NovelToon NovelToon

Mr. Galak

1. Sebuah Kisah Klasik - Sheila on 7

Artha itu cuman anak SMA biasa yang hobi main basket. Tampangnya juga biasa aja, malah cederung mungil kayak boneka dufan haha. Tapi Artha punya playlist lagu kesukaan....dan playlist ini akan menemani Artha selama menghadapi hidupnya yang naik turun bak rollercoaster.

^^^-anonim^^^

...----------------...

“Mama akan bertunangan dengan Om Samuel.”

Artha mendongak, pandangan langsung berubah kaku menebak-nebak apa ini prank jenis baru yang dilakukan Aluna Putri, tapi sayang Aluna tidak terlihat bercanda, tampangnya justru sangat serius menatap Artha lekat-lekat.

“Kamu kenal Om Samuel kan? Ia mapan dan baik dengan keluarga kita. Om Samuel sudah menganggap kamu seperti anaknya sendiri. Om Samuel udah janji ke mama, dia akan sekolahin kamu dimanapun kamu mau”

“S-sejak kapan?…” Bibir Artha terasa kelu. Ia ingat setahun lalu di pemakaman Gibran papanya, Aluna memperkenalkan Samuel Wijaya sahabat Gibran dan Aluna. Sejak hari itu Aluna tiba-tiba mendapat pekerjaan sebagai sekretaris Samuel, membuat mereka sering bersama kemanapun Samuel pergi. Aluna dan Samuel menjadi dekat, pria itu sering main ke rumah dan Artha menepis semua kecurigaan dihatinya dengan meyakini bahwa diluar pekerjaan Samuel, Aluna, dan Gibran adalah sahabat. Lagipula Samuel sangat baik padanya. Tapi sekarang ketika Aluna mengatakan akan bertunangan dengan Samuel, dunia Artha seakan runtuh. Belum kering makam Gibran dan Aluna berencana menikah? Apa jangan-jangan setahun ini hanya Artha yang bersedih karena Gibran?

“Mama ingin kita hidup bahagia dan tenang tanpa harus mikirin uang. Om Samuel bisa menjamin semua itu. Suatu saat kamu akan ngerti kenapa mama ambil keputusan ini” kata Aluna tidak menjawab pertanyaan Artha.

“Mama nikah sama Om Samuel murni karena uang?”

Aluna menggeleng. “Mama cinta sama Om Samuel.”

Hancur sudah hati Artha. Jadi seperti ini rasanya ketika menyadari perasaan seseorang yang kita percaya terbagi ke orang asing? Sakit dan sedih. Artha ingin menangis, tapi tubuhnya terlalu lelah untuk meraung menyesali keputusan Aluna dan saat ini Artha mendadak sangat merindukan Gibran. Sebagai ganti bibir Artha tersenyum pahit.

“Apapun yang mama mau, aku dukung.”

Aluna menatap tidak percaya, Artha ternyata sangat mengerti dirinya. Bibir wanita itu tersenyum lebar menggenggam tangan Artha erat. “Makasih Tha, mulai hari ini mama jamin, kamu akan bahagia. Mama sayang sama kamu” kata Aluna tanpa tahu ia baru saja menorehkan luka dalam di hati Artha.

...----------------...

“Kenalin nama saya Nathan Atmaja, kalian bisa manggil saya Nathan”

“Panggil sayang boleh nggak?” teriak Cici Ceriwis dari belakang menimbulkan tawa geli sekelas. Nathan tersenyum manis, wajah cakepnya sukses membuat cewek-cewek kelas 2-MIA 1 terpesona, sementara barisan cowok hanya bisa menatap dengki melihat cewek sekelas berubah centil, overacting ribut mencoba menarik perhatian Nathan. Daus paling sengsara, tanpa kasihan Sari langsung menendangnya minggat dari kursi.

“Sialan!” maki Daus misuh-misuh karena kepalanya kepentok meja. “Kalo gue jadi gila gimana?”

“Alah belagu lu, isi kepala dari kain perca aja sok banget ngerasa pinter. Udah lu minggat jauh-jauh, Nathan mau duduk disini” ujar Sari cuek.

“Sudah-sudah! Daus kembali ke tempat duduk kamu. Nathan duduk di pojok sana ya” tunjuk Ibu Amita ke arah kursi seorang cewek yang sedang garuk-garuk kepala.

