Romeo menatap tulisan besar dihadapannya. Hotel Angkasa, sepertinya dia tidak salah, ini tempat yang dimaksud oleh Gina dichat. Dia mengeluarkan ponsel, mengirim pesan pada wanita itu jika dia sudah ada didepan hotel. Tak perlu menunggu lama, Gina yang statusnya sedang online segera membalas pesannya.
Langsung masuk, aku tunggu di lobi
Romeo kembali menyimpan ponselnya, masuk kedalam hotel dan langsung menemui Gina dilobi.
"Ini kuncinya." Gina menyerahkan cardlock ketangan Romeo. "Balaskan dendammu. Kamar 721, semoga sukses Bro." Gina menepuk bahu Romeo sambil tersenyum miring. Dia kemudian melenggang pergi dengan harapan besar, Romeo akan berhasil.
Dengan berbekal cardlock ditangan, Romeo menuju kamar 721. Begitu dia membuka pintu, matanya langsung tertuju pada ranjang. Disana seorang wanita terbaring tak sadarkan diri. Tubuhnya terbalut lingeri merah yang membuat Romeo menelan ludah dengan susah payah. Dia tak menyangka jika Gina mempersiapkan semua dengan sangat matang. Sampai sampai mengganti baju gadis itu dengan lingeri.
Romeo duduk ditepi ranjang. Matanya tak berkedip menatap apa yang ada didepan mata. Perlahan, tangannya bergerak menyentuh pipi halus gadis itu. Menyentuh bibirnya yang ranum, lalu turun menyusuri leher, lengan hingga telapak tangannya dan menggenggamnya sesaat.
"Cantik, kau sangat cantik." Pujinya dengan sepenuh hati. "Sayang, kecantikanmu ini tak bisa membuatku berbelas kasihan. Yang ada, aku semakin ingin menikmatimu." Romeo kembali menyentuh wajah gadis itu sambil merapikan anak rambut yang berserakan menutupi wajah.
"Jangan salahkan aku. Salahkan ibumu yang telah menumbuhkan bibit dendam dalam hatiku. Ibumu, pelakor itu, harus membayar mahal atas apa yang dia lakukan pada ibuku. Akan kubuat dia gila karena anak gadisnya telah diperkosa orang yang tak dikenal." Romeo menyeringai tipis. Tak mau berlama lama, dia segera mencumbui gadis yang tak sadarkan diri itu, mengambil paksa sesuatu yang berharga pada dirinya.
Romeo tak mengira jika gadis yang sedang digagahinya itu masih perawan. Dia pikir gadis itu sama dengan ibunya, perempuan tidak benar. Perasaan bersalah tiba tiba muncul dibenaknya. Dia telah merusak gadis yang masih suci. Tapi buru buru dia membuang perasaan itu. Gadis ini memang pantas diperlakukan seperti ini. Ya, dia harus membayar mahal atas apa yang telah ibunya lakukan.
"Aku sangat berharap kau hamil." Ujar Romeo setelah menyiram benihnya kerahim gadis malang tersebut.
"Aku yakin ibumu akan gila saat tahu putrinya dinodai dan hamil oleh orang yang tidak dikenal. Selamat datang dinerakamu sayang." Romeo memberikan ciuman terakhirnya lalu memakai kembali pakaiannya dan keluar dari kamar 721.
.
.
.
Tanpa Romeo tahu, ternyata Gina memasang kamera tersembunyi dikamar tersebut. Begitu tahu Romeo sudah pergi, dia dan Febbi langsung masuk kedalam kamar.
Gina menyeringai lebar melihat hasil dari kamera tersembunyi yang langsung terhubung pada ponselnya. Sempurna, semua berjalan sesuai apa yang dia harapkan.
"Bodoh sekali Romeo itu, bisa bisanya dia segampang itu ditipu." Gina bermonolog. Dia sangat bahagia saat ini. Rencananya untuk membuat pernikahan Rere dan Haikal berjalan sangat lancar. Sebagai sahabat, Gina tahu jika saat ini adalah masa subur Rere. Dia sudah memastikannya dengan bertanya kapan gadis itu datang bulan.
