NovelToon NovelToon

Istri Kecil Tuan Muda

01

Aku akan merasakan kesalahan dan dosamu, mengungkapkan semuanya. Aku akan memotong mawar yang sudah mekar itu, mahkota yang lengkap itu milikku.

Aku berdiri di depan takdir yang melewatiku dari waktu ke waktu, apakah ini hanya mimpi dimana kita tidak bisa bangun darinya?

Aku tidak bisa memanggilmu karena kamu semakin menjauh, bahkan sekali saja pun aku mencintaimu jauh di dalam lubuk hatiku, jangan biarkan aku menangis.

.

.

.

'Berita terbaru datang dari putra sulung pengusaha terkaya yang mengelola perusahaan terbesar di kota X, Jayendra Algio dikabarkan akan menikah dengan Clarie Ilandya seorang aktris muda yang cantik dan juga terkenal.'

Seorang laki-laki jangkung dengan setelan pakaian formal terlihat tengah berdiri di kerumunan orang yang sedang berlalu lalang.

Di belakangnya ada beberapa orang yang memang menjadi Pengawal dan juga Asisten pribadinya.

"Tuan Ziel, mobil sudah menunggu anda di lobby bandara dan juga jadwal hari ini kita akan pergi ke perusahaan Algio lalu ke sekolah High School."

"Kapan pernikahan kakakku?" tanya laki-laki itu mengalihkan pandangannya.

"Malam nanti tuan." jawab Asisten pribadinya.

Tidak ada suara yang keluar dari mulut laki-laki itu, ia lebih memilih untuk pergi.

Asisten dan juga beberapa pengawalnya langsung mengikuti langkah tuannya dari belakang, mereka semua memiliki badan yang tegak dan aura yang mencekam.

Disisi lain seorang wanita berusia 17 tahunan tengah berlari di pinggir trotoar dengan menggunakan pakaian sekolah yang lengkap.

Jam sudah menunjukan pukul 06.30 gadis itu berlari dengan kencang agar tidak terlambat ke sekolah.

Saat hendak menyebrang karena lampu sedang bewarna merah, gadis itu melihat seorang wanita paruh baya yang jatuh di tengah jalan.

Dengan cepat ia menghampirinya dan membantu wanita paruh baya itu untuk berdiri.

"Tidak ada yang terluka, Nek?" tanya gadis itu lembut.

Wanita paruh baya itu menggelengkan kepalanya sambil tersenyum hangat.

Lampu sudah berganti ke warna hijau dengan cepat gadis itu menuntun wanita paruh baya tadi untuk berjalan ke pinggiran trotoar.

Dekat dari sana ada beberapa mobil dengan plat nomor yang penting, seorang sopir menunggu untuk melajukan lagi kendaraannya karena melihat seorang gadis muda tengah membantu seorang wanita paruh baya yang sedang kesusahan.

"Lampunya sudah berganti, kenapa tidak melajukan mobilnya?" tanya Ziel.

"Ma-maf tuan, itu ada yang jatuh dan seorang gadis muda sedang membantunya." jawab sopir itu dengan terbata-bata karena takut salah menjawab.

Dengan tatapan yang tajam Ziel melihat keluar jendela, tangannya dilipatkan dan badannya juga di tegakan.

"Kaivan lihatlah keluar, kenapa lama sekali." titah laki-laki itu sudah sangat kesal.

"Baik, tuan muda."

Kaivan yang bekerja sebagai Asisten pribadi dari Ziel Algio pun langsung turun dari mobil dan melihat keadaan diluar.

Terlihat bagaimana seorang gadis muda yang begitu sabarnya menuntun seorang wanita paruh baya itu sampai ke pinggiran trotoar.

Mobil yang ada di pinggirnya sudah melaju hanya tinggal mobil milik Ziel dan juga beberapa pengawalnya yang ada di belakang.

Ziel memperhatikan kembali gadis yang sudah ada di pinggiran trotoar itu dengan mata tajamnya.

"Sekolah High School?" gumam Ziel mengerutkan keningnya.

"Dia sepertinya sekolah di sana tuan, terlihat dari pakaiannya." ujar Kaivan yang sudah duduk kembali di kursi yang paling depan.

Tanpa berpikir panjang pun mobil itu sudah bergerak pergi dari kawasan lalu lintas.

