BAB 1. Awal Mula.
Pria itu terus bergerak dengan kasar, mencari kenikmatannya sendiri, tak peduli pada wanitanya yang sejak tadi menahan nyeri tak terkira di daerah pribadinya, sudah hal biasa baginya men***ui istrinya dengan kasar, nyaris seperti sebuah pem****an, padahal mereka adalah pasangan yang menikah secara resmi dihadapan hukum dan agama.
Alasannya tentu hanya satu, tak ada cinta yang mengikat keduanya hingga yang tersisa dari rumah tangga mereka hanyalah, kebencian dan keterpaksaan.
Riana yang pendiam dan tak bisa melawan keinginan papa nya, hanya bisa mengiyakan ketika Kedua orang tua mereka sepakat menjodohkan dirinya dengan Brian, pria berkebangsaan Singapura, putra tunggal dari pemilik Gustav.Inc perusahaan besar yang bergerak di bidang informasi dan teknologi telekomunikasi.
Lagi lagi Brian tertawa sinis, wajahnya nampak bengis, tak ada sedikitpun cinta di matanya, ketika melihat lawan mainnya menangis menahan kesakitan, padahal mereka sudah menikah lebih dari dua tahun lamanya, "inilah yang kamu inginkan, jadi seperti apa rasanya menjadi teman tidurku? apakah sangat membuatmu bahagia? Sejak awal aku sudah mengatakan padamu, tolak saja pernikahan ini, tapi kamu tak pernah mengindahkan peringatanku, jadi dengan terpaksa aku menikahimu, tapi seperti perkataan ku yang sudah sudah, kamu tak akan pernah mendapatkan cinta dariku, karena aku sudah menjatuhkan pilihan hatiku pada satu satunya wanita yang aku inginkan untuk di cintai, dan pastinya hanya dia, hanya dari rahimnya saja anak anakku akan tumbuh dan berkembang, jadi jangan pernah bermimpi kamu akan memberikan seorang cucu untuk papaku,"
Setiap kali Brian melampiaskan hasratnya, hanya kalimat panjang menyakitkan itulah yang ia ucapkan, membuat Riana semakin merasa seperti wanita penghibur.
"Aaaaahhh … Aliciaaaaa … aku mencintaimu …" Brian memekik ketika ia mendapatkan pelepasannya.
Hati Riana semakin hancur, sakitnya entah tak bisa lagi ia definisikan, Brian bersenang senang dengan tubuhnya, tapi ketika mendapatkan pelepasan, pria itu meneriakkan nama wanita lain, tentu tak satupun wanita di dunia ini bisa menerimanya, pastilah ia hancur menjadi debu seketika itu juga.
Brian segera memisahkan diri dari penyatuan mereka, pria itu membuka laci lalu mengambil sebutir pil yang selalu ia siapkan sebelum berhubungan dengan Riana.
Dengan kasar Brian menarik lengan Riana hingga wanita itu duduk, Brian membuka paksa mulut Riana, kemudian memasukkan pil tersebut ke mulut Riana, "telan jika kamu masih ingin hidup tenang." Bisiknya, wajahnya nampak bengis dan menakutkan.
Dengan uraian air mata Riana menelan pil kontrasepsi tersebut, sebagai seorang dokter ia sangat paham dengan obat yang selalu ia minum pasca berhubungan dengan suaminya, hatinya teriris perih, namun ia tak bisa melawan kekejaman Brian terhadapnya, ia takut sungguh takut, apalah artinya Riana, ia sudah menikah, tak di benarkan jika ia bercerita pada papa dan mama nya mengenai kondisi rumah tangga nya.
Usai memakai celananya, Brian meninggalkan kamar Riana, pria itu hanya datang menyambangi kamar Riana jika sedang berhasrat saja, selebihnya mereka seperti orang asing yang tinggal seatap, siang hari mereka sama sama sibuk, dan malam hari rumah mereka tetap hening seperti tak ada manusia yang tinggal di dalamnya.