"Semoga saja lo benar benar hamil agar pernikahan lo dengan Haikal batal. Atau kalau tidakpun, aku yakin Haikal akan kecewa saat tahu kamu sudah tidak perawan. Haikal harus jadi milikku, apapun caranya."
Gina menyimpan kamera tersebut kedalam tas. Dia akan menggunakan video itu untuk menekan Romeo jika suatu saat nanti, Romeo hendak membongkar kebusukannya. Dia yakin, Romeo akan memilih diam daripada video syurnya tersebar luas. Tak hanya video syurnya yang akan membuat malu, tapi dia juga akan dipenjara karena telah memperkosa Rere.
Wanita yang baru saja dinodai oleh Romeo itu adalah Renata atau biasa dipanggil Rere. Dia bukanlah anak pelakor yang menghancurkan rumah tangga orang tua Romeo.
Gina yang licik, memperdaya Romeo dengan mengatakan jika Rere adalah anak pelakor, istri muda papanya. Romeo yang lama tinggal diluar negeri, memang tak tahu rupa anak tiri papanya itu. Padahal yang sebenarnya, Rere bukanlah anak pelakor itu. Ini hanya akal akalan Gina untuk membatalkan pernikahan Rere dan Haikal dengan cara memanfaatkan dendam Romeo.
Berbeda dengan Gina yang terlihat bahagia, Febbi menatap iba ke arah Rere yang masih belum sadar.
"Rere masih perawan Gin, tega lo ngelakuin ini padanya?" Febbi melihat bercak darah di sprei. Dia menatap iba kearah Rere yang belum sadar.
Maafkan aku Re, aku terpaksa membantu Gina.
"Udah jangan banyak bicara, segera bersihkan semuanya."
Gina dan Febbi segera memakaikan baju Rere seperti semula. Mengganti sprei dan membuat semuanya seolah olah tak terjadi apa apa.
Malam ini, kedatangan Rere ke lounge hotel Angkasa adalah untuk reuni sekolah. Sebenarnya dia tak ingin datang, tapi Gina terus mendesaknya.
Gina sudah merencanakan semuanya. Mulai dari menghubungi Romeo, mengompori pria itu untuk balas dendam pada anak pelakor yang telah mengambil ayahnya, serta menyiapkan obat bius untuk Rere. Gina benar benar sudah menyusun semua rencana itu dengan matang. Dan sekarang, dia hanya perlu berpura pura tidur disebalah Rere seolah tak terjadi apa apa. Meski besok pagi, dia yakin Rere akan bertanya tanya saat merasakan ada yang berbeda dengan dirinya.
.
.
Hai readers tercintanya otor. Otor balik lagi nih bawa cerita baru. Cerita ini sedang mengikuti lomba. Mohon dukukannya untuk senantiasa like, komen, vote dan yang paling penting bintang 5 nya. Semoga kita semua sehat selalu, Aamiin.
Terimakasih
Salam hangat dari Author 🥰🥰🥰
Rere terbangun dengan kondisi kepala yang sangat pusing. Badannya juga terasa sakit semua padahal semalam tak melakukan apa apa. Tadi malam hanya makan dan berbincang saja saat reuni, tapi kenapa tubuhnya terasa pegal semua. Tak pernah sebelumnya dia merasa seperti ini saat bangun tidur.
Rere menoleh kesamping, disana ada Gina dan Febbi yang masih tertidur pulas. Rere menduga mereka tidur terlalu larut semalam, hingga udah sesiang ini, mereka belum bangun. Ya, semalam Rere memang memilih tidur lebih dulu karena sudah mengantuk berat. Tanpa dia sadari, Gina telah menambahkan obat tidur dosis tinggi diminumannya.
