Novel ini adalah kelanjutan dari Novel Pelayanan Pertama Tuan Presdir, jadi disarankan untuk baca novel tersebut untuk mengetahui kejelasa dan alur dari cerita ini. **Semua yang saya tulis hanya fiktif belaka tidak ada unsur kesengajaan jika ada kesamaan nama tokoh, tempat dan kejadian.
Mohon berbijak-bijaklah dalam memilih bacaan karena dalam novel ini akan terjadi adegan penembakan, percintaan, pertempuran dan perebutan kekuasaan.
A Novel By Zepthy Bharata
KEMBALINYA DIA SANG PEWARIS*
____________________________________________
6 tahun yang lalu Berryl kembali ke tanah air dengan bayi dalam perutnya dan kini bayi dalam perutnya itu telah lahir. Dia adalah seorang bayi kecil, walau lahir tanpa ayah namun anak itu cukup sehat. Berryl dan ayahnya Antonio memberinya nama Jesslyn Ivona.
Pagi itu sinar mentari telah terbit dari ufuk timur, mentari telah terbit dengan indahnya. Jesllyn kecil, gadis itu menenteng ranselnya dan berjalan sambil berlari kecil. Gadis itu kini telah berusia 5 tahun dan sedang ber sekolah di taman kanak-kanak swasta ter-favorit. Jika anak-anak lebih suka menggendong tas ransel di punggung Jesllyn justru suka menenteng tas tersebut dengan satu tangannya dan tangannya yang lain sibuk memainkan gagang permen yang ada di mulutnya.
Rambutnya berwarna pirang dan di kucir dua, gadis itu cukup imut namun tingkah lakunya lebih seperti laki-laki. Beberapa orang selalu mengaitkan tingkah lakunya dengan statusnya sebagai seorang anak tanpa ayah. Hanya saja sebagian besar tidak berani menyinggung karena mereka terkait kerja sama bisnis dengan perusahaan ivona Group atau lebih dikenal dengan nama grub iv. Memang waktu 6 tahun tidaklah lama namun Berryl benar-benar bisa membalikan keadaan Iv group hingga kembali ke puncak.
"Haha... Lihat anak tanpa ayah sudah datang." ucap seorang anak sambil melemparkan potong snack ke seragam jesllyn hingga baju itu terlihat kotor tertempel noda. Hal itu membuat Jesslyn tidak terpengaruh dia menepis noda yang menempel pada seragam nya kemudian mendekati anak laki-laki yang berada di jarak satu meter darinya.
"Heh lihatlah dirimu! Kamu itu gendut, dan tidak berguna. Kamu habis di pukul ayahmu hingga mukamu merah. Apa hebatnya punya ayah? Kamu kalah dalam ujian dan ayahmu menyiksamu hingga kamu sengaja menghardikku." ucap Jesslyn sambil melewati anak tersebut dia berlalu begitu saja masuk ke dalam kelas.
Jesslyn berjalan selayaknya anak-anak pada umumnya, namun dia jauh lebih berani dari anak-anak seusianya. Disaat anak-anak seusianya sedang belajar menulis, menggambar dan membaca Jesslyn sudah belajar meretas sistem sebuah perusahaan. Sistem yang dia jebol selalu bernilai jutaan rupiah, ketika mereka kebingungan untuk memperbaiki sistem yang di retas Jesslyn akan minta orang tersebut mengirim sejumlah uang ke rekening nya dan dia akan mengembalikan sistem perusahaan. Selama ini Jesslyn bekerja dengan menggunakan komputer atau ponsel ibunya, namun ip yang dia gunakan sama sekali tidak bisa di lacak. Bahkan nomor rekening yang di gunakan adalah sebuah rekening manipulasi.
Sejak usia tiga tahun Jesslyn sudah mempelajari Sistem dan sekarang dia mempelajari bela diri dari ibunya dan kakeknya.
Dia mengumpulkan uang bukan untuk membantu ibunya namun dia menyimpan sendiri uang yang di kumpulkan tersebut karana jika ibunya bertanya bagaimana cara dia mendapatkan uang hal itu akan sangat sulit di jelaskan.
