "berdiri yang benar!" tegas Pak Bara lagi.

Khayla memutar malas bola matanya kemudian merapatkan kakinya hingga tak bercela. Sudah tadi dirinya di ceramah diruang kepsek, sekarang harus berhadapan lagi dengan sesosok yang menurutnya cerewet.

Guru muda itu menggelengkan kepalanya melihat tingkah tidak wajar sang murid. 'bagaimana mungkin dia berdiri seperti itu'

"perkenalkan diri kamu"

Khayla menunjuk dirinya sendiri dan diangguki oleh Pak Bara. "mereka sudah kenal" dengan santai Khayla berucap.

"tapi saya belum, dan mereka semua sudah memperkenalkan diri" sahut Pak Bara membuat Khayla kembali memutar bola matanya dengan malas.

"nama gue Khayla"

"perbaiki tutur katamu, dan sebutkan nama lengkap mu"

"kenalin nama gu-"

"gunakan bahasa yang baik dan benar!" sela pak Bara dengan tegas namun tak membuat gadis itu takut sedikitpun.

"terserah dong pak, guru yang lain diam aja kok situ sewot banget" gerutu Khayla tak terima.

"kamu menyamakan saya? Apakah kamu bersekolah dengan uangmu sendiri sehingga kamu berbuat dengan seenaknya? Ini sekolah dan punya peraturan!kalau kamu tidak mau, silahkan keluar dari kelas saya dan jangan pernah ikut mata pelajaran saya!"

Khayla diam sejenak, "perkenalkan diri kamu atau keluar!" suara pak Bara kembali terdengar. Siswa yang lain diam saja, kereka menyukai momen ini walau sedikit menegangkan.

"perkenalkan nama saya Anugerah Mikhayla" Ucap Khayla dan hendak kembali ke tempat duduknya tapi suara Pak Bara menghentikannya.

"mau kemana kamu"

"ya duduklah pak, kan sudah selesai perkenalannya"

"saya belum menyuruh kamu untuk duduk. Jangan menyamakan saya dengan gurumu yang lain!"

terlihat Khayla memberengut tapi ia tetap menuruti. "ganteng-ganteng kok galak" gumam Khayla yang mungkin didengar Pak Bara karena guru muda itu terlihat menatapnya dengan tajam.

"angkat sebelah kaki dan pegang kedua telingamu" ucap Pak Bara yang sontak membuat beberapa siswa terlihat senang.

"rasain tuh, emang enak dapat hukuman" ejek salah seorang dari mereka dan mendapat sorakan dari yang lainnya.

"ya elah, segitu doang hukumannya?" ucap Khayla dengan cukup keras.

"lakukan sampai jam mata pelajaran saya selesai"

"lohh,, kok gitu sih pak? Biasanya cuma lima belas menitan doang," sungut Khayla tak terima.

"ini jam pelajaran saya dan kalau kamu masih melawan saya tambah hukumannya, dan saya adalah wali kelas kamu"

"wali kelas?"

"jangan banyak mengulur waktu, saya hitung sampai tiga kalau kamu masih tidak melakukannya maka hukuman kamu bertambah"

"satu"

"pak kuranginlah,," bujuk Khayla.

"dua"

"pak,," Khayla masih berusaha membujuk.

"ti-"

"iya iya,,cerewet banget sih" Khayla segera melakukan apa yang diperintahkan.

"jangan bergerak sampai jam pelajaran saya selesai"

Khayla hanya memberenggut tapi Pak Bara tak peduli. Dengan segera dia memulai pelajarannya.

Waktu terus berlalu, Pak Bara terus menjelaskan berbagai rumus-rumus yang sama sekali tak dimengerti oleh Khayla.

"jika kamu bisa menyelesaikan soal-soal ini, kamu sudah bisa duduk" Khayla dikejutkan dengan ucapan Pak Bara tiba-tiba yang mengarah padanya. Jujur saat ini dia sudah merasa lelah, terlihat keringat bercucuran apalagi sudah lebih dari satu jam dia berdiri dengan satu kaki serta tangan yang memegang telinganya.

