Livia Renata, siapa yang tidak mengenal nama gadis itu di sekolah SMA 3 DIRGANTARA.
Gadis muda dengan paras cantik, tajir melintir, modis dan tentu saja terkenal. Hobinya adalah menggaet para laki-laki berduit untuk di porotin duitnya.
Matre? Gampangan? Bodo amat. Livia Renata tidak peduli dengan pandangan orang lain terhadap dirinya. Yang penting bagi dirinya adalah tetap mempertahankan eksistensinya dan tentu saja memoroti para pacar-pacarnya yang kaya itu.
Livia Renata sangat anti mengeluarkan lembaran uangnya untuk sesuatu yang tidak terlalu penting. Untuk apa para pacar-pacarnya itu jika tidak di gunakan untuk memodali kecantikan dan gaya hidupnya yang hedon.
"Jadi cewek jangan mau rugi. " Itu salah satu kunci hidup dari Livia Renata, gadis kaya raya tapi pelitnya minta ampun.
###
Livia Renata, tidak ada yang kurang dalam hidup gadis berusia 17 tahun itu. Para laki-laki mengantri untuk bisa mendapatkan jadwal berkencan dengannya. Meskipin punya banyak uang tapi gadis itu selalu berpikir bahwa uang-uang itu tidak akan selamanya ada dan bisa saja suatu waktu uangnya akan habis sedikit demi sedikit.
Memikirkan hal itu membuat Livia merasa harus memanfaatkan kecantikannya untuk mendapatkan laki-laki tampan yang duitnya banyak.
Mengingat ada banyak laki-laki di sekolahnya yang mengantri untuk berkenalan dengannya, Livia mengambil kesempatan itu untuk memoroti mereka.
Dengan begitu uangnya tidak akan habis bahkan mungkin tidak akan tersentuh selama beberapa tahun ke depan.
"Besok aja yah Livia, aku lagi gak bawa uang lebih. " Ucap salah satu teman kencan Livia hari ini.
Livia yang mendengar hal itu sontak menghentikan langkahnya dan berjalan kembali menuju ke luar pintu Mall di mana mereka berdua berada saat ini.
"Livia... " Panggil laki-laki itu lagi.
"Aku udah bilang, aku mau boneka beruang yang ukurannya paling besar tadi. " Livia menghentikan langkahnya lagi tepat di depan laki-laki yang mengajaknya berjalan-jalan di mall hari ini.
"Tapi, aku beneran hari ini gak bawa uang lebih aku harus ngelakuin apa biar kamu mau maafin aku. " laki-laki itu memelas memohon kepada Livia untuk memaklumi nya sekali ini saja.
"No No No, kalau hari ini, di jam ini boneka itu nggak bisa kamu beliin buat aku ya udah kita putus aja. " Ucap Livia telak membuat laki-laki tadi langsung memegang tangan Livia agar gadis itu memberinya waktu.
"Livia, ok, ok tunggu sebentar aku bakalan pergi beliin kamu boneka yang tadi tapi kamu harus sabar nungguin aku 20 menit aja. " Pinta laki-laki itu.
"20 menit? What? No, Big No, aku gak mau nungguin kamu terlalu lama. " Tegas Livia yang membuat laki-laki itu kembali kalang kabut di buatnya.
"Ok 15 menit? Plissssss Livia. " Ucap laki-laki itu lagi mencoba menawar waktu.
"Lama."
"13 menit?. "
"Lamaaaaaaa."
"10 menit deh yah ok, tunggu aku disni jangan ke mana-mana. " Ucap laki-laki itu langsung berlari mencari cara untuk dapat membeli boneka beruang berukuran paling besar yang Livia idam-idamkan itu.
"Hah, dasar kunyuk padahal akukan belum bilang iya? Main pergi-pergi aja lagi awas aja kalau 10 menit nanti belom datang, ku hantam kepala cowok itu. " Livia merasa kesal, waktunya selama 10 menit terbuang sia-sia hanya untuk menunggu laki-laki kencannya tadi.
Entah apa yang di lakukannya untuk mendapatkan boneka beruang itu. Livia tidak mau tau, pokoknya apapun yang ia inginkan harus dituruti dan harus segera ada saat itu juga.
