Kring ...! kring ...!
Dering telepon menginterupsi indera pendengaran Lea yang masih bergelung di balik selimut tebal berwarna putih.
"Ck, siapa sih yang menelpon pagi-pagi begini? Mengganggu tidur orang saja." Karena masih sangat mengantuk ditambah lagi kepalanya yang memang terasa agak pusing, Lea pun memilih untuk menutupi telinganya dengan bantal, tapi karena telepon itu tidak kunjung berhenti berdering, mau tidak mau dia pun terpaksa mengangkatnya.
"Halo." Lea menjawab panggilan telepon tersebut dalam kondisi mata yang masih terpejam.
"Selamat pagi, Nona. Maaf mengganggu, tuan L meminta kami untuk membangunkan Anda pukul delapan pagi," sahut seorang wanita di ujung sana.
"Apa? Tuan L? Siapa Tuan L?" tanya Lea agak bingung, perasaan dia tidak memiliki kenalan dengan nama tersebut.
"Iya, Nona. Tuan Emmanuel, yang semalam datang ke hotel kami bersama Anda," jawab seorang wanita yang sudah bisa dipastikan bahwa dia adalah seorang resepsionis hotel.
Mendengar ucapan resepsionis itu, seketika mata Lea terbuka lebar. Rasa kantuknya pun seketika menghilang. Dengan cepat dia langsung meletakkan gagang telepon kembali ke tempatnya semula, Lea tidak ingin lagi mendengar penjelasan lebih lanjut dari resepsionis tersebut.
Setelah mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan, Lea baru sadar jika ternyata dirinya sedang berada di dalam sebuah kamar hotel. Ditambah lagi seluruh pakaiannya baik luar mau pun dalam semuanya sudah berserakan di atas lantai. Dia baru ingat, jika semalam dia pergi ke sebuah klub seorang diri untuk minum-minum, niatnya ingin menghilangkan kesedihan karena ingin melupakan pengkhianatan mantan calon suaminya, tapi sepertinya Lea malah membuat masalah baru untuk dirinya sendiri.
Wanita berusia 28 tahun itu langsung menjatuhkan kembali dirinya di tempat tidur lalu sekujur tubuhnya dia tutupi dengan selimut. "Si al. Apakah aku baru saja menghabiskan malamku bersama dengan seorang pria asing?"
Lea mencoba mengingat-ingat kejadian semalam, dan ingatannya langsung terputar pada kejadian kemarin sore, saat sahabat terbaiknya menunjukkan foto perselingkuhan tunangan yang akan menikahi dirinya 3 bulan lagi. Karena merasa sangat sedih dan patah hati, dia pun memutuskan untuk minum-minum demi melupakan rasa sakit yang mencabik-cabik hati dan dan perasaannya.
"Ya Tuhan ... apa yang sudah aku lakukan? Aku mengutuk perbuatan Daniel yang sudah tega mengkhianatiku dengan tidur bersama wanita lain, bukankah sekarang aku juga sama menjijikkannya dengannya." Lea menutupi wajahnya menggunakan kedua tangannya karena malu pada diri sendiri. Terekam jelas dalam ingatannya bahwa semalam saat dia sedang mabuk, dia menyewa seseorang untuk tidur dengannya. Benar-benar memalukan!
Kekacauan pikiran Lea seketika buyar saat ponselnya tiba-tiba berdering.
"Dimana ponselku?" Lea menyibak selimut putih yang menutupi seluruh tubuhnya, lalu segera turun dari tempat tidur untuk mencari benda pipih yang tengah berdering tersebut. Rupanya ponselnya masih berada di dalam tas.
"Halo."
"Bu Lea, Anda dimana? Setengah jam lagi kita akan ada pertemuan penting dengan pihak investor. Anda tidak lupa, 'kan?" tanya sekretaris atasannya.
