Perasaan saat dikhianati itu tidak bisa di jelaskan secara lisan, begitulah yang dirasakan oleh Elena saat dia dikhianati oleh orang yang dia cintai.
Awalnya semua terlihat baik-baik saja, kasih sayang Ernest pada Elena sangat besar menurut Elena. Tidak pernah sekali pun pria itu meninggikan suaranya apalagi sampai berkata kasar, yang jelas bersamanya Elena merasa sangat di manjakan.
Tapi mendadak ada perubahan dalam sikap Ernest setelah mereka bertunangan, pria itu mulai mengabaikan Elena dengan alasan sibuk akan masalah pribadinya. Elena mencoba untuk mengerti hanya saja jarak diantara mereka tiba-tiba menjadi sangat jauh, Elena dikirim untuk mengikuti pelatihan ke tempat yang jauh dari ibukota oleh Ernest dengan alasan jika Elena masuk dunia bela diri setidaknya sekali saja maka dia akan sangat senang.
Elena pun demi mendapatkan kembali perhatian Ernest dia rela mengikut pelatihan yang tidak dia sukai, semua hanya untuk Ernest.
Beberapa tahun kemudian Elena kembali dengan harapan hubungan antara dia dan Ernest bisa membaik, lalu benar saja setelah Elena kembali ke ibukota, Ernest telah kembali menjadi pria yang Elena kenal sebelumnya.
Kini Ernest mengajukan pernikahan dengan acara lamaran yang sangat romantis untuk Elena, Elena terbuai akan hal itu dan menerima lamarannya tanpa berpikir panjang. Elena sangat menantikan kehidupan barunya setelah menikah.
Akan tetapi saat upacara pernikahan ada dua pengantin wanita yang memakai gaun pernikahan, Elena sangat terkejut karena wanita itu adalah sahabatnya sendiri.
"Apa ini Ernest? kau ingin menikahi dua wanita sekaligus di hari yang sama, apa kau gila?" tanya Elena, ia sangat terluka melihat Sonia datang ke aula yang sama dengannya.
"Aku mencintaimu dan menyayangi Sonia, aku tidak mau kehilangan kalian berdua jadi aku akan menikahi kalian. Aku harap kau tidak menolak," jawab Ernest.
Elena tidak mau menikah dengan pria yang akan menduakan dirinya. Elena tidak tau kenapa bisa mereka memiliki hubungan di belakangnya. Tapi yang jelas, Elena tidak akan menikah.
Elena pun melepaskan seluruh perhiasannya, ia juha merusak rambut yang telah di tata sebagus mungkin sampai menghapus riasan wajahnya.
"Aku tidak akan menikah denganmu, dalam mimpimu sekali pun. Kau telah mengkhianati cinta ku dan tanpa rasa malu kau masih punya muka ingin menikah dengan ku. Kau adalah pria yang lebih buruk dari sampah," hina Elena di dukung banyak tamu yang hadir.
"Jangan berlebihan Elena. Bisa menikah dengan Ernest seharusnya sebuah kehormatan untuk mu, aku saja mau berbagi dengan mu. Lalu kenapa kau tidak? terima saja pernikahan ini dan jangan memperburuk suasana hati Ernest dengan menolaknya," balas Sonia membuat Elena kesal.
"Aku bukan wanita rendahan seperti mu, aku salah telah menganggap kau selama ini sebagai keluarga ku. Karena keluarga itu tidak menusuk dari belakang seperti mu," cemoh Elena, ia hendak beranjak dari aula.
"Apa kau yakin bisa pergi setelah melihat ini?" tanya Ernest membuat Elena berbalik menghadapnya.
Para kesatria Ernest membawa ibu dan ayah Elena yang di rantai ke aula, bahkan ada juga yang membawa kotak besar saat kotak itu di buka ternyata isinya adalah 2 kepala kakak laki-laki Elena.
Elena langsung berlari mendekati kotak itu lalu ia bertanya dengan nada tinggi,"Apa yang kau lakukan pada kakak ku?"
"Aku juga tidak mau melakukan ini. Tapi aku terpaksa, mereka berdua ingin memisahkan kau dan aku setelah mereka tau aku punya hubungan gelap dengan Sonia. Apalah dayaku Elena, aku hanya ingin hidup bersama mu, itu saja. Apa itu salah?" tanya Ernest tanpa perasaan bersalah sedikit pun.