Dengan langkah kaki sangat perlahan, Riana menuju kamar mandi, ia ingin membersihkan bekas menjijikkan yang Brian tinggalkan, setiap kali usai berhubungan, Riana akan menggosok sekujur tubuhnya dengan kasar, seakan akan Riana begitu jijik melihat tubuhnya sendiri, tangisannya sangat memilukan, ia merasa tubuhnya lebih menjijikkan dibandingkan seorang Pekerja *** yang menjajakan tubuhnya
***
Setelah satu jam berada di kamar mandi, Riana keluar dengan tubuh lebih segar, lagi lagi ia merasa jijik manakala menatap tempat tidur yang kacau berantakan, dan dengan malas ia mengganti sprei, karena jika tidak Riana tak akan bisa memejamkan mata.
Ponsel berdering beberapa saat kemudian, 'panggilan dari rumah sakit,' gumam nya, agak jengkel juga karena hari ini bahkan dia sedang tidak ada piket jaga malam.
"Iya …" jawab Riana bersiap mendengarkan laporan dari dokter residen bawahannya, Riana sengaja memasang mode loudspeaker, agar ia bisa sambil menyiapkan pakaian yang akan ia kenakan, sementara telinganya tetap mendengar.
"Dokter … papa mertua anda baru saja masuk emergency room,"
***
Hari Pemakaman Roger Gustav Agusto.
Langit terlihat cerah membentang, tanpa awan, matahari bersinar menunjukkan kegagahannya, mengiringi para pelayat yang mengantarkan kepergian tuan Roger Gustav Agusto, yah setelah bertahun tahun berjuang dengan penyakit jantung yang di deritanya, akhirnya raga tuanya menyerah, tuan Roger Gustav Agusto tutup usia disaat Riana bahkan tak bisa mengabulkan keinginan papa mertuanya yang ingin memiliki cucu dari rahimnya.
Satu persatu teman kerabat dan rekan bisnis, mengucap bela sungkawa atas kepergian tuan Roger Gustav Agusto, beliau pria baik, bahkan terlampau baik untuk memiliki seorang putra seperti Brian, selama menikah dengan Brian, Riana sangat disayangi oleh tuan Roger, karena selain sebagai menantu, Riana juga dokter pribadi yang selama ini mengawasi pengobatan tuan Roger, sementara Alicia yang sejak lama menjadi kekasih Brian sama sekali tak pernah mendapat restu dari tuan Roger Gustav Agusto.
Entah hari ini Riana harus menangis sedih atau tertawa bahagia.
Sedih karena hari ini adalah hari dimana ia kehilangan papa mertua yang sangat menyayanginya, pria baik yang sudah seperti papa kandungnya sendiri.
Bahagia, karena pada hari ini juga Riana mendapatkan kebahagiaannya, hari yang Riana nantikan, ia tak peduli jika akhirnya Brian akan menikahi Alicia selepas perceraian mereka, sungguh Riana tak peduli, yang ia inginkan hanyalah terbebas dari belenggu pernikahan yang selalu menyakitinya secara fisik dan psikis.
Tiga hari setelah pemakaman tuan Gustav, Riana menandatangani dokumen perceraiannya secara resmi, walau tuan Roger meninggalkan dua puluh persen sahamnya untuk Riana, tapi wanita itu tak bergeming, ia sama sekali tak tertarik, jadi Riana tak pernah menyentuh saham tersebut, yang Riana inginkan hanya kebebasannya, dan menyerahkan semua urusan warisan pada pengacara tuan Roger.
