\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*
♥️♥️♥️♥️♥️
Kepala pelayan yang berusia sekitar 50 tahunan
itu tampak tergopoh-gopoh menghampiri Tuan
muda keluarga Mahendra yang saat ini baru saja
tiba di dalam mansion sepulang dari kantor
dengan wajah sedikit lelah. Namun meski begitu
tak sedikitpun mengurangi ketampanan wajahnya yang dapat melelehkan salju di kutub Utara..
Pak Ali meraih tas kerja dari tangan Tuan
mudanya seraya kemudian membungkukan
badan.
"Selamat datang Tuan muda."
"Ada apa? Aku cukup lelah hari ini."
Dia tetap berjalan dengan wajah datar dan aura
dingin yang menyelimuti sekitar dirinya. Pak Ali
tampak mengikuti dengan langkah lebar mencoba
mensejajarkan langkah dengan Tuan Mudanya.
"Tuan Besar berpesan agar Tuan Muda menemui
nya sekarang juga."
Pria muda dengan wajah dan bentuk tubuh yang
sangat sempurna itu tampak menghentikan langkahnya seketika. Wajahnya terlihat sedikit mengeras, dia melempar tas kecil yang di bawa
nya ke tangan Pak Ali yang sigap menangkapnya.
"Dimana dia?"
"Di ruang kerjanya Tuan muda "
Tanpa basa basi lagi, Pria muda tersebut langsung
melangkahkan kaki ke ruang kerja di dalam istana
keluarga Mahendra.
Seorang Pria tua dengan rambut yang sudah
berubah putih seluruhnya itu tampak menoleh
kearah kedatangan cucu nya yang saat ini sudah berdiri dengan melipat kedua tangan di dada nya, menatap datar kearah lelaki tua yang masih
terlihat begitu berkharisma di masa tuanya.
"Apa kita akan membahas tentang hal yang
sama?"
Menatap tajam wajah sang kakek yang tampak
tersenyum miring dan balik menatap cucunya.
"Tentu saja. Besok Kakek akan menjemput jodoh
mu itu. Dan lusa nya, kalian akan melakukan ijab
kabul."
"Cihh..!! Kakek begitu bernapsu mencarikan jodoh
buatku ! Sementara calon yang aku inginkan tak
pernah dilirik sedikitpun !"
Pria muda itu mendengus geram. Sang kakek
terkekeh pelan. Dia melangkah menghampiri
sang cucu yang memalingkan wajah nya.
"Kakek sudah menyiapkan yang terbaik untukmu jauh-jauh jari. Dan sekarang waktu nya untuk
kakek jemput kemudian menyerahkan nya padamu."
"Aku bisa mendapatkan wanita manapun yang
aku inginkan.!"
"Hahaa..tentu saja ! siapa yang akan meragukan
hal itu.!"
Pria tua itu kembali terkekeh, tapi tatapan nya kini
semakin tajam, hingga sang Pria muda tak mampu
membalas tatapan penuh aura intimidasi itu.
"Umurmu sudah hampir kepala 3 sekarang, sudah lebih dari cukup untuk mengambil tanggungjawab
terhadap suatu hubungan serius. Sebelum kakek pergi, berikan satu ketenangan bathin pada lelaki
tua ini."
Pria muda itu dengan cepat melirik dan menatap
tajam wajah sang kakek yang tampak berjalan
menuju kursi dan meja kerja nya. Ada sorot mata
tidak nyaman yang terpancar dari mata nya mendengar ucapan kakeknya barusan.
"Baiklah..! Lakukan apapun yang bisa membuat
dirimu senang !"
Dia membalikan badannya namun terhenti saat
sang kakek kembali berucap.
"Setelah kau menikahinya, semua kekayaan akan
beralih atas nama mu..!"
Pria muda itu terdiam, tangannya terkepal kuat.
"Jadi wanita itu adalah kunci harta karun yang
selama ini begitu gigih kakek sembunyikan ?"
Dia menggeram dengan rahang mengeras.
Sang kakek menatap dingin dari kejauhan.
"Semua ada waktunya.!"
Tanpa kata lagi Pria muda itu melangkah keluar
dari ruang kerja kakeknya dengan wajah yang
sangat dingin. Dia membenci semua keputusan
sang kakek yang tidak pernah memberikan
kebebasan pada dirinya untuk menentukan
pilihannya sendiri.
Ketika melewati ruang keluarga dia berpapasan dengan seorang wanita setengah baya yang masih terlihat begitu cantik, elegan dan terawat. Wanita
itu menghampiri dan menatap lekat wajah Pria
muda tadi.
"Apa lelaki tua itu tidak menyerah dengan semua
keegoisannya.?"
Pria muda tadi hanya menatap ke sembarang arah
tidak ingin bertemu tatap dengan wanita paruh
baya yang nyata-nyata adalah ibunya itu.
"Biarkan semua berjalan seperti keinginannya.!"
Kemudian dia berlalu dari hadapan wanita paruh
baya itu yang masih menatapnya dengan sedikit
senyum tipis terukir di sudut bibirnya yang merah
menyala.
"Itu adalah keputusan yang terbaik anakku
sayang ! Dengan begitu semua kebebasan
akhirnya akan datang pada kita semua."
Gumamnya dengan raut wajah berubah cerah.
Kemudian dia menyambar tas branded di atas
meja setelah itu melangkah keluar istana.
***** *****
Pagi ini cuaca cukup cerah, matahari tampak
bersinar dengan sempurna, hingga walaupun
masih sekitar jam 9 pagi tapi hawa panas sudah
mulai terasa sedikit menggigit kulit seorang gadis
berkerudung hijau yang baru saja keluar dari
sebuah angkutan umum. Dia berjalan dengan
tergesa menyebrang jalan menuju sebuah kampus yang berada tepat di depannya.
Namun karena terburu-buru dan tidak sempat
menengok kanan kiri sebuah mobil mewah yang
melaju cukup kencang hampir saja menabraknya
kalau supir mobil tersebut tidak cepat-cepat
menginjak rem. Klakson berbunyi dengan
panjang menandakan kekagetan yang cukup
dari si pengemudi.
Tubuh gadis itu yang tadi sempat menjerit histeris
saat menyadari dirinya dalam bahaya tersebut
tampak terduduk lemas dengan wajah tertunduk,
matanya terpejam sedikit meringis merasakan
nyeri di lututnya karena sempat membentur bagian depan mobil mewah tersebut.