"Aww...." Rere meringis saat merasakan daerah kewanitannya sakit. Kenapa seperti ini, kenapa terasa tidak nyaman saat dibuat berjalan. Dengan berjalan pelan, Rere memasuki kamar mandi. Dia kembali meringis saat buang air kecil dan merasakan perih dibagian intinya.
"Apa yang sebenarnya terjadi?" Perasaan Rere tiba tiba tidak enak. Apalagi saat membersihkan kewanitaannya, dia merasakan banyak lendir disana.
Dan disaat mandi, Rere makin heran saat menemukan bekas kemerahan di dadanya. Dia bukan orang yang polos, yang tak tahu bekas apa ini. Ini seperti kissmark.
"Apa yang terjadi semalam?" Tubuh Rere bergetar hebat. Dia menggigit kuku kuku jarinya karena cemas. "Apakah semalam ada yang memperkosaku?" Rere berpegangan pada dinding. Kakinya terasa lemas, takut jika dia benar benar menjadi korban perkosaan semalam. Tapi jika itu benar, kenapa dia tak merasa apa apa? Dan tak ada yang mencurigakan dari pakaiannya. Semuanya masih sama dengan kemarin dan tak ada bekas sobek atau apapun.
Aku harus bertanya pada Gina dan Febbi. Mungkin mereka tahu sesuatu. Tapi semoga saja tak terjadi apapun padaku tadi malam.
Rere gegas memakai baju kembali. Keluar dari kamar mandi dan membangunkan Gina serta Febbi.
"Ada apa sih Re, aku masih ngantuk." Sahut Gina yang malas membuka mata, begitupun dengan Febbi.
"Bangun Gin, Feb, please. Ada yang harus aku tanyakan pada kalian." Melihat Rere yang cemas, akhirnya Gina bangun, begitupun dengan Febbi.
"Ada apa sih Re?" Tanya Febbi sambil menutup mulutnya yang menguap. Pura pura tak tahu apa apa, padahal tahu apa yang akan Rere tanyakan.
"A, apa terjadi sesuatu padaku tadi malam?" Suara Rere terdengar bergetar, dia benar benar takut saat ini.
"Terjadi apa, aku gak ngerti?" Gina pura pura tak tahu apa apa.
"A, apakah tadi malam, ada pria masuk kesini?"
Gina dan Febbi saling menatap beberapa saat, lalu Gina mengalihkan pandangan pada Rere sambil tertawa.
"Ya gak ada lah Re. Emang kenapa sih? Kamu kok kelihatannya cemas gitu?"
Rere tak bisa mengatakan yang sebenarnya pada mereka. Belum tentu juga dia diperkosa. Jika benarpun, ini aib, dia tak mau mengumbar sebelum tahu lebih jelas.
"Setelah mengantarmu sampai kekamar, aku langsung kembali ke lounge. Rasanya tak mungkin ada pria yang masuk. Lagian tak lama kemudian, aku dan Febbi masuk kamar terus tidur. Emang kenapa, apa ada barang kamu yang hilang?" Gina sungguh aktris yang hebat. Raut wajahnya persis seperti orang yang tak tahu apa apa. Sedangkan Febbi, dia merasa sangat bersalah karena ikut membantu Gina. Tapi dia terpaksa melakukan itu.
Rere menggeleng. Dia tak tahu harus bercerita seperti apa. Jika ada yang masukpun, Gina dan Febbi akan tahu karena tak lama kemudian mereka masuk. Lalu apa yang sebenarnya terjadi padanya semalam?
"Apa kalian melihat ada yang aneh saat kalian masuk. Mak, maksudku, apakah kondisiku baik baik saja? Dan apakah ada yang berantakan, ranjang misalnya?" Suara Rere bergetar, dia sungguh gelisah sekarang.
Gina dan Febbi saling menatap lalu kompak menggeleng.
"Tak ada yang aneh. Kamu tidur sangat lelap. Setelah itu kami berdua ikut tidur," sahut Gina.
Darah, ya darah. Jika memang aku diperkosa, pasti ada bercak darah disprei karena aku masih perawan.