Jika tidak? Ya sudah tinggal putus saja, apa susahnya. Lalu? Yah cari pengganti lagi lah yang lebih kaya.
10 menit berlalu, Livia memberinya kesempatan selama 10 detik lagi jika cowok tadi belum datang juga amak Livia akan langsung memutuskannya tanpa ba bi bu dan meni ggakkan tempat itu.
"10."
".9"
"8."
"7."
"6."
"5."
"4."
"3."
"2."
"Liviaaaaaa Huuuuuuhhh haaaaahh aduhhh. " laki-laki itu akhirnya datang membawa sebuah Boneka beruang berwarna coklat yang sedari tadi Livia inginkan.
"Aaaahhhh akhirnya. " Livia sangat senang melihat boneka tersebut.
"Lama banget sih, buang-buang waktuku aja tau kamu . " Bentak Livia kepada laki-laki kencannya hari ini itu.
"Maaf Livia, yang pentingkan sekarang bonekanya sudah ada. " Ucap laki-laki itu, sementara di pelipisnya keringat masih mengucur membasahi wajahnya.
"Ya udah kali ini aku bakalan maafin yah Deni, untung kurang sedetik lagi tadi, kalau pas udah aku tinggalin kamu Den. " Sinis Livia menatap wajah laki-laki itu dengan tatapan mengancam.
"Maaf ya Livia, hehehe. " laki-lakiitu hanya cengengesan, tidak dapat berbuat banyak karena sangat menyukai Livia. laki-laki yang bernama Deni itu memang sudah sangat lama mengincar Livia.
Tidak banyak orang yang mempunyai kesempatan seperti dirinya yang bisa mengajak Livia berjalan-jalan sepulang sekolah hari ini.
Dia sudah mengantri selama berminggu-minggu untuk mendapatkan jadwal kencannya. Jadi ia tidak boleh menyia-nyiakan waktu Livia yang berharga.
"Aku mau makan es krim, capek tau nungguin kamu disini. " Ujar Livia dengan nada manja menatap Deni penuh harap.
"Iya Livia, ayok aku jajanin es krim biar Livia gak kecapean lagi. " Deni mengajak Livia masuk ke dalam Mall kembali dan mencari lapak penjual es krim.
Livia berjalan terlebih dahulu di depannya sementara Deni nengecek kembali isi dompetnya yang tersisa 200 ribu. Sebenarnya hari ini ia tidak menyangka jika Livia akan memilih dirinya untuk jalan bersama makanya Deni tidak membawa uang lebih dan untuk mendapatkan boneka beruang itu, Deni rela membuat ponselnya menjadi jaminan dan akan kembali lagi nanti untuk menebusnya jika Deni telah selesai menemani Livia berjalan-jalan.
"Deni, ayo kok melamun sih. " Teriak Livia yang lagi-lagi menghentikan langkahnya karena menyadari Deni berjalan cukup jauh di belakangnya.
"Eh iya Livia, maaf yah. " Deni berlari kecil ke arah Livia.
"Nih, bawain bonekanya berat tau Den, kamu gak peka banget tau. " Livia kembali merajuk.
"Aduh Livia, iya maaf aku salah sini bonekanya biar aku yang gendong yah kamu jalan aja. " Deni mengambil alih untuk menggendong boneka beruang yang besar itu.
"Cepetan Deni. " Teriak Livia lagi karena Deni yang berjalan agak lambat
"Iya Livia. " Deni mensejajarkan langkah kakinya dengan susah payah karena boneka beruang raksasa itu menutupi penglihatannya saat berjalan.
Bagaimana tidak boneka beruang itu jauh lebih besar dari pada tubuhnya.
"Deni, ih lucu banget itu ikan cupangnya. " Perhatian Livia yang tadinya ingin membeli es krim kini teralihkan lagi pada ikan ****** yang terletak tidak jauh dari tempat mereka berjalan saat ini.
Livia berlari menghampiri ikan ****** itu sementara Deni merusaha mengimbangi langkah kaki Livia.
"Deni, ih ini lucu banget, aku mau ini boleh?. " Livia menunjuk-nunjuk ikan ****** yang berada di dalam plastik meminta Deni untuk membelikannya.