Sang pengemudi dengan cepat keluar dari mobil
dan berjalan menghampiri si gadis yang masih
terduduk lemas sambil memegangi dadanya yang
masih berdetak tak beraturan.
"Nona..apa anda terluka.?"
Si gadis masih terpejam tampak terkejut, dengan cepat mendongak dan melihat seorang laki-laki setengah baya tengah menatapnya dengan
khawatir. Gadis tersebut tersenyum tipis dan
berusaha untuk berdiri seraya mengambil tas
ransel nya yang tergeletak di aspal.
"Saya tidak apa-apa Pak, maaf.. saya yang salah,
tadi terlalu terburu-buru."
Dia menyampirkan tas nya ke pundak kemudian
menunduk sedikit.
"Apa tidak sebaiknya pergi ke rumah sakit, bapak
takut ada yang luka."
"Tidak usah Pak, saya sungguh tidak apa-apa."
"Tapi Nak.."
"Percayalah Pak, saya baik-baik saja."
Brakk !!
Mereka berdua terperanjat kaget saat mendengar
suara pintu mobil yang di banting dengan keras.
Keduanya menoleh kearah datang nya suara. Di
dekat pintu mobil belakang tampak seorang Pria
dengan setelan jas rapi yang sangat menawan
telah berdiri dengan aura dinginnya yang
menusuk. Kacamata hitam bertengger manis
di atas hidung mancung nya menambah kesan
gagah dan maskulin dari pria ini.
"Tuan muda.. maaf, saya hanya khawatir pada
nona ini."
Pak Supir dengan ketakutan cepat-cepat maju
mendekat dengan membungkuk dalam di hadapan
Tuan muda nya itu.
"Dia yang salah.! Waktuku yang terbuang lebih
berharga dari nyawa orang ceroboh seperti itu.!"
Deg !
Hati si gadis langsung berdenyut nyeri mendengar
ucapan pedas dari Pria yang ada di hadapannya
itu. Sungguh Arogan !!
Dengan cepat Pria itu mengeluarkan dompet
dari saku celananya, kemudian mengeluarkan beberapa lembar uang ratusan ribu, setelah itu
di lempar ke hadapan si gadis yang tampak
terhenyak dan terkejut dengan semua prilaku
arogan laki-laki yang ada di hadapannya itu.
"Itu lebih dari cukup untuk mengganti semua kecerobohan yang di sebabkan oleh dirinya
sendiri."
Dia berbalik, membuka pintu mobil dan..
Blam !!
Pak Supir dan si gadis kembali terlonjak kaget
saat pintu mobil dibanting dengan keras. Wajah
pak supir tampak memucat sedikit bingung.
Namun berbeda hal nya dengan si gadis, kini
wajahnya terlihat sedikit memerah, emosi mulai
naik ke permukaan, harga dirinya seakan telah
terinjak tanpa ampun di hadapan pria angkuh itu. Dengan cepat dia memungut ceceran uang dari
atas jalanan. Setelah itu tanpa di duga dia membuka pintu mobil yang tadi di banting si Pria.
Mata si gadis yang sebening kristal dengan bola
mata coklat gelap tampak menatap tajam Pria
arogan di hadapannya yang saat ini sedang duduk
tumpang kaki dan matanya sedang terfokus
ke layar ponselnya.
"Maaf Tuan yang terhormat, saya tidak butuh
uang anda, lagipula disini saya yang salah !"
Dia segera melempar uang itu keatas jok mobil
di samping si Pria yang seketika menolehnya.
Pria itu membuka kacamata hitam nya. Kini mata
elang nya bertabrakan dengan mata indah si gadis.
Keduanya tampak saling pandang kuat seolah
tidak ada yang ingin mengalah.
Pria itu menggeram dan mengepalkan tangannya,
baru kali ini ada orang yang terang-terangan
berani mangadu tatap dengan dirinya. Selama
ini bahkan keluarganya pun tidak ada yang berani memandang dirinya dengan durasi cukup lama.
"Tolong..hargai sedikit nyawa orang, tidak semua
hal bisa anda beli dengan uang.!"
Si gadis berbalik kemudian menutup pintu mobil
dengan sedikit keras. Setelah itu tanpa basa basi
lagi dia berlari menyebrang jalan menuju ke
gerbang masuk universitas yang menjadi
tujuannya di ikuti tatapan tajam dari mata si Pria
tadi yang tampak mengetatkan rahangnya. Aura
di wajahnya terlihat semakin dingin.
"Tuan muda..maafkan saya "
"Berangkat sekarang.! waktuku sudah tersita
banyak.!"
"Baik Tuan.."
Pak Supir segera menginjak pedal gas dan meluncurkan mobilnya.
----- -----
Suasana di aula kampus tampak sudah sangat
penuh. Semua ruang di dalam aula yang sangat
luas itu sudah tidak tersisa lagi. Hari ini adalah
hari ulang tahun universitas tersebut, dan
biasanya akan di rayakan dengan sangat meriah. Apalagi hari ini kabar nya akan di hadiri langsung
oleh pemilik sekaligus pendiri Universitas tersebut.
Di sebuah ruang di belakang panggung tampak
kesibukan tengah mewarnai seluruh ruangan
yang tidak terlalu besar itu.
"Kemana saja sih Naya ? jam segini baru nongol.
Kak Amar udah dari tadi nyari kamu loh !"
Seorang mahasiswi bertubuh tinggi dengan
rambut di cat warna coklat kemerahan tampak mengomel tiada henti pada si gadis yang tadi
hampir tertabrak saat menyebrang.
Kanaya Az Zahwa..
Nama gadis tadi, dia merupakan mahasiswi
tingkat akhir jurusan bisnis manajemen di
universitas ini. Saat tiba di belakang panggung
dia langsung bersiap diri dengan merapihkan penampilan dan pakaiannya.
"Hei..aku bicara padamu.! Emang enak di cuekin.!"
Yara si gadis berambut coklat tadi yang merupakan
sahabat Kanaya tampak mengerucutkan bibirnya
kesal karena omelan nya tidak ditanggapi oleh
gadis berkerudung itu.
"Iya..maaf Yara sayang..tadi aku ada masalah
sedikit di jalan, jadi nya ya.. sedikit terlambat
gini deh."
"Itulah akibatnya karena kamu ngeyel tidak
mau aku jemput "
"Aku selalu saja merepotkan mu selama ini."
"Memang siapa yang peduli.?"
