Disalah satu sekolahan di Jakarta semua murid kelas 12 sedang berbaris rapi di lapangan untuk mengetahui hasil ujian kelulusan sekolah mereka.
Semua murid tidak sabar untuk mengetahui hasil ujian mereka masing-masing. Hingga kepala sekolah mulai memberi pengumuman tentang hasil ujian mereka.
"Selamat untuk kalian semua, semua murid kelas 12 dinyatakan lulus semua tanpa terkecuali" ucap kepala sekolah sambil bertepuk tangan dan dibalas tepuk tangan oleh semua murid kelas 12 yang ada dilapangan.
"Alhamdulillah" ucap mereka serempak.
"Untuk mengetahui hasil nilai kalian bisa melihat di mading" ucap kepala sekolah kembali ke tempatnya. Para siswa dan siswi itu langsung berlari ke mading untuk mengetahui nilai mereka, hasil belajar selama 3 tahun di sekolah.
Sasa, Heni, Anton, Andi, dan Gilang mereka adalah sahabat sejak 3 tahun lalu, mereka teman satu kelas dan selalu bersama sampai hari kelulusan.
"Gimana kalau kita ngerayain lulusan ini sama-sama" ucap Anton antusias.
"Boleh, selama 2 bulan ini aku gak keluar rumah sama sekali, fokus belajar doang" Sasa menjawab sambil memperlihatkan giginya.
"Tapi kita mau kemana, kalau ke pantai aku gak ikut deh, bosen pantai mulu" Heni menjawab sambil manyun.
"Iya juga sih, bosen kalau cuma kelantai, mall, sekali-kali kita ketempat yang kita belum pernah kesana, cari suana baru gitu" Andi memberi masukan, dan keempat temannya mulai berfikir.
"Gimana kalau kita ketempat nenek aku, di sana tempatnya indah, jauh dari keramaian dan pastinya alamnya sangat indah" Gilang memberi ide.
"Jauh gak rumah nenek lo" tanya Sasa.
"Iya jangan-jangan jauh lagi" timpal Heni.
"Gak kok, cuma 4 jam perjalanan" Gilang meyakinkan.
Mereka mulai berfikir tentang ucapan Gilang, mereka masih bingung karena tidak yakin kalau liburan di desa akan menyenangkan di fikiran mereka paling di desa cuma ada sawah dan kali, tidak ada hal yang menyenangkan untuk mereka lakukan.
"Desa nenek lo kan sangat terpencil, emang ada apanya liburan kesana" Anton tampak tidak yakin.
"Iya, kalian pasti betah deh disana, oh ya walaupun tempatnya terpencil, tapi disana ada air terjunnya, yang jarang dijamah manusia, tempatnya masih asri dan alami, airnya bening dan pemandangan disana gak usah ditanya lagi, pokoknya masih alami" Gilang
nampak sangat antusias dan meyakinkan teman-temannya.
"Wah, kayaknya seru tuh, kita bisa bebas foto sesuka hati bisa main di air terjun sampai puas dan gak akan ada yang ganggu" Sasa antusias, karena sasa adalah tipe anak yang gila foto.
"Yakin lo masih asri tempatnya, dan gak ada orang lain disana selain kita, nanti malah banyak orang nyuci sama mandi disana" Anton masih kurang yakin.
Mereka masih saja berdiskusi karena kurang yakin dengan pendapat Gilang, karena mereka ingin liburan ini harus mengesankan dan menjadi kenangan yang tidak akan mereka lupakan, mereka harus membuat memori seindah mungkin, karena hari-hari kedepannya belum tentu mereka bisa berkumpul seperti saat ini.
Mereka pasti akan melanjutkan hidup masing-masing, ada yang bekerja dan ada yang melanjutkan pendidikan, pasti akan sulit bagi mereka walaupun hanya untuk berkumpul seperti sekarang ini.
Setelah melakukan diskusi yang alot akhirnya mereka memutuskan untuk menyetujui pendapat Gilang.
"Oke aku setuju" ucap Sasa.