"Boleh, emang berapa harganya?. "
"Ya mana aku tau akukan bukan oenjualnya tanya aja sendiri. " Jawab Sinis Livia.
Deni yang mendengar hal itu hanya bisa pasrah saja, lalu memanggil-manggil pemilik ikan ****** yang entah kemana karena tidak ada satu orang pun yang berada di dalam toko tersebut.
Setelah lima menit berada disana pemilik toko ikan ****** itu tak kunjung datang, membuat Livia kini badmood lagi.
"Deni ih, gak peka banget. " Ujar Livia cemberut lalu berjalan meninggalkan Deni yang terlihat kelelahan karena tidak di biarkan duduk oleh Livia padahal tubuh cowok itu sangat lelah menggendong boneka beruang.
"Livia, kita makan es krim aja yuk, nanti aku beliin ikan cupangnya yang banyak yah. " Deni mengejar Livia yang berjalan lebih dulu.
"Hm beneran?. " Langkah Livia akhirnya berhenti setelah mendengar ucapan Deni barusan.
"Iya aku benaran loh, Livia. " Deni berusaha tersenyum sebaturan mungkin meskipun badannya sudah agak encok karena capek menggendong boneka raksasa itu.
"Yaudah kita makan es krim aja, ayooo. " Livia kembali ceria dan berlari menuju penjual es kris yang etalase nya sudah keliatan dari jauh dari tempat mereka berada saat ini.
"Livia tunggu aku. " Teriak Deni, gadis itu lagi-lagi meninggalkannya.
"Cepetan Deni, jangan lemot ih. " Livia berteriam balik.
"Huhhhh." Deni membuang nafasnya dengan kasar.
Bersambung...
Klik like vote dan subscribe yah untuk membantu perkembangan author. Terimakasih. I love you guys.
Episode sebelumnya.. .
"Cepetan Deni, jangan lemot ih. " Livia berteriam balik.
"Huhhhh." Deni membuang nafasnya dengan kasar.
###
Happy Reading and Enjoy yah Guys.
Deni, salah satu laki-lami beruntung yang bisa jalan dan mengajak Livia u tuk berkencan. Deni seangkatan dengan Livia di sekolahnya dan sudah mengagumi gadis itu semenjak hari pertama pendaftaran di sekolah mereka.
Artinya Deni suda menyukai Livia sejak awal masuk di SMA 3 DIRGANTARA namun baru akhir-akhir ini laki-laki itu berani berterus terang kepada gadis pujaan hatinya itu karena terlalu banyak laki-laki lain yang mendahuluinya.
Deni, merasa sangat senang saat Livia menotice dirinya pada akun media sosialnya dan seminggu kemudian gadis itu menunggu dirinya di parkiran lalu mengajaknya pergi ke mall beberapa hari yang lalu dan hari itu adalah hari jadian pertama mereka.
Deni hari ini merasa sedikit kesal karena Livia terus saja mengiriminya pesan untuk menjemput gadis itu padahal hari ini Deni sedang ada les kursus matematika di tempat lain. Tapi karena takut Livia akan marah dan memutuskan hubungannya Deni terpaksa harus pergi menjemput gadis itu.
"Deniiiiiiiiii, cepet. " Pesan WhatsApp Livia
Deni langsung mengendarai mobilnya dan menjemput LiviaLivia, namun di tengah jalan ada kejadian yang tidak terduga terjadi pada ban mobilnya yang membuat perjalanannya menuju ke rumah Livia harus terhambat.
"Aduh mati aku. " Keluh Deni, melihat waktu di jam tangannya sudah menunjukkan pukul 16.00 sementara janjinya adalah 16.15.
Deni segera menghubungi bengkel yang bisa menjemput mobilnya dan Deni tidak lupa untuk memesan grab untuk pergi ke rumah Livia, lebih baik dirinya menjemput Livia terlebih dahulu menggunakan grab car dari pada harus di amuk oleh gadis itu karena terlambat menjemputnya.
15 menit kemudian Deni sudah beranda di depan rumah Livia, namun rumah itu nampak kosong.
"Tunggu sebentar yah pak?. " Ucap Deni kepada si abang grab.
"Oke." Balas abang grab itu.
Deni memudian berjalan masuk ke dalam halaman rumah Livia dan mengetuk-ngetuk pintu rumah gadis itu.
