"Lo yakin?" tanya Dian.
"He''em!" Kim mengangguk pasti.
"Serius?"
"Emm!"
"Oke! Gimana kalo itu?" Dian mulai menunjuk pilihan pertama, cowok yang bakalan jadi pacar bohongan buat Kim untuk mencari perhatian Ryan.
"Enggak, dia sejenis femboy!" tolak Kim.
"Yang itu!"
"No, big no! Penyuka seni, gue nggak bakalan ditanggepin!"
"Buseettt, ganteng banget oii!"
"Nggak, Ryan pasti nyangkanya gue beneran selingkuh!"
"Hemmm... Gini amat..."
"Aaahh, atau si gondrong itu?"
"Bagus! lo kira gue seputus asa itu?" Kim mendengus kesal.
"Kali aja kan lo mau nyoba suasana yang beda!" ujar Dian.
"Wuiihh! Keren gilak badannya, yang itu aja gimana?" menunjuk lagi pria yang sedang berolahraga sore, berbadan tegap berotot bak binaragawan.
"Nggak kuat dibanting, gue mudah pecah!"
"Lo kira pecah belah!"
"Kim, lo kan cuma mau buat Ryan cemburu, asal aja napa sih?"
Dian mengalihkan pandangannya, menilai lagi setiap pria yang berada di taman kota ini, namun saat membuang pandangannya ke arah Kim, Kim malah sudah tidak ada lagi di sampingnya.
"Tuan, boleh pinjam diri anda sebentar?" tanya Kim pada seorang pria.
Dari kejauhan Dian yang melihat itu mendengus kesal, namun tak lama dia menyadari mengapa Kim melakukan itu.
Kim sudah melihat Ryan yang ingin berjalan ke arahnya, Kim segera memilih sembarang seorang pria untuk menemaninya berjalan-jalan di taman, hal itu semata-mata dia lakukan untuk membuat Ryan, pacarnya yang dinilai tidak perhatian itu cemburu. Dan yah, tampaknya dia berhasil!
"Itukan pacar lo Yan?" tanya Arif. Dia juga heran saat melihat gelagat Kim yang begitu manja, namun jika melihat pria yang berjalan bersama Kim itu, tentunya Ryan akan kalah saing.
"Sama siapa? Gila, cakep sih, tapi kayak udah nggak seumuran kita! Apa jangan-jangan Sugar Daddynya?" ceplos Arif.
"Udah biarin aja!" Ryan langsung saja berlalu, awalnya tadi Ryan memang ingin menemui Kim, dari kejauhan ia sudah melihat pacarnya itu, tapi ia berubah pikiran saat melihat Kim sedang berjalan manja dengan seorang pria. Biarlah, nanti saja akan dia tanyakan siapa pria itu pada Kim, pikirnya.
Ryan memang seperti itu, kadang dia bahkan lupa kalau dia punya pacar. Pertemuan singkatnya dengan Kim di Bandara waktu itu membuat hubungan keduanya kian dekat, namun belakangan ini dia menganggap Kim terlalu manja, jadi dia mulai risih dan mencoba menyibukkan diri, Ryan mulai aktif di kegiatan kampusnya, dan juga mulai kembali pada dunia malamnya.
Sebenarnya niat awal Ryan mendekati Kim hanyalah untuk dijadikan pelampiasan karena kekecewaannya ditinggal nikah Anita, pacarnya waktu itu. Merasa sudah bisa melupakan Anita dan tidak lagi membutuhkan Kim, sekarang Ryan menganggap dia tidak bisa lagi meneruskan hubungannya dengan gadis itu. Namun, sayangnya dia juga tidak berani mengakhiri hubungannya dengan Kim.
Apa lagi, Kim itu cantik dan yang terpenting kaya. Yah minimal bisa lah buat dibawa ke mana-mana, tempat pengaduan di akhir bulan juga bisa.
Melihat Kim berjalan mesra dengan seorang pria, Ryan merasa semesta telah berpihak padanya, sungguh itu akan lebih mudah baginya untuk pergi dari Kim.
"Terimakasih!" ucap Kim sembari melepaskan genggaman tangannya, ia juga menepuk pelan lengan pria itu seakan ingin menghilangkan bekasnya bersandar.
"Apa?" heran pria itu.