Sedangkan gadis yang tadi membantu seorang wanita paruh baya itu pun membungkukan badannya memberi hormat lalu kembali berlari untuk pergi ke sekolah.

***

"Kau hampir saja terlambat Shaerin, kenapa?" tanya Naera yang merupakan sahabatnya sejak dari kelas sepuluh.

"Tidak apa-apa, karena rumahku lumayan jauh juga dengan sekolah."

"Kenapa kau tidak meminta antar kepada Karel saja? diakan pacarmu."

"Ah itu, aku tidak ingin merepotkannya." ujar Shaerin sambil mengusap tengkuknya.

"Tapi tadi aku lihat kau diantarkan oleh Karel, mobilnya juga sangat mirip dengan milik Karel."

"Ah itu aku tidak sengaja bertemu dengannya di jalan, kebetulan juga mobilku mogok jadi aku menumpang di mobilnya, tidak apa-apakan?" tanya Naera seraya memeluk lengan Shaerin yang ada di sampingnya.

Gadis itu tersenyum lalu menganggukan kepalanya, beberapa saat kemudian Naera berpamitan kepadanya untuk kembali ke kelasnya.

Hari ini jam olahraga, Shaerin sudah mengganti pakaiannya menjadi pakaian olahraga.

"Ayo kita main bola basket." ajak Alza yang merupakan seorang gadis populer di sekolahnya.

"Baiklah, aku ajak Shaerin bermain juga." ujar Granesia hendak melangkahkan kakinya.

Tetapi dengan cepat Alza menarik tangannya sehingga membuat langkah Granesia terhenti.

"Biarkan saja dia." imbuhnya

"Dia pikir dia hebat karena dia selalu juara 1 di kelas, padahal dia tidak mampu membayar biaya sekolah bahkan ibunya saja seorang pela*ur." sahut Kalea.

Shaerin yang duduk tidak jauh dari mereka bisa mendengar dengan jelas, matanya sudah mulai berkaca-kaca setelah mendengar itu.

"Kau jauhi dia saja, kau anak baru di sekolah ini jadi jangan terlalu bergaul dengannya." saran yang lainnya.

Granesia menatap sendu Shaerin yang sedang duduk sambil meringkuk, entah kenapa dia menjadi merasa kasihan kepadanya.

"Meskipun begitu, kita lebih baik-"

"Sudahlah, kau tidak akan bisa dekat dengannya, dia hanya akan dekat dengan sahabat satu-satunya di sekolah ini." potong Alza.

"Aku juga sangat kasihan sekali kepada Naera, kenapa dia malah ingin berteman dengan anak dari seorang pelacur." kata Xiana menambahkan.

"Sangat menyebalkan, anak haram itu malah berkeliaran di sekolah ini seolah-olah ingin menggoda laki-laki."

Granesia menatap kepergian yang lainnya, tiba-tiba saja ada keinginan di hatinya untuk mendekati gadis itu.

02

Shaerin berjalan ke arah lokernya, ia sudah memakai kembali seragam sekolahnya.

Saat membuka loker ada banyak sekali robekan kertas yang jatuh ke lantai, sebagian dari kertas itu diwarnai tinta merah dan sebagiannya lagi bertuliskan.

'Tidak akan ada yang ingin berteman dengan anak buangan sepertimu'

'Enyahlah dari sekolah ini'

'Mau bagaimana pun kau tetap anak seorang pelacur.'

Shaerin menghembuskan nafasnya perlahan lalu mulai memunguti kertas-kertas yang berserakan di lantai itu.

Tidak jauh dari sana beberapa gadis yang memang sudah melakukan hal itu kepada Shaerin langsung tertawa puas.

Diantara gadis-gadis itu ada seseorang yang tidak tertawa, berbeda dengan yang lainnya tapi ia hanya menatap sedih Shaerin yang sedang memungut kertas-kertas itu.

Seorang wanita dengan rambut panjang dan sengaja di uraikan langsung menarik tangan Shaerin agar gadis itu tidak memunguti sampah-sampah itu lagi.

Naera menatap tajam kearah gadis yang tadi menertawakan sahabatnya itu.

"Kenapa kalian masih berbuat jahat kepada sahabatku?"

"Aku tidak akan segan-segan membicarakan ini kepada kepala sekolah!" ancam Naera.

"Kau ini gadis yang polos sekali Naera, kenapa kau ingin menjadi teman anak buangan itu?" tanya Alza sambil melipatkan tangannya.