Siang itu jam sudah menunjukkan pukul 14.00 sudah saatnya Jesslyn untuk pulang sekolah. Anak-anak yang tadi menyinggungnya kini juga sudah meninggalkan sekolah swasta tersebut. Jesslyn tengah menunggu ibunya di depan gerbang, dia mengetuk-ngetukkan sepatu mungilnya dengan keras sudah biasa ini terjadi sudah biasa ibunya terlambat menjemputnya.
"Jess, ibumu belum datang kah?" tanya seorang ibu guru. Ibu guru tersebut sangat paham tentang kehidupan Jesslyn.
"Belum bu." jawab Jesslyn cemberut.
"Ya sudah. ibu temani di sini menunggu ibumu."
Jesslyn hanya mengangguk andai saja ibunya adalah bu guru Jasmine pasti dia sangat senang tidak perlu menunggu dalam waktu lama untuk pulang ke sekolah. Bu Jasmine mengelus kepala Jesslyn kemudian menasehati Jesslyn kalau hidup terkadang tidak sesuai dengan keinginannya.
"Bu guru, kalau besar aku ingin menjadi wanita yang bisa mengatur dunia." ucap Jesslyn.
Bu Jasmine tersenyum kemudian wanita itu menatap mata Jesslyn.
"Maka dari itu kamu harus belajar dengan rajin. Supaya kelak saat kamu dewasa kamu punya kemampuan untuk mengatur dunia."
Jesslyn mengangguk, dari jauh Jesslyn melihat mobil warna merah milik ibunya. Mobil itu memang bukan jenis mobil mewah namun itu masih sangat layak untuk di pakai.
"Jesslyn, maaf ibu terlambat nak. Ibu ada urusan di perusahaan yang tidak bisa ditunda." ucap Berryl sambil mendekati Jesslyn.
"Tidak apa-apa. Ayo kita pulang!" ucap Jesslyn dengan acuh.
"Terima kasih bu Jasmine sudah menemani Jesslyn." ucap Berryl.
Bu Jasmine mengangguk kemudian Jesslyn melambaikan tangan kepada gurunya yang baik tersebut dan dibalas lambaian tangan juga. Sudah pukul 14.30 Berryl terlambat 30 menit menjemput Jesslyn karena ada rapat di perusahaan. Sebagai seorang CEO sekarang dia sangat sibuk sementara ayahnya juga tidak bisa menjemput Jesslyn karena kondisi tubuhnya akhir-akhir ini kurang sehat.
Berryl melajukan mobilnya meninggalkan gerbang sekolah Jesslyn, gadis kecil itu duduk di samping kursi kemudi sambil menatap ke sembarang arah. Dia hanya diam tidak cerewet seperti biasanya.
"Kamu kenapa diam saja Jes? apa kamu marah sama ibu. " ucap Berryl sambil terus fokus mengemudi.
"Ibu andai aku punya ayah kamu pasti tidak perlu bekerja setiap hari, dan kamu bisa menjemputku tepat waktu."
Berryl tercengang mendengar ucapan itu, sudah lama sekali putrinya itu tidak membahas soal ayah namun dia juga paham jika Jesslyn juga butuh atau rindu sosok ayah. Berryl mencoba menghiburnya namun kelihatannya semua itu sama saja tidak ada gunanya gadis kecil di sampingnya tetap terlihat murung.
Mobil tetap melaju dengan kecepatan rata-rata, karena sore itu sudah menepati jam pulang kerja jadi mobil sudah sedikit padat. Berryl buru-buru untuk melajukan mobilnya agar mereka tidak terjebak kemacetan.
Malam itu suasana sangat hening, seperti biasanya Berryl membantu ayahnya membersihkan rumah karena pagi hingga sore dia harus berkutat dengan urusan perusahaan hingga tidak sempat untuk membersihkan rumah, awalnya Berryl ingin mengambil seorang asisten rumah tangga namun ayahnya tidak ingin Rose Garden di urus oleh orang lain. Antonio masih bersikeras untuk mengurus Villa tersebut sendirian. Sementara laki-laki yang kini menyandang gelas sebagai kakek Jesslyn itu sesekali terdengar terbatuk-batuk.