"Gue juga sama, kalau Sasa setuju gue juga sama" Heni ikut bicara.
"Gimana dengan kalian berdua, setuju kaya anak-anak cewek apa gimana?" ucap Gilang memastikan.
"Yaudah kita juga setuju deh" ucap Andi lalu dibalas anggukan oleh Anton.
"Oke, berarti deal kita berangkat hari Minggu ini ya" Ucap Gilang bersemangat.
"Oke" jawab mereka serempak.
Akhirnya mereka menyetujui keinginan Gilang karena mereka juga sangat menginginkan suasana baru yang tidak mereka temui di kota Jakarta.
Hari Minggu pun tiba, hari yang mereka tunggu-tunggu untuk berangkat liburan bareng.
"Kalian dimana sekarang" Gilang mengirim pesan WhatsApp di grup bersama keempat temannya.
"Bentar lagi gue on the way, tunggu di tempat biasa dulu" Heni membalas.
"Oke, gue tunggu kalian di tempat biasa, hati-hati di jalan" balas Gilang lagi.
Setelah kurang lebih 30 menit Gilang menunggu akhirnya keempat temannya datang juga, mereka datang dan membawa keperluan mereka masing-masing.
"Udah siap kalian" tanya Gilang.
"Udahlah, orang kita udah pada bawa koper gede gini masih ditanya lagi, gimana sih lo" jawab Heni cemberut.
"Ya kan gue cuma nanya, gak usah cemberut juga kali" Gilang mencolek tangan heni.
"Gimana, apa lo udah ngabarin Nenek lo kalo kita akan kesana sekarang" Ucap Andi.
"Kalian tenang aja, semua udah beres, nenek gue udah tau, dan dia sudah menyiapkan kamar buat kita semua, biar nanti pas kita nyampek bisa langsung istirahat" jawab Gilang.
"Oke deh kalo gitu kita berangkat sekarang juga" Andi langsung memasukkan kopernya ke bagasi dan diikuti keempat temannya.
"Gue sama Andi di depan ya, gue yang nyetir, Anton sama cewek-cewek di belakang aja" gilang langsung duduk di kursi kemudi.
"Terserah lo aja deh" jawab Anton.
Merekapun berangkat ke rumah neneknya Gilang. bersenang-senang dan bernyanyi di dalanm mobil sambil mengusir rasa jenuh.
Setelah lelah bernyanyi mereka akhirnya tidur kecuali Gilang yang masih fokus di kursi kemudi dia masih fokus menyetir agar segera sampai di tempat tujuan mereka.
Setelah menempuh perjalanan selama 2 jam, ada sedikit gangguan selama perjalanan mereka.
"Ada apa Lang, kok tiba-tiba berhenti" tanya Andi yang terbangun dari tidurnya.
"Tiba-tiba bannya kempes nih, gak tau kenapa" jawab Gilang sambil garuk-garuk kepala.
"Kok bisa sih, apa tadi gak lo cek dulu sebelum berangkat" Andi sedikit marah.
"Tadi udah gue cek, sekarang lo bantuin gue aja deh" mereka pun turun dari mobil.
Setelah masalah kecil itu selesai, mereka kembali ke dalam mobil dan melanjutkan perjalanan yang sempat tertunda.
"Kita lanjut ya" ucap Gilang.
"Iya, lebih hati-hati deh lo nyetirnya" Andi memberi nasihat untuk Gilang.
"Siap" Gilang langsung menyetir mobil dan melanjutkan perjalanan mereka.
Setelah gangguan kecil itu mereka melanjutkan perjalanan, yang semula terbangun kini perlahan mereka kembali tertidur seperti tadi, dan Gilang masih berkutat dibelakang kemudi dan kembali fokus ke jalanan.
Setelah mnenempuh perjalanan selama 5 jam karena mobil ban kempes akhirnya mereka sampai di tempat tujuan, mereka sampai di perbatasan desa tempat nenek Gilang tinggal, dan mereka pun terbangun karena Gilang membangunkan mereka.
"Apa kita udah sampai ke rumah nenek lo" tanya Heni.