“Ih bu, Nathan jangan duduk sama Artha. Kasihan Nathan, Artha kan kutuan, lihat tuh bu mulai garuk-garuk rambut” ujar Cantika dari depan. Sekelas ketawa lagi, tapi yang diejek hanya pasang tampang cuek bebek.

“Hai” sapa Nathan pada Artha, cewek itu mengangguk lalu melempar tip-x ke arah Cantika, ia terkekeh geli ketika Cantika mengomel melapor kelakuannya pada Ibu Amita.

“Artha, sekali lagi kamu berulah. Kamu belajarnya di tengah lapangan. Sekalian sama Rehan dan Doni” ujar Ibu Amita mendelik ke arah Rehan dan Doni yang sedang main cubit-cubit pentil. “Sekarang buka buku paket biologi halaman 34” perintah Ibu Amita membuat sekelas grasa-grusu mencari buku biologi.

“Gue boleh-” belum selesai perkataan Nathan, Artha sudah terlebih dahulu menggeser buku paketnya. “Thanks”

“Hooh” angguk Artha singkat lalu sibuk mencoret-coret di atas buku tulisnya. Nathan mengintip sejenak. Buset! Jelek amat tulisannya, kayak nggak pernah sekolah, batin Nathan takjub.

“Ada pena nggak? Pinjem dong, punya gue macet nih” tanya Artha memalingkan wajah. Nathan gelagapan buru-buru mencari pena di dalam tas. “Nanti gue balikin, semester depan tapi” ujar Artha santai sukses membuat Nathan nyengir lebar.

...----------------...

Hampir sebulan Nathan menjadi siswa SMA merah putih. Selama sebulan ini juga Nathan resmi masuk ke dalam tim basket sekolah dan bergabung dengan grup sepeda yang menyebut diri mereka the Nanos alias nano-nano karena banyak rasa. Kenapa Nathan bisa menjadi anggota the Nanos? Singkat, Satya, sepupunya adalah anggota the Nanos yang hobi gowes setiap sore. Dari empat anak the nanos, dua di antaranya adalah anak 2-MIA 1, Ilham si juara kelas dan Cecep si rangking terakhir kelas, ditambah Nathan The Nanos resmi menjadi lima anggota.

“Biar nyaingin boyband Korea yang lagi naik daun itu, apa namanya? anak jalanan?” kata Cecep pede.

“Stray kids” koreksi Ilham.

Menurut Atlanta selaku ketua The Nanos, kelompok ini dibuat untuk menunjukan pada dunia bahwa anak SMA itu nggak selalu melulu berurusan dengan tawuran, rokoan, alkohol, balap motor. Masih banyak hal positif yang bisa dilakukan oleh anak SMA seperti bersepeda ke sekolah atau gowes di sore hari. Tapi berdasarkan info dari Cecep The Nanos didirikan karena Atlanta dilarang membawa motor setelah kecelakaan parah dua tahun lalu. The Nanos memiliki anggota yang cakap sebagai calon cendekiawan terbaik negara. Ilham juara satu kelas dan paralel sekolah, Satya salesman hobi jualan dan baru diketahui bapaknya pemilik perusahaan mie instan, Cecep si atlet karate nasional, Atlanta si atlet basket sekolah, Sean anggota futsal sekaligus sang pangeran sekolah yang tidak diketahui secara detail asal usulnya selain rumor anak orang kaya, dan terakhir tentu saja Nathan yang belum diketahui apa kelebihannya.

“Nath, Amelia nitip pesan lu diminta ikut patungan buat bayar kue ulta Ibu Ninik wali kelas kita. Gue minta nomor lu Nath, buat masukin ke grup kelas” kata Artha saat istirahat di kantin.

“Bayar berapa?” tanya Nathan setelah mengetik nomor ponselnya.

“Lima belas ribu perorang, kuenya segede altar” jawab Artha sembarangan dan berlalu pergi. Nathan ketawa, teman duduknya itu memang terkenal lucu di kelas, ada saja celetukan aneh yang ia lemparkan dengan wajah datarnya namun sukses membuat Nathan ketawa geli.

“Cantik ya?” ujar Sean membuat Nathan berpaling.

“Siapa? Artha?”

“Hmm”

“B aja sih, tapi gokil anaknya”

“Lu suka?”

