NovelToon NovelToon

Pelet Cinta

Hari Pertama

Suara mobil menderu dan sesekali berdecit karena sopir harus mendadak menginjak rem karena banyaknya bebatuan yang harus dihindari.

" Nia, Nia, Nia,,, sebentar lagi kita sampai ke Puskesmas tempat kita bekerja" maya memanggil ku sambil menepuk paha ku.

" Ah ah iya may, kenapa?" Aku yang tersentak karena dari tadi hanya melamun memikirkan bagaimana dan seperti apa kedepannya karena selama ini aku tidak pernah jauh dengan orang tua. Ada kekhawatiran.

" oh iya, syukurlah. Aku tidak tidak sabar may mau lihat kondisi tempat kita bekerja nanti, semoga berjalan baik ya may! " harap ku.

" iya nia, habis dari puskesmas baru kita bersih bersih rumah dinas ya" imbuh maya.

Aku hanya menganggukkan kepala ku dan kembali menatap jendela mobil yang berdebu.

Tidak berapa lama, suara mobil berhenti. Dan tepat di depan Puskesmas dengan bangunan kayu, tidak terlalu besar. Di halaman terdapat bunga-bunga kuning dan merah menghiasinya sehinga terlihat asri. Aku perlahan turun dari mobil dan susah payah menurunkan koper dan tas ku. Maya sudah terlebih dahulu turun dan sudah langsung bersalaman dengan orang-orang puskemas yang menyambut kami. Lalu maya datang dan menarik tangan ku.

" Perkenalkan pak ini Niar Damayanti, kami ditugaskan berdua disini pak" maya memperkenalkan aku. Aku langsung bersalaman dengan bapak kepala dan petugas lainnya yang menyambut kami. Dan Beliau mempersilahkan kami memasuki ruang kepala puskesmas untuk diberikan arahan.

"Begini maya dan nia, arahan dari bapak. Besok hari aktif kalian bekerja selama seminggu sebagai masa orientasi. Selanjutnya minggu ke dua kalian akan ditempat kan di desa-desa binaan. Kalian akan menempati Poskesdes di desa. Keputusan desa nya nanti bapak kasih tahu diakhir masa orientasi. Jadi sekarang kalian boleh beristirahat dirumah dinas. " jelas bapak kepala puskesmas.

Jelas ini membuat aku dan maya terkejut. Karena kami tidak tahu bakal ditempat kan di desa. Hati ku semakin bekecamuk. Karena aku hanya tahu lingkup kerja aku dipuskesmas. Aku hanya mengangguk pelan karena memang tidak ada pilihan karena memang sudah menandatangani surat pernyataan siap ditempatkan dimana saja.

Malam Hari

"may aku tidak tahu kalo ternyata kita bakal ditempatkan di desa lagi " aku membuka pembicaraan sambil rebahan dikasur.

"iya, aku fikir dipuskesmas kita bakal ditempatkan" imbuh maya.

" berarti kita bakal terpisah dong may? " kataku pelan. Sambil menyimpan rasa kecewa. Maya pun terdiam dan tidak menjawab pertanyaan ku. Malam itu kami menatap langit-langit dengan fikirannya masing-masing. Tidak dapat tertidur hanya menerawang dan terdiam.

...****************...

Pagi yang cerah.

Pagi jam 7 kami sudah siap dengan baju putih putih dan rambut yang disisir rapi dan memakai bando serta tas hitam menggelayut dibahu ku. Kami bersiap masuk kerja di puskesmas.

Pertama kami apel dan memperkenal kan diri. Pada saat apel kami sangat malu karena ditanya status. Ketika kami menjelaskan kami masih berstatus belum menikah para senior bersorak. Bahkan ada yang bersiul. Tapi aku yakin para senior sepertinya mereka baik dan kekeluargaan. Pada saat apel aku sekilas melihat pria dengan baju jas putih, mata sipit dan putih seperti oppa-oppa korea. Dan dia selalu memperhatikan ku. Entah aku yang ke GR an atau memang iya. Tapi ya sudah lah fikir ku.

...****************...

Ketika kami memasuki ruang koridor. Disitu ada bangku tempat duduk pasien menunggu. Disitu lah pria tadi duduk, ku lirik perlahan. Ternyata tertulis dijas putihnya dokter muda, Dony Andara.

"Pagi Dok, permisi" Sapa ku.