"Hehe, jangan dianggap serius Om, aku cuma pura-pura kok!" ujar Kim lagi tanpa dosa, dan lebih tanpa dosanya lagi malah pergi meninggalkan pria itu dengan keterkejutannya.
Pria itu melotot tidak percaya, apa-apaan gadis ini pikirnya.
Kim merasa senang luar biasa, pikirnya dengan jelas melihat ekspresi Ryan yang kalang kabut saat menjumpainya dengan Om ganteng tadi, sebentar lagi pastinya Ryan akan menghubunginya kembali.
"Oohh tentu tidak semudah itu Ferguso! Kau harus melewati setidaknya 50 panggilan tidak terjawab dulu, untuk bisa denger lagi suara gue! Hahaha!" Kim malah tergelak keras sudah persis seperti orang gila.
Padahal, siapa yang menyangka kalau tindakannya yang memilih acak sembarang pria itu malah juga berhasil mengubah hidupnya dalam sekejap!
"Tidak akan kulepaskan!" Kanaka Rhys Akara.
...***...
Besoknya,
"Di, apa gue yang terlalu berlebihan yaaa? Ryan sama sekali nggak ada hubungin gue!" tukasnya saat di kantin.
"Hemmm..."
"Di, jadi bener gue keterlaluan?" sanggahnya cepat.
"Ya lo pikir aja!" singkat Dian.
"Tapi, gue puas tau liat dia cemburu, tatapan matanya itu lho, hihihi..." tawanya cekikikan, dikiranya rencana kemarin memang sudah berhasil.
Dian tidak menanggapi, bisa ikutan gila jika dia ikut-ikutan ngendukung perbuatan Kim. Terus terang, dari awal dia emang udah nggak setuju tentang niat Kim yang mau bikin Ryan cemburu, baginya hal itu nggak akan berhasil. Yang dilihatnya kini hubungan Ryan dan sahabatnya itu benar-benar sudah tidak bisa tertolong lagi.
Ryan bagai sudah mati rasa dengan sahabatnya ini, dan sejak awal juga dirinya udah tau atas dasar apa Ryan mendekati Kim. Emang ya, kalau hubungan yang diawali dengan niat yang nggak bener itu pastinya nggak bakalan berjalan lama.
"Di, lo kok nggak ada seneng-senengnya, bikin gue nggak yakin deh, eh iya hari ini lo ada liat Ryan nggak?"
"Enggak tuh!"
"Apa dia nggak masuk karena ngehindarin gue yaaa?" ujar Kim percaya diri. Dengan gampangnya dia berpikiran begitu.
"Ngarang! Udah punya pacar baru sih iya kali!" pancing Dian.
"Di! Lo kok gitu?"
"Lah, mana tau!"
"Lo... Asshhh!" dengus Kim kesal, lalu tampak berpikir, "Emang sih, bahkan hari ini aja dia nggak ngajakin gue pulang!" lanjutnya.
"Cih! Bukannya tiap hari lo pulangnya sama gue?" koreksi Dian.
Kim tersenyum kecut, dia menatap Dian sinis, "Heh... Iya juga sih!"
"Di, kira-kira Ryan lagi ngapain yaaa? Apa dia nggak kangen sama gue?"
Dian menghela napasnya berat, semenjak sebulan ini Kim benar-benar galau, tiada hari tanpa keluhan terhadap hubungannya dan Ryan. Bukannya dia tidak kasihan, Dian bahkan sudah mencoba untuk membujuk Kim untuk putus hubungan dengan pria itu, membeberkan fakta yang sebenarnya, memaparkan dengan gamblang keburukan-keburukan seorang Ryan, tapi itu percuma! Seolah berhasil menjadi orang paling bucin di dunia ini, Kim tidak bisa mendengar apapun jika menyangkut hal jelek tentang Ryan.
Yang ada waktu itu, Dian jadi tidak enakan, karena Kim yang menyebutnya sebagai sahabat yang kejam. Tidak mendukung hubungan sahabatnya. Kalau sudah begini, siapa yang salah coba? Siapa yang menderita? Galau sendiri kan!
"Ya mana gue tau!" acuh Dian.
Kim melirik sekilas jam tangannya, mengapa dewa asmara sepertinya tidak berpihak padanya? Padahal ini adalah hubungan cintanya yang pertama pada lawan jenis. Dia juga ingin merasakan bagaimana indahnya punya pacar, bukannya dibikin galau tidak karuan seperti ini.