Yara memalingkan wajah cemberut. Melihat hal
itu Kanaya tampak berdiri, lalu merangkul Yara
setelah meyakini penampilannya kini sudah siap.
Yara tersenyum membalas rangkulan sahabat nya
itu, namun tidak lama kemudian dia menjauhkan tubuh Naya dan menilik penampilannya.
Dia tidak pernah tidak terpesona pada semua
yang ada pada diri sahabat nya ini. Semua
tampak begitu istimewa dan berbeda. Kanaya
itu ibarat rembulan di malam hari, menyinari kegelapan namun tetap meneduhkan siapa
saja yang melihat dan menikmati pesona kecantikannya.
Padahal kenyataannya gadis berusia 21 tahun
itu hanyalah seorang anak yang hidup di sebuah
panti asuhan biasa yang jauh dari kata mewah. Sedang Yara adalah seorang gadis yang hidup
dalam gelimang harta dan materi yang berlimpah. Namun perbedaan strata kehidupan mereka tidak pernah menjadi jarak atas persahabatan keduanya yang sudah terjalin sejak sekolah menengah atas.
"Oke perpect.!"
Dia mengacungkan kedua jempolnya seraya
mengedipkan mata bersamaan di pintu ruangan
muncul 3 orang pemuda bertubuh tinggi.
Yang paling dominan adalah seorang pemuda
dengan wajah yang sangat tampan di hiasi sedikit
jambang di sekitar dagunya memperlihatkan
aura timur tengah yang sangat kental.
"Akhirnya kamu datang juga."
Pemuda tampan dengan tatapan yang sangat
memikat tersebut mendatangi Kanaya dengan
senyum manis tersungging di bibir seksi nya.
Kanaya tampak sedikit tersenyum menyambut
ketiga laki-laki yang tergabung dalam grup musik
gambus di mana dirinya sebagai vokalis utamanya.
"Maaf telah membuat kalian menunggu."
"Gak masalah Naya, lagipula giliran kita masih
ada cukup waktu."
Pemuda yang satu lagi menyela seraya duduk
di atas bangku rias.
"Apa ada masalah di jalan ?"
Pemuda tampan yang bernama Amar dan
merupakan pimpinan grup musik mereka terlihat
menatap intens wajah Kanaya yang tampak
sedikit menegang mendengar pertanyaan Amar.
Dia menggeleng dengan cepat.
"Gak ada Kak, hanya.. sedikit masalah kemacetan
saja kok."
"Aku kan udah bilang, mending di jemput sama
Bang Amar saja, biar sekalian berangkat nya."
Pemuda yang satu lagi ikut nimbrung.
"Ehh..biasanya juga dia berangkat bareng aku.!"
Yara memprotes sambil melebarkan bola matanya
kearah pemuda tadi yang bernama Gibran. Sedang
pemuda satu lagi yang bernama Abrar tampak
hanya terdiam memperhatikan perdebatan yang
terjadi di antara teman-temannya.
"Baiklah Yara sayang..Abang mengalah deh
sama kamu."
Gibran berucap seraya menatap mendamba
kearah Yara yang langsung mendengus. Pemuda dengan wajah blasteran Eropa itu memang sudah lama mengejar perhatian Yara walau tidak pernah
mendapat respon positif dari gadis cantik itu .
"Baiklah kalau begitu kita lebih baik bersiap.
Acara sudah di mulai dan sebentar lagi giliran
kita naik ke panggung "
Amar mengakhiri percakapan dengan masih
menatap lekat wajah Naya yang mengangguk.
Hatinya saat ini begitu bergejolak melihat
bagaimana cantik dan anggunnya penampilan
vokalis grup musiknya itu.
Akhirnya mereka semua ke luar dari ruangan itu
menuju ke back stage guna bersiap diri karena
acara sudah di mulai.
Dua pembawa acara sudah berada di atas
panggung sedari tadi membuka semua rangkaian acara tahunan ini yang kali ini terasa begitu istimewa.
\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*
Bersambung...
\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*
♥️♥️♥️♥️♥️
Suasana di dalam Aula tampak gaduh saat
pembawa acara memberitahukan kehadiran
orang yang paling penting dan paling di tunggu
dalam acara kali ini. Semua tampak memfokuskan perhatian kearah pintu utama aula dimana disana terlihat para petinggi kampus dan beberapa
pejabat pemerintahan yang turut menghadiri
acara ini berjalan dengan hormat mengiringi
langkah seorang lelaki tua yang masih tampak
begitu berwibawa dan berkharisma.
Bagaimana tidak..!!
Dia adalah Tuan Adiyaksa Wiguna Mahendra,
seorang konglomerat terkenal, pemilik berbagai perusahaan besar dan ternama yang tersebar
di berbagai negara. Dan pusat nya ada di negeri
ini dengan induk perusahaan bernama
'AM Corporation' yang saat ini ada di bawah
kendali penuh cucu satu-satunya bernama
Abraham Geraldi Mahendra.
Bahkan para pejabat pemerintah pun akan
tunduk dan hormat di hadapan lelaki tua itu.
Tuan Adiyaksa di tempatkan di kursi khusus
tamu kehormatan yang berada di barisan tengah paling depan bersama beberapa pejabat dan orang-orang penting dari Universitas tersebut.
Dia tampak duduk tegak dengan wajah datar
namun terlihat bersemangat dan sorot matanya tampak mencoba memperhatikan keadaan
sekitar panggung. Tidak lama dia terlihat
sudah berbincang hangat dengan sang Rektor
dan para pejabat dengan sesekali di selingi
tawa kecil dan senyum bangga saat mendengar berbagai prestasi yang telah di raih oleh
Universitas miliknya tersebut.
Suasana sedikit hening saat lampu di panggung
berubah remang, Tuan Adiyaksa dan semua orang
yang hadir di aula tersebut tampak memfokuskan
pandangan kearah panggung. Tidak lama lampu
kembali menyala seiring lantunan musik gambus
yang mulai mengalun dengan merdu dan syahdu.
Duduk di tengah panggung sang vokalis grup
musik tersebut dengan anggun nya. Semua orang
mengenal grup musik gambus ini. Apalagi dengan
vokalis nya yang nampak mampu menyedot fokus
dan perhatian semua mata yang ada di tempat itu.
Selain wajahnya yang sangat meneduhkan, suara
nya itu, sangat lembut..sangat merdu..dan mampu menenangkan semua orang yang mendengar nya, hingga akan tanpa sadar meneteskan air mata.