“Enggak. Lu sendiri suka?” tanya Nathan balik. Sean menyedot es jeruk dengan senyum tipis.

“Artha itu murid berprestasi kesayangan guru, nggak pernah bikin onar. Tapi bisa lu bayangin nggak kalo dia bermasalah dan dikeluarkan dari sekolah?”

“Buset Sean! Omongannya... Lu kayak benci banget sama Artha. Kenapa sih? Pernah ditolak Artha?” goda Atlanta dari samping. Sean berpaling, ekspresinya sedikit tersinggung mendengar ucapan Atlanta.

“Lu mau coba?”

“Apa? Ngeluarin Artha dari sekolah? Gila! Gue nggak sejahat itu” tolak Atlanta ketus.

“Coba dekati Artha” koreksi Sean. “Kalo lu bisa dapat Artha sebelum kenaikan kelas, gue bisa bantu lu dapat SIM tanpa sepengetahuan nyokap lu dan mobil gue bebas lu pake.”

Atlanta langsung tertarik, kecelakaan dua tahun lalu membuatnya terancam seumur hidup tidak akan diizinkan membuat SIM karena mamanya melarang Atlanta untuk mengendarai kendaraan jenis apapun. “Lu serius? Demi Artha lu rela mobil lu gue pake?”

Kedua alis Sean terangkat naik. “Deal?”

“Deal!” angguk Atlanta tanpa berpikir dua kali menyambut uluran tangan Sean. “Lu mau ikut taruhan Nath? Mobil Sean banyak, lu bisa milih pake nunjuk” tawar Atlanta.

Nathan menggeleng keras. “Nggak, gue punya adek cewek, ntar karmanya ke dia lagi”

“Ah cemen lu” kekeh Atlanta disambut cengiran singkat Nathan.

2. Senyuman & Harapan - GAC ft The Overtunes

“Karena Rita mendadak pindah sekolah, maka dengan ini Sasa resmi diangkat menjadi kapten baru tim putri. Ayo tepuk tangan. Prok prok prok” Sesingkat itu pengumuman dari Pak Imam pelatih club basket sekolah, tapi mampu membuat Sasa melongo dari barisan belakang.

“Lah kok saya pak? Kan ada Artha” protes Sasa setelah tepuk tangan meredah.

“Dih! Lu yang dikasih tanggung jawab malah narik-narik gue, udeh sana lu nikmati rasanya jadi penguasa” dengus Artha mendorong Sasa maju ke depan.

Sasa mendumel cemberut. “Kenapa nggak Artha aja sih pak?”

“Artha masih kecil, jiwa pemimpinnya belum kelihatan” jawab Pak Imam.

“Masih sumbu pendek juga” celetuk Dio dari samping langsung kena tinju Artha. “Lah emang bener, coba deh lu berdua ukuran tinggi. Tinggian Artha tahu”

“Karena kepala Artha gede” tambah Bara. Dio menggeleng tidak setuju.

“Bukan palanya gede, tapi emosinya tinggi” lanjut Dio menimbulkan tawa. Artha korek-korek kuping cuek, sudah biasa menghadapi godaan cowok itu.

“Eh sudah-sudah. Nah Sasa, sebagai ketua baru, ayo pidato”

“Hmm....Baiklah, terima kasih kepada pihak sekolah yang telah memberikan saya kesempatan untuk menjadi kapten tim, meskipun saya juga enggak paham kenapa harus saya, tapi tetap saja saya bersyukur untuk kepercayaannya, kedepannya kalo saya masih dipercaya terus mungkin saya akan buat sekte baru dimana saya adalah pusatnya. Oh iya, tidak lupa juga saya ucapkan terima kasih untuk rakyat jelata di depan saya ini, makasih ya udah pilih saya” kata Sasa langsung mendapat sorakan wuuu, Sasa nyengir lebar lanjut berpidato. “Kedepannya saya berharap tim putri mainnya makin bagus, makin oke, makin kompak, dan kalo kita kalah salahin Artha. Sekian pidato dari saya, apakah ada pertanyaan? Tidak ada, oke baik, saya pamit.”