Khayla menengok kearah rumus-rumus asing yang ada dipapan. "gak ada pilihan lain pak?" tanya Khayla dengan raut wajah memohon. Sungguh ia merasakan lelah sekarang ditambah lagi dirinya yang kehausan karena menerima hukuman tadi dari guru bk berlari tiga kali mengelilingi lapangan sekolahnya yang besar gara gara mendorong Sila, gadis yang tadi pagi mengatainya anak pelakor.

"kalau tidak bisa, saya tidak paksa, tapi.." terlihat pak Bara melihat jam dipergelangan tangannya. "jam pelajaran saya masih satu jam lagi"

Wajah Khayla berubah pias, bisa pingsan dia kalau harus satu jam lagi. "pak, kaki saya sudah keram ini,," ucap Khayla dengan nada yang memohon.

Pak Bara hanya melirik sekilas kemudian melemparkan soal yang tadi kepada siswa yang lain, terlihat para siswa berebutan untuk mengerjakan soal-soal itu.

...…………...

"huhh, guru gila itu keterlaluan banget, kaki gue hampir aja lumpuh" gerutu seorang gadis yang terlihat duduk di trotoar sambil memijat kedua kakinya.

Waktu sekarang sudah menunjukkan pukul setengah empat sore sehingga matahari tak terlalu panas lagi. Khayla tak peduli dengan banyaknya kendaraan yang berlalu lalang, sekarang kakinya terasa begitu lemas.

"huhh, kalau bukan guru udah gue tendang tuh muka, dia pikir gue nggak berani apa" gerutu Khayla yang masih saja merasa kesal. Suara bising kendaraan tak membuatnya terganggu, intinya sekarang hanya kekesalan yang ada dihatinya.

"hei Anu!!" seru seseorang dari belakang sambil menepuk kedua pundak gadis itu.

Tanpa menoleh Khayla sudah dapat menebak siapa yang berani menepuknya. Dari bau ketek dan keringat yang bercampur sudah menjadi ciri khas orang itu dan tak lupa suaranya yang seperti toa juga membuat Khayla dengan mudah mengenalinya, siapa lagi kalau bukan Asep.

"ganggu aja lo Sep, bantuin napa" seru Khayla dengan kesal apalagi Asep yang selalu memanggilnya Anu dari singkatan namanya Anugerah. Asep yang tak tau apapun menjadi bingung.

"Aseepp!!" seru Khayla yang melihat asep hanya diam saja.

"eh, bantu apa Nu?" Asep menggaruk tengkuknya masih bingung. Heran juga melihat temannya yang duduk sendirian ditrotoar apalagi saat ini masih cukup panas walau sudah sore.

"kaki gue sakit, lu bawa motor kan?" Asep dengan cepat mengangguk.

"itu sakit kenapa?" heran juga melihat teman batunya itu mengeluh.

"nanti gue ceritain, sekarang bantuin dulu" Khayla mengulurkan tangannya dan disambut Asep, keduanya berjalan menuju motor Asep yang terparkir tak jauh dari sana.

BERSAMBUNG.......

part 3

"makasih ya Sep, gue masuk dulu"

Khayla yang kini sudah tiba dirumahnya dan hendak masuk tapi diberhentikan Asep. Pria berkulit gelap itu turun dari motor bebeknya. "enak aja Nu, masa nggak ditawarin minum dulu, gue juga mau ketemu bibik ni" ucap Asep sambil merangkul Khayla membuat gadis itu ingin pingsan.

Khayla sontak menutup hidungnya dan menjauh daripada ia terkena serangan pernapasan. "mandi bawang lo Sep" sungut Khayla.

Asep mengangkat tangannya dan mencium bau tubuhnya sendiri dan tertawa dengan sangat keras. "ya sorry Nu, yang pentingkan tamvann"

Tak memperdulikan Asep, kini Khayla masuk kedalam rumahnya yang terlihat sederhana itu. Sebuah rumah yang cukup tua peninggalan orang tua ibunya.

