Seorang gadis berlari mencari pintu keluar rumah besar yang selama ini menjadi tempat ia berlindung. Aria Briyana sosok gadis yang membenci segala hal yang ada di rumah tersebut semenjak ayahnya meninggal tiga tahun lalu.
Keberadaan sosok ayah pengganti membuatnya jijik dan muak. Bagaimana tidak? Ayah tiri Aris itu menyukai Aria dan kerap kali mengajaknya berhubungan, namun Aria selalu berhasil kabur tanpa tersentuh sedikit pun.
“Gadis sial kemari kau!” Kejarnya di belakang Aria yang terus berlari.
Beginilah yang terjadi jika ibu Aria pergi perjalanan dinas. Pria sinting gila dan pengangguran itu akan mulai mengincar Aria.
Seandainya sang ibu percaya apa yang diadukan Aria, mungkin gadis ini akan lebih nyaman di rumah. Nyatanya Aria tidak punya teman yang ingin menampung, itu membuatnya tidak punya pilihan lain selain pulang ke rumah.
“Om-om mesum aku akan melaporkanmu ke pihak kepolisian,” ancam Aria.
BRAK~
Pintu pun tertutup keras, Aria berhasil keluar rumah kini ia berlarian di aspal tanpa alas kaki. Pria yang menyandang status sebagai ayah tiri itu tak akan berani mengejar sampai ke luar.
“Di mana ya malam ini aku tidur,” pikir Aria kebingungan, ia selalu bingung mau pergi ke mana ketika ibunya tidak ada di rumah.
Di dalam kegelapan malam, Aria menapakkan kakinya melangkah tanpa tujuan, mungkin malam ini dia akan tidur di depan ruko orang lagi.
“Woi!” panggil seorang pemuda yang berjalan mendekati Aria. Aria berlari menjauhi pemuda itu, namun ternyata gadis ini tidaklah secepat itu berlomba lari dengan pemuda bertubuh tinggi.
Grep~
Tangan Aria ditangkap lalu diletakan ke belakang untuk mengunci pergerakannya.
“Mau apa kau!” teriak Aria memberontak.
“Kau ada uang? Serahkan padaku,” ucapnya.
“Aku tidak bawa uang.”
Pemuda itu tampak memperhatikan penampilan Aria, dia pun berdecak kesal ketika menyadari Aria bahkan tidak pakai sandal dan memakai piala tidur saja tanpa tas di tangannya.
“Ck cape-cape aku mengejarmu ternyata tidak ada uang.”
“Siapa suruh mengejar aku?”
“Siapa namamu?” Sudah tahu Aria tidak punya uang bukannya pergi perampok itu malah menanyakan nama Aria.
“Ada ya perampok nannya-in nama korbannya?”
“Cepat katakan, atau kutikam kau!” Pemuda ini menunjukkan belati yang ia bawa.
“A-aria,” jawabnya tergagap setelah mendapat ancaman.
“Ayo ke sana, di sini gelap aku tidak bisa melihat wajahmu dengan jelas.”
“Nih perampok aneh banget, tapi enggak apa-apa deh ikut aja dari pada ditikamnya. Lagian tidak ada siapa pun yang bisa kuminta tolong di sini.” Aria membatin sembari mengikuti langkah sang perampok.
Setelah berada di tempat yang terang, tepatnya di bawah lampu jalanan yang hanya ada satu, pemuda itu pun berbalik. Aria menutup mulutnya sendiri karena tak menyangka si begal memiliki wajah tampan berkulit bersih serta surai hitamnya dengan gaya yang sangat wah.
“Eh masa begal setampan ini sih? Ni aku lagi sial atau beruntung?” Lihatlah bahkan ketakutan Aria tiba-tiba menghilang dan masih sibuk dengan netra terpesona.
“Oh ternyata kau cantik juga,” puji si begal.
Aria tersadar dari lamunan, ia melihat si begal itu tengah menatapnya dari atas sampai bawah dengan wajah datar.
“Apa apaan kau? Kenapa melihatku seperti itu?”
“Nona tidak apa-apa kan kalau kau kujual?”
“APA!!”
Tbc.
“Nona tidak apa kan kalau kau ku jual?”
Begal satu ini termasuk dalam kata gori aneh, kalau niatnya memang jahat kenapa harus minta izin?