"Kakek apakah kamu baik-baik saja?" tanya Jesslyn dengan lembut, dia berjalan dari tempat duduknya menghampiri laki-laki paruh baya yang sedang membersihkan debu di antara celah guci tersebut.
"Kakek baik-baik saja. Kamu lanjutkan belajar saja, setelah itu pergi tidur. Oh iya Bagaimana kondisi perusahaan akhir-akhir ini nak." ucap Antonio mengalihkan pembicaraan. Laki-laki itu benar-benar tidak ingin Jesslyn mengorek tentang penyakitnya.
"Tidak apa-apa ayah. Semuanya baik-baik saja, malah semua dalam kendali. Apalagi barusan aku dapat proyek besar."
Berryl yang sedang mengepel lantai tersebut menjawab pertanyaan ayahnya tanpa ada yang di tutup-tutupi. Jesslyn yang mendengar itu merasa bersalah dengan ibunya, ibunya terlambat menjemputnya karena bekerja keras demi dirinya tapi dia malah membuat ibunya sedih dengan pertanyaan konyol seputar ayahnya.
"Ibu, Mike itu sangat nakal ya. Dia sering kali mengejekku tidak punya ayah waktu sekolah."
Jesslyn berkata sambil memasukkan mainan ke dalam tempatnya, dia masih harus bertingkah seperti anak-anak lainnya jika ada ibunya.
"Siapa Mike?" tanya Jesllyn.
" Mike itu anak bibi Molly sama tuan Steven."
Bagai di sambar petir di siang hari, anak dari mantan tunangan dan mantan sahabatnya sekolah di tempat yang sama dengan Jesslyn. Ingin rasanya batin berteriak walau enam tahun sudah berlalu dan mereka tidak pernah bertemu namun rasa sakit masih tersimpan dengan baik di hatinya. Berryl hanya terdiam, dia tidak menanggapi ucapan dari Jesslyn dan hal tersebut membuat bocah 5 tahun itu tidak lagi berkata lebih banyak.
"Ibu aku mau main komputer sebentar ya." ucap Jesslyn sambil beranjak dari tempat duduknya.
setelah menyelesaikan semua tugas yang di berikan bu Jasmine, Jesslyn memang memiliki kebebasan menggunakan komputer untuk mengasah kemampuan nya. Namun siapa sangka dia justru menjadi peretas handal.
Kini dia sedang bersiap meretas sistem ke amanan Steven group, perusahaan ayah Mike, anak laki-laki yang mengejeknya pagi tadi di sekolah. Bukan dirinya jika dia tidak membalas dendam. Walaupun ibunya sering berkata jika balas dendam tidaklah baik namun dalam darah Jesslyn mengalir darah panas yang susah untuk di kendalikan
"Pertama turunkan harga saham dulu." ucap Jesslyn sambil menggerak-gerakkan mouse.
Bocah berusia lima tahun sudah menegerti tentang saham, mustahil dalam kehidupan nyata, namun Jesslyn mewarisi gen ayahnya yang sangat cerdas hingga tidak bisa di pungkiri dia memiliki banyak pengetahuan saat dia masih kecil.
Tidak butuh waktu lama, Jesllyn benar-benar masuk kedalam sistem ke amanan dari perusahaan tersebut, sekecil apapun celah nya selama itu masih ada Jesslyn bisa masuk ke dalamanya. Tapi ke amanan perusahaan kecil tentu saja tidak terlalu sulit untuk di bobol.
Jesslyn masih fokus pada layar monitor tersebut hingga tidak menyadari ibunya datang.
"Jesllyn apa yang sedang kamu lakukan?" tanya ibunya yang tidak paham dengan apa yang di lakukan oleh putrinya yang masih anak-anak tersebut.
"Jangan terlalu lama menatap layar, kamu masih kecil matamu bisa rusak. Oh iya jika bermain sampai kamu merusakkan komputer ibu."
Berryl melanjutkan kata-katanya sambil melenggang meninggalkan Jesslyn. Tubuhnya sangat lelah dia hendak membersihkan diri dan segera membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur karena besok dia masih harus menyambut pagi dengan semangat.