"Tentu saja itu salah. Kau adalah pembunuh yang telah membunuh kedua kakak ku, kau sudah melakukan dosa besar. Aku buta selama ini karena telah mencintai pria cacat sepertimu, kau menjijikan," jawab Elena.
Ernest merasa sangat terguncang karena ucapan Elena, ia pun menarik pedangnya lalu memotong tangan ayah Elena.
"Tidak!" teriak Elena berniat ingin menghampiri ayahnya yang meringis kesakitan, sayangnya kedua kesatria datang menahan Elena agar tidak bisa mendekati orang tuanya.
"Hentikan semua ini. Kau jangan keterlaluan, aku tidak akan mengampuni seumur hidup ku. Jika kau berani maka aku akan … Ayah!" Elena berteriak sangat kencang saat Ernest memenggal kepala ayahnya.
"Aku tidak suka saat kau menghina, mengancam, dan menyalahkan ku sayang. Ini semua aku lakukan demi kebaikan kita, mereka yang menghalangi hubungan kita harus tiada," ucap Ernest tersenyum manis pada Elena.
"Elena, jangan menikah dengan pria ini. Jika ibu dan ayahmu harus tiada maka biarkan kami tiada dengan penuh rasa hormat, jangan menyelamatkan nyawa kami dengan berkorban apalagi sampai menikah dengannya. Buatlah pilihan yang tidak kan kau sesali dalam hidupmu," ucap sang ibu meneteskan airmata.
Elena merasa sangat kesal melihat mayat kedua kakanya, kematian ayahnya, serta ketidak berdayaan ibunya. Padahal semua baik-baik saja dulu lalu kenapa mendadak berubah seperti ini.
"Elena, menikahlah dengan ku lalu ibu mu akan baik-baik saja. tolong jangan rusak acara bahagia kita, yah?" pinta Ernest dengan lembut.
Elena menatap sang ibu yang terus-menerus menggeleng, maka Elena akan membuat pilihan terbaik untuk dirinya sendiri. Elena menarik pedang salah satu kesatria lalu mengarahkan pedang itu kelehernya.
"Elena, apa yang kau …."
"Diam!" Elena memotong ucapan Ernest, "Aku lebih baik tiada bersama keluarga ku dari pada harus menikah dengan mu."
"Jangan Elena, ku mohon dengarkan aku. Aku tidak akan melukai ibu mu jadi turunkan pedang itu," pinta Ernest berjalan mendekati Elena.
"Bunuh dirilah Elena," ucap sang ibu yang nekad menusuk dirinya sendiri dengan belati yang entah dia dapat darimana.
Elena hanya bisa menangis melihat ibunya juga tiada, Elena pun menutup mata lalu merobek lehernya sendiri dengan pedang dalam genggamannya
"Tidak!" Ernest langsung berlari mendekati Elena. Namun yang menangkap tubuh Elena adalah pria lain, samar-samar ia melihat wajah yang tidak asing.
Elena meninggal dengan sejuta perasan bersalah, ia tidak ingin tiada seperti ini. Tapi itu jauh lebih baik dari pada ia harus menikah dengan Ernest, ia juga menyesal karena jatuh cinta pada pria bertopeng seperti Ernest. Satu hal yang Elena sadari dari kejadian itu yakni ia tidak terlalu mengenal Ernest, bahkan tidak mengenal pria itu sama sekali.
*****
Elena terbaring diselimuti oleh kegelapan, ia merasa sangat kedinginan sampai serasa tubuhnya akan membeku. Perasaan tertekan yang tidak jelas ini membuatnya sesak.
"Elena Elena Elena," panggil seseorang tidak terlalu terdengar oleh Elena. Namun saat panggilan itu menjadi keras, Elena langsung tersadar dengan nafas tersengal-sengal.
"Lihatlah dia ibu. Dia marah pada Kak Carlos lalu mengabaikan aku, entah kapan kebiasaannya ini akan hilang," ejek Aaron pada Elena.
Melihat mereka semua duduk bersama menikmati secangkir teh hangat di taman mengingatkan Elena tentang masa lalu, tanpa sadar ia meneteskan airmata ia mengira setelah mereka semua tiada tuhan mempertemukan mereka lagi di surga.
"Apa ini surga?" tanya Elena membuat mereka semua terdiam lalu tertawa bersama.