Teman-temannya cekikikan geli, Sasa itu memang terkenal cerewet dan gokil, jadi tidak heran lagi kalau ia suka nyerocos sembarangan saat diberikan kesempatan untuk berbicara di depan umum. Setelah Sasa selesai berpidato Pak Imam lanjut memberikan beberapa pengumuman mengenai pertandingan basket antar sekolah yang akan diadakan beberapa bulan lagi, termasuk pantangan anak basket sebelum memulai pertandingan nanti seperti misalnya main hujan, mandi di comberan, nyolong jambu tentangga, dan berbagai perbuatan yang melanggar norma masyarakat.

“Ibarat kuman, jangan mau terlalu bau. Sampai bertemu di gelombang rapat selanjutnya” ujar Pak Imam asal sembari melambaikan tangan.

“Sasa dan Artha itu anak emasnya Pak Imam untuk tim putri, makanya kali ini pemilihan kapten nggak pake tes dulu.” kata Atlanta pada Nathan saat mereka menyusuri koridor lantai satu.

“Sehebat apa?”

“Sehebat bisa buat tim lawan kewalahan 50-3. Bahkan selama pertandingan musim kemarin Pak Imam duduk manis ketawa-ketawa ngeliat tim lawan kewalahan ngadepin tim putri sekolah. Minggu depan kita ada jadwal tanding campur, lu bakal lihat sendiri kemampuan dua orang itu”

“Kalo di tim putra? Siapa anak emasnya?”

“Kak Rangga, tapi udah lulus, tahun ini sih nggak kelihatan, tapi main kita lumayan, meskipun harus kalah di final tahun kemarin.”

Nathan mengangguk-angguk paham, mengambil sepedanya dari parkiran. “Ngomong-ngomong...Lu serius mau taruhan sama Sean?”

“Iya. Kenapa? Lu mau ikutan?”

“Kata Satya lu ada cewek di Australia”

“Yaelah Nath, ini cuma taruhan biasa, gue nggak berniat pacaran sama Artha, ini murni karena gue pengen menang aja. Tampang Artha emang lumayan, tapi nggak secantik itu sampai bikin gue klepek-klepek.”

Nathan geleng-geleng. “Hati-hati karma, sakit hatinya cewek itu kayak neraka.”

Atlanta ketawa geli mengayuh sepedanya keluar dari area sekolah. “Lu tenang aja. Gue pasti bakal menangin taruhan ini.”

...----------------...

Berteman dengan Artha ternyata sangat menyenangkan. Cewek mungil itu punya kepribadian yang bertolak belakang dengan wajah datarnya. Artha supel, lucu, dan sering melemparkan candaan sarkastik yang kerap kali membuat Nathan terpingkal-pingkal, bahkan meskipun Artha sering diledek Cecep cewek itu selalu terlihat anteng membalas candaan Cecep.

“Tha, lu kalo pake lipstik merah gitu kayak tante-tante yang sasak rambutnya setinggi monas” ledek Cecep iseng ketika melihat Artha jadi bahan uji coba lipstik Cantika.

“Lah niat gue dandan gini kan biar bisa gaet bapak lu”

“Ih amit-amit! Nggak sudi gue punya emak kayak lu. Cuih, najis”

“Biarin! Kalo bokap lu cinta sama gue, lu bisa apa?”

Cecep ketawa geli menjitak kepala Artha gemas. “Nggak sudi Tha, mending gue dicoret dari kartu keluarga daripada punya emak kayak lu”

“Lah gue kalo jadi nyokap lu, gue baik banget. Tiap pagi lu bakal gue kasih makan roti dan minum jus, siangnya nasi kuning, malamnya tulang ayam”

“Emang gue anjing?” cibir Cecep berlalu pergi.

“Punya tisu nggak?” tanya Artha berpaling pada Nathan yang sejak tadi cekikikan geli melihat tingkahnya dan Cecep. Nathan menggeleng lugu menyodorkan penghapus, Artha mendengus. “Tik, lipstik lu ngontrak! Jelek banget lagi warnanya. Woi Edi minta tisu, kalo nggak kehapus juga gue hapus pake bensin” dengus Artha mengambil tisu milik Edi, si cowok cantik yang barang bawaannya selengkap toko kelontong.

“Norak lu Tha, lipstik ini punya nyokap gue, mahal, jadi harus gue betak, nggak ngerti make up lu!” bela Cantika.