Rere segera mengecek sprei, dia bahkan menyuruh kedua temannya untuk turun dari ranjang. Tapi nihil, tak ada yang mencurigakan disprei, bercak darah, atau mungkin lelehan speema, tak ada disana.
Gina tersenyum dibalik punggung Rere. Dia yakin Rere akan mengecek sampai kesitu saat merasakan ada keanehan pada dirinya. Makanya dia sudah antisipasi dengan mengganti sprei yang baru, yang dia minta pasa petugas hotel.
"Kamu nyari apa sih Re?" Gina pura pura bertanya.
"Eng, enggak."
Cctv, Rere gegas keluar kamar untuk mengecek apakah benda itu ada dilorong kamar. Dia bernafas lega saat tahu ada cctv. Mungkin darisana, dia akan tahu semuanya.
Rere meminta tolong pada Gina untuk membantunya melihat rekaman cctv karena ayah Gina adalah manager disana. Tapi tidak ada hasil yang dia dapat. Karena ternyata, cctv dilorong kamar tempat dia menginap rusak sejak 3 hari yang lalu dan belum sempat diperbaiki.
Dengan perasaan kecewa, Rere kembali kekamar hotel bersama Gina.
"Emang ada apa sih Re, kenapa kamu kayak cemas gitu, apa yang terjadi?"
Rere ragu untuk cerita. Tapi dia butuh seseorang untuk bertukar pikiran dan berpendapat saat ini. Yang terjadi padanya sangat aneh. Kepalanya sampai mau pecah memikirkan teka teka ini.
"Aku tidak tahu Gin. Ada yang aneh dengan tubuhku. Aku seperti habis diperkosa, tapi aku tak ingat apa yang terjadi semalam."
"Diperkosa?" Gina pura pura syok. "Kamu yakin Re?" Gina memegang kedua bahu Rere sambil menatapnya dari atas kebawah.
"Aku juga tidak tahu Gin." Rere hampir saja menangis saat mengatakannya. Dia sendiri bingung dengan apa yang dia alami.
"Tapi rasanya tidak mungkin. Aku dan Febbi masuk kesini sekitar 1 jam setelah kamu masuk. Tak ada siapapun dikamar. Aku lihat kamu tidur nyenyak. Dan kamar dalam keadaan baik baik saja. Bahkan sprei juga dalam keadaan rapi. Rasanya mustahil jika kamu diperkosa Re." Gina pura pura menenangkan Rere, meyakinkan gadis itu jika tak terjadi sesuatu semalam, padahal dalam hati, dia sedang menertawakan Rere sepuasnya.
Semoga saja memang tak ada yang memperkosaku tadi malam. Tapi semua ciri ditubuhku, rasanya seperti habis diperkosa? Mungkinkah aku diperkosa jin? Apakah hal seperti itu ada?
Rere berharap tak terjadi apa apa semalam, apalagi kurang dari 3 bulan, dia akan menikah.
Bu Risa sangat bersemangat menyiapkan printilan untuk pernikahan putranya, Haikal yang tinggal satu bulan lagi. Dia sangat senang akhirnya putra sulungnya akan segera menikah. Apalagi dia sudah mengenal baik calon menantunya. Rere, gadis berusia 24 tahun yang bekerja disebuah bank swasta, cantik dan sopan, sungguh tipe menantu idamannya. Dan yang paling penting, bobot bibit dan bebetnya jelas, dari keluarga baik baik.
Tapi satu hal yang masih dia pikirkan. Yakni putra keduanya, sudah 1 tahun lebih pria itu tidak pulang. Yang dilakukan putranya itu, hanya video call seminggu sekali. Bu Risa ingin sekali putra bungsunya itu hadir saat pernikahan kakaknya. Mereka hanya 2 bersaudara, Bu Risa ingin sekali dihari bahagia Haikal, adiknya bisa datang.
Dan malam itu, saat putra bungsunya video call, Bu Risa kembali membujuk.