Lagu religi Ainul Uyyun sebagai lagu pembuka
saat ini terdengar mengalun dengan syahdu nya, menyejukkan pendengaran semua orang dengan suara lembut dan mendayu. Para hadirin tampak
terdiam meresapi dan menikmati alunan merdu
musik religi yang kini memehuhi seluruh ruangan
aula yang menjadi tempat acara.
Tuan Adiyaksa tampak terdiam, menatap takjub
ke tengah panggung. Bibir nya yang sudah keriput
tampak tersenyum tenang dengan mata yang tiada
lepas menatap kearah Kanaya yang saat ini sedang
begitu larut dalam lagu dan musik yang di bawakan nya.
Selesai lagu pertama, lagu kedua berjudul Allah
Allah Aghisna ya Rasulallah kembali mengalun
merdu membuat semua orang semakin larut
dalam penyesalan segala dosa dan kekhilafan terhadap Sang Maha Pencipta. Tak terasa beberapa orang terlihat meneteskan air mata saat menyadari betapa hina dan rendah nya kita di hadapan Sang Pemilik Kehidupan. Selama ini, kebanyakan orang hanya larut dalam napsu duniawi tanpa menyadari bahwa hidup di dunia tidak lah kekal. Ada alam keabadian yang tengah menunggu mereka saat ini.
"Apa gadis vokalis tadi kuliah di sini.?"
Tuan Adiyaksa pura-pura bertanya kepada sang
rektor karena ingin tahu pendapat orang tentang Kanaya, sesaat setelah grup musik gambus itu
mengakhiri penampilannya dan turun dari
panggung yang di sambut gemuruh tepuk tangan
dan cuitan dari para hadirin. Bahkan semua mahasiswa tampak mengelu-elukan nama
Al-Arafah, nama grup musik gambus tersebut. Beberapa mahasiswi malah ada yang menjerit
histeris meneriakan nama Amar sebagai idola
mereka.
"Benar sekali Tuan, tapi saat ini dia hanya tinggal
menyelesaikan skripsi saja."
"Bagaimana prestasi nya ?"
"Dia adalah salah satu mahasiswi yang telah
banyak berkontribusi, memberikan banyak kehormatan dan penghargaan pada fakultasnya."
"Hemm.."
Tuan Adiyaksa mengangguk faham, bibirnya
kembali tersenyum puas.
"Dia bisa kuliah di sini karena beasiswa yang telah
anda sediakan selama ini untuk semua anak yang
berprestasi dan berpotensi Tuan."
Kembali Sang Rektor memberi penjelasan di
sambut anggukan pelan Tuan Adiyaksa.
Acara terus bergulir hingga sampai pada moment
dimana Tuan Adiyaksa di undang untuk naik ke
panggung guna memberi sedikit sambutan dan
kesan-kesannya untuk acara ini.
----- -----
Kanaya berjalan keluar dari ruangan tempat
nya bersiap di belakang Aula, Yara selalu setia
mendampinginya, mereka tampak berbincang
kecil dan tersenyum riang saat Naya bercerita
tentang adik-adik panti nya. Dia akan selalu bersemangat untuk pulang saat mengingat
kelucuan anak-anak panti nya yang menjadi
kekuatan dan motivasi hidupnya selama ini.
Tidak lama menyusul Amar dan dua teman
pria lain nya yakni Gibran dan Abrar yang
tampak baru saja keluar dari gedung sebelah,
mereka langsung bergabung dengan kedua
gadis itu.
Saat ini acara memang masih berlangsung
dan hanya di isi dengan hiburan saja. Semua
tamu penting sudah mulai meninggalkan
tempat berlangsung nya acara tersebut.
"Ayo..aku akan mengantar mu pulang."
Amar mencoba berjalan di samping Kanaya
yang sedikit ragu saat melirik kearah Yara.
"A-ku pulang sama Yara saja ya Kak."
Amar terhenti, begitu juga Naya, dan yang lain
juga turut menghentikan langkah nya. Amar
tampak menatapnya dingin, sementara Naya
hanya bisa menundukan wajah nya.
"Kalau kamu mau pulang sama Kak Amar, aku
gak apa-apa kok Nay..pergilah.!"
Yara langsung membuka suara melihat suasana
canggung yang tercipta saat ini.
"Tapi Yara.."
Naya tampak sedikit ragu. Namun fokus mereka
kini tiba-tiba beralih kearah kedatangan beberapa
pria berjas dan berkacamata hitam, ada sekitar 6
orang yang sedang berjalan kearah mereka yang
hanya bisa terdiam mematung di tempat.
Setelah dekat, pria-pria itu tampak berbaris dan
berdiri tegak menjadi dua baris di kanan kiri jalan.
"Apa anda nona Kanaya.?"
Salah seorang dari pria berjas hitam itu bertanya
sembari menunduk dan hanya menjentikkan
jempol menunjuk kearah Kanaya. Mereka tampak terkejut dan saling pandang. Naya berusaha menguasai dirinya dan bersikap tenang.
"Benar, saya Kanaya, apa ada yang bisa saya
bantu.?"
Naya menjawab dengan setenang mungkin.
"Mari ikut kami nona."
"Hei..tunggu dulu.! ada apa ini, siapa kalian.?
Ada urusan apa dengan Naya ?"
Amar segera maju ke hadapan pria tadi dengan
menatap tajam penuh selidik.
"Kami mendapat perintah dari Tuan besar untuk
menjemput nona Kanaya."
"Tuan Besar siapa maksudmu.?"
Intonasi suara Amar sedikit meninggi, masih
menatap penuh curiga begitupun dengan yang
lain. Mereka merangsek maju mencoba
melindungi Naya yang hanya terbengong saja.
"Katakan..! siapa Tuan besar kalian itu heh.?"
Gibran ikut bertanya sambil menatap curiga.
"Kami mendapat perintah dari Tuan Adiyaksa."
"Tuan Adiyaksa ??!!"
Mereka serempak berucap terkejut, lalu saling
pandang bingung. Naya sendiri tampak terkejut
dan jantung nya seketika berdebar tak karuan.
Dia mencoba mengatur napas, lalu menatap
Yara kemudian mengangguk pelan.
"Maaf Tuan, apa anda tidak salah.?"
"Tidak Nona, sebaiknya anda ikut kami sekarang.
Tuan Besar tidak punya banyak waktu."