"Bentar lagi kita nyampek"' jawab Gilang.
"Kalian lihat deh pemandangan sekitar sini" tambah Gilang sambil melihat kedepan.
"Apa sih, masih ngantuk nih" Sasa masih belum sepenuhnya sadar karena tadi sepanjang perjalanan dia tidur sangat lelap.
Mereka berempat serempak melihat keluar mobil, dan betapa terkejutnya mereka karena pemandangan di sekitar sini sangat bagus dan asri, mereka lalu
membuka kaca mobil dan menghirup udara segar di luar.
"Gila, udaranya seger banget" Anton sangat kagum dengan desa ini.
"Benar, hawanya juga adem banget, gak kayak di kota panas" Sasa menimpali ucapan Anton.
"Wah, gak sia-sia juga kita jauh-jauh kesini, benar-benar menakjubkan pemandangannya" Heni sangat terpukau dengan apa yang dia lihat.
Desa yang ditinggali oleh neneknya Gilang bernama desa Cendana, desa ini memang sangat jauh dari keramaian karena tempatnya di pedalaman dan untuk sampai di desa ini harus melewati alas jati sekitar 5 meter dari jalan raya, desa ini juga di kelilingi oleh gunung-gunung yang sangat indah, lengkap sudah suasana indah di desa ini.
Desa ini dinamakan desa Cendana karena dahulu kala ada seorang putri raja yang bernama Cendana yang dimakamkan di desa ini, karena dia diusir dari kerajaan atas kesalahannya sendiri, sehingga dia menikah dengan salah satu pemuda di desa itu, hingga saat ini desa itu di kenal dengan desa Cendana.
"Masih berapa lama nyampe rumah nenek lo?" Tanya Heni tidak sabar.
"Itu di depan rumah paling pojok adalah rumah nenek gue" Gilang menjawab sumringah.
Akhirnya setelah melewati perjalanan yang melelahkan mereka sampai juga ke rumah nenek Gilang, tempat yang asing bagi mereka kecuali Gilang, tapi kesan keindahan yang mereka dapatkan di desa ini.
"Akhirnya kalian sampai juga, silahkan masuk" nenek Gilang mempersilahkan mereka masuk dan langsung memeluk cucunya yang sudah lama tidak bertemu.
"Perkenalkan saya nenek Angah, neneknya Gilang, kalian bisa panggil saya nek Ngah" lanjut nenek memperkenalkan diri.
"Ini teman-teman sekolah Gilang nek, ini Anton, Andi, Heni, dan juga Sasa" mereka menjabat tangan nek Ngah satu persatu dan memperkenalkan diri.
"Kalian istirahat dulu disini, nenek mau masak dulu, nanti kalau sudah matang nenek langsung panggil kalian dan kita bisa makan sama-sama" nenek langsung pergi ke dapur untuk menyiapkan makanan untuk Gilang dan teman-temannya.
Mereka sampai pada sore hari, dan langsung disambut oleh hawa dingin yang sangat menusuk karena desa ini memang berada di dekat gunung.
Mereka langsung istirahat merebahkan diri di kamar
masing-masing, ada dua kamar yang mereka tempati, satu kamar untuk para cowok dan satu kamar untuk cewek.
"Sa, mandi yuk badan ku udah lengket semua nih, udah bener-bener gak betah" Heni merasa badannya
sangat lengket.
"Yaudah ayok, aku juga mau mandi"
jawab Sasa.
"Kita ke kamar para cowok aja, nanya si Gilang dimana kamar mandinya, kalau mau nanya si nenek aku masih sungkan" kata Heni.
Akhirnya mereka mandi walaupun terpaksa, karena tidak ada kamar mandi dalam di rumah ini, mereka harus ke sungai untuk mandi, jarak sungai dan rumah nek Ngah memang tidak jauh, tapi sangat merepotkan sekali untuk mereka yang sudah terbiasa mandi di rumah.
"Gimana Lang, kapan kita berangkat ke air terjun itu" Sasa yang sudah tidak sabar ingin melihat air terjun yang Gilang bilang masih sangat asri dan jarang di jamah manusia.