"Pulanglah sayang, itu hari bahagia kakakmu. Dia pasti sangat ingin saudara satu satunya bisa datang. Begitupun dengan ibu. Ibu ingin kedua putra ibu ada dihari itu." Entah sudah keberapa kalinya, Bu Risa membujuk. Tapi wanita itu sana sekali tak ingin menyerah.
"Meo gak ada cuti Bu. Sistem kerja disini beda dengan di Indonesia, susah mengambil cuti." Sebenarnya dia hanya berasalan karena memang malas pulang. Dia malas sekali melihat wajah ayah dan istri mudanya. Dan yang paling dia benci, adalah melihat ibunya menangis karena luka yang ditimbulkan dua bedebah itu.
"Tolong jangan membuat kebahagiaan ibu tidak lengkap di hari itu Meo. Selain itu, ibu juga sangat merindukanmu. Apa kau tidak merindukan ibu?"
Bohong jika tidak, Romeo sangat merindukan ibunya. Tapi kembali lagi ke rumah, seperti menguak kembali luka yang hampir mengering. Disana, ditempat itu, pertengkaran demi pertengkaran orang tuanya terjadi. Dia yang yang saat itu masih duduk dibangku SMP, tak bisa berbuat apa apa untuk melindungi ibunya. Dan hampir tiap malam, dia selalu melihat ibunya menangis. Tapi entah apa yang ada dikepala ibunya, wanita itu kekeh mempertahankan rumah tangga meski terus dan terus disakiti.
Remeo bersecak pelan. Ada rasa tak tega untuk menolak permintaan ibunya. Selain itu, Haikal juga sudah berkali kali menghubungi agar pulang dihari pernikahannya.
"Akan Meo pikirkan Bu."
.
.
.
Hailkal dan Rere sedang ada disebuah butik untuk fitting baju pengantin. Waktu berjalan sangat cepat, tak terasa jika dua minggu lagi, mereka akan melangsungkan pernikahan.
Rere keluar dari ruangan fitting dengan gaun pengantin putih yang rencananya akan dia gunakan untuk resepsi. Gaun itu terlihat pas ditubuh Rere, tapi wajahnya yang pucat sedikit merusak pemandangan.
"Kamu kenapa sayang, sakit, pucat banget?" Haikal sedikit cemas.
"Sedikit meriang aja. Kayaknya masuk angin, tadi pagi sempat mual lalu muntah muntah," sahut Rere. Dia merasa kurang enak badan beberapa hari kebelakangan ini.
Haikal meraih kedua tangan Rere lalu menggenggamnya.
"Jaga kesehatan Re. Pernikahan kita tinggal menghitung hari. Kalau perlu, kamu resign aja dari kerjaan biar gak capek. Aku gak mau kamu sampai sakit pas hari H."
Rere tersenyum, melepaskan tangannya dari genggaman Haikal lalu menangkup kedua pipi pria itu.
"Siap bos, aku akan jaga kesehatan. Tapi gak harus resign jugakan?" Rere mengulum senyum. "Aku sangat menikmati pekerjaanku. Teman temanku juga sangat baik disana. Kita sudah pernah membahas ini sebelumnya. Aku akan resign nanti, saat kita sudah punya anak. Aku gak mau mati kebosanan dirumah sendirian karena menunggumu pulang kerja."
Haikal tergelak mendengarnya. Diambilnya telapak tangan Rere yang ada dipipinya lalu dia kecup punggung tangan tersebut. Senyum Rere merekah diperlakukan seperti itu. Haikal memang selalu memperlakukannya dengan sangat manis. Hal itu juga yang membuat Rere mantap menikah dengan pria itu.
"Tak sabar ingin melihatmu hamil." Haikal menyentuh perut Rere. "Pasti lucu sekali melihat perut yang biasanya kau jaga mati matian agar tetap langsing itu, tiba tiba membuncit."