'Astaga!' Lea membulatkan mata karena terkejut. Dia ini benar-benar ceroboh, bagaimana mungkin dia bisa melupakan hal sepenting itu. Jika dia melewatkan kesempatan baik ini, mungkin sebentar lagi perusahaan tempatnya bekerja akan segera gulung tikar karena bangkrut. Beberapa waktu lalu perusahaan mengalami masalah yang menyebabkan banyak kerugian, dan saat ini perusahaan tengah membutuhkan suntikan dana yang cukup besar. Jika yang satu ini terlewatkan maka Lea tidak sanggup membayangkan apa yang akan terjadi ke depannya.
"Ah, i-iya. Aku akan segera ke sana." Dengan cepat Lea memutus sambungan telepon tersebut, lalu memungut seluruh pakaiannya dan masuk ke dalam kamar mandi untuk bersiap-siap.
.
.
Lea berlari tergesa keluar dari lift, sebelum meninggalkan hotel tersebut, dia harus chekout terlebih dahulu.
"Maaf, Nona, Tuan L sudah membayar sewa kamarnya," jawab resepsionis yang bertugas.
"Apa? Sudah dibayar?" Mendengar nama pria yang semalam tidur dengannya membuat Lea sedikit salah tingkah.
"Iya, Nona, sudah dibayar," jawab resepsionis tersebut. "Oh iya, Nona, Tuan L menitipkan sarapan untuk Anda. Jangan lupa dimakan katanya, dan juga jangan lupa baca pesan darinya." Resepsionis itu tersenyum seraya menyerahkan sebuah paper bag berukuran lumayan kecil pada Lea.
"Ah, iya. Terima kasih." Lea memaksakan diri untuk tersenyum saat menerima pemberian tersebut. Wanita itu segera berjalan keluar dari hotel untuk menunggu taksi.
.
.
Sesampainya di tempat kerja, Lea memasuki Lift untuk naik ke lantai 11 dimana kantornya berada. Namun saat pintunya hendak tertutup, tiba-tiba seorang pria menerobos masuk ke dalam sana. Melihat siapa yang datang, Lea hanya memutar bola matanya dengan malas.
"Hey, siapa ini? Apa aku tidak salah lihat?" Pria itu menatap penampilan Lea dari atas sampai ke bawah, nampaknya penampilan wanita itu ada yang berbeda pagi ini. Lebih tepatnya masih mengenakan pakaian yang sama yang dia kenakan kemarin. "Pengawas Lea, apakah sekarang kau sudah berhenti menjaga penampilanmu karena hubunganmu dengan anak konglomerat kaya raya itu sudah kandas?" tanya pria itu dengan nada mengejek.
Lea menarik napasnya dalam-dalam. Awalnya dia tidak ingin menggubris ucapan Ben karena dia tahu persis bahwa pria itu memang memusuhinya sejak lama, tapi kalau dia diam saja, besok-besok Ben pasti akan kembali mengolok-oloknya ketika ada kesempatan.
Lea dan Ben menjabat sebagai Supervisor Marketing di perusahaan Jaya Sentosa tempat mereka bekerja. Dalam hal mencapai target penjualan perusahaan, divisi satu yang dipimpin oleh Lea selalu berada jauh di atas divisi dua yang dipimpin oleh Ben. Hal itu lah yang membuat Ben iri dan memusuhi Lea bersama timnya.
"Pengawas Ben yang terhormat, berhentilah mengurusi urusan pribadi orang lain. Pikirkan saja bagaimana cara menyusun dan menjalankan strategi penjualan agar divisi dua kalian bisa menyaingi divisi satu kami. Serta, jangan lupa untuk membimbing anggota timmu untuk memasarkan produk dengan baik, karena kalau tidak, divisi satu kami pasti akan kembali merebut proyek terbaru divisi dua kalian karena bos menganggap tim kalian tidak becus dalam bekerja. Permisi."
Ting.
