"Mas.. Bangun udah pagi. Kamu gak kerja.? Udah mau telat nih.!" Nayla membangunkan suaminya. Kebiasaan buruk suaminya akhir akhir selalu bangun telat dan pulang larut malam.
Tapi Nayla tidak mempermasalahkannya toh kewajibannya sebagai istri slalu mengingatkannya. Nayla hari ini berangkat lebih pagi karna ada meeting. Sambil berpakaian dan merias wajahnya sambil membangunkan suaminya jam sudah menunjukan jam 6:21 tapi suaminya belum juga bangun. Memang mereka kerja satu perusahaan yang sama hanya saja bekerja di bidang yang berbeda.
"Mas ayo bangun... Mas aku udah mau telat loh." Nayla terpaksa membangunkan suaminya dengan sedikit kasar.
"Apaan sih ganggu orang tidur saja. Saya tidak berangkat kerja saya sudah izin kemarin." Pungkas Edi.
"Mas mau kemana hari ini. Kok kamu tidak bilang mas."
"Ngapain bilang sama kamu. Emang kamu penting.? Tidak kan.."
Nayla meninggalkan suaminya. Menurutnya pekerjaannya lebih penting saat ini. Tidak peduli dia mau berkata apa lagi. Selama tiga puluh menit berada di jalan akhirnya masuk juga di area kantor. Nayla melirik jam di tangannya jam menunjukan 7:50 meeting jam 8:00. Artinya masih ada waktu.
"Dasar suami kebiasaan habis gajian kelayapan akhir akhir ini. Alasan rumah ibunya di renovasi dan uang bulananku di tiadakan." Nayla jalan sambil menggerutu tidak habis pikir dengan kelakuan suaminya akhir akhir ini.
Selama satu jam bergulir miting pun di tutup dan sesi perkenalan dengan atasan baru yang bernama Bara.
Bara menggantikan ayahnya sebagai direktur utama. Karna ayahnya sudah mau pensiun.
"Nayla ayo kita makan bersama siang nanti ya. Suami kamu tidak masuk Nay.?"
"Tidak katanya sudah izin."
"Izin....?"
"Iya kan da bilang sudah izin Tio. Masa aku bohong sih."
"Da izin sama siapa?" Sementara kalau izin melalui HRD.."
"Jadi maksudnya.. suamiku bohong gitu..?"
"Bukan gitu nayla. Tapi kayaknya ada yang janggal deh sama suami kamu. Masa tiap selesai gajian langsung izin tidak masuk kerja. Ingat ya Nayla bos kita yang baru orangnya tegas dan tidak menerima izin apapun yang tidak ACC darinya. Jadi kalau mau izin harus jauh jauh hari. Kecuali dadakan seperti meninggoi begitu. Selain itu tidak bisa izin dadakan."
"Yaudah terserah dia. Yang penting sudah mengingatkannya tadi pagi."
Jawaban Nayla kali ini ketus mengingat kata kata suaminya tadi pagi. Da bilang aku tidak penting seburuk itu kah di matanya. Nayla masuk di ruangannya. Banyak dokumen yang harus di selesaikannya mengingat ini bos baru jadi harus hati hati dan teliti dalam bekerja. Tak etis langsung kena SP sama dia.
Sementara Edi di rumah baru mau berangkat ke rumah ibunya yang berseblahan kompleks. Dia ingin bertemu dengan istri keduanya. Mereka menikah baru tiga bulan. Mereka belum terang terangan takut Nayla tidak membiayai hidup mereka. Dengan pakaian necisnya dia keluar kamar sambil bersiul....
Awal bulan mereka berencana akan pergi jalan jalan di mall. Hanya sepuluh menit akhirnya sampai juga di rumah ibunya.
"Sayang... " Mira langsung memeluk suaminya sementara Sari lagi belanja sayuran di depan rumah beserta ibu ibu lain.
"Bu kok Edi punya bini lagi yah. Emang sudah dapat izin dari Nayla. Takutnya nanti ketahuan dapat di laporkan loh kekantor polisi."
"Sudah Nayla bahkan dengan suka rela mengizinkan suaminya menikah lagi. Karna sudah setahun menikah belum punya anak. Sementara itu baru tiga bulan menikah sudah isi."