“Udah ilang kan?” tanya Artha pada Nathan, cowok itu mengangguk. Setelah itu terdengar bel berbunyi, tanda pelajaran berikutnya dimulai. Beberapa anak buru-buru mengambil buku biologi dan berlari kencang menuju lab, termasuk Artha dan Edi yang sedang rebutan tempat paling pojok belakang melawan Cecep.

“Tha, jangan mau kalah ntar kalo paling depan kita ditanya-tanya Bu Roma” jerit Edi panik melihat Cecep berlari kencang. Saat sedang berlari tidak sengaja tubuh Artha bertabrakan dengan bahu seseorang. Bruk. Artha jatuh ke belakang, beruntung sebagian tubuhnya ditahan Edi, kalau tidak mungkin kepala Artha akan bocor terkena lantai koridor.

“Wadow! Sakit banget!” pekik Artha kesakitan. Ia mendongak mendapati Sean, cowok 2-MIA 3 menatapnya. Tanpa perlu diberitahu Artha langsung tahu Sean yang telah membuatnya terjatuh. Tapi aneh, bukannya membantu atau meminta maaf cowok itu malah melengos dan berlalu pergi. Artha bengong menatap kepergiaan Sean sampai menghilang dari tangga menuju lantai dua.

“Dasar cowok kurang ajar!” teriak Artha sekencang mungkin. Tapi Sean cuek bebek saja terus berlalu.

“Tha, Tha, udah, yuk cabut, keburu tempatnya diambil Cecep. Lu marahnya setelah kelas biologi aja” ujar Edi menengahi. Artha mendengus terpaksa mengikuti Edi dengan tampang tertekuk.

“Sean babi!” maki Artha untuk terakhir kali menatap ke arah belakang dengan pandangan benci.

3. Diatas Normal - Peterpan

Atlanta resmi memulai aksinya mendekati Artha. Atlanta yakin sekali hanya butuh waktu singkat untuk menaklukan cewek mungil yang terkenal tomboy itu. Atlanta mulai melakukan cara tipis-tipis alias PDKT dengan cara kasih perhatian manis. “Tha, lu masuk tim gue ya” kata Atlanta menyerahkan sebotol air mineral dingin.

Artha mengangguk lalu berpaling pada Nathan. “Nath, PR sejarah lu udah?”

“Udah kenapa? Lu mau nyontek?”

“Iya, boleh nggak? ntar gue beliin yakult”

“Kinerja otak gue cuman seharga yakult doang?” ringis Nathan 

“Kan lu baek Nath. Gue denger idola lu Ibu Theresa dari Kalkuta, beliau baik loh”

“Bisa aja lu kalo ngerayu” geleng Nathan. Artha terkekeh geli memukul pelan punggung cowok itu.

Setelah itu pertandingan campuran dimulai, Artha berada di tim Atlanta sementara Nathan bersama Sasa. Awalnya permainan berjalan biasa, tapi memasuki menit ke dua puluh persaingan kedua tim itu berubah sengit seakan mereka sedang bertanding resmi. Kemampuan bermain Artha dan Sasa tidak bisa dianggap remeh, sejak tadi keduanya benar-benar gesit merebut, mengoper, dan memasukan bola ke ring. Tidak hanya itu, Nathan sendiri cukup kewalahan menghadapi Atlanta, ternyata cowok itu jago. Kombinasi Atlanta dan Artha seperti nuklir dari korea utara, beruntung ada Sasa yang pandai menyeimbangi cara bermain Nathan. Di momen seperti ini Nathan setuju julukan anak emas pada Artha dan Sasa. Mereka bukan hanya gesit, tapi cepat membaur dengan cara bermain tim.

“Artha kurang ajar!” maki Sasa saat Artha merebut bola darinya. Artha tertawa dan kejar-mengejar angka terus terjadi.

“Lima belas detik lagi” teriak Pak Imam mulai menghitung mundur. Artha mendribel bola maju. Ketika hitungan Pak Imam berada di angka lima senyum tengil Artha muncul dan tanpa diduga Artha melempar bola dari tengah lapangan. “Satu..prittttt” suara pluit Pak Imam terdengar bersamaan dengan masuknya bola ke ring.

“Ah Artha curang! Kan aturannya nggak boleh lempar dari tengah” protes Sasa hendak menjitak kening Artha, cewek itu keburu kabur bersembunyi di balik tubuh Atlanta.