Tok.. Tok.. Tok..
Tok.. Tok.. Tok..
Tok.. Tok..
Deni terus mengetuk pintu rumah Livia namu tidak ada jawaban.
"Apa mungkin dia sudah pergi?. " Gimana Deni lirih.
Deni kemudian berbalik arah dan akan kembali ke grab car yang sedang menunggunya di luar pagar namun baru beberapa langkah pintu rumah Livia akhirnya terbuka.
"Hei Deniiii. " Teriak Livia dari balik pintu.
"Hei Livia, maaf akut terlambat. "
"Sudahlah masuk saja kesini. " Perintah Livia.
"Kita tidak jadi pergi?. " Tanya Deni.
"Tidak usah, mood ku sudah berantakan gara-gara kamu. " Ucap Livia menatap sinis ke arah Deni yang jadi semakin merasa bersalah karena datang terlambat menjemput gadis itu.
"Tunggu sebentar. " Deni berlari ke luar pagar Rumah Livia dan membayar ongkos grab caranya dan kembali masuk ke halaman rumah Livia.
"Ayo masuk. " Perintah Livia yang langsung di ikuti oleh Deni.
Sebenarnya Livia merasa sangat jengkel kepada Deni karena cowok itu terlambat untuk datang menjempunya, sehingga Livia membatalkan niatnya untuk keluar hari ini. Namun karena di rumahnyajuga j tidak ada siapa-siapa selain dirinya dan melihat ada Deni yang bisa menemaninya jadi ya sudahlah.
"Kamu sendirian?. " Tanya Deni memperhatikan seisi rumah Livia yang nampak sangat sepi.
"Iya begitulah, apakah kamu buta? Tidak bisa melihat yah? . " Sinis Livia.
"Maaf Livia. " Lagi-lagi Deni hanya bisa meminta maaf kepada Livia.
Livia berjalan masuk semakin dalam ke dalam rumahnya hingga sampai di depan Televisi yang sedang menyala menayangkan tayangan gosip. Sementara Deni terus mengikutinya dari belakang tanpa banyak bertanyabertanya, karena takut gadis itu akan semakin marah.
"Duduk." Livia menyuruh Deni untuk di sofa yang berhadapan langsung dengan Televisi yang menyala itu.
"Ah iya. " Deni langsung menurutinya.
"Gara-gara kamu datang terlambat aku tidak jadi melakukan aktifiitasku di luar rumah. " Ucal Livia setelah mempersilahkan Deni duduk.
"Maaf Livia. "
"Ah sudahlah, aku bosan mendengarmu terus-terussan meminta maaf. "
"Baiklah Livia. "
"Temani aku menonton film saja untuk hari ini. " Ucap Livia yang membuat Deni bisa bernafas sedikit lega karena gadis itu tidak menyuruhnya untuk membelikannya sesuatu yang aneh ataupun menyuruhnya untuk melakukan hal yang tidak masuk akan sebagai hukuman karena terlambat menjemputnya.
Mereka berdua pun fokus menonton film istri yang tersakiti yang di tayangkan pada layar Televisi.
Sesekali Deni mencuri pandang menatap wajah Livia yang sangat cantik ketika sedang serius seperti saat ini.
Deni sebenarnya sangat mengagumi Livia, apalagi kecantikan gadis itu sungguh sangat di luar nalar.
Matanya yang bulat, dengan alis yang cantik dan simetris sangat cocok dengan bulu matanya yang lentik di tambah lagi wajahnya yang tidak terlalu bulat, hiungnya mancung dan bibirnya sedikit tebal.
Setahun terakhir, selama Deni diam-diam memperhatikan dan menyukai Livia, Deni seringkali membayangkan dapat mengecup bibir gadis itu. Bibir berwarna merah jambu tanpa polesan lipstik, yang terlihat seksi itu apalagi saat Livia sedang berbicara dan membuka bibirnya.
"Kenapa kamu memandang aku seperti seseorang yang akan menelan ku hidup-hiduo seperti itu?. " Bentak Livia membuat Deni sadar dari lamunannya.
"Ah hehehe, maaf Livia aku tidak bermaksud seperti itu. "
"Hmm aku bosan tau, mendengarmu terus-terussan meminta maaf seperti itu. "
"Iya Livia. "
"Kamu suka nonton film Horor?. " Tanya Livia kemudian.