Pintu lift terbuka bersamaan dengan selesainya ucapan Lea. Wanita itu melemparkan senyuman mengejek ke arah Ben seraya keluar dari lift.
"Si al. Awas saja kau." Ben semakin meradang mendengar ejekan Lea. Niatnya untuk tertawa di atas penderitaan wanita itu justru Lea malah balik menyerangnya dengan telak.
*
Lea meletakkan tas beserta menu sarapan yang belum sempat dia makan di jalan di atas meja kerjanya. Ingatannya seketika kembali pada sosok pria tampan yang dia ajak tidur semalam.
'Apakah pria itu bersamaku sampai pagi?' Batin Lea saat menatap box menu sarapan tersebut.
'Sudahlah. Anggap saja kejadian semalam hanya mimpi yang tidak pernah terjadi di dunia nyata. Semoga saja aku dan orang itu tidak akan pernah bertemu lagi.' Batin Lea penuh harap. Dia hanya tidak ingin muncul masalah baru dalam kehidupannya.
"Bu Lea." Suara seorang perempuan tiba-tiba mengejutkan Lea dan sontak membuat wanita itu menoleh.
"Eh, Win, ada apa?" tanya Lea, pada salah satu bawahan atau anggota timnya tersebut.
"Direktur Hans memanggil Bu Lea ke ruangannya," jawab Wina, gadis yang terlihat lebih muda dari Lea tersebut.
"Ah, iya. Terima kasih, Wina."
"Sama-sama, Bu."
Lea bergegas berjalan menuju ruangan sang atasan. Sesampainya di sana, seorang pria paruh baya terlihat tengah duduk di kursi kebesarannya.
"Selamat pagi, Pak," sapa Lea dengan sopan.
"Hem, pagi. Pengawas Lea, apakah kau sudah menemukan bukti baru tentang pengedaran produk kosmetik palsu yang menjelekkan nama perusahaan kita?"
"Sudah, Pak. Divisi satu kami sudah menangani masalah itu dengan baik. Pihak konten kreator yang sebelumnya menyebarkan berita palsu bahwa perusahaan kita memasarkan produk kosmetik yang tidak lulus uji BPOM sudah melakukan klasifikasi dan meminta maaf pada perusahaan kita lewat kontennya, dan kontennya itu sudah ditonton lebih dari 1 juta orang dalam 2 hari. Dan juga, dia mengakui bahwa dia menjelek-jelekkan nama perusahaan serta brand kita karena dia dibayar oleh pihak Xx yang merupakan saingan kita di pasaran."
Direktur Hans tersenyum. "Kerja bagus. Kau dan timmu memang selalu bisa diandalkan, Pengawas Lea."
*
*
Lea, Ben, Direktur Hans, beserta Sekretaris Direktur sudah berdiri di depan lift lantai 11. Mereka semua berdiri di sana karena ingin menyambut kedatangan pihak investor yang akan memberikan suntikan dana pada perusahaan mereka.
Tidak lama kemudian pintu lift pun akhirnya terbuka, menampakkan 2 orang pria dan satu orang wanita di dalamnya.
"Selamat dat-" Mulut Lea seketika bungkam saat melihat sosok pria yang tidak asing di matanya.
'Astaga. Dia. Apa aku tidak salah lihat?'
Waktu seolah berhenti berputar saat Lea dan pria yang bersamanya semalam saling adu pandang. Mengapa dunia begitu sempit? Begitu pikir Lea saat ini. Selama beberapa saat Lea termenung, dia kembali sadar ketika Direktur Hans menyuruhnya untuk memperkenalkan diri pada calon investor perusahaan mereka.
Awalnya Lea sedikit gelagapan, wanita itu bingung bagaimana caranya dia memperkenalkan diri pada lelaki itu. Entahlah, saat ini rasanya dia ingin memuntahkan jantungnya saking deg-degannya.
"Pengawas Lea, ada apa denganmu?" tanya Direktur Hans.