Lalu dia senyum dan hanya melirik ku dari atas sampai bawah.

Dalam hati ku, " Ni orang kenapa sih. Sudah disapa tapi begitu balasnya, bikin jengkel aja" aku sambil berlalu dan masuk ke ruang tempat kepala puskesmas.

Pukul 12 menandakan tutup pelayanan, pasien-pasien pun satu persatu pulang. Setelah pekerjaan selesai kami pun bersiap mau pulang, aku siap siap pulang dan berpamitan dengan senior diruangan. Lalu aku berjalan sambil bersenandung dan menyusuri koridor.

Tiba- tiba

Terdengar suara yang mengejutkan ku.

" Kamu yang namanya Nia kan! "

"Oh astaga ! " pekik ku. Aku terkejut dan mencari sumber suara. Ternyata suara itu adalah suara dokter dony , dia berdiri sambil bersandar di tepi dinding dengan menyilangkan tangannya.

Dan dia pun tertawa kecil.

" iya dok, kenapa? " tanya ku balik. Aku masih dengan kaget ku. Dan memang tidak dapat menyembunyikan wajah terkejut ku.

"emmm...... tidak apa-apa" dengan gampangnya dia melontarkan kata-kata itu setelah bikin jantung ku copot.

"oh iya dok, mari duluan pulang " senyum ku hambar, hati ku dongkol. Ku perhatikan dia masih melihat aku berjalan sambil pulang. Tiba - tiba maya berteriak memanggil ku, " nia , niaa !! Tungguin dong!!! ". Lalu aku pun berbalik, dan ternyata dokter dony pun masih ada berdiri melihat kami.

Ini orang dari tadi pagi kenapa sih. Yang lain baik-baik saja. Seolah -olah dia mau cari kesalahan aku karena pegawai baru disini, fikir ku. Ku harus jaga jarak atau bagaimana lah dengan ini dokter. Iya siiiiih tampan kaya oppa oppa korea, karena memang dia ada keturunan chines nya, tapi sangar menurut ku. Kata-katanya itu ketus. Tidak bersahabat. Mungkin seperti itu aku menggambarkan dia. Tapi apa mungkin dia suka sama aku, terbersit fikiran itu. Tapi aku tepis, mana mungkin dokter setampan dia mau dengan ku yang orang biasa-biasa saja dan bukan kalangan orang kaya, hanya perempuan biasa.

Orang tua ku pun hanya dari kalangan menengah ke bawah. Anak mau kuliah saja sudah berapa luas sawah dijual. Begitulah, mungkin hanya kegigihan orang tua ku saja sehingga dapat menguliahkan aku.

Aku bersyukur dilahirkan oleh mereka. Jadi aku pun harus berfikir harus jadi orang, menjaga martabat dan harga diri dan hati-hati ditempat orang secara aku jauh berada dari rumah dan harus kuat.

" Ayo may, cepetan. Ini panas lo" teriak ku. Sambil ku lambaikan tanganku. Lalu maya berlari kecil dan langsung menggandeng bahu ku. Sambil mencondongkan bibirnya ketelinga ku.

" Kamu diawasi si dokter dony tuh, kayanya suka sama kamu! " kata maya sambil cekikikan. Lalu dia membalikan badan sambil berteriak " kami duluan ya dok! "

" Aaaaaah kamu nih may, ga mungkin ah" aku berkelit dan wajah ku bersemu merah menahan malu dan hati ku langsung berdegup kencang tak karuan, rasa yang tidak pernah aku rasakan. Aku terdiam dalam perjalanan menuju rumah dinas.

Maya pun berbicara sepanjang jalan, tapi otak ku penuh dengan pertanyaan akan sikap berbeda dari dokter dony.

Fikir ku dalam hati " Betulkah dia punya rasa itu !! "

...****************...

2. Desiran Cinta

Hari ini hari ke 4 kami sudah bekerja tetapi masih dalam orientasi, sehingga tugas kami tidak menetap dalam 1 ruangan tapi sering di over ke ruangan berbeda dengan pekerjaan berbeda.

Ada yang bertugas untuk suntik anak bayi atau balita yang mau imunisasi, disebelang ruangan menemani dokter saat pemeriksaan pasien rawat jalan dan bahkan ada jadwal untuk pengobatan keliling.

...****************...