Pria tadi segera membentangkan tangan memberi
isyarat agar Naya mengikuti perintahnya.
"Tunggu Nay..kamu tidak boleh percaya begitu
saja!"
Yara mencegah dan menarik tangan Naya yang
tampak menggeleng dan mengelus lembut
tangan Yara untuk meyakinkan.
"Tidak apa, semua akan baik-baik saja. Baiklah
semuanya, aku pergi duluan ya."
Naya merangkul Yara sesaat setelah itu mulai
melangkah ragu di kawal oleh 6 orang berjas
tadi di ikuti tatapan bingung teman-temannya.
Amar tampak mengepalkan tangannya kuat, dia merasa seperti seorang pecundang yang tidak
bisa mencegah orang-orang itu membawa Naya
dari hadapannya.
Naya sampai di depan sebuah mobil mewah yang
telah terparkir gagah di loby depan kampus. Detak
jantung nya saat ini semakin tidak beraturan, apa
dia sudah melakukan sebuah kesalahan hingga
dirinya harus di panggil menghadap Tuan Besar
Adiyaksa.? Dia mencoba menarik napas, dan
sebisa mungkin mengendalikan perasaannya .
Pria berjas hitam tadi membukakan pintu mobil
bagian belakang sambil membungkuk, Naya
tampak menautkan alis nya. Apakah dia harus
masuk ke dalam mobil itu.?
"Silahkan masuk nona.."
"A-apa.? saya harus masuk.?"
Pria itu mengangguk. Dengan penuh keraguan
dan kebingungan Naya akhirnya masuk ke dalam mobil mewah itu. Semerbak aroma wangi nan
mewah dari dalam mobil langsung menabrak
indra penciuman Naya membuat nyalinya
semakin ciut. Saat pintu mobil tertutup Naya
semakin merasakan kebingungan, dia meremas
jemari nya dengan terus mencoba untuk menenangkan dirinya.
***** *****
Mobil yang membawa Naya akhirnya tiba di panti
asuhan tempat tinggal Naya selama ini membuat
dia bisa bernapas lega. Namun saat dia keluar dari
mobil, hatinya kembali merasakan tidak nyaman
saat melihat beberapa mobil mewah telah terparkir
di halaman depan panti.
Perlahan Naya berjalan memasuki teras depan
langsung menuju pintu masuk.
"Assalamualaikum.."
"Waalaikumsalam.."
Terdengar sahutan serempak dari dalam rumah.
Naya membeku di ambang pintu saat melihat
kehadiran Tuan Adiyaksa di kursi ruang tamu.
Pria tua itu saat ini sedang menatapnya tenang
seraya memegang tongkat emas di depan lututnya.
"Kamu sudah pulang Nay.?"
Ibu Halimah yang merupakan ibu pemilik panti
dan sudah dianggap sebagai ibu kandung sendiri
oleh Naya tampak melangkah menghampiri gadis
itu dengan tatapan yang sangat kompleks, dia lalu
merengkuh pundak Naya di ajaknya untuk duduk
di hadapan Tuan Adiyaksa.
Naya duduk perlahan dengan membungkuk
rendah dan tersenyum tipis pada Tuan Adiyaksa.
"Naya..kamu tentu tahu siapa Tuan besar ini kan?"
Ibu Halimah buka suara dengan sedikit berat.
Naya tampak mengangguk pelan dengan kepala
yang tetap menunduk.
"Hari ini dia telah melamarmu untuk cucunya."
Seketika Naya menoleh dan menatap tajam wajah
Ibu Halimah yang saat ini matanya sudah tampak
berair.
"Apa maksud ibu.?"
Suara Naya tercekat di tenggorokan, tangannya
meraih tangan Ibu Halimah, di genggamnya kuat.
"Sebenarnya kamu sudah di jodohkan dari kecil dengan cucu Tuan Adi sayang.. Sekarang sudah saatnya kalian untuk menikah."
Naya tampak terkejut setengah mati,
genggamnya terlepas seketika, wajahnya
terlihat pias, kepalanya menggeleng kuat.
"Ibu asuhmu akan menjelaskannya nanti Nak."
Tuan Adiyaksa akhirnya buka suara membuat
Naya melirik cepat kearahnya.
"A-apa maksud anda Tuan.?"
"Panggil aku Kakek Nak.."
Tuan Adi tampak menatap lembut wajah Naya
yang masih di selubungi keterkejutan.
"Sebaiknya sekarang kamu beristirahat. Besok
pagi pernikahan kalian akan di langsungkan.
Sekarang Kakek pulang dulu."
Tuan Adi tampak berdiri di kawal langsung oleh
dua orang pengawal pribadinya. Dia melangkah
menghampiri Kanaya, kemudian mengelus pelan
kepala bagian belakang nya yang tertutup hijab.
"Jangan terlalu banyak berpikir, persiapkan saja
dirimu sebaik mungkin. Ini semua memang sudah
seharusnya terjadi."
Setelah berucap begitu Tuan Adi melangkah pergi diantar oleh Ibu Halimah sampai ke teras rumah.
Sementara Kanaya tampak duduk terhenyak masih
berusaha mencerna segala kejadian barusan yang
berlangsung begitu cepat diluar bayangannya.
Apa benar dirinya sudah di jodohkan dari kecil?
Bagaimana bisa? Sementara kedua orang tuanya
saja telah pergi mendahuluinya menghadap Yang
Kuasa saat dia belum lah sempat mengingatnya.
------ -----
"Ibu..tolong ceritakan semuanya, jangan membuat
Naya tersesat di dalam kebingungan."
Naya tampak duduk bersimpuh diatas karpet
merah di dalam kamar nya, kepalanya di rebahkan
di atas pangkuan Ibu Halimah yang saat ini duduk
di pinggir kasur setelah mereka berdua
melaksanakan sholat isya berjamaah. Perlahan
dan lembut tangan Ibu Halimah mengelus sayang kepala putri asuh nya itu yang sangat di sayangi
nya melebihi pada anak kandung nya sendiri.
"Ibu sudah pernah bercerita bukan, bahwa kau di
titipkan di sini ketika usia mu sekitar 3 tahun. Dan
orang yang telah menitipkan kan dirimu di sini
adalah Tuan Adiyaksa sendiri. "
Naya tampak tersentak dan langsung mendongak
menatap wajah Ibu Halimah penuh rasa tak
percaya atas apa yang di dengar nya.
"Bagaimana bisa Bu.?"
