Sebuah pondok pesantren yang luas, Alesha menuntut ilmu bersama teman-temannya. Negara ini benar-benar makmur, dengan raja yang bersifat rendah hati.
"Anak-anak, kalian bisa istirahat sebentar. Ada makanan, yang menjadi rezeki pagi ini."
"Iya Bu." jawab semuanya.
Alesha, Qiyna, dan Asma duduk di barisan paling depan. Azizah dan Aminah duduk di barisan kedua. Seorang raja masuk, dengan membawa kotak makanan lengkap. Dia tersenyum, lalu menyuruh guru membagikan makanan.
"Semoga kalian semangat terus menuntut ilmu." ujar raja Noi.
"Terima kasih raja Noi." jawab semuanya serentak.
Kelima gadis tersebut mengoper makanan ke meja bagian belakang untuk semuanya. Ibu Ziy memastikan semua orang, mendapatkan bagian yang seharusnya.
"Ayo Nak, kita makan bersama." ajak ibu guru.
"Iya Bu." jawab Alesha.
Dimulai dengan pembacaan doa, lalu memasukkan makanan ke dalam mulut masing-masing. Alesha dan teman-temannya mencuci tangan usai makan.
"Anak-anak, Ibu ingin kalian mengerjakan latihan bahasa Arab." ujar Ziy.
"Baik Bu." jawab semuanya.
Setelah ibu Ziy keluar, Azizah mulai berkompromi. Teman-temannya mendengarkan usulan idenya, sudah mendekatkan telinga.
"Eh, kita masuk ke dalam perpustakaan yuk." ajak Azizah.
"Iya boleh." jawab Alesha.
Alesha memeriksa rak buku, lalu membaca kisah nabi dan sahabat. Begitupula dengan teman-temannya, yang fokus membaca kisah orang-orang terdahulu.
"Keren iya nabi Muhammad, punya sahabat yang beriman luar biasa." Qiyna terkagum-kagum.
Alesha menoleh ke arahnya. "Cerminan diri juga si, karena nabi memang manusia mulia. Wajar saja, Allah kirimkan orang-orang baik."
"Kita ini cuma orang biasa, kadang iman naik turun." ujar Qiyna.
"Bukan berarti sebuah kesulitan itu, karena Allah tidak sayang. Melainkan untuk menguji seberapa kuat iman hamba-Nya." jawab Alesha, yang memang berpikir positif.
"Asalkan hijrah tidak sendirian, tidak terlalu sulit juga." sahut Asma.
"Ibaratnya, sebuah domba yang sendirian, lebih mudah diterkam serigala. Begitu pun dengan umat Islam, yang tidak berkumpul bersama yang lain. Dia mudah terkena bisikan iblis." Alesha memberikan contoh kecil.
Aminah membenarkan ucapan Alesha. "Iya, karena manusia sejatinya butuh nasehat."
Mereka duduk di kursi, lalu melihat sekilas ke arah kaca jendela. Fokus lagi membaca buku, agar daya ingat semakin kuat. Semakin sering diulang, kemungkinan besar tidak lupa.
Alesha mengaji dengan merdu, hingga seorang lelaki lewat depan pintu masjid. Dia menundukkan pandangan, namun terkagum dengan suara tersebut.
"MasyaAllah, suara dia merdu sekali." monolog Tauhid.
"Namanya Alesha." Amsah memberitahunya.
"Ooh gitu, aku pergi dulu." ujar Tauhid.
"Jangan lupa menjaga pandangan, pikiran, dan hati." Amsah sengaja menasehati.
Malam hari, semuanya berkumpul. Mereka makan di asrama, sengaja menikmati momen kebersamaan. Semuanya membaca doa, memilih makan dengan diam. Usai makan, baru mereka mengobrol lagi.
"Eh, materi menghafal bahasa Arab sudah dikerjakan belum." ujar Azizah.
"Iya, aku sudah hafal." jawab Alesha.
"Enak iya, yang otak encer. Aku sama sekali belum ada ingat." ucap Azizah.
"Heheh... berdoa saja sama Allah untuk dipermudah. Sebenarnya, semua orang sudah diberikan standarisasi kapasitas masing-masing." Alesha menjawab.
Aminah, Azizah, Alesha, Qiyna, dan Asma melangkahkan kaki menuju kamar. Waktunya untuk beristirahat, saat waktu malam tiba. Mereka tidur pulas, tidak mendengarkan apa pun. Hujan menutupi fungsi pendengaran yang harusnya mengeluarkan suara, terdengar jelas ke arah telinga.