Bersambung...
"Lo kenapa? Dari tadi uring-uringan mulu!" tanya Raka rekan sesama dokternya.
Kanaka Rhys Akara, adalah seorang dokter ahli bedah yang bekerja di rumah sakit ternama kota ini, berpenampilan menarik, tampan, kaya raya, dan juga memiliki kecerdasan di atas rata-rata membuatnya begitu digilai banyak wanita. Namun di samping semua itu, dia juga adalah seorang yang perfeksionis yang suka memegang kendali namun tidak peduli pada banyak hal karena dia bisa sangat acuh tak acuh.
Duda tanpa anak yang saat ini sedang diteror oleh kedua orang tuanya untuk segera menikah lagi. Pernikahannya yang kandas tidak wajar membuatnya enggan untuk mengenal lagi makhluk yang bernama wanita. Dan karena pengkhianatan itu jugalah, Kana berubah menjadi pria yang memutuskan untuk tidak akan menikah lagi.
"Masalah nikah lagi?" tanya Raka tak puas.
"Gue ketemu cewek!" sahut Kana.
"Gue juga tiap hari ketemu cewek kali, noh cewek... Noh juga cewek, lo aja yang nggak nyadar, selama ini terlalu asik sama dunia lo, dunia kesuraman!" gedek Raka, tunjuknya pada beberapa perawat yang sedang berada di kantin. Mengapa sih temannya ini selalu saja bicara setengah-setengah, heran.
"Dia kayak nggak tertarik gitu sama gue!" lanjut Kana lagi, setelah lima belas detik terjeda menciptakan keheningan.
"Nggak percaya gue!"
Di dunia ini bagi Raka, belum pernah sekalipun dia liat cewek yang nggak tertarik sama Kana, apa lagi itu seorang gadis? Sejak dari mulai SMP hingga kini mereka bersama, Kana selalu saja menjadi pusat perhatian, semua gadis ataupun wanita berlomba-lomba untuk sekedar menyapanya. Lalu tiba-tiba, hari ini Kana mengatakan ada cewek yang tidak tertarik padanya, Raka yakin sekali cewek itu mungkin hanya berpura-pura, atau mungkin juga matanya rabun tidak bisa melihat dengan jelas.
Tapi, hanya ada satu kekurangan dalam diri Kana menurut Raka, selama ini dunia Kana hanya sebatas Sisil saja, pengkhianatan Sisil membuatnya lupa bahwa betapa banyak orang yang mengaguminya, kalau istilahnya sih, mungkin Kana lebih ke merasa gagal jadi orang ganteng dan mapan, entah kurang apa dirinya hingga Sisil lebih memilih tua bangka itu dari pada Kana yang dianggap mempunyai nilai hampir sempurna.
Kana tersenyum menyayangkan, dari tadi bayangan gadis itu selalu saja menekan pemikirannya, seorang gadis yang dengan tanpa permisi telah membuat Kana menahan gemuruh di dadanya, wajah gadis itu lebih terlihat seperti gadis berkebangsaan Korea, mana sipit itu akan hilang saat tersenyum, dan yah Kana akui itu sangat menggemaskan.
Tapi, gadis itu rasanya terlalu muda untuk menjadi pasangannya, tidak! Apa-apaan ini? Mengapa berpikiran sejauh itu, tidak mungkin jatuh cinta semudah itu! Gerutu Kana dalam hati.
Dia saja saat menjalin hubungannya dengan Sisil dari perkenalan hingga memutuskan untuk berpacaran setidaknya membutuhkan waktu satu tahun lamanya, itupun awalnya karena dia yang tidak tega menolak Sisil saat menyatakan perasaan padanya waktu Kuliah.
Seiring berjalannya waktu, ternyata memiliki pacar juga tidak buruk bagi Kana, dia perlahan mulai menyukai Sisil, mulai bergantung pada Sisil dan takut Sisil akan pergi darinya, untuk itulah di tahun ketiga keduanya pacaran Kana memutuskan untuk melamar Sisil.