"Hmm lumayan. "
"Kalau begitu mari kita nonton Film terbaru dari Korea. " Ucap Livia Antisias dan berlari ke salah satu ruangan yang ada di rumah itu.
Deni berpikir mungkin itu adalah kamarnya.
Tidak lama kemudian Livia keluar dari ruangan yang di masuknya tadi sambil membawa sebuah laptop.
Deni mengernyitkan wajahnya, karena belum mengerti. .
"Kita akan menontonnya di laptopku. " Ujar Livia melihat ekspresi kebingungan dari wajah Deni.
"Oh ok, baiklah. "
"Kamu suka film zombie? . " Tanya Livia lagi.
"Lumayan."
"Aku juga sangat sangat suka, nah ini dia yang akan kita nonton hari ini. " Ucap Livia memperlihatkan layar laptopnya yang menampilkan sebuah aplikasi nonton N*tflix yang memamerkan sebuah judul film beserta poster dari film tersebut.
"Gangnam Zombie?. " Tanya Deni, laki-laki itu kini terlihat sangat antusias ketika mengetahui Libia juga menyukai film yang baru rilis itu.
"Kamu udah nonton?. " Tanya Livia lagi.
"Belum, aku hanya lihat trilernya saja di beberapa platforlm. " Jawab Deni.
"Kalau begitu kita nonton ini saja yah. " Livia kemudian berjalan ke arah saklar lampu dan mematikan lampu pada ruangan itu untuk menambah kesan horor pada saat filmnya di putar.
Mereka berdua kemudian asil menonton film Zombie tersebut hingga tidak menyadari jarak antara kedua remaja itu semakin dekat dan kini hanya di batasi oleh bantal sofa saja.
"Aw ih jijik banget. " Teriak Livia melihat salah satu zombie yang memakan tubuh manusia yang masih hidup.
Deni hanya tersenyum sambil sesekali melirik ke arah Livia yang menarik tangannya ketika sedang ketakutan.
"Ih itu pemeran utamanya bego banget sih bukannya lari malah di tungguin zombienya, ih kesel banget. " Kini gadis itu kembali mengomel lagi. Sementara Deni hanya asik menonton filmnya tanpa mengeluarkan ekspresi apapun karena sudah terbiasa menonton film seperti itu.
"Aaaaaahhhh." Livia kemudian berteriak dan memeluk tubuh Deni karena kaget melihat jumpscare yang di tunjukkan pada layar laptopnya.
"Kenapa Livia?. "
"Aku takut ih. " Livia makin mengencangkan pelukannya, disisi lain Deni menelan air liurnya karena tidak menyangka Livia akan memeluknya selama itu.
"Livia?. " Panggil Deni.
"Hmm." Livia hanya bergumam karena masih fokus menonton.
"Kamu pernah ciuman?. " Deni memberanika dirinya untuk bertanya kepada Livia, meskipun ia menyadari Livia pasti akan sangat marah jika ia menanyakan hal tersebut.
"Belum emangnya kenapa? Kamu mau?. " Bukannya marah Livia justru bertanya balik kepada Deni.
"Emang boleh yah?. " Tanya Deni berhati-hati agar tidak menyinggung perasaan Livia.
Bersambung...
Like, vote, subscribe dan berikan komentar kalian.......
Episode sebelumnya...
"Emang boleh yah?. " Tanya Deni berhati-hati agar tidak menyinggung perasaan Livia.
###
Happy Reading and Enjoy Guys.
"Boleh aja sih. " Ucap Livia .
"Beneran Livia?. " Deni terlihat sangat senang dan langsung menarik Livia u tuk menatap wajahnya.
"Iya boleh... Asalkan.... " Livia mentap wajah Deni dari kepala hingga ke telapak kakinya.
"Asalkan apa?. " Deni menatap Livia penuh harap.
"Asalkan kamu mandi di laut Nyi Roro Kidul untuk membersihkan dirimu yang kotor itu dan bau itu, hahahaha. " Ejek Livia sambil tertawa dan mendorong tubuh Deni menjauh darinya.
Deni yang mendapat perlakuan seperti itu merasa sedikit kecewa karena sangat berharap Livia mau menciumnnya.