"Besok pagi kita berangkat, tapi gue nanya nenek dulu, soalnya gue sendiri belum pernah kesana" kata Gilang sambil garuk-garuk kepala yang tidak gatal.
"Gimana sih lo, kita kira lo udah pernah kesana mangkanya Lo ngajak kita kesini" Andi mulai emosi.
"Gue memang belum pernah kesana, tapi air terjun itu sudah sangat terkenal di desa ini" kata Gilang.
"Emang dimana tempat air terjun itu, jauh gak dari sini" tanya sasa mulai penasaran.
"Nah, itu dia yang jadi tantangan buat kita, air terjun itu ada di atas gunung itu, kita bisa mendaki gunung dan menikmati air terjun itu" Gilang menjelaskan kepada teman-teman nya.
"Wah, seru tuh udah lama kita gak naik gunung" Anton antusias.
Mereka berlima adalah anggota pecinta alam di sekolahnya, jadi naik gunung sudah biasa bagi mereka, mereka adalah anak-anak muda yang ingin tau banyak hal dan suka merasa tertantang untuk melakukan hal baru yang belum pernah mereka lakukan.
"Gak sia-sia kita kesini, pasti kita dapat mengalaman baru, dan pastinya di gunung itu jarang sekali ada orang yang mendaki karena tempatnya yang terpencil dan daeralhnya yang tidak terkenal seperti gunung-gunung yang pernah kita taklukkan" Andi terlihat sangat bersemangat karena tau akan mendapatkan pengalaman baru.
"Oke, besok kita berangkat dan aku akan memberitahu nenek biar kita juga bisa bawa bekal kesana" Gilang juga sama dengan teman-temannya dia sudah tidak sabar menunggu hari esok.
Selesai mandi, mereka kembali ke rumah nenek, dan setelah mereka kembali ternyata masakan nenek sudah matang, dan mereka tersenyum bahagia karena memang mereka sudah sangat lapar.
"Makanlah yang banyak, pasti kalian lapar" ucap nek Ngah yang di balas anggukan oleh Gilang dan teman-temannya.
"Pasti nek, kita memang sangat lapar" jawab Gilang sambil tersenyum.
Mereka makan dengan lahapnya karena masakan nek Ngah memang sangat enak dan khas masakan desa yang jarang sekali mereka temui di kota.
Selesai makan Gilang berfikir kalau dia ingin memberitahu neneknya kalau dia dan keempat temannya ingin ke air terjun yang ada di gunung dekat dengan rumah neneknya.
"Nek, Gilang mau ngomong" gilang sambil menatap teman-temannya yang di balas anggukan tanda mereka setuju Gilang ijin ke neneknya.
"Ada apa nak, ngomong saja" wajah nenek terlihat menenangkan.
"Besok Gilang dan teman-teman ingin pergi ke air terjun di atas gunung itu, kita pengen tau keindahan air terjun itu" Gilang menatap neneknya berharap mendapat jawaban yang dia inginkan.
"Apa, kamu mau ke air terjun merah, mau ngapain kamu, kamu tau tidak warga desa sini tidak ada yang berani untuk kesana, apalagi kamu dan teman-temanmu anak baru kemarin. Jangan coba-coba kesana kalau kalian masih mau selamat, ingat itu" ucap nenek tegas dan penuh penekanan.
"Tapi kenapa nek, ada apa dengan air terjun itu, dan apa kata nenek tadi, air terjun merah, jadi air terjun itu namanya air terjun merah?" Gilang terlihat kaget mendengar apa yang dikatakan oleh neneknya.
"Iya, air terjun itu namanya air terjun merah, disana adalah tempat yang sangat berbahaya, banyak orang yang tidak kembali setelah kesana, banyak yang tersesat di gunung itu, dan ada pula yang tenggelam di air terjun itu, pokoknya tempat itu sangat berbahaya, sudah banyak memakan korban" nenek menjelaskan dengan panjang lebar tapi mereka tetaplah anak muda yang memiliki rasa ingin tahu.
Lanjutan...