Wanita itu adalah wanita satu-satunya yang bisa merebut hatinya, setelah menikah Kana kira pernikahan mereka adalah pernikahan terindah yang tentunya akan membuat iri seisi dunia, Sisil berasal dari keluarga yang cukup kaya, sedang dirinya pun sama, wajahnya yang tampan juga akan sangat serasi jika dipasangkan dengan Sisil yang juga cantik, tentunya tidak akan ada yang kurang jika saja salah satu dari mereka memiliki rasa untuk bersyukur.
Setengah tahun pernikahannya, sayangnya Kana harus melihat kenyataan pahit, Sisil berselingkuh di depan matanya sendiri, sedang melakukan pergulatan panas di ranjangnya sendiri bersama seorang pria yang juga dirinya kenal. Kana begitu marah dan merasa terpukul, terlebih saat Kana ingin memaafkan semua yang terjadi karena dia terlanjur mencintai Sisil, Sisil malah dengan gilanya lebih memilih Erik, si tua bangka yang adalah pamannya sendiri.
"Woy, bengong aja lo! Mie ayam udah ngembang kek gitu juga!" ujar Raka sedikit berteriak untuk menyadarkan Kana.
"Hah?"
"Mikirin apaan sih? Nggak mungkin cewek tadi kan?" selidik Raka.
Kana hanya bisa tersenyum canggung, ia menghela napas berat tanpa menyahut.
Raka merem melek karena melihat tanggapan Kana, "Lo beneran ketemu cewek? Ahhh maksud gue, Lo beneran ketemu cewek yang bener-bener lo liat sebagai cewek?"
"Ekspresi lo Ka di kondisiin, kek gue ini aneh banget di mata lo!" protes Kana, Raka malah menepuk-nepuk wajahnya, untuk memastikan yang tengah di hadapinya ini adalah nyata.
"Ya emang lo aneh kan!" sahut Raka tanpa dosa.
"Sialan lo!"
Baiklah gadis kecil! Mungkin lo cuma sekedar angin lalu, tapi nanti kalau gue ketemu lo lagi, gue pastiin lo nggak bakalan gue lepasin.
...***...
Sudah seminggu berlalu, Kana dan Kim tidak lagi bertemu, Kana memutuskan untuk melupakan saja gadis itu, apa lagi dia juga mulai berpikir tentang usianya yang sudah tidak lagi muda. Yah meskipun tidak bisa dikatakan tua juga, tapi dia merasa gadis itu bukan lagi pantarannya untuk dijadikan pacar.
"Woy, bengong aja lo! Mikirin apaan sih?" kejut Raka. Mereka akan berganti shift, kini Raka sudah siap dengan jas dokternya untuk menggantikan Kana.
"Mikirin lo, kenapa telat mulu! Maunya gaji full kerjaan dikit, sampah negara lo!" ketus Kana. Ya emang nggak bohong juga sih, tadinya dia juga cukup kesal karena Raka juga belum kunjung datang menggantikannya.
"Sorry sorry, gue tadi abis dari rumah calon mertua, ngurusin calon istri!"
"Hah! Lo mau nikah?" tanya Kana cepat. Belakangan ini, Raka jarang sekali membahas masalah pernikahan, kalau kawin sih hampir tiap hari, Raka ini emang sejenis manusia yang aktif sekali.
Raka mengangguk, "Mau gimana lagi, kali ini gue nggak bisa nolak!" mimik wajahnya kecewa.
"Gaya lo sok kecewa, padahal dalam hati seneng banget anjir!" sindir Kana.
"Hehe... Tau aja lo!"
"Orang mana? Dokter juga?"
Raka duduk, dia merapikan bawaannya sebelum memulai bekerja, "Gue dijodohin!"
"What?"
"Yah, miris kan!" ujarnya, kali ini benar-benar kecewa.
Dan seperdetik kemudian, "Bwahahahaaa..." tawa Kana terdengar menggelegar, "Akhirnya, biang kerok kena juga batunya!" ledek Kana.
"Asem lo!" kesal Raka.
"Tapi nggak papa selama calonnya cantik, lo kan nggak meduliin status, penting cantik biar bisa seneng-seneng liat wajahnya kalau lagi bikin anak, gitu kan kata lo?"
"Gue malah belum liat orangnya tau!" sahut Raka.
"Hah, serius?"
"Emmm..." angguk Raka. "Fotonya aja nggak dikasih!"
"Waahhh, tiati lo, mana tau jebakan Betmen!" ledek Kana tak ada habisnya, setelah memikirkan gadis yang telah mencuri perhatiannya waktu itu, kini masalah Raka benar-benar berhasil mengembalikan moodnya.