Ibu ibu yang lain hanya ber.. ohh riah saja dari tadi. Setelah itu Sari masuk dalam rumahnya. Menantunya lagi hamil tidak di suruh ngapa ngapain.
"Nayla itu orangnya rada rada. Makanyannya gampang di kibulin. Lumayan lah dia selalu transfer uang. Secara dia kan menejer jadi banyak gajinya tak akan habis."
Sari memang menyayangi Nayla tapi karna hanya ada maunya. Kalau bukan seorang menejer sudah ku suruh bercerai.
"Ibu... Masak apa saya lapar ni." Edi masuk kedapur baru selesai bercinta dengan istrinya.
"Kamu mau makan apa biar ibu ambilin."
"Apa saja bu yang penting enak."
Mira dia tidak ikut makan karna dia mengidam tidak suka dengan masakan mertuanya padahal hanya alibi nya saja. Mira mengaku orang kaya makannya di restui masuk menjadi menantunya padahal orang tuanya hanya penjual sayur keliling di kampungnya.
Mau makan enak tapi dia tidak mau bekerja jadi seperdua gaji Edi dia yang pegang. Dengan alasan anak dia memanfaatkan segalanya. Dari rumah yang di tempati mertuanya di balik nama atas namanya. Sari mau mau saja yang penting di kasih uang tiap bulannya sebanyak dua puluh juta. Tentunya saja di sanggupi oleh Mira.
Mira menyusun rencana supayah melabrak istri sah suaminya. Dia tidak rela jika suaminya terbagi. Dia ingin satu satunya dalam hidup Edi.
Tampa memberi tahu suaminya Mira akan bertindak. Jadi supayah aku lebih kaya. Rumah Edi yang di tinggali istrinya sudah pasti lebih mewa dari ini. Enak saja dia enak enak nikmatin uang suamiku.
Sari slalu menceritakan Nayla kemenantu barunya. Bahkan dia bilang Nayla hanya pengangguran jadi Mira dengan pedehnya menyusun rencana konyolnya. Rumah yang di tempati Edi itu rumah Nayla yang di belinya sebelum menikah. Jadi sudah di pastikan Edi mengakui jika itu rumahnya.
Sudah jam makan siang semua karyawan ke kantin untuk makan sekaligus istrahat.
"Nur kekantin yuk. Kita mau makan makanan yang lagi viral itu." Mereka keluar ke kantin yang ada di lantai tiga. Lumayan rame karna ini jam istrhat tak terkecuali Bara. Bara ke kantin untuk makan siang. Biasanya dia kerestoran mahal tapi tidak kali ini. Dia ingin berbaur dengan karyawannya.
"Kawan kawan pesan saja apa yang kalian inginkan dan saya yang traktir."
"Asyik...!" Teriak yang lain saling bersahutan.
Nuri menyenggol Nayla yang hanya terbengong bengong dari tadi. "Ayo pesan kebetulan pak bos lagi baik hati. Jarang jarang tau kita di traktir sama pak bos."
"Aku ikut kamu saja. Samain saja sama kamu yah. Aku cari dulu meja yang kosong."
Meja yang kosong sisa di meja pak Bara mau tidak mau Nayla izin untuk bergabung. "Pak boleh gabung di meja anda. Soalnya yang kosong cuma di sini."
"Yah.. silakan.." Bara memasang wajah garangnya.
Aduh untung bos aku. Kalau tidak udah ku kasih kata kata mutiara.
Nuri membawa nampan ke meja bosnya itu. "Pak bos gabung ya." Nuri berucap sendiri walaupun tidak di jawab sang empunya. Mereka makan dengan lahap tampa memperdulikan bos mereka. Pak Bara merasa diabaikan langsung membuka suara
"Kalian belum makan selama seminggu ya. Lahap benar..."
Nayla melirik bosnya itu. Senyum salah tidak senyum salah. Serba salah duduk satu meja.
Bara tidak mendapat respon dari keduanya berdecak sebal. Langsung meninggalkan kantin keruangannya.