"Tapi nek, bukankah warga desa ini dari dulu selalu menceritakan tentang air terjun itu, mereka bilang tempat nya sangat indah" Gilang masih penasaran.
"Sudah, pokoknya kalian tidak boleh pergi kesana, jangan pernah coba-coba kalau tidak mau terjadi apa-apa dengan kalian. Kalau kalian masih tetap keras kepala lebih baik kalian kembali ke kota dan tinggalkan desa ini, itu yang terbaik untuk kalian" nenek terlihat marah karena Gilang masih ngeyel dan tidak nurut dengan omongannya.
"Iya nek, maaf bukan maksud Gilang ngelawan ucapan nenek" Gilang menciumi tangan neneknya.
Setelah perdebatan itu nenek langsung masuk ke dalam kamar dan menguncinya, entah apa yang terjadi mereka tidak mengerti sama sekali, ada apa sebenarnya.
"Gimana nih, masak udah jaubh-jauh ke sini kita gak jadi muncak sih, padahal dari sini aja keliatan bagus banget pemandangannya" Sasamanyun dan merasa kecewa.
"Gak, kita harus muncak, lagian gue jadi penasaran tentang air terjun itu, sampai segitunya si nenek kalau cerita" ucap Andi.
"Iya bener, justru itu yang buat gue makin tertantang, dan bisa aja si nenek ngarang cerita biar kita gak pergi ke sana" Anton menimpali.
"Oke, kita kekamar aja sekarang dan mikir apa rencana kita besok" Heni memberikan masukan.
Mereka sepakat untuk tetap pergi mendaki gunung dan menenmukan air terjun merah itu.
Pagi harinya mereka pamit pulang kepada nenek, agar nenek tidak curiga kalau mereka mau naik gunung dan mencari air terjun itu.
"Hati-hati di jalan" hanya itu ucapan nenek, sebenarnya Gilang tidak enak hati membohongi neneknya, tapi rasa penasarannya lebih besar.
Gilang melajukan mobil dengan pelan karena masih di area kampung dan jalan yang masih rusak membuat dia harus lebih berhati-hati.
"Terus ni mobil mau kita taruh dimana?" Tanya Heni penasaran.
"Iya, kan gak mungkin kita muncak naik mobil" Sasa menimpali ucapan heni.
"Tenang dekat gunung itu ada rumah, kita bisa titip mobil ini disana" ucap Gilqng sambil menunjuk ke depan.
Tidak lama sampailah mereka di kaki gunung, mereka berhenti di rumah warga yang kebetulan tinggal di dekat gunung itu padahal jauh dari tetangga.
"Kok cuma ada satu rumah, padahal seingatku di sini ada banyak rumah walaupun jaraknya agak jauh dari satu rumah ke rumah lain" Gilang nampak bingung setelah mengingat tempat ini masa dulu.
"Yaelah, Lo kan udah lama gak kesini, mungkin mereka pindah atau ingin coba hidup di kota kan kita gak tau" Heni menjawab ucapan ucapan Gilang.
"Iya juga sih" Gilang mengangguk.
Mereka mengetuk pintu rumah yang terbuat dari bambu itu, sepertinya rumah itu bangunan lama karena terlihat dari kondisi bangunannya.
"Assalamualaikum" ucap Andi sambil mengetuk pintu.
Lama mereka menunggu akhirnya seorang nenek membukakan pintu.
"Ada apa ya" tanya si nenek sambil melihat mereka satu per satu.
"Kami mau nitip mobil nek, apa boleh? Kita mau naik ke atas gunung mungkin nanti sore atau malam kita udah ambil lagi" tanya Gilang sopan.
"Yakin kalian mau ke sana, itu tempat sangat berbahaya, apalagi seperti nya kalian bukan orang sini" tanya nenek serius
"Iya nek, kita mau kesana sambil menikmati alam disini, insyaallah tidak akan terjadi apa-apa, dan kita akan hati-hati nek" jawab Anton sopan.
Akhirnya si nenek menyetujui keinginan mereka untuk menitipkan mobilnya di halaman rumah sang nenek
karena mereka bilang hanya satu hari saja.