Dan hari ini, aku dan maya dapat tugas untuk menemani Dokter Dony untuk pengobatan keliling di desa yang cukup terpencil dan hanya dikeliling oleh pohon sawit.

Jalannya pun dari tanah merah, dan harus membawa juru jalan dari desa setempat. Karna takut kesasar, karena semua yang dilihat kiri dan kanan hanyalah pohon sawit dan tidak ada perumahan.

Kebayangkan bagaimana terpencilnya desa yang akan kami datangi. Itu baru cerita dari senior-senior ku. Aku belum bisa membayangkan bagaimana masyarakat yang tinggal disana.

Obat-obatan sudah siap, peralatan kesehatan juga sudah siap. Tidak lupa membawa 1 dus air mineral dan berbagai macam roti. Buat bekal diperjalanan.

...****************...

Ketika aku mau mengangkat bungkusan besar berbagai macam roti untuk meletakkan ke ambulance. Ada tangan yang mendahului ku.

" Ga usah, biar aku saja". Ucapnya dony pelan sambil mengambil bungkusan roti besar itu ke belakang ambulance.

" Udah siap semua kan, pak imam hari ini ga bisa nganter kita. Jadi aku yang setir sendiri" kata dony sambil melewati pintu penumpang didepan.

" Maya, kenapa kamu didepan? Ayo turun ! " Ucap dony sambil membuka pintu.

" Kenapa sih dok, aku kan mabuk kalo dibelakang. Apalagi jalannya kan rusak" kata maya memelas agar dapat duduk didepan dan dapat melihat leluasa. Karena kalo duduk dibelakang jelas saja pandangan tidak leluasa.

" Ga, pokoknya kamu turun! " paksa dony.

Ketika maya turun dan mau masuk ke belakang dan aku susul dari belakang mau masuk ke bagian ambulance belakang.

Ada tangan yang menggapai tangan ku, sambil menarikdan mengarahkan badan ku untuk menaiki pintu penumpang didepan.

" Kamu duduk di depan". Kata dony sambil menunggu aku naik. Aku terkesiap dan tidak bersuara seolah olah mengikuti saja perintahnya dan duduk dikursi penumpang. Lalu dia naik ke kursi sopir untuk menyetir.

...****************...

Maya melihat kejadian itu menjadi heboh dibelakang, dia berkoar-koar sendiri mengeluarkan kejengkelan dia karena marah.

"Bingung aku, ada apa ini!. Kalian yang di depan ini kenapa sih. Jengkel aku, aku mau duduk di depan lo disuruh turun. huuuhhh! " dengan suara sebelnya.

Ya begitulah maya, orangnya kocak. Supel, dia tidak sungkan mengeluarkan unek uneknya. Tapi dia tetap disukai teman teman karena sifat blak blakannya. Berbanding terbalik aku yang agak sedikit pemalu.

Senior yang lain mendengar celotehannya hanya cekikikan. Dan tidak menanggapi.

Ambulance sudah melaju. Aku kadang curi pandang melihat dony saat menyetir. Takut ketahuan aku alih kan pandangan ku ke spion samping kiri sambil menikmati aliran angin menghempas kan rambut ku ke wajah ku, sesekali ku seka dengan tangan kanan ku.

" Nia, kamu anak keberapa? " Ucap dony membuka pembicaraan.

" Anak pertama dok, emang kenapa? " jawab ku sambil memalingkan wajah ku menghadapnya.

"Oh gitu, Aku anak ke tiga dari 4 bersaudara. Kata orang anak pertama dan anak ke tiga cocok". Ucap dia sambil menyetir yang sesekali menghindari jalan rusak.

Lah ku fikir siapa yang nanya, cocok apa engga nya. " Ooooo gitu,... " ucap ku asal. Karena memang di otak ku ini tidak ada bahan untuk pembicaraan, aku blank.

" Kamu punyar pacar? " tanya nya lagi.

" Memang kenapa dok? " tanya ku balik tanpa menjawab pertanyaannya.

" Ya mau tau aja, ayooo jawab. Punya ga? " paksa dony.

" Emm.... " lalu aku terdiam. Sengaja memancing dia apakah sangat membutuhkan jawabanku.

"Ayo jawab, kalo ga aku berhenti nih! " acam dia memaksa ku.

" Iyaaa ... Aku ga punya dok". Jawab ku sambil tersipu malu dan memalingkan wajah ku. Aku malu wajahku yang memerah dilihatnya.