"Ada apa denganmu? ini bukan surga, kita ada di gazebo halaman samping kediaman. Apa yang kau pikirkan sampai bertanya seperti itu?" tanya Carlos pada sang adik.
"Eh! halaman samping kediaman kita, kenapa bisa kita ada di sini bukankah kita telah …." ucapan Elena terpotong saat Aaron mencubit pipinya, "Aduh sakit!"
"Jika sakit maka berhenti membual. Kau tadi marah tanpa alasan yang jelas pada Kak Carlos lalu kau malah mengabaikan aku, apa kau semarah itu saat mendengar Ernest di ejek oleh kakak mu?" tanya Aaron membuat Elena ingat suasana saat ini, dan topik pembicaraan ini pernah terjadi saat ia berusia 15 tahun.
Karena penasaran Elena turun dari tempat duduknya dan berlari ke dalam kediaman, ia ingin memastikan sendiri apa benar ia kembali ke masa lalu atau tidak.
*****
Bersambung.
Silahkan tinggalkan jejak and dukung selalu author, karena dukungan kalian sangatlah berarti😘
Elena dengan cepat berlari ke kamarnya dan benar saja penataan ruangan di sana sama dengan kamarnya saat berusia 15 tahun, bahkan sosok yang selalu dia rindukan masih ada di sana.
"Ah! Nona Elena, apa waktu minum teh sudah selesai?" tanya Mimi yang sedang membersihkan lemari pakaian Elena.
Elena tidak menjawab ia malah mendekati Mimi lalu memeluknya, perlahan ia mulai terisak mengingat bagaimana ia memperlakukan Mimi di kehidupan sebelumnya karena Sonia.
"Eh! ada apa nona? apa anda terluka karena tuan muda mengejek Tuan Ernest lagi?" tanya Mimi pada Elena.
Elena melepaskan pelukannya lalu menggeleng seraya berkata, "Bukan karena itu, aku menangis karena aku sadar telah memperlakukan mu secara tidak adil."
Ekspresi wajah Mimi berubah menjadi kesal. Ia menggenggam tangan Elena seraya berkata, "Yang nona katakan itu tidak benar, saya selalu merasa apa yang nona lakukan tidak salah. Lagi pula jika ada kesalahan maka itu dari saya bukan dari nona. Jangan merasa bersalah karena saya atau saya akan sedih."
"Entah kebaikan apa yang aku lakukan di kehidupan sebelumnya sampai bisa di percayai oleh mu seperti saat ini, aku beruntung memiliki Mimi bersama ku."
"Justru yang beruntung di sini adalah saya karena nona sudah menyelamatkan saya bersama saudara saya dari jalanan, terima kasih nona," ucap Mimi setulus mungkin.
Di kesempatan kedua ini Elena berjanji akan membalas apa yang telah Ernest dan Sonia lakukan padanya, dulu karena Sonia sangat tidak suka pada Mimi ia sampai memecat Mimi tepatnya 3 bulan dari sekarang. Tapi kali ini tidak lagi, ia tidak akan kehilangan Mimi lagi. Lagi pula ia punya ingatan tentang kehidupan sebelumnya yang akan dia gunakan untuk memperkuat kekuatan keluarganya agar tidak tunduk pada keluarga Ernest.
Namun ada satu hal yang membuat Elena penasaran yakni pria yang samar-samar ia lihat saat kesadarannya akan hilang, pria itu menangkap tubuh Elena yang akan tumbang. Entah kenapa Elena merasa dia itu tidak asing baginya, tapi siapa dia? pikir Elena.
*****
Louis duduk di meja kerjanya menatap keluar jendela, ia masih tidak bisa menerima kenyataan jika dirinya kembali ke masa lalu lagi. Dia tidak tahu harus senang, atau tidak akan semua ini, karena di kehidupan sebelumnya ia gagal merebut Elena dari Ernest bahkan dia berpikir jika harus mengulang kehidupan ini 1000 kali pun ia tidak yakin hati Elena akan berpaling dari Ernest.
Di hari itu saat mendengar Elena akan menikah ia bergegas menuju kediaman Duke Ransom. Tapi sesampainya di sana yang ia lihat adalah Elena merobek lehernya sendiri, padahal ia sudah berusaha datang lebih cepat hanya saja dia gagal lagi.
Sudah 3 kali ia mengulangi kehidupannya. Namun hasil akhir dari setiap kehidupan itu tetap sama, Elena selalu tiada dan dia selalu datang terlambat. Kini jika kali ini pun gagal maka dia tidak akan punya kesempatan lagi, ia ingin menyerah karena semua usaha yang ia lakukan selalu sia-sia.