Namun, Deni tidak patah semangat dalam hatinya ia berdoa semoga suatu saat nanti Livia akan mau menciumnya. Deni akan melipat gandakan rasa sabarnya lagi untuk gadis pujaan hatinya itu.
###
Besok paginya Livia berangkat ke sekolah di antar oleh orang tuanya, gadis itu berjalan berlenggak lenggok ala model berjalan menuju ke kelasnya. Tinggal, beberapa langkah lagi gadis itu akan sampai tiba-tiba seseorang menarik tangannya dengan keras.
"Aw aw sakit aduh apa-apaan sih. " Teriak Livia kesakitan.
"Livia." Panggil laki-laki yang menarik tangannya itu ketika mereka sudah sampai ke tempat yang agak sepi.
"Apaan sih Radit, gak jelas banget deh. " Omel Livia kepada laki-laki bernama Radit salah satu mantan Livia, yang masih terobsesi pada dirinya namun Livia sama sekali suda tidak tertarik kepada laki-laki bernama Radit ini.
"Liat mata aku Livia, lihat dan tatap. " Ucap Radit memaksa Livia untuk menatap wajah cowok tersebut.
"Apaan sih kasar banget. " Livia menghempaskan tangan Radit yang masih mencengkram tangannya.
"Apa sih yang kamu liat dari si Deni itu, jelas-jelas aku lebih baik dari dia kenapa kamu malam milih dia dari pada jalan sama aku?. "Tanya Radit dengan nada suara yang sengaja di tekankan.
"Gak mau, siapa juga yang mau sama cowok kasar kayak kamu ini, idih big no deh. " Sinis Livia.
"Apa kamu bilang? laki-laki kasar? Emangnya kamu sendiri udah lebih baik dari aku? Awas ya kalau sampai kamu nggak putusin si Deni itu liat aja sesuatu yang buruk bakalan terjadi sama kalian berdua. " Ancam Radit.
"Gak jelas banget tau nggak kamu, Dit. Siaap juga yang mau sama laki-laki modelan kamu gini hah? Ngancem? Iya? Kamu pikir aku takut? . " Bukannya takut Livia justru mengancam balik laki-laki yang sangat terobsesi padanya itu.
"Oke, kamu nantangin yah? Awas aja kalau sampi minggu depan kalian masih belum putus bencana akan menimpa kalian berdua. " Ancam Radit lagi.
"Dih udah kayak bencana alam aja, dramatis banget sih. " Ejek Livia.
"Tunggu aja, awas!. " Livia dan Radit saking bertatapan untuk beberapa saat, kemudian laki-laki itu pergi meninggalkan Livia dengan wajah yang kesal.
"Emangnya dia siapa? Dih sok kecakepan, kayak duitnya banyak, aja. Cowok sialan" umpat Rania menatap punggung Radit yang semakin jauh melangkah.
Livia kemudian berjalan masuk ke dalam kelasnya karena pembelajaran akan segera berlangsung.
TIN.. TING.. TING..
Dua jam kemudian lonceng jam istirahat akhirnya berbunyi.
Livia segera pergi ke kelas Deni untuk mengajaknya pergi ke kantin bersama-sama.
Beberapa pasang mata menatap iri kepada Deni yang berhasil berpacaran dengan gadis populer di sekolahnya itu, beberapa di antaranya bersorak sambil menggoda Deni.
"Cie cie cie di jemput ayang. " Teriak salah satu teman kelas Deni
"Emang kalau lagi jatuh cinta dunia serasa milik berdua yang lain mah numpang. " Timpal yang lainnya.
Seisi kelas Deni kemudian tertawa, Deni hanya bisa tersenyum malu-maku sementara Livia asik melambai-lambaikan tangannya bagaikan Miss Universe yang sedang memperkenalkan dirinya.
"Yuk, aku udah lapar banget. " Deni langsung menarik tangan Livia.
"Ih Deni, main tarik-tarik aja. " Keluh Livia.
"Iya, iya maaf deh nih aku lepasin. " Deni kemudian melepaskan pegangan tangannya. Namun, Livia berinisiatif untuk memegang tangan Deni lagi.
"Kan aku gak bilang lepasin. " Omel Livia.