Pada hari ia menandatangani surat perceraian, ia mengumpulkan segenap perhatiannya, kemudian mengatakan apa yang selama ini ingin ia sampaikan, "Brian Gustav Agusto, aku tak pernah menyangka, akhirnya neraka pernikahan ini berakhir, jangan pernah beranggapan aku menangis karena sedih berpisah denganmu, ini adalah air mata bahagia, sampai kapanpun aku akan selalu membencimu, tidak pernah merelakan semua perbuatanmu padaku, aku yakin tuhan akan membalas semuanya untukku, untuk harga kesedihan hatiku dan kesakitan atas tubuhku, jika selama ini kamu bersumpah tak ingin memiliki anak dari rahimku, maka aku pun berdoa pada tuhan, sampai kapanpun kamu tak akan pernah memiliki anak dari rahim wanita manapun."
Namun Brian hanya tertawa sinis mendengar sumpah serapah Riana, masih dengan keangkuhannya Brian berlalu pergi, merasa sudah menang, karena akhirnya ia bisa terbebas dari perjodohan yang selama ini membelenggu kehidupan pribadinya.
Rupanya tuhan mendengar dan segera mengabulkan doa orang yang teraniaya.
Karena tepat ketika hendak melahirkan, Alicia yang sudah berstatus sebagai istri Brian, mengalami kecelakaan, ia terjatuh dari tangga hingga membuatnya mengalami pendarahan hebat, yang akhirnya merenggut nyawanya sekaligus bayi dalam kandungannya.
Sejak saat itu Sikap Brian jadi semakin dingin dan arogan, karena kehilangan wanita yang sejak lama ia cintai, ia inginkan untuk jadi pendamping hidup.
Sementara Riana, sudah tak lagi peduli dengan mantan suaminya.
Masa lalu nya terlalu pahit untuk dikenang, jadi hidup Riana kini adalah menyelamatkan orang orang yang memerlukan bantuannya.
BAB 2.
2 tahun kemudian.
"Datang yah?"
Viona menatap Riana penuh harap, sahabat baik Riana ini bersikukuh mengikutsertakan Riana dalam acara kencan buta, bahkan Viona sudah mendaftarkan langsung.
Riana menatap malas pada Viona yang sudah memohon dengan wajah memelas. "Kamu sudah berjanji padaku," imbuhnya tak mau kalah.
"Kamu tahu sendiri aku malas menghadiri acara kencan buta, aku sudah cukup sibuk dengan jadwal operasi,"
Riana adalah dokter Spesialis jantung, jadi tak heran jika Riana nyaris tak memiliki hari libur dalam jangka waktu yang lama.
"Sekali saja, jika kali ini pun gagal aku tak akan memaksa." Viona kembali memohon. "Jangan khawatir, seperti yang sudah sudah, aku mengajukan banyak persyaratan demi tetap terjaganya privasi mu,"
"Maksudmu apa?" Tanya Riana penasaran.
"Seluruh peserta kencan buta, wajib memakai nama samaran, dan menggunakan topeng yang menutupi sebagian wajah, jadi ku jamin privasi kamu akan tetap terjaga, walau kencan kali ini pun kamu gagal mendapatkan pasangan." Viona menjelaskan dengan penuh semangat.
"Aku akan memikirkan nya lagi, sekaligus menyesuaikan dengan jadwal shift jaga di rumah sakit." Akhirnya dengan berat hati Riana menyetujui permintaan Viona, karena dua poin penting yang baru saja Viona sebutkan, cukup membuatnya merasa aman.
"Baiklah, aku akan kembali ke ruanganku." Sang dokter Spesialis anak itu pun kembali ke ruangannya.
Riana adalah wanita yang pendiam, dan tak banyak bicara, selain itu ia pun sangat tertutup, memiliki papa yang cukup keras watak dan sikapnya, membuat kepribadian Riana semakin melekat kuat, ia tak berani melawan kehendak Richard sang papa.
*
*
*
Akhirnya setelah melewati begitu panjang pergolakan batin, Riana datang menghadiri acara kencan buta tersebut, sejujurnya Riana tak berharap akan menemukan jodohnya, tapi lebih pada sekedar menyenangkan sang sahabat, yang sudah bersusah payah agar dirinya kembali memiliki kekasih, syukur syukur jika Riana bisa kembali berumah tangga setelah kegagalannya terdahulu.