“APA! Jangan gila.. em..tapi jika kau ingin uang aku bisa membantumu,” tawar Aria mencoba bernegosiasi.
Si begal pun terheran, memang nya apa yang bisa dilakukan oleh gadis di hadapannya itu?
“Bagaimana caranya, aku sangat lapar sekarang.”
“Tampang saja yang ganteng rupanya miskin,” batin Aria mencibir.
“Ayo maling di rumahku,” ajaknya, mungkin gadis ini sudah kehilangan akal, tapi menurutnya ini kesempatan emas untuk menyudutkan sang ayah tiri.
“Di rumahmu?”
“Iya, aku ini sangat kaya loh. Kau boleh menikam ayah tiriku juga di sana kalau mau.”
“Kau gadis aneh, tapi baiklah. Aku hanya ingin uang saja.” Si begal tidak menaruh keraguan, toh kalau gadis itu berbohong dia tinggal menjualnya saja.
“Ok-ok sekarang perkenalkan siapa namamu begal tampan.”
“Izana.”
“Hanya Izana?”
“Hmm.”
“Aku harus memanggilmu abang atau nama?”
“Berapa usiamu?” tanya Izana untuk memastikan panggilan yang cocok.
“18 tahun, baru tamat SMA bulan lalu.”
“Kalau begitu panggil aku Izana saja.”
“Memang berapa umurmu?”
“Dua satu.”
“Baiklah, ayo kutunjukan rumahku.”
Aria memimpin jalan menuju rumahnya yang megah. Izana merasa ragu apakah rumah itu benaran rumah Aria?
Pintu rumah terkunci, Aria tidak tahu caranya masuk. Ia membawa Izana ke samping area rumah melihat ke atas tepatnya di balkon kamar Aria.
“Kau bisa memanjat?” tanya Aria.
“Bisa.”
“Kalau begitu gendong aku ke atas sana, tenang saja itu kamar ku. Kebetulan tadi aku lupa mengunci jendela.”
“Merepotkan.”
“Merepotkan juga nanti kau dapat duit, aku tahu pin berangkas ibuku”
“Baiklah aku akan menguras semuanya.”
“Iya tidak apa-apa ambil saja semuanya.”
Izana pun menggendong Aria di punggungnya, hingga akhirnya mereka berhasil naik. Dengan perlahan lahan Aria dan Izana melangkah menuju kamar utama, di sana terlihatlah seorang pria tidur pulas sendiri.
“Pria buncit itu ayah tirimu?”
“Iya.”
“Jelek banget.”
“Iya, aku juga jijik melihatnya. Entah apa yang membuat ibu mau menikah dengannya.”
Bip bip bip~
Pintu brangkas pun terbuka, Izana pun menguras habis isinya kecuali surat-surat yang juga berada di situ.
“Sedang apa kalian!”
Aria dan Izana pun terkejut karena menyadari Roni ayah tiri Aria terbangun.
“Maaf Om ini Aria yang suruh ambil, kalau begitu saya pamit dulu, ya.” Dengan santainya Izana berjalan sambil menjinjing karung yang penuh dengan uang.
“Izana kau mau ke mana? Tunggu aku!” Aria berlari menyamaratakan langkahnya dengan pemuda itu.
“ARIAAA!” jerit Roni bersiap mengejar kedua pelaku perampokan itu.
Aria dan Izana langsung lari ke luar, langkah Izana sangat cepat meninggalkan Aria di belakangnya. Kini Aria kembali sendiri lagi di tempat yang gelap jauh dari jangkauan Roni.
“Sial! Tu begal ke mana sih? Sudah dikasih rezeki malah kabur,” rutuknya.
Kerna hari sudah semakin larut, Aria mencari tempat yang bisa ia jadikan tempat tidur. Untungnya tadi ia sempat menyisipkan uang juga tadi, jadi malam ini dia akan tidur di tempat sauna saja.
“Ibu pulang tiga hari lagi, aku tidak akan pulang sebelum ibu pulang,” gumamnya, memang sudah jadi kebiasaan Aria tidur di sembarang tempat jikalau ibunya tidak ada. Kerna menurutnya di rumah itu berbahaya sebab om-om menjijikkan yang menginginkan putri tirinya.