Sementara Ben, yang merupakan saingan Lea hanya tersenyum melihat rivalnya itu kurang konsentrasi. "Pengawas Lea, tidak baik memikirkan masalah pribadi saat berada di tempat kerja," sindir Ben, membuat Lea menatapnya dengan tajam.
"Kalau dia tidak mau memperkenalkan diri juga tidak apa-apa, bukankah kalian sudah menyebut namanya beberapa kali." Emmanuel, atau yang biasa dikenal sebagai Tuan L tiba-tiba berkata seperti itu pada Direktur Hans dan Ben, setelah itu pria tampan tersebut menatap Lea dan berkata, "Pengawas Lea nampak sedikit pucat, apa mungkin semalam kau lembur dan begadang hingga kurang tidur."
Terdapat senyuman tipis tak kasat mata di ujung bibir pria itu. Masalah kurang tidur atau pun tidak, hanya mereka berdua yang tahu.
'Si al. Apa dia sedang berusaha mengingatkanku tentang kejadian semalam? Astaga, apa yang harus aku lakukan sekarang? Ya Tuhan ... kenapa juga aku harus bertemu dengan pria ini di tempat kerja?' Batin Lea mulai frustasi.
"Y-ya, sepertinya saya memang kurang istirahat. Semalam saya lembur hingga tengah malam," bohong Lea sambil tersenyum dipaksakan.
Direktur Hans tertawa. "Tuan Emmanuel, Pengawas Lea ini orangnya memang pekerja keras sekali, dia satu-satunya karyawan yang masih bertahan di samping saya hingga detik ini sejak perusahaan ini didirikan dan mengalami jatuh bangun."
"Oh, ya? Hebat sekali kalau begitu." L tiba-tiba saja mengulurkan tangannya pada Lea. "Semoga kita berdua bisa bekerja sama dengan baik ke depannya, Pengawas Lea."
Lea melihat tangan L dengan ragu-ragu, antara membalas uluran tangan pria itu atau tidak. Tapi kalau Lea tidak membalasnya, bukankah hal itu justru malah mengundang kecurigaan orang lain.
'Lebih baik aku balas saja. Jika dia bisa bersikap biasa-biasa saja saat bertemu denganku, lalu untuk apa aku merasa tertekan sendiri? Ah, sebaiknya aku pura-pura saja tidak pernah bertemu dengannya, dan untuk kejadian semalam, anggap saja kejadian itu tidak pernah terjadi.'
Melihat Lea berjabat tangan dengan L sambil saling melempar senyuman, Ben sendiri justru merasa kepanasan. Bagaimana tidak, secara terang-terangan pihak investor mengajak Lea untuk bekerjasama, sementara dirinya, dia bahkan tidak diberi kesempatan untuk menunjukkan kemampuan.
*
*
Berselang beberapa waktu kemudian, mereka akhirnya selesai membahas masalah penting dengan pihak investor, dan akhirnya pihak investor setuju untuk menginvestasikan modal dalam jumlah besar pada perusahaan Jaya Sentosa mereka.
"Semoga kerja sama kita saling menguntungkan." L berkata saat berjabat tangan dengan Direktur Hans.
"Tentu, itu juga yang kami harapkan. Semoga Bara Holdings bisa membawa perusahaan kami lebih maju dari sebelum-sebelumnya," balas Direktur Hans. "Oh iya, Pengawas Lea, tolong antar Direktur Emmanuel sampai ke bawah."
"Baik, Pak." Meski pun sedikit terkejut dengan perintah atasannya, tapi Lea tetap berusaha bersikap setenang mungkin. Meski pun itu artinya dia akan menemani pria itu selama beberapa menit ke depan. "Mari silahkan, Pak."