"Iya deh iya, terserah kamu aja. " Ucal Deni pasrah semaunya Livia saja.
"Aku mau makan mie ayam sama lontong yah hari ini, minumnya aku mau jus jeruk, terus nanti pulang sekolah aku mau di jajanin yah Deni. " Ucao Livia dengan nada manja namun tetap saja cara bicaranya seperti seseorang yang sedang memerintah.
"Iya Livia, apa sih yang nggak buat kamu. " Deni tidak ingin ambil pusing agar Livia tetap nyaman bersamanya apapun akan ia lakukan agar gadis itu senang.
Sesampainya di kantin Deni langsung mengambilkan pesanan Livia, lalu terakhir mengambil pesanannya sendiri. Mereka berdua pun asik menikmati makanannya masing-masing.
Beberapa pasang mata kembali memperhatikan mereka lagi, membuat Deni merasa kurang nyaman sebenarnya namun, sepertinya ia harus terbiasa dengan hal itu karena pacarnya adalah orang yang populer di sekolahnya. Jadi, wajar saja jika ada banyak orang yang akan memperhatikan mereka berdua.
"Kenapa Deni? Kok bengong. " Tanya Livia memperhatikan Deni yang hanya mengaduk-aduk makanannya.
"Gapapa kok Livia, makn lagi yuk di habisin yah makannya biar kamu sehat. " Ucap Deni penuh perhatian kepada Livia.
"Kamu mau aku gendut yah, terus gak ada yang suka lagi sama aku. " Omel Livia.
"Nggak Livia, bukan gitu maksud aku....."
"Udah ah, jadi malas makan aku. " Livia menghentikan makannya padahal mie ayamnya belum setengah mangkuk gadis itu habiskan.
"Iya deh iya, maaf Livia yang cantik, yang seksi dan terbaik deh 100 persen maafin aku yah, kalau kamu habisin makananya kami boleh deh minta hadiah apa aja. " Ucap Deni, mencoba mengambil hati Livia yang sedang badmood.
"Beneran Den?. "
Deni menganggukkan kepalanya, sambil sm tersenyum ke arah Livia. Benar saja Livia langsung antusias kembali dan melanjutkan makannya.
###
"Radit ngancem kamu?. " Deni tidak menyangka jika Livia pagi tadi mendapatkan ancaman dari Radit, dan baru sekarang gadis itu mencertiakan kejadian yang di alami Livia, padanya.
"Iya, katanya kalau kita gak lurus dia bakalan ngelakuin sesuatu ke kita, dikira mungkin aku bakalan takut sama gertakannya. " Oceh Livia dengan perasaan yang sangat menggebu-gebu merasa jengkel jika mengingat Radit mengancamnya tadi pagi.
"Terus dia ada bilang apa lagi sama kamu?. " Tanya Deni memastikan kekasihnya itu tidak di sentuh seinci pun oleh Radit.
"Nih liat nih tangan aku ampe merah gara-gara tadi pagi tangannya megang bagian ini keras banget. " Livia memperlihatkan pergekangan tangannya kepada Deni.
"SIALAN!. " Batin Deni.
"Ya ampun, ya udah kita singgah di apotik buat beli salap yah. " Ucap Deni kemudian di ikuti anggukan kepala Livia.
Deni kemudian menyalakan mobilnya, keluar dari gerbang sekolah lalu melaju bersama kendaraan lainnya di jalan Raya.
Deni merasa darahnya terasa panas mendengar Livia di ancam oleh Radit. Memangnya siapa laki-laki itu bisa dengan bebas mengatur orang lain untuk putus.
"Radit itu yang anak kelas 11 IPS C yah? . " Tanya Deni kemudian setelah cukup lama hening karena mereka berdua sibuk dengan pikirannya masing-masing.
"Iya Den, tapi ya udah lah yah gak usah terlalu di pikirin namanya juga sok jagoan, paling juga cuman gertak aja. " Ucap Livia.
Mendengar hal itu Deni hanya manggut-manggut saja, dalam hatinya berdoa semoga itu memang hanya gertakan Radit saja karena merasa sakit hati tidak bisa memiliki Livia.
Bersambung...
Klik like, vote, subscribe dan berikan komentar kalian yah.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!