"Tuan Adi hanya mengatakan bahwa tempat ini
adalah tempat yang paling tepat untukmu tumbuh. Orang tuamu meninggal dalam kecelakaan
pesawat saat usiamu masih sangat kecil, Dan
hanya Tuan Adi lah yang bisa di percaya untuk menjagamu. Dia juga mengatakan, bahwa sejak
kamu lahir kakek mu dengan Tuan Adi sudah
sepakat untuk menjodohkan dirimu dengan
cucu nya."
Ibu Halimah menjeda uraiannya. Naya tak kuasa menahan air matanya yang kini mulai menetes
membasahi wajah putih mulus nya.
"Apa aku tidak memiliki keluarga lain nya Bu.?"
Naya menatap wajah Ibu Halimah dengan hati
yang di penuhi rasa sakit mengetahui kenyataan
nasibnya yang sangat menyedihkan. Dan dia
semakin merasakan pilu saat Bu Halimah menggeleng lemah menjawab pertanyaannya.
Air matanya langsung saja luruh berjatuhan dan
dia semakin terisak pilu dalam pelukan Ibu
asuhnya itu.
"Selama ini, Tuan Adi lah yang telah berdiri di
belakang kita. Dia yang sudah menjamin
kehidupan kita semua tanpa memberikan
segala sesuatu nya dengan berlebihan. "
"Kenapa baru sekarang aku mengenalnya Bu?"
"Itu adalah keinginannya sendiri. Dia ingin kamu
tumbuh menjadi seorang gadis yang kuat."
"Tapi setidaknya aku tahu, masih ada orang yang
peduli padaku Bu..hiks hiks.."
"Apa Ibu kurang peduli padamu Nak.?"
"Tidak.! tentu tidak.! Ibu adalah segalanya bagiku."
Keduanya semakin berpelukan erat seraya
menangis bersama, mengingat malam ini bisa
saja menjadi malam terakhir bagi mereka untuk
bisa bersama, saling berbagi beban, kesedihan maupun kebahagiaan. Akankah Naya mampu menjalani hidup baru nya esok hari yang entah
akan terjadi seperti apa dan bagaimana.
\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*
Bersambung....
\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*
♥️♥️♥️♥️♥️
Hari ini sejak pagi suasana di panti asuhan Kasih
Bunda sudah di warnai kesibukan. Namun sesuai
permintaan dari Tuan Adiyaksa, pernikahan ini
akan di adakan secara tertutup, sesungguhnya
itu adalah syarat yang telah di tetapkan oleh cucu
Tuan Adi sendiri. Dia terpaksa menerima semua
perjodohan ini dengan catatan dan berbagai
syarat yang di ajukan.
Saat ini Kanaya bersama dua orang MUA yang
sengaja di kirim oleh Tuan Adi tengah berada di
dalam kamar. Waktu menunjukan pukul 9, sedang
ijab kabul pernikahan akan di langsungkan pukul
10 tepat, mengingat Aham tidak punya banyak
waktu karena dia memutuskan untuk tidak libur
dari semua kesibukannya.
Kedua orang MUA yang telah selesai membantu
merias sedikit wajah Naya saat ini tampak terdiam
terkesima menyaksikan bagaimana bercahaya nya
sang pengantin. Sungguh Kanaya bagaikan sebuah
rembulan yang begitu mengagumkan. Di lengkapi
dengan gaun pengantin warna putih, menambah
aura kecantikannya semakin terkesan begitu
berbeda dan istimewa.
Saat ini di halaman rumah utama tampak
beberapa mobil mewah telah tiba, Tuan Adi
keluar dari dalam mobil utama di dampingi
oleh asisten pribadi nya di kawal ketat oleh
dua orang bodyguard.
Ini cukup aneh, karena ibu kandung dari Aham
tidak turut datang untuk menghadiri pernikahan putranya ini. Selain itu Aham juga belum terlihat kehadirannya.
Tuan Adi langsung masuk ke dalam rumah di
sambut oleh orang-orang dari KUA juga Ibu
Halimah beserta ketua RW dan ketua RT
setempat yang akan menjadi saksi pernikahan ini.
Semua orang terlihat duduk melingkar di ruang
tengah yang cukup luas.
"Tuan..Maaf sebelumnya, pernikahan akan di
laksanakan sesuai adat yang ada di sini."
Pak Penghulu tampak berbicara dengan tidak
lepas menundukan wajahnya. Tuan Adi
menatap sedikit bingung.
"Lakukan saja sesuai yang berlaku di sini."
"Baik Tuan, selama ijab kabul berlangsung,
mempelai wanita akan tetap berada di kamar.
Barulah setelah akad terjadi, dia boleh
menampakkan diri sekaligus menemui suaminya."
Pak Penghulu kembali menjelaskan. Tuan Adi
mengangguk faham.
"Lakukan semuanya dengan baik."
"Baik Tuan."
Mereka semua kembali duduk menunggu
kehadiran sang mempelai pria yang belum
kunjung datang.
Adik-adik panti Kanaya yang sudah sedikit dewasa
tampak ikut bergabung di antara para tamu untuk
menyaksikan sekaligus penasaran ingin melihat
seperti apakah sosok mempelai pria yang akan
menjadi calon suami kakak kesayangan mereka.
Waktu sudah menunjukan pukul setengah 10,
namun Aham belum juga nampak batang
hidungnya membuat perasaan Tuan Adi
sedikit tidak nyaman, dari tadi dia sudah mulai
merasakan dadanya sedikit berdenyut nyeri,
namun dia berusaha untuk menahan segala
rasa tidak nyaman yang kini di rasakan nya.
Dia terlihat sedikit gelisah, kemudian memerintahkan asistennya untuk terus menghubungi Aham. Sang Asisten yang bernama Pak Bastian tampak sibuk menghubungi nomor Aham, namun berkali-kali di hubungi tetapi dia tidak mendapatkan respon sama sekali.
Pak penghulu dan beberapa tamu yang hadir
tampak saling pandang resah karena calon
mempelai pria tidak kunjung tiba. Wajah Ibu
Halimah terlihat sudah sedikit memucat
memikirkan berbagai hal buruk yang ditakutkan
akan terjadi pada pernikahan putri asuh nya ini, mengingat dia juga tahu pasti bahwa Tuan
Muda keluarga Mahendra itu tidak pernah bisa menerima perjodohan ini.