"Lihatlah anak pelacur itu, bahkan dia mengikuti gayamu." imbuh Xiana

"Sepatu yang sama, kalung yang sama dan juga jam tangan yang sama, itu semua pasti mahal sekali."

"Lalu kenapa kalian yang malah dirugikan dengan semua itu? aku memberikannya kepada Shaerin karena aku ingin sama dengannya."

"Aku menyukai semua yang disukai oleh Shaerin." lanjutnya lagi

"Teman-teman sudah, jangan bertengkar lagi." potong Granesia karena dari tadi melihat wajah Shaerin yang sedang menahan tangis.

"Naera, aku pergi dulu." pamit Shaerin lalu pergi begitu saja.

Naera menatap kepergian sahabatnya itu dan beberapa saat kemudian ia kembali menatap gadis-gadis tadi.

"Lihatkan, karena kalian Shaerin jadi marah!" ucapnya lalu pergi meninggalkan tempat itu.

.

.

.

Granesia menghampiri Shaerin yang sedang duduk di taman belakang sekolah, terlihat Shaerin yang sedang membuka bekalnya.

Granesia tersenyum lalu duduk di depan gadis itu. "Shaerin, mau makan bersamaku?" tanya Granesia sambil membuka kotak bekalnya.

Shaerin memperhatikan makanan milik Granesia dan juga miliknya sendiri, sangat jauh berbeda.

Granesia yang membekal ayam goreng sedangkan Shaerin yang hanya membekal telur dadar saja.

Shaerin menunjukan bekalnya kepada Granesia. "Apa kau mau makan ini?" tanya Shaerin menyodorkan kotak bekalnya.

"Apa kau bisa makan bersamaku?"

"Kalau aku yang makan bersamamu, hanya aku yang akan memakan makananmu." seru Shaerin kembali menarik kotak bekalnya.

"Tidak, aku suka telur dadar." sahut Granesia dengan cepat sambil tersenyum.

"Kenapa?"

"Apa kau senang karena bersikap baik kepada orang miskin sehingga membuatmu seperti orang baik?" tanya Shaerin dingin.

"Bahkan mereka semua menjauhiku karena aku anak pelacur."

Granesia terdiam sesaat menatap lekat wajah Shaerin. "Aku hanya ingin berteman denganmu saja, apakah aku salah?" tanya Granesia.

"Pergilah."

"Aku muak makan makanan orang lain." lanjut Shaerin

"Bukan seperti itu-"

"Aku tidak mau makananmu, jadi pergilah." usir Shaerin lagi

Granesia terdiam karena merasa susah sekali untuk mendekati Shaerin.

"Apakah kau tidak merasa kesepian? kau tidak butuh teman?" tanya Granesia.

Shaerin mendongakan kepalanya melihat Granesia yang sudah berdiri tegak dari tadi.

Bukannya menjawab Shaerin malah memakan bekalnya tanpa memperdulikan Granesia yang sedang menunggu jawabannya.

Melihat hal itu Granesia pergi meninggalkan Shaerin dan kembali bergabung bersama Alza dan juga teman-teman lainnya.

Shaerin menatap kepergian Granesia, ia menghembuskan nafasnya perlahan.

"Kalau kita berteman, aku takut kau tidak akan menyukaiku, aku takut kau akan meninggalkanku suatu hari nanti." gumam Shaerin dalam hati

Dari kejauhan Naera melihat ada sepasang mata yang memperhatikan Shaerin dari tadi.

"Kenapa dengan dia?"

***

Naera mengajak Shaerin untuk pergi ke aula sekolah karena saat itu akan kedatangan seorang pengusaha terkaya, terkenal dan juga tertampan di dunia.

"Aku dengar dia sangat tampan sekali, dia baru pulang dari luar negri untuk urusan bisnisnya dan sekarang dia mengunjungi sekolah kita untuk bekerja sama dengan pimpinan sekolah." kata Naera begitu bersemangat.

Shaerin melebarkan senyumannya begitupun dengan Naera, jika bersama dengan sahabatnya Shaerin merasa sangat nyaman.

Disisi lain Ziel melangkahkan kakinya di aula sekolah, dengan tatapannya yang tajam ia menatap murid-murid yang ada disana dengan tajam dan juga dingin.

Walaupun auranya yang mencekap semua orang-orang yang berkumpul hanya fokus kepada wajahnya yang sangat tampan.