Lea dan L lantas berjalan beriringan bersama, sementara asisten dan sekretaris L sudah kembali lebih dulu. Kini keduanya sudah berdiri di depan pintu lift menunggu pintu lift yang akan mengantar mereka ke lantai bawah terbuka. Saat keduanya sama-sama memasuki lift, jantung Lea yang tadinya sudah berdetak cepat kini berdetak semakin tidak karuan saja. Entah apa nanti yang akan L katakan padanya, tapi semoga saja lelaki itu sudah melupakan kejadian semalam. Namun, harapan Lea tidak sesuai kenyataan, disaat pintu lift tertutup rapat, disaat yang bersamaan L malah membawanya masuk ke dalam kurungan tangan pria itu.!
"Aku tidak menyangka bahwa ternyata kau bekerja di sini, Sayang," kata L disertai tatapan yang lebih layak disebut sebagai tatapan mesyum.
"Lepaskan. Jaga sikap Anda Direktur Em-" Ucapan Lea seketika terhenti saat L meletakkan jari telunjuknya pada bibir wanita itu.
"Kau boleh memanggilku L saja, tanpa embel-embel pak atau pun tuan."
"Tidak mau." Lea mendorong dada L dengan kuat sehingga pria itu berhasil bergeser dari hadapannya. "Tolong jangan bersikap kurang ajar padaku. Kita berdua ini tidak saling mengenal."
L tersenyum. "Kamu tidak sedang berakting pura-pura lupa padaku, 'kan? Semalam kita baru saja menghabiskan malam bersama. Malam yang indah."
"Apa maksud Anda? Saya tidak mengerti?" tanya Lea pura-pura.
L kembali tersenyum smirk. "Sepertinya dugaanku benar, kau memang sengaja !!pura-pura lupa padaku." L menjeda sejenak ucapannya, sembari mengeluarkan kartu identitas dari dalam saku jasnya. "Untungnya semalam aku sudah berjaga-jaga dengan mengambil KTP ini di dalam tasmu."
Mata Lea membulat, apalagi saat melihat KTP nya benar-benar ada di tangan pria itu.
"Kembalikan itu." Lea berusaha merebut KTP miliknya dari tangan L, tapi pria itu dengan cepat menjauhkan dari jangkauannya.
"Jangan harap kamu bisa mengambilnya sebelum melunasi hutang-hutangmu padaku," kata L sambil tersenyum smirk.
"Hutang apa maksudmu?" tanya Lea tidak mengerti.
"Sepertinya kau belum membaca pesan yang aku selipkan pada menu sarapan yang aku titipkan untukmu tadi pagi!!."
Ting. Pintu lift akhirnya terbuka kembali. L lantas keluar dari sana lebih dulu kemudian berbalik dan berkata pada Lea, "Aku menunggumu menghubungiku secepatnya, Nona Azalea, semoga harimu menyenangkan."
Selesai mengucapkan kalimat itu pada Lea, L lantas segera pergi dari sana sembari tersenyum penuh kemenangan.
"Ah, si al." Lea terus saja merutuki kebodohannya sendiri, kenapa bisa dia sebodoh itu sampai mabuk-mabukan dan mengajak seorang pria asing untuk tidur dengannya. Si al nya, dia malah tanpa sengaja menyewa pria menyeramkan seperti Emmanuel.
Lea buru-buru berjalan menghampiri mejanya begitu kembali ke lantai sekian tempat kantornya berada. Wanita itu ingin segera memeriksa apa isi pesan yang diselipkan L pada box menu sarapannya.
'Kau berhutang uang sewa kamar dan bayaran atas jasaku. Segera hubungi aku jika kau ingin tahu bagaimana cara melunasinya.' Isi pesan L yang pria itu tulis pada secarik kertas. Tidak lupa L meninggalkan nomor kontaknya agar Lea bisa segera menghubunginya.
Tidak ingin banyak basa-basi dan ingin masalah ini segera selesai, Lea segera menghubungi sekretaris L untuk meminta nomor rekening pria tersebut. Setelah mendapatkan apa yang dia mau, Lea segera mengirim sejumlah uang ke nomor rekening L.