Rasanya ia tidak bisa memaafkan Ernest bahkan setelah 3 kali membunuhnya di 3 kehidupan. Jika saja Louis sampai memaksa Elena untuk menikah dengannya, apa akan ada yang berubah? pikir Louis. Sayangnya ia tidak bisa mengambil risiko dengan mendapat kebencian dari Elena, jika dia memaksa Elena maka apa bedanya dia dengan Ernest pikir Louis lagi.
"Fil, katakan pada ayahanda aku akan mengambil pelatihan selama 5 tahun," perintah Louis pada asistennya.
Dari pada tetap di sini dan memikirkan Elena setiap saat, Louis lebih memilih untuk pergi dari ibukota dan mengikuti pelatihan lalu masuk ke dunia bela diri. Mungkin dengan cara ini dia akan melupakan semua tentang Elena.
"Ini cara yang salah. Tapi waktu 5 tahun itu tidak lama, aku akan kembali sebelum Elena menikah lalu menyelamatkan keluarga Abraham dari Ernest. Karena 5 tahun kemudian Elena akan pergi melakukan pelatihan, saat itu juga semua kebusukan Ernest diketahui oleh keluarga Abraham yang membuat mereka harus menghadapi penderitaan luar biasa. Kali ini rencanaku tidak akan gagal, kau tunggulah aku Ernest," batin Louis.
*****
"Apa?" seluruh anggota keluarga Abraham yang sedang menyantap makan siang terkejut dengan permintaan Elena.
"Baru kemarin kau merengek tidak mau masuk dunia bela diri, lalu kenapa mendadak berubah pikiran?" tanya Austin, ayah dari Elena.
"Aku hanya berpikir akan lebih baik untuk masuk dunia bela diri, itu semua demi keluarga kita. Aku perlu membangun kekuatan untuk diri ku sendiri di masa depan, aku rasa itu benar," jawab Elena sedikit gugup.
"Kau yakin? kau selalu bilang ingin belajar hal lain seperti merajut, memasak, atau menyulam agar bisa menjadi istri yang sempurna untuk Ernest. Apa kau mau beralih menjadi istri berotot untuknya?" ejek Aaron membuat semua yang ada di meja makan menatap tajam kearahnya.
"Aku hanya mencoba hal baru, dulu itu sampai kemarin aku belum berpikir dengan baik jadi jawabanku seperti itu. Sekarang berbeda karena aku sudah berpikir dengan baik," jawab Elena dengan ketusnya.
"Ayah dengan senang hati akan mendukungmu, tapi jika kau sudah pergi maka tidak akan waktu untuk menyesal. Ayah tidak merubah keputusan semudah itu jika kau sampai menyesal," ancam Austin, ia ingin memastikan Elena sungguh-sungguh atau tidak.
"Aku tidak akan menyesal, aku sangat yakin. Justru aku yang akan membuat ayah meminta ku pulang karena terlalu merindukan ku setelah aku pergi bertahun-tahun," jawab Elena membuat kedua kakaknya merasa bangga.
"Kau akan berangkat minggu depan. Ayah akan …."
"Tidak!" Elena memotong ucapan Austin, "Aku akan pergi besok ke Akademik Bulan sabit, aku sudah memutuskan untuk ke sana."
"Sayang, kau itu wanita. Pergi besok terlalu cepat karena ibu masih ingin membelikan mu pakaian bela diri wanita yang cocok, lalu peralatan kecantikan seperti riasan wajah. Kau …."
"Ibu. Aku tidak perlu itu semua," potong Elena lagi, "Aku pergi besok itu sudah di tetapkan, kalau soal pakaian itu akan di sediakan oleh akademik jadi tenang saja. Lagi pula mulai sekarang aku tidak akan memakai riasan wajah, atau perhiasan karena itu sangat menganggu kecuali, saat menghadiri acara formal."
Mereka semua tersenyum bahagia dengan mata berkaca-kaca karena Elena yang sekarang terlihat sangat dewasa, sulit bagi mereka untuk percaya jika gadis di depan mereka masih dengan gadis yang kemarin menangis karena tidak mau belajar bela diri.