Jesslyn menghela nafas sukur ibunya tidak tau dunia peretasan yang dia tau hanyalah permainan anak-anak namun adakah permainan anak-anak semacam ini. tentu saja kan tidak ada.
Setelah merasa cukup berhasil Jesslyn menghapus alamat ip nya hingga dirinya tidak bisa di lacak, dia hanya tinggal menunggu surat dari perusahaan itu untuk membayar kerusakan sistem nya hingga dia bisa mendapatkan uang dari itu.
Sementara itu di negeri yang jauh di sana, Song Lucas kini sangat lah dingin. Dia tidak lagi bisa atau mudah diajak bergaul. Sejak kepergian Berryl 6 tahun yang lalu membuat dirinya makin kaku dan lebih susah untuk di tangani, hal ini membuat Lan Dijia ingin berhenti dari jabatan wakil presdir sekaligus asisten terpercaya Lucas dia sudah sedikit merasa putus asa untuk melayani Lucas namun Elin sendiri selalu mengingatkannya untuk terus bersabar karena sahabat yang baik tidak meninggalkan sahabatnya ketika terpuruk. Lucas sendiri sudah mencari Berryl dengan seluruh kekuatan dan kekuasaan yang dia miliki namun hasilnya nihil, mencari satu orang yang tidak di kenal dalam satu negara itu sama halnya mencari jarum dalam tumpukan jerami.
"Lucas, aku ingin minta izin cuti untuk perisapan pernikahanku dengan Elin."
"Hmmm.." hanya itu saja jawaban dari Song Lucas.
Dijia sudah terbiasa mendapat perlakuan itu namun dirinya tetap pergi untuk mempersiapkan pernikahannya dengan Elin Ji. Sudah enam tahun Elin lost contac dengan Berryl dalam hati kecilnya dia ingin sekali menikah di hadiri oleh sahabat baiknya itu namun entah bagaimana dia menghubungi Berryl sementara mereka sudah lost contac.
"Elin kenapa kamu begitu murung?" tanya Dijia saat mereka sedang dalam perjalanan untuk mencoba gaun.
"Sampai saat ini tidak adakah kabar tentang Berryl?" tanya Elin sambil menatap wajah calon suaminya tersebut.
"Sampai saat ini aku dan Song Lucas tidak mendapatkan hasil apa-apa. Bahkan cincin Harimau Emas yang di berikan kepada Berryl tidak pernah di gunakan hingga kami tidak bisa melacaknya."
"Sayang apa bisa kita menyiarkan tentang rencana pernikahan kita di saluran tv internasional. mungkin dengan itu jika dia masih mengingat kita dia akan tau kita akan menikah." ucap Elin sambil menatap keluar jendela. ada rasa rindu yang tidak di mengerti antara dia dan Berryl, jarak mereka yang terlalu jauh membuat mereka tidak bisa menghubungi satu sama lain.
"Tentu saja bisa, aku bisa melakukan segala hal untuk mu dan Lucas."
Lucas menyandarkan tubuhnya di atas kursi besarnya, dia menatap jauh ke depan mengingat masa lalu, andai saja dulu dia tau lebih awal tentang kehamilan Berryl mungkin dia tidak akan kehilangan ibu dan anak tersebut mungkin sekarang dia bisa mengunjungi anaknya kapanpun dia mau. Namun itu memang kesalahannya dia memberikan 1.000.000 yuan untuk Berryl dengan harapan itu bisa membeli keperawanannya. Namun siapa sangka sekarang dia justru merasa kehilangan setelah wanita itu benar-benar pergi.
Lucas merasa kesal dengan dirinya dia menepis apapun yang ada di depannya hingga lembaran mulai dari berkas dan lain-lain berceceran ke lantai, kemudian dia menatap foto Berryl yang terbingkai rapi di dalam laci meja kerjanya, wanita itu nampak tersenyum dengan balutan gaun indah di acara wisudanya. Siapa sangka acara wisuda itu adalah momentum kepergiannya.
"Wanita, apakah kamu masih ingat denganku saat ini. Atau justru kamu sudah memiliki suami di sana. Oh tidak, anak Song Lucas tidak seharusnya dibesarkan oleh orang lain."