'Aku sudah melunasinya, jadi tolong lupakan kejadian itu. Anggap saja kejadian semalam tidak pernah terjadi di antara kita.' Tulis Lea dalam pesannya disertai tanda bukti transfer.
Tidak butuh waktu lama untuk L membalas pesannya.
'Hey, apa maksudmu? Apa kau sedang menghinaku? Bagaimana bisa kau menghargaiku begitu murah?' Protes L.
"Gi la. Apa dia sedang berusaha memerasku? Dia pikir uang 20 juta itu sedikit. Dasar," kesal Lea kemudian kembali mengetik pesan.
'Apa kau sedang mencoba memerasku?'
'Memerasmu? Untuk apa aku memerasmu? Aku hanya tidak terima kau menghargaiku begitu murah.'
"Astaga. Orang ini benar-benar." Lea mendengus kasar, kemudian kembali mentransfer uang senilai 10 juta ke rekening L.
'Aku rasa itu sudah cukup untuk melunasi hutangku. Jadi aku mohon, tolong kita lupakan kejadian semalam.' Tulis Lea pada pesan terakhirnya, kemudian memblokir nomor kontak L agar pria itu tidak bisa menghubunginya lagi, meski pun hal itu sebenarnya tidak masuk akal karena mulai beberapa puluh menit yang lalu mereka adalah rekan kerja sama bisnis.
Keesokan paginya, saat Lea baru saja sampai di ruangannya, salah satu bawahannya tiba-tiba datang menghampiri sambil membawa bingkisan untuknya.
"Bu Lea, Anda mendapat bingkisan dari seseorang," kata Wina.
"Siapa, Win?" tanya Lea sembari meletakkan tas slempangnya di atas meja.
"Saya pikir bingkisan ini dari Direktur Emmanuel, Bu, karena tadi asistennya yang membawanya kemari," jawab Wina.
'Dia lagi. Mau apa lagi dia? Bukankah kemarin aku sudah menyesaikan urusanku dengannya.' Batin Lea.
"Bingkisannya saya letakkan di atas meja ya, Bu," kata gadis itu sebelum pergi.
Lea mengangguk. "Terima kasih ya, Win."
"Sama-sama, Bu."
Lea kemudian menatap bingkisan itu tanpa menyentuhnya. Dia bingung, antara membuka bingkisan itu atau mengembalikannya pada si pengirim.
Tiba-tiba ponsel Lea berdering, ada pesan dari nomor asing.
'Bukalah, jangan hanya menatapnya saja tanpa menyentuhnya.'
Lea langsung mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Apa pria itu diam-diam sedang mengawasinya di suatu tempat sekarang? Pikir Lea, tapi dia tidak melihat keberadaan L di mana pun. Karena penasaran, Lea pun segera membuka kotak bingkisan tersebut. Lea sangat terkejut ketika mendapati isi dari bingkisan itu berisi uang cash senilai 30 juta, jumlahnya sama seperti nominal yang dia transfer pada lelaki itu kemarin. Bukan hanya 3 gepok uang saja, L juga meninggalkan pesan pada secarik kertas untuk Lea.
'Aku tidak membutuhkan uangmu, aku hanya ingin kau datang menemuiku.'
Srek, srek. Lea langsung menyobek kertas itu usai membaca isinya.
"Sebenarnya apa maunya pria brengsyek itu?" Masih pagi tapi sudah ada yang membuat wanita itu kesal, belum selesai masalahnya dengan mantan tunangannya, kini L tiba-tiba datang dan membuat hidupnya semakin rumit.
Dengan perasan kesal campur aduk, Lea berjalan cepat membawa bingkisan itu menuju lift, detik ini juga, wanita itu akan datang menemui L di kantornya, tepatnya 2 lantai di atas kantor Lea. Namun, begitu lift terbuka, kekesalan Lea semakin menjadi saat melihat mantan tunangannya tiba-tiba muncul di sana.