Karena Jujur saja, Viona juga masih menyimpan amarah dan benci pada Brian Gustav Agusto, mantan suami Riana, jika misi kencan buta ini berhasil, Viona memiliki rencana terselubung untuk mengejutkan mantan suami Riana tersebut.
Sejujurnya tangan Riana masih dingin dan entah kenapa ia merasakan perasaan yang aneh Sesaat sebelum melangkahkan kaki ke private room Gold Hotel Singapura, Viona bahkan sudah merombak total penampilan Riana, yang menurut Viona sangat membosankan.
Gaun malam seksi, yang mengekspos salah satu pundak dan juga kaki jenjangnya, membuat penampilan Riana berubah seratus persen, kacamata minus yang biasa membingkai wajahnya, hari ini berganti dengan lensa kontak, wajah yang biasanya natural dengan rambut cokelat bergelombang, kini nampak mempesona dengan polesan aplikasi make up, ditambah lipstik dengan warna merah menyala, membuat aura Riana yang biasanya pendiam dan sangat introvert hilang begitu saja, berganti dengan 'Ice' nama samaran yang malam itu dipakai Riana, tak lupa topeng yang menutupi mata dan sebagian pipi nya, membuat penampilan seksinya makin misterius.
Ketukan irama heels nya, beradu dengan lantai marmer, mengesankan bahwa ia adalah, wanita matang yang berani, dan penuh percaya diri, berbanding terbalik dengan pribadi nya yang sesungguhnya.
Waktu masih terlalu cepat jika di sebut malam, karena saat Riana tiba, baru menunjukkan pukul sembilan belas malam waktu Singapura.
Riana kembali menarik nafas berkali kali ketika ia kembali berjalan meliuk seperti seorang model, yang tentu saja sudah melewati sesi khusus latihan berjalan memakai heels.
Baru beberapa langkah Riana berjalan memasuki private room, ia sudah menarik perhatian banyak kaum adam, tapi itu tak berlaku bagi seorang pria yang sejak tadi mengikuti langkah kaki Riana sejak wanita itu memasuki Gold hotel.
Pria yang sehari hari sudah terlihat dingin dan arogan itu merasa bahwa wanita yang sejak tadi ia ikuti, harus menjadi teman kencannya malam ini, jadi tak ingin menyia nyiakan kesempatan, pria itu dengan percaya diri menggandeng lengan Riana, seolah olah ingin mengatakan bahwa wanita ini adalah miliknya.
*
*
*
Pandangan mereka bertemu, tiba tiba debaran halus merayapi dada Riana.
Tatapan dingin itu seketika membiusnya, seperti halnya dirinya, pria di hadapannya ini pun mengenakan topeng yang menutup mata dan sebagian wajahnya, pria berbaju semi formal itu nampak gagah dengan aura misterius.
"Gold …" pria itu mulai memperkenalkan diri.
"Ice …" balas Riana, "maaf, genggaman anda membuatku tidak nyaman."
Seketika pria itu tersenyum dingin, dan melepaskan genggaman tangannya, "ups … maaf jika anda kurang nyaman." Pria bernama Gold itu mengangkat kedua lengannya ke atas. "Apa anda juga salah satu peserta kencan buta kali ini?"
"Iya …" jawab Riana singkat, yang semakin membuat pria di hadapannya semakin penasaran, ada rasa tidak asing yang menyergapi perasaannya, tapi entah apa, ia masih ingin mencari jawaban.
"Apa anda tidak keberatan jika menjadi teman kencanku malam ini?" Tanya Gold.
"Itu akan tidak adil untuk peserta yang lainnya," jawab Riana, "karena saya juga berhak menentukan pilihan dong." Kali ini Riana mengedipkan matanya, membuat kesan bahwa Riana adalah wanita matang yang sudah berpengalaman dengan banyak pria.