Senyum Rere mendadak surut. Dia kepikiran peristiwa dua bulan lalu. Semoga saja memang tak terjadi apa apa malam itu. Jangan sampai kejadian itu menjadi penghancur rumah tangganya dengan Haikal nanti. Rere sangat berharap, jika dia masih perawan saat ini.
"Aku benar benar bahagia sayang. Rasanya ingin cepat cepat hari H. Aku tak sabar untuk menjadikanmu milikku seutuhnya."
Rere yang sedang melamun tak mendengarkan ucapan Haikal.
"Sayang, Re, Rere." Haikal menepuk lengan wanita yang melamun itu. "Ada apa, kamu seperti memikirkan sesuatu?"
"Ti, tidak."
Haikal membuang nafas kasar lalu mengusap lembut kepala Rere. Dia tahu jika menuju hari H, semakin banyak yang dipikirkan, tapi dia tak ingin Rere stress bahkan sampai sakit gara gara itu.
"Jangan terlalu stress."
Rere mengangguk.
"Besok adikku yang bekerja di Jepang pulang. Kalian belum pernah ketemukan? Besok pulang kerja, aku jemput. Kita kerumah, biar kamu bisa kenalan dengan adikku. Dia tak mendapatkan cuti pas hari pernikahan kita. Jadi dia datang besok hingga 4 hari kedepan disini."
Lagi lagi Rere hanya menjawab dengan anggukan kepala.
.
.
Sesuai yang Haikal katakan kemarin, sore ini dia sudah stand by di depan bank tempat Rere bekerja. Begitu melihat Rere keluar, dia segera membukakan pintu untuk pujaan hatinya itu.
"Cie....romantis amat calon pak su." Ledek teman Rere yang juga hendak pulang.
"Dilarang ngiri." Seru Rere sebelum masuk kedalam mobil.
"Aku nganan aja deh." Sahutan salah satu teman Rere itu langsung disambut tawa oleh yang lain.
"Hahahaha."
"Bye semua." Pamit Haikal setelah menutup pintu mobil untuk Rere.
"Bye calon pengantin. Jangan diapa apain dulu ya, belum halal." Teriak salah satu teman Rere.
"Gak bisa janji, hahaha." Seloroh Haikal sambil mengitari mobil lalu masuk ketempat kemudi.
Mobil yang dikendarai Haikal meluncur menuju rumah pria itu. Rere sudah lumayan sering diajak kesana dan sudah dekat dengan ibunya. Setelah menikah nanti, mereka akan tinggal dirumah itu, makanya Haikal berusaha membuat Rere dekat dengan ibunya.
"Yuk turun." Seperti biasa, Haikal akan membukakan pintu dan membantu Rere turun. Setelah itu melingkarkan lengan wanita itu dilengannya dan membawanya melangkah masuk.
"Assalamualaikum." Ujar Haikal dan Rere berbarengan. Tak mendapatkan jawaban, Haikal kembali memanggil.
"Bu, calon mantu ibu udah datang nih," seru Haikal.
Mendengar itu, Romeo yang ada dikamar memutuskan untuk keluar. Penasaran juga dia dengan rupa calon kakak iparnya.
Romeo menuruni tangga sambil melihat kearah wanita yang berdiri memunggunginya.
"Itu adik aku. Me, sini Me." Haikal melambaikan tangannya kearah Romeo.
Rere sudah pernah melihat wajah adik Haikal difoto. Tapi penasaran juga seperti apa rupanya saat bertemu langsung. Dia membalikkan badan kearah tangga.
Dan Romeo, mata pria itu membulat sempurna dengan mulut menganga lebar. Syok melihat wajah calon kakak iparnya. Ya, dia masih ingat dengan jelas wajah gadis yang dia nodai hari itu. Tapi apa yang terjadi, kenapa gadis itu menajadi calon kakak iparnya?
Apa Haikal sudah gila, bisa bisanya dia hendak menikahi anak pelakor itu? Dan Ibu, apa yang ibu pikirkan hingga merestui pernikahan mereka?
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!