“Udah Sa, udah, besok-besok kalo Artha gitu lagi, kita kasih kartu merah” cegah Atlanta tertawa geli.

“Dasar curang!” ujar Sasa manyun. Mereka keluar lapangan digantikan tim berikutnya.

“Tha, lu keren tadi” puji Nathan serius ia sempat terpesona melihat lemparan Artha.

“Nggak usah dipuji Nath, lihat tuh mulai bertingkah” geleng Dio menunjuk Artha sedang kibas-kibas rambut berlagak jadi model.

“Sirik lu Di, nggak pernah dipuji Nathan ya?” ejek Artha menjulurkan lidah.

“Tha ini” Atlanta menyodorkan sebotol air mineral dingin.

“Thanks Al”

“Artha aja nih? Kita enggak?” tanya Dio protes.

Atlanta menggeleng. “Artha doang karena dia istimewa, lu semua nggak.” 

Sorak-sorai menggoda terdengar membahana. “Sikat Al, mumpung lagi kosong tuh” tawa Dio.

Tapi bukannya malu dengan godaan Dio, Artha malah makin menjadi-jadi. “Tuh Di, dengar, udah ada dua cowok yang mengakui gue keren dan  istimewa. Masa lu tetap nggak mau muji gue sih? Ayo Di, puji gue, gue haus pujian!”

“Cuih! Nggak mau! Haram hukumnya muji Artha. Cuih! Cuih!” ludah Dio bercanda langsung kena sepak Artha.

“Tha, lu habis ini ada acara?” tanya Atlanta saat duduk di samping Artha.

“Pulang, mandi, makan, tidur. Kenapa?”

“Mau ngajak makan. Gue yang traktir”

“Berdua?” Kening Artha mengerut, terlihat jelas ingin menolak. Atlanta buru-buru menggeleng, instingnya mengatakan mendekati Artha itu harus step by step, tidak bisa langsung diajak berduaan begitu saja.

“Ajak tim kita juga dong, sekalian ngerayain udah ngalahin Sasa. Kapan lagi bisa menang lawan si kunyuk itu?”

Senyum Artha mengembang lebar. “Woi, tim kita diajak makan Atlanta, katanya mau ngerayain kejatuhan Sasa di pertandingan tadi”

“Sialan lu semua! Awas aja Tha, besok-besok gue lempar lu dari lapangan” maki Sasa sirik saat tim Atlanta bersorak senang.

“Nathan boleh diajak nggak?”

“Nathan kan bukan tim kita”

“Gue yang bayarin porsi Nathan” balas Artha. Kening Atlanta berkerut bingung. “Gue mau nyontek PR”

“Oh boleh. Gue yang bayar aja nggak papa, selow” angguk Atlanta.

Artha tersenyum manis. “Thank Al, baik bener lu kayak malaikat penjaga gerbang surga.”

“Manis mulut lu Tha tapi nggak ada isi, nggak pantes masuk surga” ejek Dio.

“Berisik lu Di. Nath, Nath, ikut makan ya? Biar kalo gue capek nulis lu yang bantuin gue. Mau ya? Iya dong, masa nggak mau. Kalo nggak mau besok lu gue usir dari tempat duduk, terus lu seharian dipangku Edi” ujar Artha memaksa.

Nathan nyengir. “Kalo tulisan gue ketahuan guru gimana? Kan tulisan kita beda”

“Tenang aja Nath, nanti gue bilang gue nulis pake tangan kiri” jawab Artha kalem.

“Iya deh Tha, terserah lu” angguk Nathan pasrah, sejenak ia mendongak dan mendapati Atlanta sedang melamun menatap Artha. Tampang cowok itu datar, mungkin sedang memikirkan langkah apalagi yang harus ia lakukan untuk menaklukan cewek mungil itu. Nathan menghela napas lalu memalingkan wajah. Rasanya agak aneh melihat aksi Atlanta disaat ia tahu cowok sedang menjadikan Artha bahan taruhan. Apa ini karena Nathan mulai merasa Artha adalah teman yang baik?

...----------------...

“Buset Tha, tulisan lu jelek amat” ujar Dio takjub melihat tulisan Artha. Sekilas Artha mendongak lalu dengan tampang acuh tak acuh lanjut menulis. “Les tulis Tha biar bagusan dikit. Tuh si Sari aja ikut les tulis waktu TK” tunjuk Dio pada Sari.