'Menarik' , Gold Membatin.
"Baiklah … kita bermain fair, tapi entah kenapa aku sangat yakin, malam ini anda akan berpasangan dengan ku." Gold menjawab dengan penuh keyakinan.
"Kalau begitu, sebaiknya kita menunggu, semoga anda adalah pria beruntung yang bisa berkencan denganku." Bisik Riana dengan suara lembut nya, hembusan nafasnya bahkan terasa hangat di tengkuk dan telinga Gold.
Gold seperti mendapatkan sebuah undangan, undangan yang sangat menggoda, pasalnya suara dan hembusan nafas Riana seakan membangkitkan insting kelelakiannya, walau ia biasa membayar wanita untuk itu, tapi entah kenapa kali ini dia sangat menginginkan Ice.
Setelah Riana melambai, wanita itu pun mengambil tempat duduk yang sudah bertuliskan namanya.
Perasaan Riana? Tentu saja ia gemetar, ini pertama kalinya ia keluar dari zona nyamannya, mencoba menjadi Riana baru yang sexy menggoda, serta penuh percaya diri, terlebih pria bernama Gold tadi sudah sangat berterus terang menginginkan dirinya menjadi teman kencannya, tentu sekarang perasaannya semakin tak menentu, takut, berdebar, serta grogi kini sudah campur aduk.
Malam ini suasana private room sudah di desain sedemikian rupa, lampu lampu sengaja di buat temaram, agar suasana dan para peserta pun terlihat semakin misterius.
Ini pertama kalinya ada event organizer, yang mengadakan acara kencan buta, bahkan mereka tanpa segan memberikan hadiah paket bulan madu, jika ada pasangan yang berhasil sampai ke pelaminan, tentu acara ini menarik minat banyak kaum jomblo, terbukti malam ini telah hadir di private room Gold Hotel, dua puluh orang peserta, yang terdiri dari sepuluh orang wanita dan sepuluh orang pria.
Sepasang pria dan wanita muncul di depan para peserta, mereka berdua pun mengenakan topeng seperti para peserta.
"Selamat malam … kami dari aRed event organizer, mengucapkan banyak terima kasih kepada para peserta yang sudah bersedia meramaikan acara perdana yang kami selenggarakan, perkenalkan saya Jovanka dan ini rekan saya Linc."
"Terima kasih Jovanka, baiklah tanpa perlu menunggu lama, malam ini saya akan memperkenalkan para peserta yang menghadiri acara ini."
Satu persatu peserta berdiri ketika nama mereka dipanggil, tak terkecuali Riana dan Gold.
Ketika Riana berdiri, seluruh peserta pria menatap Riana dengan pandangan takjub, tak terkecuali Gold, yang bahkan dengan pandangan penuh damba menelisik Riana dari ujung rambut, hingga ujung kaki, tapi Riana menyembunyikan semua ketakutan dan rasa tidak nyamannya, entah kenapa kini ia sangat menikmati pandangan kagum para pria yang tertuju pada nya.
Di hadapan para peserta kini tampak layar lebar yang menampilkan nama samaran ke dua puluh peserta, dan dengan bantuan komputer nama nama tersebut diacak secara random, hingga masing masing peserta kini mendapatkan pasangan.
Pria bernama Gold tampak mengulum senyum smirk nya karena ia berhasil mendapatkan wanita yang ia inginkan.
BAB 3.
Di hadapan para peserta kini tampak layar lebar yang menampilkan nama samaran ke dua puluh peserta, dan dengan bantuan komputer nama nama tersebut diacak secara random, hingga masing masing peserta kini mendapatkan pasangan.
Pria bernama Gold tampak mengulum senyum smirk nya karena ia berhasil mendapatkan wanita yang ia inginkan.
Riana berusaha keras menetralkan debaran jantungnya, bagaimana tidak, baru beberapa menit saja Gold seakan sedang menelisik sekujur tubuhnya tanpa terkecuali, tatapan nya pun aneh, terus terang Riana merasa risih, dengan tatapan pria itu.