Hafalan Al-Qur'an telah menjadi rutinitas para santri. Mereka harus menyetor hafalan, sampai waktu yang ditentukan oleh ustadz dan ustadzah. Seorang guru memang bertugas mengajarkan ilmu, menjadi pendidik yang disiplin. Dengan begitu, tercipta generasi cerdas. Seorang laki-laki demi menyampaikan perasaan, rela menggedor jendela kamar. Asma yang sempat mendengarnya merasa heran, siapa kiranya tengah malam menyempatkan diri untuk datang.
Asma membuka jendela. "Astaghfirullah, ada apa akhy ke sini?"
"Aku hanya ingin memberikan surat." jawab Wahji.
Asma mengambil surat tersebut. "Mengapa harus tengah malam, siang hari juga bisa."
"Ini bukan sekadar surat, isinya adalah hal pribadi." Wahji menoleh ke arahnya.
Setelah kepergian Wahji, Asma membukanya dengan perlahan. Kata-kata yang ditulis, membuat perasaan hatinya berbunga-bunga. Sangat indah, seperti sebuah puisi.
Keesokan harinya, kegiatan bersih-bersih halaman asrama. Ada juga lapangan upacara, sumur yang ada di belakang. Taman untuk santai para santri juga dibersihkan.
"Wahai kucing, makhluk kesayangan Rasulullah. Apa kamu tahu, apa yang sekarang aku rasakan? Aku sedang lupa dengan hafalan Al-Qur'an. Bantu aku untuk mengingatnya iya, aku benar-benar galau." Asma melihat kucing berbulu lebat, yang bersandar pada betis kanannya.
"Kalau kamu lupa sama bacaannya, minta tolong sama Allah supaya kamu bisa terus mengingatnya." Alesha mendekati Asma, yang menjadi gelisah setelah menerima surat.
"Iya Alesha, terima kasih atas saran darimu." ujar Asma.
"Sama-sama teman." jawab Alesha.
Raja Noi memberikan sumbangan untuk warga yang kesusahan. Dia juga membangun rumah Qur'an, sungguh mulia hatinya. Kota Alberd aman dan damai, berkat kepemimpinannya yang mulia. Negara A sungguh beruntung, memilki pemimpin seperti raja Noi.
"Allah meminta hak, supaya sujud pada-Nya dengan sempurna. Datang lima waktu dalam sehari, namun masih ingin lebih romantis. Ketika kamu bisa meletakkannya dalam hati, dengan perasaan yang mendalam. Itulah sebenarnya hal paling romantis untuk-Nya. Jatuhkan hati, tanpa perlu keraguan. Jatuh cinta pada-Nya, tidak akan pernah membuat manusia kecewa." Raja Noi menasehati rakyatnya.
"Iya raja Noi, namun hidup kami tetap susah saja. Padahal kami salat dan ngaji, sering dilakukan setiap hari." jawab seorang pria paruh baya.
"Kalau seperti itu cara pandang, sama saja tidak ikhlas dalam beribadah. Ingatlah satu hal, ibadah tidak untuk jaminan kaya. Namun kalian akan mendapat ketenangan, karena selalu berharap ridha dari-Nya." ucap raja Noi.
"Baiklah raja." jawab semua rakyatnya.
Raja Noi pergi dengan menggunakan kuda. Para prajurit setia mengikuti di belakang, ada juga yang mengawal di depan. Raja Noi pergi ke panti asuhan, untuk memberikan bantuan pada anak yatim piatu.
"Hore, raja Noi datang lagi." ujar seorang anak laki-laki.
"Dia pasti mau membelikan mobil-mobilan" jawab orang di sebelahnya.
"Tidak, dia ingin memberiku boneka." sahut seorang anak perempuan.
"Jangan berebut, raja Noi pasti membuat kalian semua mendapatkan bagian." Raja Noi menyukai anak-anak kecil.
Seorang perempuan paruh baya mempersilakan masuk, dia adalah pengurus panti asuhan. Semua perempuan melihat raja Noi, lalu menundukkan kepalanya untuk menjaga pandangan.
"Bagaimana dengan fasilitas panti asuhan, apa ada yang sudah rusak?" tanya raja Noi.
"Ada beberapa kasur, yang memang harus diganti. Namun, biaya pendidikan untuk beberapa orang masih dibutuhkan. Terpaksa menunda untuk membelinya, karena uang panti asuhan tinggal menipis." jawabnya ramah.