Dan aku mendengar dia menghela nafas. Seolah dia lega.

" Jalannya masih jauh nia, santai saja" dia seolah menenangkan aku. Padahal jelas ku tahu, jantung kami berdegup lebih kencang dari pada orang biasanya.

Aku ingin menenangkan diri dengan mengambil air mineral disamping kanan kursi, ternyata tangan ku bertabrakan dengan tangan dony saat dia mau mengubah persneling.

Otomatis aku terkesiap dan menarik tangan ku. "Maaf dok! " ucap ku.

"Ga pa pa, oh ya nia. Kalo lagi berdua aja. Jangan panggil dokter dong. Cukup Dony aja". Balas nya

" Ah ga enak sama dokter" kata ku.

" Kan saat kita berdua, biar lebih akrab. Janji yaa! " katanya sambil menatap ku.

" Iih perhatikan jalan dok, hati-hati" aku

kaget.

"Ayo harusnya panggil apa". Canda dony kepadaku.

" Iya dok, eh dony" Ucapku pelan. Dia tersenyum lebar seolah merasa bahagia dan merasa menang mendengar namanya ku sebut dibibir ku.

Lalu dia mengubah persneling lagi dan lebih konsentrasi lagi dalam menyetir. Ku tatap tangannya yang putih dan urat biru besar terlihat. "Gagah nya dia" batin ku. Sambil ku buka air mineral dan meminumnya.

Ternyata sungguh melelahkan, baru saja tiba di desa. Badan ku sudah merasa lelah karena terombang ambing di dalam mobil tadi. 15 menit kami kami baru bisa mencapai desa yang kami tuju.

Desa nya terlihat damai, lumayan banyak pasien yang kami layani. Ternyata ada 50 KK di desa ini, desa ini terpisah dari desa induknya. Penerangan disini pun hanya memakai aki pada saat malam.

Sepulangnya dari pengobatan keliling, aku tetap duduk didepan. Karena sudah dibooking dony. Alasannya dia bilang, di depan harus aku yang duduk karena aku bisa bikin dia tidak ngantuk saat nyetir. Ku lihat raut wajah maya manyun saja mendengar alasan dony.

" Gimana ? " Tanya dony kepada ku.

" Gimana apa nya? " Aku bingung dengan pertanyaannya.

" Ya perasaanya kerja disini? " kata dony sambil sesekali menatap ku.

" Ohh, yaa senang aja. Asyik kok, memang kenapa dok, eh don? " ucap ku sambil memilin ujung rok span ku.

"Nah gitu dong, kan enak didengarnya" sambil menatap ku.

" Kamu pernah pacaran ga nia? " tanya nya lagi, seolah dia belum puas mengorek ngorek cerita hidup ku.

"Ya pernah lah" kata ku asal, padahal sebenarnya aku belum pernah berpacaran dengan siapapun. Aku sengaja berbohong biar dia tidak memandang ku seolah aku gadis polos yang bisa dibohongi. Anggap aja aku sudah berpengalaman dengan hal-hal berbau pacar pacaran.

" Terus kenapa jadi putus? " tanya lagi.

Yah aku bingung menjawabnya, aku terdiam karena mau memikirkan jalan cerita karangan ku.

" Ya udah kalo ga mau cerita" imbuh dia, belum sempat ku jawab dia sudah duluan berkata seperti itu. Di fikir aku aku tidak mau cerita padahal nyatanya aku bingunf mengarang cerita.

" Aku dulu juga punya pacar, tapi.... " Dia memulai berbicara tentang mantanya dan terdiam.

Aku mendengar nya dan hati ku langsung tersentak. Deg ... Ih kenapa aku merasa jengkel saat dia cerita mantannya. Teenyata dia punya mantan!

Baru saja dony mau cerita selanjutnya. Tiba-tiba kaca penghubung antara sopir ke bagian belakang ambulance terbuka.

" dok boleh nanti mampir ke mesjid atau kemana gitu, saya mau ketoilet" jelas maya.

Seketika curahan hati dokter dony pun terhenti.

...****************...

3. Selesai Orientasi

Sehabis orientasi, kami diminta untuk membuat laporan hasil orientasi disetiap kegiatan dan akan diminta tanda tangan setiap penanggung jawab ruangan.