Usai memisahkan diri dari keramaian, kini keduanya berada di lantai sepuluh Gold Hotel, salah satu restoran ternama di Singapura yang memiliki private room.
Tak hanya Ice dan Gold yang berada di private room, rupanya beberapa pasangan lain pun memilih melanjutkan kencan buta mereka di lokasi yang sama, agar tak kehilangan banyak waktu.
“Berapa usiamu?” tanya Gold.
Ice menyunggingkan senyumnya, “Haruskah kita membicarakan usia? aku rasa tak ada wanita yang suka jika ada yang bertanya berapa usia mereka.”
“Hahaha … maaf, aku melupakan hal itu.” Gold tertawa keras, pria itu tampak asyik memainkan gelas anggur nya, sementara Riana atau Ice, tetap memasang mode waspada, ia hanya meminum air putih saja, rupanya hal itu disadari oleh Gold.
“Kenapa hanya minum air puth? tak menyenangkan jika hanya meminum air putih ketika sedang kencan.” ujar Gold terus terang.
“Aku kurang menyukai alkohol,” jawab Ice singkat.
Gold mengangguk. “apa yang membuatmu tertarik mengikuti acara kencan buta seperti sekarang?”
“Sejujurnya aku tak tertarik, tapi seorang teman memaksaku, karena katanya ia bosan melihatku menyendiri.” Ice tertawa, kali ini sungguh natural, tak seperti topeng yang sedang ia kenakan, dan dalam pandangan Gold, tawa itu sangat seksi dan memiliki aura magis yang memikat, membuat Gold semakin penasaran.
“Oh iya, maaf jika aku lancang, tapi boleh ku tahu apa pekerjaanmu?” tanya Ice.
“Pekerjaanku berhubungan dengan banyak orang, dari berbagai kalangan.”
“Human Resource Development?”
“Tidak spesifik itu, tapi masih saling berhubungan, kalau kamu?”
“Aku bekerja di rumah sakit.”
“Dokter?” kali ini Gold menebak dengan yakin.
“Ada banyak profesi di rumah sakit, bukan hanya dokter.”
Gold mengangguk anggukkan kepalanya.
“Perawat, security, cleaning service, bahkan bagian administrasi.”
“Baiklah, apa kamu seorang cleaning service?”
“Kecewa Kah kamu jika aku seorang cleaning service.”
“Entah … terlalu dini untuk kecewa, sementara itu hanya sebuah dugaan.”
“Tapi tiba tiba aku penasaran, bagaimana jika aku benar benar seorang cleaning service?”
“Aku tidak percaya, wanita secantik anda bersedia menjadi cleaning service.”
“Bisa saja, aku tidak malu jika harus menjadi cleaning service, selama pekerjaan itu menghasilkan uang halal, akan ku kerjakan.”
“Wah ternyata kamu memiliki pribadi cukup menarik.” Gold tidak berbohong ketika mengatakannya, ia justru memuji wanita yang saat ini menjadi lawan kencannya, jaman sekarang wanita semenarik Ice, tak mungkin rela menjadi cleaning service.
Pembicaraan mereka terus berlanjut, bukan pembicaraan berat, hanya pembicaraan ringan hingga tak terasa keduanya merasa nyaman dengan pasangan kencannya.
Tak lama terdengar sebuah ketukan, seorang pramusaji datang membawa dua gelas cocktail.
"Kami tidak memesannya, kami bahkan belum memesan makanan." Seru Gold.
"Oh benarkah, kalau begitu maaf, sepertinya saya yang salah." Pramusaji itu memohon maaf, dan berbalik.
"Tunggu, tak apa, tinggalkan itu untuk kami, kamu bisa membawa yang baru untuk mengganti nya," pinta Gold. "Kamu tidak keberatan kan?" Pria itu bertanya pada Ice.