"Semua peralatan sudah siap kan?" Tanya Heni pada Gilang dan teman- temannya.
"Siap semua, tapi gue gak bawa tenda karena kita perlu bermalam di gunung ini, nanti sore pasti kita sudah turun" Gilang menjelaskan.
"Oke, ayo kita berangkat" Heni bicara sangat bersemangat.
Mereka hanya anak muda yang ingin menikmati alam, tapi mereka tidak tau apa yang sudah menunggu mereka di dalam sana, mereka mengira kalau Gunung yang akan mereka daki bukan gunung biasa seperti gunung-gunung yang lain.
Gunung ini penuh misteri dan keganjilan, mereka terlalu bersemangat bahkan tidak mencari tau dulu tentang gunung ini, bahkan tidak mendengarkan nasihat orang tua.
"Wah, bersih banget ya tempatnya, gak ada sampah sama sekali benar-benar bersih gak ada sampah" Sasa sangat kagum dengan hutan ini.
Mereka tidak tau kalau memang hutan ini sudah lama tidak di masuki oleh manusia karena suatu sebab yang hanya orang desa itu yang tau, hutan ini siap merenggut nyawa siapapun yang masuk ke dalam hutan ini.
"Suara burung banyak banget, merdu juga suaranya" mereka sungguh kagum dengan gunung ini.
"Karena ini masih pagi, jadi banyak burung berterbangan mencari makan ataupun minum" jawab Gilang sekenanya.
Suasana hutan ini memang berasa menyeramkan, tapi mereka belum menyadarinya karena terlalu kagum dengan binatang-binatang yang ada di sekitar mereka.
"Kok semakin kita masuk ke dalam malah semakin sepi ya, suara burung dan binatang lainnya kok semakin jarang Kita temui sih" tanya Anton semakin
menyadari keadaan sekitar.
"Iya kamu bener kok aneh ya" Sasa menimpali ucapan Anton.
"Tenang aja, semakin dalam kita masuk semakin bagus kok pemandangannya, percaya deh" Gilang meyakinkan sahabatnya.
"Ya udah pelan-pelan aja deh jalannya, biar gak terlalu capek juga" Ucap Andi.
Mereka tidak menyadari kalau banyak pasang mata yang memperhatikan mereka dari balik pohon, mereka tertawa bahagia karena sekian lama baru sekarang ada manusia yang berani naik ke gunung ini.
"Kok perasaanku gak enak ya, kaya ada yang ngawasin gitu dari tadi" Sasa bicara sambil memegang tengkuknya.
"Gak lah, itu cuma perasaan Lo doang kali memang suasana naik gunung kan seperti ini" Gilang menenangkan.
"Istirahat dulu ya, capek nih" Heni mengeluh capek.
"Kita istirahat di batu besar itu dulu ya" Andi mengarahkan teman-temannya.
Mereka pun istirahat dan minum air yang mereka bawa dari rumah nek Ngah, mereka ingin istirahat sebentar lalu melanjutkan perjalanan.
"Aduh, aku pengen pipis nih gimana dong" Sasa tiba-tiba ingin buang air kecil.
"Yah, gue gak berani nemenin pipis, gimana ya" Heni ikut bingung.
"Ya udah, biar gue aja yang nemenin" Andi menawarkan bantuan.
"Ya udah, hati-hati ya kalian berdua dan jangan jauh-jauh" Gilang memberi peringatan agar mereka berhati-hati.
"Oke kalian tenang aja" jawab Sasa.
Andi dan Sasa berangkat mencari tempat yang aman agar Sasa bisa cepat menunaikan hajatnya.
"Gue tunggu sini, Lo pipis di situ aja jangan jauh-jauh ya" ucap Andi.
"Lo jangan kemana-mana Lo, awas ya" Sasa langsung mencari tempat yang aman.
Tiba-tiba datang kabut yang cukup tebal sehingga menghalangi penglihatan mereka, Sasa dan Andi pun panik karena mereka hanya berdua dan terpisah dengan teman-temannya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!