“Yang penting bisa dibaca” balas Artha cuek.

“Tha, kalo kayak gini tulisan lu, yang bisa baca cuman sejarawan penemu prasasti. Sar, kasih kontak guru les tulis lu, gue mau lesin Artha disana biar pinter nulis” kata Dio membuat teman-temannya tertawa ngakak. Tapi Artha tetap cuek bebek lanjut menulis sambil mengunyah makanan. Sesekali ia mendongak dan ikut tertawa mendengar obrolan teman-temannya.

“Al, si Sean itu beneran anak orang kaya ya? Gue kira cuman rumor doang” tanya Chika tiba-tiba.

“Emang kenapa Chik? Lu mau sikat kalo Sean beneran anak orang kaya?” kekeh Dio

Chika langsung manyun. “Ih gue kan cuman nanya. Soalnya kemarin ada temen gue nggak sengaja ngeliat Sean di PIK bareng teman-temannya, keluar dari lamborghini”

“Salah lihat kali” ujar Sari skeptis.

“Nggak mungkin, temen gue yakin banget itu Sean, makanya gue nanya Sean beneran tajir ya?”

“Kayaknya, coba deh tanya ke orangnya” senyum Atlanta.

“Tapi masa sih orang kaya pake sepeda ke sekolah” kata Sari.

“Loh kenapa? Tujuan The Nanos diciptakan itu adalah untuk mengingatkan masyarakat pentingnya bersepeda demi kesehatan” balas Atlanta.

“Gaya banget Al, lu udah kayak promotor hidup sehat” tawa Chika geli. “Tapi gue serius penasaran sama Sean. Lagian tuh anak diem-diem bae, ngomong jarang, senyum jarang”

“Tapi cakep kan? Makanya lu suka” potong Dio.

“Apa sih Di? Jangan buat gosip” elak Chika, pipinya mendadak bersemu kemerahan.

“Sean punya pacar?” tanya Sari.

“Nggak ada. Sean masih murni produksi pabrik, belum ada yang otak-atik” jawab Dio seenaknya. “Kalo Atlanta baru jago. Sat set sat langsung jadi”

“Atlanta ada pacar juga? Kelas berapa?”

“E-eh? Itu…” Atlanta jadi salah tingkah.

“Pacarnya Atlanta di Australia” jawab Artha tiba-tiba, ia menutup buku lalu mendongak pada Sari. “Lu kalo mau sikat, gas aja. Mumpung jauh”

“Wuuuh Artha, ngajarin yang nggak bener” geleng Sri. “Lu aja Tha duluan”

“Kalo Atlanta mau, gue gas” tawa Artha mengembalikan buku Nathan. “Makasih Nath, ingat gue utang satu yakult di elu”

“Nath, kok lu mau-mau aja sih nyontekin Artha?”

“Maulah, Nathan kan baik, nggak kayak lu Di, pelit,  kikir, jahat”

“Alah lebay! Makanya Tha, kalo guru ngasih catetan itu dicatet bukan dipelototin doang, biar bisa kerjain PR sendiri”

“Berisik lu Di, repot, kayak bapaknya Nathan. Nathan aja nggak protes”

“Justru karena Nathan nggak protes makanya gue harus protes mewakili Nathan” ujar Dio tidak mau kalah. Seperti biasa kedua orang itu mulai mengejek satu sama lain, sesekali celetukan mereka membuat teman-temannya tertawa geli. Oh tidak. Tidak semua. Tanpa mereka sadari Atlanta hanya diam membisu memperhatikan Artha dan Dio. Perkataan Artha tadi sukses membuat jantung Atlanta ingin keluar dari tempatnya. Dari mana Artha tahu? Padahal yang tahu Atlanta memiliki pacar di Australia itu hanya anak The Nanos. Apa jangan-jangan Artha itu cenayang?

“Sar, bapak lu kerja di kementerian pendidikan kan? Usul dong peraturan mengerjakan PR dihapus, nyusahin gue calon cendikiawan terbaik negara”

“Calon cendekiawan gigi lu bengkak, PR aja nyontek!”

“Namanya juga usaha”

“Nath, besok-besok kalo Artha mau nyontek, minta aja lima milyar” kata Sari pada Nathan, cowok itu mengangguk-angguk sibuk menyeruput es teh manis.