Ice mengangguk
"Masukkan saja dalam tagihan ku."
"Baik tuan, saya permisi." Pramusaji itu pun pergi meninggalkan kedua tamunya.
"Silahkan …" Gold mempersilahkan Ice untuk mengambil gelas nya.
"Cheers…" ucap keduanya sebelum mulai menyesap cocktail tersebut.
Karena sudah mulai merasa nyaman dengan lawan bicaranya, Ice bersedia menyesap cocktail nya, walau sedikit.
Melihat teman kencannya bersedia meminum cocktail nya membuat Gold sangat senang, kini ia pun mulai rileks, ia merasa sedang beruntung malam ini, karena lawan kencannya sangat jauh dari ekspektasi nya sebelum datang ke Gold Hotel.
Gold mulai merasa bahwa kemungkinan mereka bisa terus berlanjut untuk kencan kencan selanjutnya.
"Cheers…" ucap keduanya sebelum mulai menyesap cocktail tersebut.
Gold mulai merasa dan sangat berharap bahwa kemungkinan mereka bisa terus berlanjut untuk kencan kencan selanjutnya, terus terang ia sangat kesepian setelah istrinya meninggal bersama anak mereka, dan ia mulai bosan berpetualang dari satu wanita ke wanita yang lainnya, hanya untuk membunuh rindu berbalut sepi.
Lantunan musik sendu sungguh menghanyutkan, seakan mengundang para pengunjung restoran untuk turun ke lantai dansa.
Tentu kesempatan ini tak di sia siakan oleh Gold, pria itu berdiri, sedikit merapikan pakaiannya, kemudian ia mengulurkan tangan.
"Bolehkah … suatu kehormatan bagiku jika kamu bersedia menemaniku berdansa."
Ajakan itu, cukup membuat Riana berdebar, ia belum pernah intim dengan pria manapun sejak perceraian nya, kini tiba tiba ada yang mengajaknya turun ke lantai dansa.
"Aku tak bisa berdansa." Tolak Ice.
"Percayakan padaku," Gold mengerlingkan sebelah matanya.
Debaran jantung Ice mulai berpacu, tiba tiba ia merasa tubuhnya memanas, manakala Gold mengerling ke arahnya.
Dengan senyum Ice menyambut uluran tangan Gold.
Keduanya pun turun ke lantai dansa.
Walau kikuk, Ice nampak diam tak menolak, manakala Gold merapatkan tubuh mereka, lengan kanannya memeluk pinggang Ice dan tangan kirinya menggenggam erat tangan wanita yang kini menjadi partner dansa nya.
Gold menatap bening mata wanita yang ada di hadapannya, sesuatu yang tak asing mulai ditangkap oleh retina matanya, ia pernah melihat wanita ini, tapi dimana? siapa? Gold pun tak tahu.
"Apakah gayaku berdansa memalukan?"
"Untuk seorang pemula yang tak bisa berdansa, kamu cukup lumayan."
Pujian itu, entah kenapa membuat Ice larut dalam bahagia, padahal biasanya, Ice tak begitu saja percaya pada sebuah pujian.
Semakin lama irama musik semakin menghanyutkan, keduanya pun seolah merasa semakin dekat, bahkan Ice mulai merasa ada yang aneh dengan tubuhnya yang sejak tadi memanas, kini bahkan ia sangat menikmati pelukan pria yang baru saja ia kenal, usapan lembut yang Ice rasakan di pinggang pun membuat ia semakin merapatkan tubuhnya, hingga ia tak menolak ketika tiba tiba Gold menyambar dan me****at bibirnya.
Sementara itu, di belakang restoran sedang terjadi keributan, salah seorang tamu memarahi waitres karena salah mengantarkan pesanan minumannya.
🤭 pelayan mereka benar benar merugikan tamu.
.
.
.
.
.
.
.
othor kembali ke mode slow update yes, lagi sibuk banget
.
.
.
.
sarangeeeeee 💛❤️
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!