Namun di saat suasana semakin mencekam
akibat kegelisahan yang melanda, di halaman
depan tiba sebuah mobil sport warna merah
metalik. Semua orang tampak menatap penuh
harap kearah kedatangan mobil mewah tersebut.
Seorang lelaki muda bertubuh tegap yang baru
keluar dari balik kemudi segera berlari memutar
membuka pintu mobil sebelah nya. Dari dalam
mobil keluar seorang Pria muda dengan tubuh
tinggi gagah mengenakan setelan jas hitam
dengan potongan yang sangat pas di tubuhnya.
Aura kehadirannya yang kuat sudah terasa kedalam ruangan sewaktu dia masih berada di luar. Semua orang tampak terkesima melihat kemunculan pria muda itu.
Dialah sang calon mempelai pria, cucu satu-
satunya keluarga Mahendra, pewaris tunggal
seluruh kerajaan bisnis keluarga itu. Saat pria
itu muncul di dalam rumah, semua orang kecuali
Tuan Adi dan orang-orang nya, tampak hanya bisa terbengong saja menyaksikan ketampanan
Presdir AM Corp itu yang terlihat..Begitu tampan
saat di lihat dari jarak yang lebih dekat seperti ini.
Bagaimana wanita tidak akan bergetar hatinya
saat memandang nya, kalau para pria saja seakan tidak mampu berkedip saat melihat nya. Pria ini
benar-benar punya pesona ketampanan yang bisa
mematikan setiap kaum hawa yang berdekatan
dengannya. Terbukti adik-adik perempuan Kanaya
yang sudah beranjak dewasa tampak tidak bisa
melepaskan tatapannya dari wajah tampan Aham
yang begitu mendominasi ruangan itu.
Tapi..semua pesona ketampanannya yang luar
biasa mematikan itu, seakan terhalang dengan
fakta bahwa saat ini wajah nya begitu datar dan
dingin, bahkan cenderung mengeluarkan aura
intimidasi serta keterpaksaan yang sangat
kentara.Jauh dari rona wajah yang setidaknya
sedikit nyaman, apalagi bahagia..huuh jauuhh
dari semua hal positif seperti itu.
"Baiklah..kita mulai saja sekarang ijab kabul nya."
Tuan Adi menyadarkan semua orang dari keterpesonaan nya terhadap Aham. Pak
penghulu tampak tersenyum malu mengingat
dirinya juga ikut terhanyut. Akhirnya dia
berdehem dan mulai bersiap untuk memimpin
acara sakral ini.
Setelah semua siap, pak penghulu membuka
acara pernikahan ini dengan segala ritual dan
doa di awal sebelum acara inti.
Aham tampak sedikit lelah dan tidak tenang.
Namun melihat tatapan intimidasi yang di
hunuskan oleh sang Kakek, dia tampak kembali berusaha fokus.
Sementara itu, Kanaya yang berada di dalam
kamar tampak tidak tenang. Sebenarnya dia
masih setengah yakin atas semua yang tengah
terjadi pada dirinya saat ini. Bagaimana bisa
secara tiba-tiba dia harus menikah dengan
seseorang yang bahkan belum di kenalnya
sama sekali.
Tuhan..kalau ini semua adalah ketentuan yang
telah Engkau tetapkan untukku, semoga ini adalah
yang terbaik yang telah Engkau persiapkan untuk
hidupku ke depan..
Lirih Naya dalam doa nya. Saat ini dia hanya
duduk seorang diri. Sekuat tenaga Naya
mencoba menahan air matanya untuk tidak
keluar. Sesungguhnya saat ini hatinya sangat
perih, tapi dia tidak menyesali semua hal yang
sudah dan akan terjadi. Naya hanya akan
menatap lurus ke depan. Apapun yang terjadi
dia harus bisa menghadapinya dengan tetap
menguatkan hati dan jiwanya.
Dua orang gadis remaja yang merupakan adik
panti nya muncul ke dalam kamar dengan masing-masing memegang dada dan mencoba mengatur napasnya. Kanaya menatap heran
kedua adik nya itu.
"Ada apa, apa terjadi sesuatu ?"
"Ini gila mbak ! benar-benar di luar dugaan.!"
"Bener mbak, aku gak nyangka sama sekali
kalau calon suami kakak itu dia.."
Kanaya menautkan alis nya, dia semakin
menatap tajam kedua adiknya itu .
"Bicara yang jelas, apa sebenarnya yang terjadi.?"
"Mbak Naya benar-benar beruntung, aku hampir
pingsan saat melihatnya barusan, satu keajaiban
bisa melihatnya langsung sedekat ini."
"Iya kamu beber Sus..aku hampir tidak bisa
berkedip, rasanya seperti terhipnotis oleh
matanya itu."
"Hei hei..kalian ini kenapa sebenarnya.?"
Kedua adik nya itu terlihat mulai tersadar ketika
Naya mengguncang bahu keduanya. Mereka lalu tersenyum malu-malu dan langsung merangkul
tubuh Naya yang terlihat bengong sesaat namun
kemudian membalas pelukan kedua adiknya itu.
"Maafkan kami ya mbak, kami sudah sangat
lancang berani mengagumi calon suamimu di hadapan mu. Tapi ini benar-benar luar biasa Mbak.!"
Adiknya yang bernama Susi kembali heboh di
sambut adiknya yang bernama Hani membuat
Naya pusing dan menggeleng kepala berat.
"Mbak, calon suami mbak itu wajahnya
guanteeng buangett..! beneran mbak aku gak bohong.!"
"Iya mbak, mbak tahu kan Tuan Abraham
Mahendra.? Pengusaha terkenal itu yang
sering muncul di tivi.?"
Naya tampak menggeleng tidak mengerti.
Dia itu memang tidak pernah menghabiskan
waktu untuk sekedar menonton televisi atau menghabiskan waktu dengan membuka akun-
akun gosip saat membuka ponselnya. Tentu
saja dia tidak mengenal sosok Aham sama sekali. Walaupun dia kuliah mengambil jurusanan manajemen bisnis, namun dia tidak pernah benar-benar mempelajari secara detail setiap
pemilik perusahaan yang menjadi objek
penelitiannya selama ini.
Mereka terdiam sesaat dari kehebohan saat
sayup-sayup mendengar kata Sah yang terucap
dari Pak penghulu yang di runut bersamaan
oleh orang-orang yang ada di ruang tengah.
Maya menghela napas panjang seraya mengucap
hamdalah di dalam hatinya walau tetap saja
masih tidak bisa mempercayai semua ini.