'Ya Tuhan, dosa apa yang sudah aku perbuat? Kenapa pagi ini aku begitu sial?'
Lea segera memutar badan. Usai memutuskan hubungannya dengan Daniel karena Daniel berselingkuh dan tidur dengan wanita lain, rasanya Lea sudi lagi bertemu apalagi melihat wajah pria pengkhianat itu.
"Sayang, tunggu!" panggil Daniel sembari menarik pergelangan tangan Lea dari belakang.
"Lepaskan!" Lea menghentakkan tangan Daniel, tapi tidak berhasil terlepas karena Daniel mencengkramnya dengan cukup kuat.
"Sayang, tenanglah. Ku mohon. Ayo kita bicarakan masalah kita baik-baik," bujuk Daniel.
"Berhenti memanggilku seperti itu, aku jijik mendengarnya!" tegas Lea. "Dan satu lagi, tidak ada lagi yang mesti kita bicarakan. Bukankah malam itu sudah jelas, kita sudah tidak punya hubungan apa-apa lagi."
Sadar bahwa sekarang mereka jadi pusat perhatian karyawan lain, Daniel pun menarik tangan Lea menuju tempat sepi, lebih tepatnya di depan toilet. Sepanjang dia menarik tangan Lea, wanita itu terus saja berteriak memakinya.
"Lea, tenanglah. Apa kamu tidak malu kita menjadi tontonan banyak orang?" tanya Daniel.
"Tidak! Aku sama sekali tidak malu! Aku justru merasa malu kalau kembali percaya pada omongan laki-laki menjijikkan seperti kamu!"
"Azalea!" bentak Daniel tanpa sengaja, melihat wanita itu terkejut karena teriakannya, Daniel buru-buru minta maaf. "Sa-Sayang, a-aku minta maaf, aku tidak sengaja membentakmu."
Melihat Daniel kasar dan membentaknya, air mata Lea seketika luruh. Hatinya yang tadinya sakit karena pengkhianatan pria itu kini semakin sakit karena bentakannya.
"Aku benci padamu, Daniel. Aku benci! Pergi dari hadapanku sekarang juga! Aku tidak sudi melihatmu!" Lea kembali berteriak.
"Tidak Sayang, aku tidak akan pergi sebelum kamu memaafkanku." Daniel berusaha memeluk Lea tapi wanita itu malah mendorong dadanya kuat-kuat.
"Jangan sentuh aku brengsyek!" Lea masih saja berteriak disela-sela tangisannya.
"Ada apa ini? Pengawas Lea, kenapa kamu menangis?" Seorang pria tiba-tiba muncul diantara pertengkaran keduanya.
"Direktur L, tolong aku. Tolong usir laki-laki ini. Dia ingin berbuat kurang ajar padaku." Lea meminta perlindungan seraya memeluk lengan L.
"Sa-yang, kamu ini bicara apa? Jangan mengarang cerita."
"Hey, Bung, bukan laki-laki namanya kalau kasar pada perempuan, apalagi mau melecehkannya. Silahkan pergi baik-baik dari tempat ini atau aku akan memanggil petugas keamanan," ancam L.
"Aku sarankan sebaiknya kamu tidak usah ikut campur dengan urusan pribadi orang lain. Dia itu calon istriku. Mengerti?" Daniel yang tidak mau kalah mencoba memperingati L dengan emosi.
"Aku bukannya mau ikut campur urusan kalian, tapi Pengawas Lea sendiri yang meminta bantuanku. Tapi, jika kau berpikir bahwa aku terlalu banyak urusan, sebaiknya aku pergi saja. Urus saja urusan kalian berdua. Dan sekali lagi aku ingatkan padamu sebagai sesama laki-laki, tolong jangan kasar pada perempuan. Kamu juga mengerti, 'kan?" balas L. Dia kemudian mencoba melepaskan tangan Lea yang melingkar di lengannya, tapi wanita itu malah semakin mengeratkan pelukannya.