"Padahal putri ku yang kemarin membuat ku takut karena ia selalu mementingkan kecantikannya. Tidak mau kulitnya kasar, tidak suka jika dirinya tidak berdandan, dan tidak mau melewatkan berbagai macam perwatan tubuh. Syukurlah dia berubah menjadi anak yang normal," batin Liliana memberikan kecupan jauh untuk Elena.
*****
Bersambung.
Silakan tinggalkan jejak and dukung selalu author, karena dukungan kalian sangatlah berarti😘
Setelah jam makan selesai Mimi membantu Elena merapikan barang-barang yang akan dia bawa. Selama ini Mimi adalah orang yang paling tau seperti apa Elena jika berkemas saat akan berpergian, dulu ia akui barang bawaan Elena sangat banyak sampai membutuhkan banyak pelayan untuk membawanya. Tapi sekarang dia tidak percaya dengan apa yang dia lihat, Elena akan pergi untuk waktu yang lama dan barang bawaannya hanya satu tas kecil.
"Nona, apa nona yakin ini cukup?" tanya Mimi memastikannya lagi.
Elena yang sedang membaca buku beralih menatapnya seraya menjawab, "Itu lebih dari cukup, kenapa memangnya?"
"Tidak apa-apa saya hanya ingin bertanya. Apa saya bisa bertanya lagi?"
"Tentu saja, silahkan!"
"Apa nona dan Tuan muda Ransom bertengkar pada pertemuan kalian beberapa hari lalu?"
"Apa yang membuat mu berpikir seperti itu?"
"Jujur saja ini bukanlah adalah sikap nona. Nona mendadak berubah seolah menjadi orang lain, saya pikir anda berdua bertengkar lalu anda merajuk sampai ingin mem …."
"Cukup Mimi," potong Elena, "Aku tidak merajuk dan tidak ada masalah di antara kami. Aku hanya ingin melakukan apa yang aku inginkan, sejak mengenalnya sampai membahas pertunangan dengan dia. Tidak pernah sekali pun aku berpikir untuk diri sendiri, lalu sekarang aku sadar jika aku harus lebih mencintai diri ku sendiri dan tidak perlu memikirkan masalah soal pria apalagi usia ku masih sangat muda."
Mimi terharu dengan perkataan Elena, ia sampai memeluk majikannya itu. Setelah sekian lama Mimi ingin hal itu keluar dari mulut Elena dan akhirnya keinginan itu terwujud.
"Kau lihat itu kak. Aku merasa adik kita yang manis tidak akan menjadi manis lagi setelah kepergiannya besok, aku bisa melihat dari matanya itu jika saat ini dia sedang bertekad akan sesuatu," ucap Aaron mengintip dari balik celah pintu kamar Elena.
"Kau benar. Aku berpikir pria nakal itu telah menodai pikiran adik ku dengan cinta monyetnya. Hari ini aku lega bisa melihat Elena yang sebenarnya, bukan Elena yang diciptakan untuk mencintai pria nakal itu. Mungkin nanti kita tidak akan punya adik perempuan yang manis, walau pun demikian aku juga yakin dia tidak akan jauh dari kita lagi. Aku sangat mencintainya," balas Carlos menatap Elena dengan tatapan penuh kasih sayang.
*****
Keesokan harinya Elena menatap dirinya sendiri di cermin selama beberapa saat, lalu ia berkata, "Kau terlihat jauh lebih baik saat ini. Wajahmu tanpa riasan terlihat sangat segar, kenapa dulu kau tidak pernah melepaskan riasanmu bahkan saat tidur? lupakan saja. Sekarang aku akan pergi jauh untuk melupakan Ernest sepenuhnya, jika aku tidak pergi dan jika dia muncul di hadapanku saat ini, aku takut semuanya tidak akan berubah. Selamat tinggal Elena yang mencintai Ernest."
Elena tersenyum lalu ia mengambil tasnya dan beranjak keluar kamar. Saat kakinya menginjak halaman ia merasa sesak karena setiap sudut halaman kediamannya ada banyak kenangan tentang Ernest, Elena akui dia sangat membenci Ernest saat ini. Tapi kebencian itu, tidak akan bisa menghapus cinta 20 tahunnya dengan mudah.
"Jika mencintamu hanya butuh waktu semenit maka melupakanmu mungkin butuh waktu yang lama, aku sendiri tidak yakin beberapa bulan itu cukup untuk melupakan segalanya," batin Elena mengusap airmatanya yang akan menetes.