"Selamat ya Mbak, sekarang Mbak sudah Sah
menjadi istri Tuan Aham."
"Iya selamat ya Mbak, semoga Mbak selalu bahagia
dan bisa menjadi keluarga yang sakinah, mawadah
warohmah, di berkati oleh Allah selamanya."
"Aamiin..makasih ya adik-adik ku sayang.."
Naya merangkul hangat kedua adik nya itu.
Tidak lama di pintu muncul Ibu Halimah dengan
air mata yang sudah menetes membasahi
wajahnya yang sudah mulai sedikit kendur.
Naya segera menyerbu kedatangan Ibu asuhnya
itu dan memeluknya erat. Keduanya terdiam
mencoba meredam tangis agar tidak semakin merusak suasana yang seharusnya cukup membahagiakan ini.
----- -----
Semua orang yang ada di ruang tengah tampak
menarik napas lega, terlebih Tuan Adi, saat ini
wajah nya terlihat begitu cerah di penuhi oleh
kebahagiaan dan kelegaan. Namun ada sedikit
kejanggalan dari rona kulit nya saat ini, kalau di
perhatikan secara teliti saat ini Tuan Adi tampak
sedikit pucat.
"Tolong panggilkan mempelai wanita nya."
Pak penghulu berucap seraya melirik pada anak-
anak panti yang mengangguk dengan semangat,
tepat saat Aham mengangkat telpon karena dari
tadi ponselnya terus saja bergetar.
"Ada apa Cath?"
Aham sengaja mengecilkan suaranya dan berdiri
dari duduknya di ikuti tatapan tajam Tuan Adi.
"Aku ada di kantormu sekarang sayang..Aku baru
sampai dari Paris, aku kangen sama kamu."
Wajah Aham tampak berubah sumringah.
"Baiklah..! Aku ke kantor sekarang."
"Aham..!"
Suara berat Tuan Adi sontak membuat Aham
melirik dan menatap datar wajah Kakek nya yang
saat ini terlihat mengeras.
"Aku sudah memenuhi permintaan Kakek, Aku
sudah menikahi wanita pilihanmu itu.! Sekarang
aku harus pergi, saat ini urusanku lebih penting
dari pernikahan ini.!"
"Aham !! Kau jangan keterlaluan.!! temui istrimu
sekarang !"
Tuan Adi membentak keras membuat semua
orang membeku di tempat. Wajah Aham tampak semakin mengeras, dia tetap melangkah kearah
pintu.
"Kakek urus saja semuanya.! tidak penting bagiku
melihat atau tidak melihat nya !"
"Aham !! sekarang dia adalah tanggungjawab mu.!"
Tuan Adi tampak berdiri dan menghampiri Aham dengan wajah yang semakin terlihat membesi
melihat perlakuan cucu nya. Semua orang
bergetar ketakutan melihat ketegangan antara
kakek dan cucu itu.
"Waktuku sudah terbuang percuma dengan
semua hal yang tidak penting ini.!"
Plak !!
Satu tamparan keras langsung mendarat di pipi
kanan Aham yang di layangkan oleh Tuan Adi
membuat Aham memegang wajahnya yang kini
terasa panas, keduanya saling menatap tajam.
Sesaat kemudian Tuan Adi tampak memegangi
dada sebelah kirinya. Melihat gelagat tidak beres
Pak Bastian langsung merengkuh tubuh Tuan
nya dari belakang saat tubuh tua itu tampak sempoyongan dengan wajah yang semakin
memucat.
Aham tampak terkejut dan langsung meraih tubuh
Tuan Adi kedalam rangkulannya.
"Siapkan mobil.! telpon staf rumah sakit sekarang
juga, cepat !!"
Dengan wajah mengeras Aham memberi perintah
yang langsung di angguki oleh asistennya dan juga
Pak Bastian. Dalam keadaan genting seperti itu
Kanaya muncul dari ruangan lain dan segera
menyerbu kearah Tuan Adi yang saat ini sudah
terkulai tak sadarkan diri dalam pangkuan Aham.
"Kakek..apa yang terjadi.?"
Suara lemah Naya tercekat di tenggorokan nya.
Dia mendekat dan meraih tangan dingin Tuan
Adi di sambut tatapan tajam nan dingin Aham.
Keduanya untuk beberapa saat tampak saling
pandang kuat dalam keterkejutan. Mereka masih
mengenali satu sama lain dan mengingat betul
pertemuan hari kemarin.
Aham mengetatkan rahang nya mengetahui
fakta bahwa wanita yang telah di nikahi nya
adalah wanita yang sudah membuat nya kesal kemarin.
Dan wanita ini..apa istimewanya?? hingga
kakeknya begitu keukeh memilih nya, dia
hanyalah seorang wanita biasa saja tanpa
kelebihan apapun dalam pandangannya.
Dengan gerakan cepat Aham membopong
tubuh Tuan Adi di bawa keluar dan segera
masuk ke dalam mobil. Setelah itu dengan
cepat mobil meluncur menuju ke rumah sakit.
Kanaya tiba di rumah sakit bersama dengan Pak
Bastian. Di sana sudah ada Aham tentunya, dan
ada Nyonya Elen juga di dampingi suaminya.
Selain itu ada seorang gadis dan seorang Pria
muda lainnya. Mereka semua terlihat terdiam
dengan wajah datar saja tanpa ekspresi
berlebihan. Hanya Aham yang terlihat cemas
dan sedikit panik melihat berkali-kali ke arah
ruang pemeriksaan.
Melihat kedatangan Naya, semua orang yang
ada di tempat itu tampak menatapnya dengan
sorot mata yang nyata-nyata terlihat begitu tidak bersahabat dan seolah mengintimidasi nya.
Naya hanya bisa tertunduk, hatinya saat ini di
penuhi oleh kecemasan akan kondisi Tuan Adi.
Seorang Dokter muncul dengan tergesa-gesa.
"Apa nona Kanaya ada di sini.? Tuan ingin
berbicara dengannya. "
Semua orang tampak terkejut termasuk Aham.
Dengan ragu Naya melangkah masuk kedalam ruangan setelah Pak Bastian meyakinkan nya
dengan menganggukan kepala dan turut masuk mendampingi gadis itu. Tidak lama setelah itu
Aham menyusul masuk kedalam ruangan
pemeriksaan karena tidak tahan ingin segera
mengetahui kondisi kakeknya tersebut.
\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*
Bersambung.....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!