Tbc.
Sudah tiga hari berlalu dan selama itu Aria seakan lupa akan pertemuannya dengan Izana. Kini ia bersiap kembali kerna mungkin ibunya sudah ada di rumah.
Yang benar saja saat Aria sampai di rumah, ia disambut oleh Ennie dengan tatapan tajam. Ennie adalah nama ibunya Aria.
“Dari mana saja kau Aria?” tanyanya dengan tegas.
“Sudah kubilang, aku tidak nyaman berada di rumah ini karena suamimu itu, Bu.”
“Siapa pria yang kau bawa masuk ke rumah ini?”
“I-itu.”
“Jawab!”
Aria tersentak ketika Ennie membentaknya, ini memang sering terjadi dan Aria sudah terbiasa mendapatkan bentakan dari ibunya. Bahkan Ennie tidak memiliki kepercayaan sedikit pun pada Aria.
“Apa yang ibu katakan? Aku tidak membawa pria mana pun.”
“Jangan berbohong, ayahmu yang mengatakannya. Semua uang di berangkas juga hilang, ingin membuat alasan apa lagi kau?”
“Itu hanya bualan ayah Bu, pasti dia yang menghabiskan uang itu. Ibu percayalah padaku, ayah memiliki niat buruk padaku. Ibu aku putrimu seharusnya kau percaya padaku, sama siapa lagi aku mengadu jika bukan dengan kau?” isak Aria, dia benar-benar lelah mengatakan hal yang sama tentang ayah tirinya, namun apa? Bahkan Ennie menganggap Aria beromong kosong karena dalam pikirannya Aria mungkin saja belum bisa menerima kepergian mendiang ayahnya.
“Jangan menuduh ayahmu sembarangan Aria, ibu tahu betul bagaimana dia. Sekarang di mana pria itu?”
“Pria siapa Bu?”
“Pacarmu! Berhentilah berbohong. Ibu capek Aria! Pulang kerja berangkas kosong membuat kepala ibu pening. Sekarang kau bawa pacarmu ke sini! Jangan pernah kembali jika tidak bersamanya.”
BRAK!
Pintu pun tertutup kasar, Aria yang semulanya memang berada di ambang pintu perlahan mundur menatap pintu yang sudah terkunci.
“Terserah deh, lebih baik aku pergi saja dari rumah ini. Percuma juga tetap berdiam diri, kenyataannya ibu lebih sayang pada si buncit itu.”
Aria meninggalkan pekarangan rumah tanpa membawa apa pun selain pakaian yang ia pakai, setelah sekian lama ingin pergi akhirnya hari ini dia memutuskan untuk mencari tempat ternyaman untuk dirinya sendiri.
“Sampai jumpa Ibu, semoga kau sehat selalu. Kuharap kau membuka matamu suatu hari nanti,” ucapnya yang dibanjiri air mata. Nyatanya meninggalkan ibunya bersama pria yang ia tahu tidak baik sangat berat bagi Aria. Selama ini ia bertahan juga karena ingin membujuk ibu, tapi Ennie terlalu keras kepala.
“Bu, kau bertengkar dengan Aria lagi?” lembut Roni sembari memijat pundak Ennie.
“Ayah, padahal kau sebaik ini padanya, tapi Aria selalu saja menuduhmu yang bukan-bukan.”
“Tidak apa-apa, mungkin perlu waktu agar dia bisa menerimaku di rumah ini.”
“Maaf ya atas kelakuan Aria, sepertinya aku harus lebih keras lagi dengannya. Dia dulu sering di manja oleh mendiang, mungkin karena itu karakternya terbentuk jadi sangat buruk.”
Begitulah sekiranya Roni yang berlagak sok perhatian, Ennie benar-benar terpengaruh oleh pria itu. Bahkan ia kehilangan kepercayaan Aria semenjak kedatangan pria itu sebagai orang baru di rumah ini.
Pria itu benar-benar racun, Ennie bersedia menikahi dengan Roni karena pria itu humoris, tidak seperti mendiang ayah Aria yang kaku, Ennie merasa terhibur dengan adanya Roni walaupun pria itu tidak bekerja dan hanya bisa menadah tangan.
Tbc.
Like and coment sebelum lanjut.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!