Bersambung...
"Gue liat segampang itu lo selingkuh dari gue!" ujar Ryan, menatap rendahan gadis di hadapannya ini.
"Kenapa? Apa lo cemburu?" Kim mencoba bersikap acuh, meski rasanya kali ini ia ingin sekali jingkrak-jingkrak karena saking senangnya, misi mencari perhatian Ryan nyatanya benar-benar berhasil.
Panas kan lo, panas kan? Makanya jangan main-main sama gue, Kim Obelia mau dilawan!
Kali ini gue percaya, dia nggak bakalan ngacuhin gue lagi, Kim... Siap-siap aja Lo bakalan menghadapi kebucinan seorang Ryan.
"Kita putus saja!"
Duarrr, perkataan tanpa belas kasih yang diucapkan Ryan itu mampu menghentikan dunia Kim sebentar, putus? Kata yang bahkan tidak pernah terpikirkan olehnya, dia pikir Ryan akan merengek meminta dirinya untuk berubah, menguatkan hubungan mereka, dan berharap mereka berdua akan saling menjaga satu sama lainnya, dia pikir Ryan akan merayunya untuk tetap bersama, atau paling buruk marah padanya tentang masalah kemarin. Namun untuk putus? Tidak pernah memikirkan akan sampai sejauh itu. Sungguh!
Putus! Kita putus saja! Kata itu berdengung memenuhi telinga Kim, tiba-tiba saja air matanya malah sudah lancang mengalir dengan sendirinya.
Bukan, bukan ini yang dirinya inginkan, kalau boleh Kim menginginkan Ryan yang akan mempermasalahkan kejadian kemarin dan lalu minta maaf karena telah mengabaikannya, berusaha untuk membuatnya luluh. Tapi, kenapa? Kenapa malah menjadi seperti ini? Tidak, ini tidak benar! Bukan seperti ini yang Kim harapkan.
"Lo nggak sedang becanda kan?" tanya Kim memastikan. Aaahhh, Ryan... Mungkin saja ingin membalasnya, yah berpikiran positif, lagi pula pria yang menjadi teman sandiwaranya kemarin mungkin memang cukup tampan, hingga berhasil seratus persen membuat Ryan cemburu. Setelah ini, tentunya dia akan menjelaskan apa yang terjadi sebenarnya, secara rinci, bahwa hal yang dilakukannya kemarin hanyalah main-main. Untuk mengetes kadar cinta Ryan padanya.
Ryan menggeleng, "Enggak, seperti lo yang nggak becanda jalan berduaan sama cowok lain!" ujarnya yakin.
Ahhh benar, dia hanya sedang cemburu!
"Ryan gue cuma main-main, sumpah!" aku Kim pada akhirnya, menunjukkan dmtanda huruf V dengan kedua jarinya, sumpah yaaa, dia tidak memikirkan sampai sejauh ini, sungguh tidak pernah ada dalam bayangannya bahwa tindakannya kemarin malah akan menjadi sebuah petaka dalam hubungannya.
"Main-main? Tapi sayangnya gue bukan mainan lo, yang bisa lo anggap baik-baik aja mau lo perlakuin kek gimana?"
"Ryan..."
"Udah Kim, gue udah muak sama sifat manja lo, selalu aja caper, nggak pernah ngertiin gue, di hubungan ini lo itu posesif gila, gue nggak bakalan selingkuh kok Kim kalau aja lo masih bisa mikir waras, tapi sayangnya makin hari lo malah bikin gue jenuh sama hubungan ini, dan kemarin keknya batas sabar gue udah ilang, gue bener-bener nggak bisa lanjutin hubungan ini, gue kecewa sama lo!" jelas Ryan lagi, menjabarkan betapa banyak kekurangan Kim menurutnya, dan sejurus juga berhasil membuat Kim menangis.
"Ryan... Gue... Oke gue minta maaf, kalau lo ngerasa gue terlalu manja dan overprotektif sama lo, tapi please lo nggak bisa putusin gue kek gini, Ryan gue mohon!" ujar Kim sembari menahan tangisnya.