.
.
.
Hari minggu yang cerah, mentari telah terbit dari ufuk timur. Berryl tidak bekerja hari ini dia hanya ingin berolahraga dengan putri semata wayangnya tersebut dengan berlari-lari kecil di taman. Perasaan bahagia bercampur aduk dia menyaksikan gadis kecilnya tumbuh dengan sehat tanpa kekurangan apapun namun Jesslyn tumbuh tanpa kasih sayang seorang ayah.
Berryl dan Jesslyn memakai pakaian yang sama mereka pamit kepada Antonio untuk berolahraga sementara laki-laki paruh baya itu memilih di rumah mengerjakan hal-hal kecil seperti memasak sarapan untuk anak dan cucunya.
Jeslyn dan ibunya sudah sampai di taman mereka duduk di atas sebuah kursi kecil, nafasnya ter engah-engah. Mereka berdua duduk sambil berbincang-bincang santai dengan sesekali mengelap keringat yang membasahi tubuh mereka, namun siapa sangka seorang tangan mungil menyerahkan sebuah boneka dan air mineral di depan Jesslyn dan itu di lihat langsung oleh Berryl.
"Nih, buat kamu. Kamu benar lebih baik tidak memiliki ayah daripada memiliki ayah seperti Steven." ucap anak laki-laki itu yang tak lain adalah Mike Steven.
"Bukankah sudah ku bilang. Tidak ada gunanya memilki ayah yang kasar seperti papamu. Apa yang terjadi ayo ceritakan padaku."
Jesslyn berucap sambil merangkul pundak anak laki-laki bertubuh gendut tersebut dia juga mengambil boneka dan air mineral di tangan Mike kemudian membaginya dengan ibunya.
"Pagi tadi ayah dan ibuku bertengkar. Aku tidak suka melihat ayah memukuli ibu karena dianggap lalai dalam mengurus perusahaan membuat perusahaan mengalami penurunan dalam semalam. Jesslyn apa menurutmu tidak lucu, ibuku setiap hari hanya mengurus rumah tidak bekerja tapi dia berkata seolah-olah semua salah ibuku." ucap Mike bercerita.
"Oh." hanya itu jawaban dari Jesllyn bagaimanapun dia salah karena dialah yang membuat perusahaan itu menurun dalam semalam, dan itu artinya secara tidak langsung dialah yang membuat Steven memukul Molly.
"Hai nak! Namamu Mike kan?"
"Iya tante, Hallo." jawab Mike malu.
Berryl tidak menyadari jika itu perbuatan putrinya membuat perusahaan Steven surut dia hanya menganggap Jesslyn tidak paham tentang apa yang di katakan oleh Mike.
"Pertama tante mau bertanya dari mana kamu mendapatkan boneka ini?" ucap Berryl sambil meraih boneka teddy yang ada di tangan Jesslyn.
"Maaf tante itu hanya boneka murah yang ku dapat dari mesin capit di kios sebrang jalan. Awalnya aku tidak ingin menbawa boneka itu karena ayah pasti akan memukulku melihat aku seorang laki-laki membawa boneka, tapi aku melihat tante dan Jesslyn berlari lalu aku berfikir boneka adalah barang tepat untuk di simpan oleh seorang perempuan." jawab Mike takut.
"Ini bukan tentang harga nak, tapi ini tentang kejujuran." ucap Berryl membelai kepala Mike.
"Aku mendapatkan nya secara jujur tante."
"Baiklah Mike. Poin kedua, kamu tidak boleh berbicara buruk tentang ayah dan ibumu di luar rumah seperti ini. Naik turunnya sebuah perusahaan itu adalah hal biasa. Dan ketiga kamu tidak boleh lari dari rumah, jadi sekarang Mike kamu pulanglah ibumu akan panik jika mendapati kamu tidak ada di rumah."
Berryl menjelaskan kepada anak laki-laki tersebut, Mike mengangguk kemudian dia hendak berjalan pergi namun Berryl mengeluarkan beberapa bungkus permen dari dalam kantung celananya.