Banyak sekali laporan yang dibuat. Kami sampai begadang, karena besok sudah harus ditanda tangani.

" Ternyata, kerja kaya gini lagi ya nia, ku fikir ga bakal buat pemberkasan kaya kuliah dulu". Keluh maya sambil mengepak tumpukan kertas. Sambil sesekali mehela nafas.

" Iya may, yaa namanya ngikut kerja sama orang. Orang ada aturannya" sambil menulis laporan.

" Tapi kata ayah ku, kalo mau jadi bos dan tidak mau diperintah itu ya berdagang aja. Sebagaimanapun kamu lah bos nya! " sambil ku mengingat pesan ayah ku.

" Iya ya. Hehe, baru berapa hari kita kerja, udah ngeluh. Gimana yang kaya senior itu udah puluhan tahun" imbuh maya.

" Tapi kita tetap bersyukur may, diluar sana banyak yang butuh kerja kaya kita. Buktinya teman teman kita masih ada yang belum lulus tes. " kata ku sambil membuang jauh keluh kesah dengan rasa syukur.

Tiba - tiba ada yang mengetuk pintu. Kami tersentak karena jam 9 malam ada yang bertamu. Kami takut untuk membuka pintu.

Lalu ku coba tengok lewat tirai, ternyata ku lihat wajah dony.

" Siapa? " Setengah teriak, ku hanya coba memastikan apakah benar dia dony.

" Ini aku, dony!" kata dony setengah teriak juga.

Lalu perlahan ku buka pintu.

"Ada apa dok? " Tanya ku terheran-heran.

" Nih aku bawain martabak, tadi kebetulan lewat" sambil menyodorkan kantong kresek hitam.

Seketika maya langsung menengok ke depan pintu. Karena mendengar kata martabak. Dimana lagi, secara gitu di kampung yang sunyi ini dibawakan martabak.

"Wuih martabak, makasih ya dok. Ayo masuk dok" Sambil mempersilahkan dony masuk dan tidak lupa dia langsung menyambut kresek martabak mendahului tangan ku yang ingin menyambutnya.

"Oh engga kok, lain kali. Langsung pulang saja" terangnya.

"Nanti makan ya martabaknya" Ucapnya pelan kepada ku.

Tanpa menunggu balasan jawaban ku, dia langsung berbalik arah dan melangkah pergi ke arah mobilnya yang berwarna merah.

Lalu ku tutup pintu dan ku kunci.

" Wuiihh mimpi apa aku semalam dapat martabak, sering-sering ya dokter dony" Ucap maya kegirangan sambil membuka bungkusan martabak dan disajikannya diatas piring.

"Ayo nia, aku lapar" maya sambil mencomot 1 potong martabak.

"Iya... May" kata ku, aku pun sudah ngiler karena memang martabak nya sangat menggiurkan apalagi terlihat masih hangat.

Kami asyik sambil bercengkrama dan sambil memakan martabak dari dony.

...****************...

Tap tap tap

Suara sepatu pantopel hitam berbunyi ketika berjalan beriringan di atas papan kayu gedung puskesmas.

" Selamat pagi bu" sapa ku kepada senior ku yang menjaga loket pendaftaran.

" Pagi nia dan maya, sudah sarapan? Sapa bu indah.

" Sudah bu" Jawab ku sambil senyum dan berlalu dan mengarah ke kantor bapak kapus untuk mengumpul berkas laporan.

Setelah mengumpul aku pergi ke ruang imunisasi.

Karena jadwal ku hari ini menemani juru imunisasi dan bidan desa untuk posyandu bulanan ke desa.

Sedangkan maya bertugas di ruang poli umum menjadi asisten dokter.

"Pagi Pak Abdul, hari ini kita ke desa mana pak?" Tanya ku sambil meletakkan tas hitam ku dibangku.

" Kita ke desa Meranti nia, Ayo cepat siapkan perlengkapan vaksin nya! " perintah pak abdul kepada ku.

Aku pun bergegas membuka box pendingin untuk memindah vaksin apa saja yang perlu dibawa ke posyandu beserta buku register.

" Permisi pak abdul, maaf ambulance tidak bisa mengantar kalian ke desa ya pa. Karena ada pasien yang mau dirujuk ke rumah sakit ! " Kata pak imam setengah memasukkan badan nya ke ruang imunisasi.