Dari pada memikirkan hal itu ia langsung bergegas menghampiri semua orang yang menunggunya di depan gerbang, di sana kereta kuda telah siap.
Airmata Liliana tidak bisa berhenti menetes saat Elena telah berdiri di hadapannya. Padahal semalam ia sangat senang mendengar jika Elena akan pergi, hanya saja melihat tidak sama rasanya dengan mendengar.
"Putriku yang manis." Liliana menggenggam tangan Elena, "Bisakah kau batalkan saja kepergiannya? ibu tidak kuat jika kau harus pergi meninggalkan ku bersama pria-pria bodoh ini."
"Apa yang ibu katakan padanya? semalam kita sudah setuju akan mendukung Elena, lalu kenapa ibu cepat sekali berubah pikiran?" tanya Carlos pada sang ibu.
"Kau mana mungkin akan mengerti apa yang ibu mu rasakan. Aku memang mendukunya hanya saja aku tidak ingin jauh dari putri ku, dia segalanya bagi ku dan waktu 5 tahun itu tidaklah singkat," jawab Liliana membuat yang lainnya jadi ikut sedih.
"Yang sedih bukan hanya kau saja. Aku paham dengan apa yang kau rasanya, tapi ini adalah keputusan putri kita. Hormati keputusannya dan biarkan dia pergi, jangan membuatnya merasa bersalah karena membuat mu menangis," ucap Austin melepaskan genggaman tangan Liliana dari Elena dengan lembut.
"Kau kejam," kesal Liliana memeluk Austin dan menangis sejadi-jadinya, setelah itu Austin memberikan isyarat pada Elena untuk pergi.
"Aku pergi semuanya, sampai jumpa," pamit Elena yang beranjak keluar gerbang kediaman dan naik ke dalam kereta.
Semua yang hadir, kecuali Liliana melambaikan tangan pada Elena. Setelah itu butuh waktu lama untuk Austin bersama kedua putranya menenangkan Liliana, walau pun tidak kunjung tenang. Tapi wanita paruh baya itu akhirnya tertidur karena kelelehan menangis selama berjam-jam, setidaknya Austin bersama kedua putranya bisa bernafas lega selama beberapa saat.
*****
"Sungguh? apa kau tidak salah?" tanya Sonia pada pelayan yang ia jadikan pengawas Elena di kediaman Abraham.
"Ya, nona. Saya melihatnya sendiri," jawab pelayan itu membuat Sonia sangat bahagia.
"Akhirnya Elena pergi juga dari kehidupan Ernest, aku tidak percaya dia akan pergi secepat ini. Sekarang aku bisa menghabiskan waktu bersama Ernest tanpa ada gangguan," ucap Sonia yang tidak berhenti tersenyum.
"Riaslah aku! aku akan pergi menemui dia untuk makan siang bersama," perintah Sonia pada para pelayannya.
Setelah semuanya selesai Sonia bergegas ke Kediaman Duke Ransom untuk menemui Ernest, saat itu Ernest baru saja selesai dari kelas terakhirnya.
"Ah! Sonia." Ernest tersenyum bahagia melihat siapa yang datang, ia pun berlari menghampiri Sonia.
"Eh! kau datang sendirian? mana Elena ku?" tanya Ernest yang tidak mendapati sosok Elena di samping Sonia.
Sonia dengan raut wajah sedih menjawab, "Dia sudah pergi mengikuti pelatihan di luar ibu kota. Aku tidak tau pasti di perguruan mana dia pergi, dia bahkan tidak mengatakan apa pun aku."
Ernest merasa sangat terguncang mendengar apa yang Sonia ucapkan, dia tidak percaya Elena pergi tanpa mengatakan apa pun padanya.
"Tidak mungkin. Elena tidak akan meninggalkan aku tanpa mengatakan apa pun, aku kenal Elena ku dengan sangat baik. Kau pasti salah paham padanya," balas Ernest membuat Sonia merasa kesal.
"Elana ku Elena ku Elena ku, kau setiap hari selalu menyebut nama gadis bodoh itu dengan mesra. Kenapa juga kau sangat percaya padanya? kita lihat bagaimana kau akan terluka saat tau yang sebenarnya. Elena mu itu akan membuatmu merasakan apa itu sakit hati," batin Sonia.
*****
Bersambung.
Silakan tinggalkan jejak and dukung selalu author, karena dukungan kalian sangatlah berarti😘
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!