"Kakek bilang permen ini adalah permen kebahagiaan, kakek selalu memberikan ini jika aku habis di omelin ibuku. Jadi ini buatmu."
Mike menatap beberapa bungkus permen yang kini ada di telapak tangannya, dia adalah orang yang selalu mengejek Jesslyn namun siapa sangka gadis kecil itu justru sangat baik padanya dan ibunya pun sangat ramah. Jesllyn menatap punggung Mike yang mulai menjauh kemudian dia sendiri mengikuti ibunya untuk pulang karena memang hari sudah semakin siang.
Dia membawa boneka yang di berikan Mike kepadanya. Mike sering kali mengejeknya namun tidak bisa di pungkiri dia merasa iba melihat wajahnya yang sering di pukul oleh ayahnya.
"Alangkah baiknya jika dia tidak sering mengejekku." ucap Jesslyn yang berjalan dalam gandengan ibunya.
"Jesslyn, masa-masa seperti kalian ini belum waktuny untuk segala sesuatu di masukkan kedalam hati. Terkadang Mike tidak sadar jika ucapan dan kelakuannya menyakiti hati seseorang."
Berryl menjelaskan kepada putrinya itu, Jesslyn pun mengangguk dan tidak butuh waktu lama mereka sudah sampai rumah.
"Kakek, aku mau makan. Aku lapar!."
Laki-laki tua itu menggelengkan kepalanya kemudian di menyuruh cucunya tersebut untuk mencuci tangan terlebih dahulu.
"Berryl aku baru saja melihat di televisi bahwa sebentar lagi nona besar Ji akan menikahi tuan muda Lan. Bukankah dulu kalian adalah sahabat baik, apakah kalian tidak ingin hadir di pesta pernikahan mereka."
Antonio yang sedang menyiapkan sarapan tersebut berkata hingga membuat Berryl yang sedang meneguk air dari dalam gelas tersedak.
"Uhukkk... Uhuk.... kita sudah lama lost contac ayah. jika aku kesana lalu tidak di terima itu akan mempermalukan keluarga Ivona di seluruh dunia." ucap Berryl.
Antonio tidak melanjutkan ucapannya dia kini hanya fokus kepada makanan yang ada di depannya namun beda dengan Berryl dia justru memikirkan tentang itu mengingat hubungan baik mereka beberapa tahun lalu.
"Wah keluarga Ji dan Keluarga Lan ya bu, bukankah itu adalah dua keluarga besar setelah keluarga Song. Oh iya Jesslyn dengar dari teman-teman Jesslyn jika keluarga Song ahli dalam peretasan ya bu." ucap Jesslyn sambil duduk di kursi meja makan.
"Jesslyn, jangan dengarkan omong kosong teman-temanmu. Keluarga Song adalah raja bisnis di negara tersebut tidak ada hubungannya mereka dengan dunia hacker atau peretasan. Mereka memiliki perusahaan yang sangat besar, 20 kali lebih besar dari perusahaan kita." ucap Berryl menjelaskan kepada putrinya, karena memang selama dia di negara tersebut dia tidak pernah mendengar jika Song Group ahli dalam meretas sistem.
"Huh, andaikan saja kita di undang ke pernikahan mewah tersebut pasti banyak sekali makanan enak." ucap Jesslyn kecil mengerutu.
"Ya walaupun tidak se-enak makanan kakek tapi setidaknya bisa mencicipi makanan berbagai negara." lanjut Jesllyn.
"Jika kamu ingin ke sana, aku akan membawamu." ucap Berryl dengan senyuman.
Mendengar hal itu Jesslyn sangat gembira dia menyelesaikan makannya dengan sangat cepat dan tidak menyisakan sedikitpun sisa makanan. Berryl menggeleng memang benar anak-anak adalah orang paling semangat jika berkaitan dengan bepergian. Namun entah dengan Berryl dia merasa ada sesuatu yang berat yang membuatnya enggan untuk pergi ke sana.
"Elin apakah kamu masih ingat aku." ucap Berryl dalam hatinya.
keluarga Ji dan Lan bersatu berita itu benar-benar menghebohkan seluruh dunia.
.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!