“Eh sorry motong, gue pulang duluan, udah ditelepon nyokap. Al, makasih udah traktir” potong Chika saat ponselnya bergetar, ia melambaikan tangan buru-buru pergi.

“Gue juga deh, takut kemalaman. Di, gue nebeng sampai halte depan ya? Capek nih kalo jalan kaki” ujar Sari, setelah itu mereka juga pergi.

“Lu berdua kalo mau cabut, cabut aja. Gue lama kalo makan, kinerja lambung gue lamban” ujar Artha.

“Gue tungguin sampe kelar.” Atlanta melirik Nathan sekilas sibuk bermain game. “Lu tahu dari mana Tha?”

“Apa?”

“Cewek gue di Australia”

“Dulu Ilham pernah cerita ke gue.”

Batin Atlanta langsung mengumpat. Ia lupa Ilham dulu sekelas dengan Artha, teman duduk bahkan, sampai kemudian di kelas dua mereka akhirnya pisah kelas. Atlanta lupa memperhitungkan hal itu.

“Kenapa? Emang udah enggak lagi ya?”

“Iya, udah putus” jawab Atlanta cepat, sesaat wajah Nathan mendongak, tapi hanya sekilas dan setelah itu ia lanjut bermain game.

“Oh, maaf ya tadi sok tau”

“Nggak papa Tha. Selow” senyum Atlanta kaku, ia tidak mengerti mengapa kinerja bibirnya bekerja lebih cepat dibanding otak sehingga bisa melontarkan kebohongan seperti itu. Hanya mendekati Artha tapi kok rasanya Atlanta harus membuang apa yang menjadi miliknya.

“Tha lu ada hobi nggak?” tanya Atlanta mengalihkan topik.

“Basket”

“Hobi lain?”

“Tidur”

“Baca buku? Nyanyi? Lu nggak suka?”

“Suka, sesekali kalo lagi gabut. Lu? Hobi lu apa?”

“Diluar basket, gue suka motor”

“Modif? Balapan?”

“Dulu gue suka balapan, tapi sekarang gue cukup puas ngutak-ngatik motor”

“Gara-gara kecelakaan ya?”

“Iya, nih disini” Atlanta menunjuk ke arah garis panjang bekas operasi di lengan atas tangan kirinya.

“Untung lu nggak cacat, butuh berapa lama lu sembuh?” ujar Nathan ternyata ikut memperhatikan Atlanta.

“Berbulan-bulan, sampai gue hampir pengen nyerah buat sembuh” jawab Atlanta. “Pas dewasa nanti, gue mau tato buat nutup bekas ini”

“Tato apa?”

“Bunga”

“Bunganya bakal besar ya? Soalnya bekas luka lu panjang” kata Artha. “Lu mau bunga apa? Mawar berduri? Kembang Melati? Kamboja?”

“Kamboja mah buat lu aja Tha, cocok” celetuk Nathan.

“Yeuh emang gue setan?”

“Mirip” jawab Nathan langsung kena jitak Artha.

“Gue sebenarnya masih nyari sih”

“Lu lahir bulan apa?”

“September”

“Setiap orang itu punya bunga bulan lahir. Bulan september identik dengan tiger lily, lu tahu? Bunga orens totol-totol”

“Kayaknya pernah lihat” angguk Atlanta.

“Terus setiap bunga itu juga punya makna masing-masing. Termasuk tiger lily, bunga kelahiran lu”

“Oh ya? Apa makna bunga kelahiran gue?”

“Please love me” kata Artha membuat Nathan ikut berpaling ke arahnya. Sesaat cewek itu diam lalu cekikikan geli. “Gue cuman ngasih tahu arti tiger lily, bukan ngajak lu berdua suka sama gue. Jangan natap gue kayak penyamun gitu” tawa Artha.

“Dasar aneh” dengus Nathan.

“Nath lu juga buat tato aja nanti, tapi tato banteng. Soalnya lu kalo bete kayak banteng” usul Artha bercanda. Nathan langsung menjitak pelan kening cewek itu. Atlanta ikut tersenyum. Hatinya mendadak terasa ringan, Atlanta yakin sekali cepat atau lambat Artha akan jatuh hati padanya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!