Alesha melangkahkan kaki, menuju ke kamar mandi. Tiba-tiba saja dia terpeleset, lalu Asma menolongnya. Wahji yang sedang bersih-bersih tersenyum ke arah Asma.
"Hai!" sapa Alesha.
"Iya." Asma sempat terkejut, saat Alesha menyapanya.
"Kamu kebanyakan bengong, kenapa si?" tanya Alesha.
"Tidak kok." jawab Asma.
Asma mengucapkan istighfar, karena merasa senang berdekatan dengan Wahji. Dia takut, iblis akan mengikuti permainan tersebut. Sengaja menyudahi perasaan, agar tidak terlanjur dalam.
"Ada apa? Wajahmu tampak cemas, kalau memang ada masalah cerita dong. Aku siap untuk mendengarkan, apa yang menjadi keluh kesah." ucap Alesha.
"Tidak Alesha, aku baik-baik saja. Hanya ada hal keliru, yang sempat lewat. Aku pun tidak tahu, panah tersebut hadir karena Allah atau iblis yang mencoba merayu." jawab Asma, membuka sedikit uneg-uneg.
Ustadzah masuk ke dalam kelas, menjelaskan tentang ilmu pengetahuan agama Islam. Semua santri memperhatikan dengan seksama, supaya tidak masuk telinga kanan dan keluar telinga kiri.
"Pengikat tauhid itu ada tiga macam. Takut pada Allah, berharap dan cinta kepada allah. Bertambahnya takut, disebabkan banyaknya dosa. Setiap ingin melakukan tindakan, harus ingat dengan Allah Swt. Apa Dia suka atau tidak, dengan langkah yang akan kita ambil." ucap ibu Oki.
"Baik ustadzah." jawab Alesha.
Setoran hafalan Al-Qur'an dimulai, lalu semua orang mendengarkan. Ada yang ikut menghayati, apa bacaan tersebut salah atau tidak. Namun bukan tugas mereka berkomentar, biar ustadzah saja yang menilai.
Asma maju ke depan kelas, mulai membaca ayat yang dihafal. Asma mendengar suara ketukan spidol tiga kali, pertanda bahwa hafalannya ada yang salah.
"Hasbunallah Wanikmal Wakil Nikmal Maula Wanikman Nasir."
Cukuplah Allah sebagai tempat bagi diri kami, sebaik-sebaiknya pelindung dan sebaik-baiknya penolong kami.
Asma menerjemahkan arti dari firman Allah Swt, lalu duduk kembali ke kursinya. Giliran lagi Alesha yang maju ke depan, lalu lancar sampai selesai. Ustadzah Oki menyuruh Alesha duduk, karena sudah benar dalam bacaan.
"Bagus Alesha, kamu sudah fasih dalam bacaan." ucap ustadzah Oki.
"Terima kasih ustadzah." jawabnya.
Qiyna, Azizah, dan Aminah bergiliran lagi untuk maju. Semua orang sudah selesai melalui pengetesan satu persatu. Alesha melangkahkan kaki mengikuti Asma, yang diam-diam bertemu dengan lelaki.
"Ada apa kamu ingin bertemu di sini? tanya Asma.
"Aku diam-diam menyukai kamu." jawabnya.
"Tapi, di sini tidak boleh berpacaran." ujar Asma.
"Diam-diam saja, please." Wahji merayunya, agar Asma bersedia.
"Maaf, aku tidak bisa." ucap Asma.
"Aku ingin memilikimu ukhty, pacaran islami 'kan juga bisa." jawab Wahji.
Alesha melarang Wahji mendekati temannya, tiba-tiba muncul menarik lengan Asma. Dia tidak ingin temannya terjerumus, dalam cinta palsu. Alesha mengedipkan mata ke arah Asma, mengajaknya untuk pergi.
"Ayo, kita tinggalkan dia." ujar Alesha.
"Tapi Alesha, aku benar-benar suka." jawabnya.
"Aku sudah mengingatkan kamu, tapi kalau tidak mau bagaimana lagi. Kalau jodoh, kalian sebenarnya akan tetap bersama." ucap Alesha.
"Iya sudah, ayo kita pergi." jawab Asma.
Asma dan temannya mengucapkan kata permisi, lalu pergi begitu saja. Wahji kecewa dengan Asma, yang menolaknya mentah-mentah. Padahal hal tersebut untuk menjaga keduanya, dari hubungan yang tidak diridhai oleh Allah.
"Asma, kamu jangan sedih iya." ujar Alesha.
"Tidak kok, ada Allah di sisiku." jawabnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!