"Tolong, lindungi aku," pinta Lea dengan wajah memelas.
Melihat wajah Lea yang ketakutan, L jadi kasihan melihatnya. "Sebenarnya aku tidak mau ikut campur urusan kalian berdua, tapi kamu lihat sendiri 'kan kalau dia meminta aku untuk melindunginya? Jadi aku mohon, tolong pergi dari sini sekarang juga. Jika kalian ingin membicarakan masalah kalian baik-baik, tunggu sampai dia merasa lebih tenang."
Daniel mendengus kesal. Sepertinya ini bukan waktu yang tepat untuk dirinya menyelesaikan masalahnya dengan Lea. Pria itu lantas segera pergi dari sana.
"Kau tidak apa-apa, 'kan?" tanya L pada Lea, dan wanita itu hanya menggeleng.
Begitu Daniel sudah hilang dari pandangan mereka, L lantas menuntun Lea kembali ke ruangan wanita itu. Namun sebelum itu, dia terlebih dahulu mengambil bingkisan yang tadinya Lea jatuhkan saat memberontak ingin melepaskan diri dari Daniel.
Lea nampak shock setelah bertemu dengan Daniel, air mata wanita itu terus saja mengalir membasahi pipinya.
"Duduklah dulu dan tenangkan dirimu." L berkata saat dirinya menuntun Lea untuk duduk di kursi wanita itu. "Istirahatlah, aku akan menyuruh bawahanmu untuk membawakanmu minum."
Ketiak L hendak meninggalkan ruangan Lea, wanita itu lantas berkata, "Direktur L, terima kasih banyak sudah menolongku."
L tersenyum. "Sama-sama."
*
*
Setelah menghabiskan akhir pekannya dengan memikirkan jalan keluar masalahnya, Lea akhirnya memutuskan untuk mengembalikan bingkisan berisi uang 30 juta itu kepada L, sekaligus dia ingin mengucapkan terima kasih karena pria itu pernah menolongnya saat Daniel datang mengganggunya.
Ruangan Direktur Emmanuel. Sekretaris L masuk ke dalamnya setelah mengetuk pintu.
"Pak, di luar ada Pengawas Lea yang ingin bertemu dengan Anda," kata sekretaris L.
"Suruh dia masuk."
"Baik, Pak."
Tidak berselang lama, Lea pun masuk ke dalam ruangan pria itu.
"Se ... lamat pagi, Direktur L," sapa Lea agak canggung.
Sebelum membalas ucapan selamat pagi wanita itu, L terlebih dahulu menatap ke arah wanita tersebut. Melihat Lea datang sembari membawa bingkisan yang dia kirim minggu lalu, L sudah bisa menebak apa tujuan wanita itu datang menemuinya, dan hari ini memang sudah dia tunggu-tunggu sejak 3 hari yang lalu.
"Pagi, silahkan duduk." L bangkit dari duduknya, kemudian duduk di sofa yang bersebarangan dengan tempat Lea duduk.
Selama beberapa saat suasana canggung menyelimuti hati wanita itu, bingung juga harus mulai berbicara dari mana karena biar bagaimana pun dia berhutang budi pada lelaki itu.
"Mm ... terima kasih banyak, Pak, karena sudah menolong saya tempo hari." Lea berkata sembari mendorong kotak kue yang dia jadikan sebagai ucapan terima kasih atas jasa L. "Dan ... maaf, saya harus mengembalikan ini karena saya tidak mau masalah kesalahan malam itu jadi berkepanjangan."
L tersenyum kecut seraya berdiri dari duduknya, kemudian berjalan mendekat ke arah Lea. "Aku heran, kenapa kau terus saja menganggap bahwa malam itu adalah sebuah kesalahan?"
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!