Di sisinya ada Asisten pribadinya yang tidak lain adalah Kaivan lalu dibelakangnya ada lima orang laki-laki berbadan tegak yang tentu saja itu adalah pengawal pribadinya.

Perhatian Ziel terpusat kearah salah satu murid yang ada disana, rambutnya yang diikat setengah dan juga senyumannya yang lebar dan juga hangat.

Ziel seperti mengenali orang itu tapi entah dimana Ziel bertemu dengannya.

"Bukankah dia gadis yang ada di lampu merah tadi?" gumam Ziel dalam hati.

Ia melonggarkan sedikit dasinya dan membuka kancing jasnya, Ziel mengalihkan perhatiannya ke tempat lain.

"Karena hari ini ulang tahunmu yang ke delapan belas, bagaimana jika kita merayakannya?"

"Kita akan makan di restoran, aku yang akan mentraktirnya dan juga ajaklah Karel." kata Naera lalu diangguki oleh Shaerin.

03

Malamnya Ziel pergi ke bar yang cukup terkenal dan menjadi tempat favoritnya jika ingin menghabiskan waktu.

Di sampingnya ada seorang laki-laki yang seumuran dengannya, dia adalah teman SMA Ziel sejak dulu dan sekarang sudah menjadi rekan bisnis.

Ada seorang wanita yang duduk diatas paha laki-laki yang bernama Xavier dan dengan santainya wanita itu mengiggit kecil leher Xavier.

"Kau hanya diam saja? apakah kau tidak ingin menyewa seorang wanita?" tanya Xavier melihat Ziel yang hanya diam saja sambil meminum alkohol.

"Aku sedang tidak mood." ujarnya dingin.

"Apakah karena wanita itu? jika ditebak mungkin sekarang mereka sudah sah menjadi suami istri, apakah kau kesal?"

"Diam atau jika tidak aku akan menghajarmu!" imbuh Ziel menatap kesal sahabatnya itu.

Xavier mengangkat Kedua tangannya lalu kembali fokus ke wanita yang masih duduk di atas pahanya itu, ia mengenal betul sifat Ziel saat sedang marah.

"Apakah kita harus menyewa kamar?" bisiknya di telinga wanita itu.

Ziel meneguk kembali alkohol itu hingga beberapa gelas sehingga membuatnya menjadi pusing.

Disisi lain Shaerin, Naera dan juga Karel sedang berkumpul di warung kecil yang tidak jauh di pusat kota.

Shaerin lebih memilih tempat itu karena harga makanan dan juga minumannya murah berbeda dengan restoran yang di pilih oleh Naera tadi.

"Selamat ulang tahun, sahabatku." ucap Naera tersenyum manis.

Karel yang duduk di sebelah Naera langsung menjulurkan tangannya untuk meraih kepala Shaerin lalu mengusap-usapnya dengan lembut.

"Selamat ulang tahun, sayang."

Shaerin tersenyum senang, seorang pelayan datang sambil membawa tiga mangkuk makanan kuah yang disukai oleh Shaerin.

"Naera ini sangat pedas, apakah kau akan menyukainya?" tanya Karel khawatir melihat kuah milik Naera begitu merah.

"Tidak apa-apa, aku akan menghabiskan ini karena Shaerin menyukainya, aku menyukai semua yang disukai oleh Shaerin."

Tangan Karel terulur untuk mengusap bibir Naera yang saat itu sudah belepotan, Shaerin yang melihatnya hanya diam saja.

Mungkin dia pikir wajar pacarnya melakukan hal itu kepada sahabatnya sendiri karena Karel pernah mengatakan jika ia menganggap Naera sebagai adiknya saja.

Karel melepaskan jaket yang sempat ia pakai lalu menutupi bagaian paha Naera yang terlihat, kebetulan Naera belum mengganti pakaian sekolahnya dan roknya pun terlihat minim.

Shaera menundukan kepala lalu melihat kearah pahanya yang juga terlihat, tangannya bergerak untuk menarik roknya agar menutupi pahanya sendiri.

"Disini sangat dingin sekali, kenapa kau memakai rok yang pendek seperti ini?" tanya Karel sambil menyentil kening Naera.

"Karel, sakit sekali!"

"Itu hukuman untukmu." seru Karel yang langsung tertawa.

Shaerin lebih memilih untuk mulai mencicipi makanannya karena takut keburu dingin, tanpa memperdulikan Karel dan Naera yang sedang asik bercanda.