"Oh begitu. Terimakasih pak imam info nya! " kata pak abdul.

"Kita pakai sepeda motor ku aja ya nia". Kata pa abdul.

" Pak abdul sampeyan boncengan sama bu rita ya, dan Kamu ikut aku nia" kata dokter dony.

Aku hanya diam dalam bimbang dan mengangguk ragu. Aku hanya memikirkan bagaimana aku akan dibonceng dengan sepeda motor sedangkan aku memakai rok span dibawah lutut.

Ketika barang sudah siap, akhirnya Pak abdul dan dokter dony mengambil sepeda motor masing-masing.

Pak abdul sudah siap dengan box pendingin box digantung menyilang dibahu. Sedangkan bu rita membawa peralatan buku tulis serta buku KIA.

"Brumm brummmm"

Suara sepeda motor trail dan dokter dony dengan jaket kulit hitamnya dan memakai helm tertutup.

"Pakai helm " Kata dokter dony sambil menyodorkan.

Lalu ku pasang, aku bingungnya karena sangat tinggi. Ku coba menyilangkan kaki ke pijakan, dengan susah payah aku naik duduk menyamping.

Aku bingung kemana harus bepegangan, karena otomatis badan ku condong dan tidak seimbang. Lalu aku bepegangan ke jok sepeda motor.

Tiba tiba tangan dokter dony menarik tangan ku.

"Pegangan yang kuat disini, nanti jatuh! " kata dony sambil memegang kedua tangan ku dan menarik nya untuk memeluknya.

Sehingga badan ku tertarik dan memeluknya. Ku tarik kembali badannku, lalu ku perbaiki tangan ku agar hanya sedikit saja memegang jaketnya.

Jalan yang dilalui penuh dengan lobang dan tanah merah. Aku bersyukur karena tidak hujan. Jika hujan entah bagaimana kami akan masuk ke desa ini.

Baju dinas ku belum selesai di tukang jahit, baju yang menyesuaikan dengan tempat kerja di pedalam seperti ini. Memang tidak cocok memakai rok span pendek. Harusnya memakai celana panjang dan memakai sepatu bot.

"Awas nia! " teriak dony.

Tiba - tiba badan ku terguncang. Dan otomatis aku teriak dan langsung memeluk dony dengan erat.

Ternyata dony melewati jalan yang sangat rusak. Lalu sambil meneruskan jalannya sepeda motor dia memegang tangan ku dan mengusapnya. Sambil berkata

" Maaf".

"Iya " Kata ku sambil memperbaiki posisi badan ku untuk lebih tegak lagi. Karena aku tidak mau dada ku terlalu rapat dan bersentuhan dengan punggung besar dony.

Aku takut dia tahu betapa kerasnya jantung ku berbunyi karena dekat dengannya dan baru saja memeluknya erat, entah se erat apa aku memeluknya. Karena aku terkejut akibat jalan rusak tadi.

...****************...

Sesampainya kami di Posyandu, sudah banyak masyarakat yang membawa bayi dan balita untuk ditimbang.

Bahkan ada yang berjualan didepan posyandu, seperti makanan pecel dan bahkan ada yang berjualan sayur mayur.

"Waahh ada dokter dony! " sambut para kader ceria.

Ternyata dia menjadi idola para kader karena ke gantengannya.

" Wah dokter dony sudah ada yang dibonceng, biasanyaa sendiri! " cuit salah satu kadernya sambil melirik ku. Entah itu sapaan atau rasa cemburu mereka.

Aku pun hanya tersenyum dan menyapa mereka sambil bersalaman satu persatu. Dan tidak lupa memperkenal kan diri karena aku baru ke desa tersebut.

Hilir mudik ibu ibu membawa bayi balita untuk ditimbang dan di imunisasi. Sampai akhirnya posyansu pun selesai dan saat nya pulang.

" Wah cuacanya mendung dok" kata pak abdul.

" Ayo kita bergegas! " kata bu rita sambil membereskan peralatan posyandu.

" Aku ga mau kita kehujanan. " terang bu rita lagi.

Setelah berpamitan dengan para kader. Pak abdul pun sudah siap dengan sepeda motornya begitupula dengan dony.

BERSAMBUNG....

Bagaimana kelanjutannya saat perjalanan pulang???

*Ayo Dukung author agar bisa update sambungannya dan lebih banyak ide*

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!