"mah, mamahh" teriak Khayla sambil melangkah memasuki rumah dengan Asep yang mengekor dibelakang.

"salam dulu nak," tegur sang ibunda yang baru keluar dari dapur.

"siang bibik ku yang cantikk" sapa Asep. Wanita berumur yang masih cantik itu tersenyum ramah. "eh ada Asep"

"iya dong bik, sejak kapan ada Anu tapi Asep nggak ada"

"hahaha, ada ada saja kamu Sep..ya sudah duduk dulu bibik buatkan minum"

"siap bik" Asep memperagakan gerakan hormat seperti sedang upacara membuat wanita berusia itu tertawa.

Walaupun nakal, Asep akan selalu hormat dengan orang yang lebih tua, berbeda dengan Khayla yang akan menjadikan musuh siapa yang berani mengusiknya.

Asep yang seorang yatim piatu merasa sangat senang dekat dengan ibu Ana (mama Khayla) yang memperlakukannya dengan layak. Ia juga merasa iri dengan Khayla yang masih punya mama yang begitu sayang padanya.

"woy Sep!!" Khayla menepuk punggung Asep membuat pemuda itu cukup terkejut bersamaan dengan ibu Ana yang datang dari dapur membawakan nampan berisi minum dan beberapa cemilan.

"Khayla, jangan dikagetin Asepnya,," tegur ibu Ana.

"lagian dia ngelamun aja" Khayla duduk dikursi yang satunya. Ketiganya terlibat perbincangan hingga matahari hampir terbenam barulah Asep kembali.

"kasian ya Asep, dia tidak bisa bersekolah..kalau saja mama punya uang lebih pasti mama akan sekolahkan dia" ucap ibu Ana setelah kepergian Asep.

Khayla hanya berdehem. "kamu harus bersekolah baik baik nak, jangan sia siakan beasiswa itu, kamu harus jadi orang yang sukses"

"Ila ke kamar dulu mah, capek banget ini" Khayla segera berlalu meninggalkan mamanya yang hanya menatap nanar punggung putrinya.

hidup sendiri dengan putrinya cukup membuatnya kesusahan tapi ibu Ana begitu bersyukur, walaupun tanpa sesosok suami, dia masih dapat menghidupi dirinya dengan membuka warung makan dihalaman rumahnya. Ia akan membuka pagi sekitaran jam tujuh dan menutupnya jam tiga sore.

Apalagi sekarang Khayla yang mendapatkan beasiswa disebuah sekolah swasta dan ternama dikotanya membuat ibu ana begitu bersyukur setidaknya Khayla masih bisa bersekolah tanpa memikirkan biaya lagi untuk saat ini. Cukup heran Ibu Ana saat Khayla pulang membawa sebuah surat rekomendasi sewaktu kelulusan smp, dirinya dinyatakan mendapat beasiswa dan bersekolah gratis padahal Khayla tak begitu pintar.

...………...

"Khayla, ini sudah jam berapa nak.." Ibu Ana membuka pintu kamar Khayla yang masih tertutup. Seperti biasa, anak gadisnya itu masih tertidur lelap.

"Khay, bangun nak..ini sudah jam enam"

"emm, iya mah" masih dengan mata yang tertutup Khayla berusaha duduk. Dia mengucek kedua matanya lalu turun dari kasurnya untuk segera mandi.

Beberapa saat kemudian Khayla sudah selesai berpakaian, Ia melirik jam yang hampir pukul tujuh. Setiap harinya selalu saja seperti itu padahal sekolahnya akan menutup pagar pukul tujuh tepat.

"Ila, sarapan dulu nak.." Khayla segera berlari ke meja makan dan menghabiskan sarapan yang dibuat sang mama.

"ini uang angkotnya nak" buk Ana menyerahkan uang 4 ribu rupiah kepada Kahyla dan dengan senang hati diterima gadis itu.