Jam menunjukan pukul sepuluh malam dan Shaerin baru saja pulang dari acara makan-makannya.

Di tangannya ia membawa kotak besar yang berisi kue, sebelum pulang ia membeli dulu kue dari hasil uang yang ia tabung selama satu bulan.

Karel:

Maafkan aku sayang, karenaku kau harus berjalan kaki.

Mobil Naera mogok dan aku harus mengantarkannya.

Tanpa menjawabnya Shaerin menyimpan ponselnya di atas meja, ia membuka kotak kue itu lalu menyalakan lilinnya.

Sebelum meniup lilin itu, Shaerin memejamkan matanya dan berdoa untuk keinginan kedepannya.

Setelah selesai ia pun meniup lilin tersebut. "Salamat ulang tahun untuk diriku sendiri." ucapnya sambil tersenyum nanar.

Belum sempat Shaerin memotong kue itu secara tiba-tiba kue itu jatuh dan tidak berbentuk lagi akibat ulah ibunya yang datang sudah dalam keadaan mabuk.

"Ibu!" teriak Shaerin melihat kuenya yang berantakan di lantai.

Zyan kakak laki-laki Shaerin datang menghampiri mereka berdua setelah mendengar teriakan adiknya itu.

Ia melihat ibunya yang sedang duduk sambil memejamkan matanya karena merasa pusing, pakaiannya pun terlihat sangat minim sekali bahkan di tengkuk lehernya ada bekas kepemilikan.

"Berani sekali kau berteriak kepada ibu seperti itu!" ujar Zyan menatap tajam adiknya itu.

"Kueku..." gumamnya sambil memunguti kembali kuenya yang sudah hancur.

"Bisa-bisanya kau merayakan ulang tahunmu di hari kematian ayah?" tanya Zyan dengan suara yang tinggi.

Ia menghampiri Shaerin dan kembali menjatuhkan kue yang sempat dipunguti olehnya tadi.

"Apa salahku merayakan ulang tahunku sendiri, bahkan kalian sama sekali tidak pernah merayakan ulang tahunku!"

"Kau tidak pantas untuk merayakan ulang tahunmu di hari kematian ayah."

"Kakak, ku mohon..."

Shaerin menghembuskan nafasnya merasa lelah dengan semua keadaan ini.

"Tidak bisakah kau memperlakukanku seperti manusia?"

"Apa yang aku lakukan?" tanya Zyan meninggikan suaranya.

"Bukan aku yang membuat ayah meninggal, aku tahu aku terlahir karena laki-laki bandit!"

"Lagipula aku tidak menginginkan itu semua, aku tidak ingin lahir ke dunia ini dan menjadi bagian dari keluarga ini!" teriak Shaerin.

"Tidak ada yang perduli padaku, tidak ada orang di keluarga ini yang perduli padaku."

"Hei, Shaerin!"

Shaerin dan juga Zyan menatap kearah yang sama, dimana ibunya sudah berdiri sambil sempoyongan.

Dengan sekuat tenaga ia menarik lengan putrinya itu lalu menjatuhkannya di atas sofa, dengan cepat ia memukul punggung anaknya itu tanpa henti.

"Sakit ibu!" isak Shaerin merasa sakit yang luar biasa di punggungnya.

"Kamu ga pantes hidup, kamu gak layak dicintai, kamu cuman bisa merusak semuanya, tidak ada yang perduli padamu, tidak ada yang ingin mendengarkanmu!" teriak Delvya ibu Shaerin.

Zyan langsung memeluk ibunya itu agar berhenti memukuli Shaerin yang saat ini sudah menangis sesegukan.

"Hidupku sulit, ini membunuhku jadi-"

"Benar saja, ibu selalu mengatakan itu." potong Shaerin cepat

"Hidupku sulit, ini membunuhku jadi pahami keadaan ibu, lalu! lalu bagaimana denganku? siapa yang akan memahamiku? aku juga kesulitan dan siapa yang akan mengerti aku?" tanya Shaerin berteriak kepada kakak laki-laki dan juga ibunya.

Sungguh hatinya sangat sakit sekali mendengar kata-kata yang keluar dari mulut ibunya, kenapa dia yang disalahkan atas semua ini?

Shaerin mengusap air matanya dengan kasar lalu pergi meninggalkan rumah itu dengan keadaan yang kacau.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!