"Seharusnya lo mikir Kim, cuma gue yang mau sama lo, cewek manja dan sama sekali nggak bisa diandelin, bisa nggak sih lo itu nggak banyak maunya, pacaran biasanya aja dan nggak usah banyak nuntut, lo pikir gue seneng dengan sifat kenakak-kanakan lo selama ini, yang ada gue muak!"
"Ryaaann..."
"Gue udah final! Gue harap lo nggak ngarepin gue lagi karena gue sama lo bener-bener udah selesai." ujar Ryan, lalu pria itu tanpa belas kasih pergi meninggalkan Kim.
"Ryan..."
"Ryaaaannn..."
Ingin rasanya Kim berlari mengejar Ryan, mengambil tangan pria yang baru saja berganti status menjadi mantan pacar itu lalu memohon sekali bahkan ribuan kali lagi untuk hubungan mereka. Tapi di cafe ini terlalu banyak orang, dia tidak mau menjadi pusat perhatian, setidaknya dia tetap harus mempertahankan harga diri, meski rasanya dadanya sesak sekali, air matanya juga sudah lirih membanjiri, perasaan kesakitan yang seakan membuatnya terbunuh perlahan, rasanya benar-benar seperti ingin mati saja.
Sebucin itu? Yah, Ryan adalah cinta pertama Kim, dia tidak pernah pacaran sebelumnya karena orang tuanya tidak mengizinkannya pacaran sebelum tamat SMA. Setelah lulus SMA, Kim yang baru saja pulang berlibur dari mengunjungi neneknya di Korea waktu itu bertemu dengan Ryan yang dianggapnya begitu baik, berkenalan dan keduanya menjadi dekat, siapa sangka satu minggu kemudian Ryan menyatakan perasaannya, semenjak hari itu Kim merasa dunianya benar-benar berubah, terhanyut akan perhatian kecil Ryan yang dianggapnya begitu membuatnya terpesona. Yah untuk ukuran seseorang yang sedang dimabuk asmara karena baru mengenal cinta hak seperti itu memang cukup wajar. Tidak adanya pengalaman membuat Kim menganggap Ryan adalah benar-benar pria yang tulus.
Tapi hari ini, dunianya bagai hendak mau runtuh, Ryan memutuskan hubungan dengannya, dengan alasan yang sangat disesali oleh Kim, kalau saja dia tidak terlalu mengekang Ryan, kalau saja dia lebih mau mengerti, lebih mau mempertimbangkan apa saja yang Ryan suka dan Ryan benci, kalau saja dia tidak terlalu manja dan setiap saat menjadi orang yang paling khawatir, dan masih banyak kalau saja yang harus Kim sesalkan.
Jangan lupakan kesalahannya yang begitu fatal, kalau saja kemarin dia tidak melakukan itu, memilih acak seorang pria hanya untuk mendapatkan sedikit perhatian Ryan, ya Tuhan apa yang sudah aku lakukan? Pikir Kim benar-benar kesal.
"Ini salah gue... Salah gue yang udah bikin Ryan pergi, ini salah gue!" ujarnya tak berhenti menyalahkan diri sendiri.
Kim dengan langkah lunglai menuju pintu keluar cafe itu, orang pertama yang akan dirinya cari tentunya adalah Dian, yah saat ini dirinya benar-benar membutuhkan sahabat terbaiknya itu.
Air mata sudah keluar, meskipun Kim menahannya berkali-kali, meski dia terus mengelapnya untuk tidak jatuh terlalu banyak. Tidak peduli bagaimana kerasnya dia berusaha, air mata itu malah tetap luruh begitu saja.
Dengan bergetar Kim menekan panggilan untuk menghubungi Dian, ingin mengajak sahabatnya itu bertemu. Namun beberapa panggilan sepertinya keberuntungan pun tidak berpihak padanya.
"Dian, lo kemana..." ujarnya hampir frustasi. Menekan kembali nomor Dian, menghubungi lagi dan lagi, namun tidak juga terdengar jawaban dari seberang sana. Hingga hal itu berhasil membuat Kim menangis terisak.
Kala itu, hujan pun turun, seolah mengerti betapa menyedihkan hidupnya ini.
"Ryan... Maafin gue!"
"Hiks hiks..." Kim melangkah pelan menuju parkiran, tidak peduli kalau tubuhnya akan kehujanan. Mungkin hujan memang sedang membantunya, untuk menemaninya menangis.
Bersambung...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!