"Ila berangkat dulu mah" dengan segera Khayla mencium pipi mamanya dan berlari dengan girang menelusuri gang rumahnya yang sempit untuk segera tiba dijalan umum. Kebetulan langsung ada angkot yang menuju kearah sekolahnya. Beberapa saat kemudian ia telah tiba, tapi tetap saja pintu sudah ditutup karena sekarang sudah pukul 7.14.

"pakkk" teriak Khayla pada seorang security yang sedang duduk di pos nya. "bukain tolong"

Security itu datang dengan wajah yang tidak ramah. "ini sudah jam berapa neng"

"ya elah pak, baru jam tujuh lima belas ini" Khayla menunjukkan jam yang melingkar di pergelangan tangannya.

"tetap saja tidak boleh, ini peraturan disekolah"

Tin tin

Khayla menoleh belakang saat sebuah mobil datang dan membunyikan klakson. "songong amat" gerutunya tak terima.

"pak, bukain pintunya" kaca mobil diturunkan lalu seorang gadis cantik mengeluarkan kepalanya dan berseru ke security itu.

Dengan patuh security itu segera membuka pagar dan mempersilahkan gadis itu yang sedang tersenyum mengejek Khayla didalam mobil membuat wajah Khayla memerah seperti udang rebus. Bagaimana tidak dibukakan, gadis yang baru memasuki gerbang itu adalah anak pemilik sekolah ini.

pranggg

Terdengar suara nyaring dari pagar yang tadi ditendang kuat oleh Khayla. "eh neng, yang sopan dong" tegur security itu.

"yang sopan yang sopan, bapak jangan songong yah!!" bentak Khayla dengan wajah yang masih memerah. Bola matanya seperti mau keluar lalu masih dengan emosi ia menendang sekali lagi pagar itu lalu berlalu meninggalkan security yang kini memegang dadanya karena masih terkejut. Ini bukan kali pertama dia berhadapan dengan gadis itu jadi bukan masalah, lagian hampir setiap hari gadis itu keluar masuk ruang kepsek dan ruang bk anehnya ia tak pernah dikeluarkan.

Khayla berjalan disekitaran pagar sekolah dengan menggerutu kesal. "nahh, sial banget tadi maksa lewat gerbang" ucapnya kemudian ketika melihat pagar dibelakang sekolah yang kini berlubang. Sepertinya memang sengaja dilubangi untuk bisa naik keatas untuk para siswa yang suka bolos. Ia juga pernah membuat lubang serupa namun pihak sekolah mengetahuinya dan sekarang sudah ditutup dengan campuran semen.

Khayla segera memanjat pagar itu dengan menggunakan roknya yang terbilang cukup ketat. Tas hitamnya ia lempar kebawah, tinggi pagar itu sekitar dua setengah meter membuatnya cukup kesusahan sehingga hilang keseimbangan dan,

Brukkk

"awww, sak- humppp" saat hendak mengeluh sakit tiba tiba saja sesuatu menghambat mulutnya.

'apa ini, ko nggak sakit?'

Khayla membuka matanya yang tadi terpejam. Dengan segera ia menyingkir saat menyadari tubuhnya yang berada tepat diatas tubuh seseorang.

Orang itu bangun dan segera meninggalkan Khayla yang kini masih terdiam. "ah biarain, siapa suruh dia disini" Khayla segera memungut tasnya dan pergi sebelum ketahuan guru.

Tiba didepan kelas, seperti biasa Khayla mendobrak pintu membuat semua yang didalam menoleh.

"dari mana kamu!"

Khayla mengentikan langkahnya yang akan kebangku duduknya. "pagi pak" sapa Khayla. Sudah kapok sekali dengan hukuman pria itu kemarin. Memang dia selalu dihukum tapi terasa berbeda saat guru muda itu yang menghukumnya, auranya seperti ingin menelannya hidup hidup.

"kedepan!" titah Pak Bara yang tak ingin dibantah dan Khayla menuruti.

"berdiri disamping dia" ucap pak Bara saat Khayla hendak berdiri disebelah kirinya. Khayla juga baru menyadari bukan hanya dirinya sendiri yang dihukum.

...………...

...bersambung...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!