Setelah Bara kembali keruangannya dua wanita itu tertawa terbahak bahak. Tidak ada angin tidak ada hujan tiba tiba tawa mereka pecah. Mengiringi kepergian bos mereka.
Selesai makan kembali keruangan masing masing. Nayla kembali bekerja sambil memeriksa beberapa file yang sudah menumpuk di mejanya. Tiba tiba ada yang mengetuk ruangannya dari luar.
"Masuk..."
Alina mendapat izin dari dalam langsung masuk. "Ibu di panggil sama pak Bara di ruangannya."
"Iya saya segerah ketemu beliau." Tumben direktur memanggilnya biasanya tidak. Paling hanya saya yang keruangan untuk menyerahkan berkas berkas penting. Apa mungkin beliau tersinggung tadi.
Setelah mengetuk pintu ruangannya aku di perbolehkan masuk.
"Silakan duduk bu Nayla..."
Saya duduk kursi di depannya. "Ada apa yah pak.? Atau ada yang harus saya kerjakan.?" Tanyaku hati hati.
"Pak Edi tidak masuk bekerja. Apa kamu tau alasannya." Dia menatapku tajam.
"Aduh...! Aku harus jawab apa. Kalau saya jawab tidak tau. Tuanya aku sumai istri. Gimana ini aku mau jawab apa..."
"Sudah bisa di jawab pertanyaan saya bu."
"Eh... ammm... itu pak."
"Jawab yang benar. Jika kamu tidak tau alasannya yah sudah kamu bilang tidak tau." Tegasnya.
"Saya tidak tau pak. Katanya dia ada urusan di tempat lain."
"Baik. Silakan kembali keruangan anda.!"
Iya ya mas Edi kemana yah. Slalu izin tidak masuk kerja jika sudah gajian. Gajinya juga tidak di kasih ke aku. Rumah mertua di renovasi apa mungkin selama itu. Kecuali mungkin bikin rumah baru. Nanti pulang kerja baru saya cek kerumah mertuaku. Uang bulanan mertuaku juga selalu aku kasih.
Jam pulang sudah tiba. Semua orang berlomba lomba meninggalkan kubikel masing masing. Rindu anak istri. Rindu kamar. Pokoknya semua pulang pasti ada alasan. Kalau tidak ada alasan untuk pulang bukan hidup namanya.
"Nayla aku ikut di rumahmu ya.?"
"Ya udah ayo. Tapi aku mau mampir dulu kerumah mertuaku. Sudah lama aku tidak kesana."
"Ya udah ayo...!"
Akhirnya aku di temani Nuri kerumah mertuaku. Aku juga sudah rindu sama mertuaku. Dia sangat baik sama aku. Stengah jam perjalanan aku sudah memasuki kompleks rumah mama mertua. Singgah beli minuman dingin aku haus sekali. Di warung mpok Siti.
"Nayla sudah lama tidak muncul. Makin cantik saja." Sapa mpok Ati.
"Biasa bu. Sibuk soalnya di kantor."
"Nayla sudah cantik baik pula. Sudah mengizinkan suaminya menika lagi. Wanita surga lah intinya."
"Suamiku tidak menika bu ibu. Saya juga tidak mengizinkannya."
"Loh.... Tapi..."
"Hus.... Mau beli apa Nayla.."
"Minuman dingin. Sampai lupa."
Setelah membeli munuman dingin kembali masuk dalam mobil. Lumayan untuk nyegarin tenggorokan.
"Nayla...."
"Hummm..."
"Kayaknya kamu sudah di tipu sama suamimu sendiri." Soalnya ibu ibu tadi ngomong gitu..."
Aku berfikir sejenak. Apa iya suamiku main serong dengan wanita lain. Tapi rasanya kok tidak mungkin ya. Dia tidak menunjukan tanda tanda kok selama ini.
"Kok kamu bengong sih...? Kamu mau tau....?"
"Jujur Nur saya tidak percaya sama ibu ibu tadi. Jujur mertuaku itu orang paling baik tau. Mereka baik sama aku. Tidak mungkin mengizinkan anaknya mau menikah lagi." Jawabku antusias mematahkan pendapat mereka. Saya tidak mau termakan omongan orang lain yang tidak memiliki bukti. Bisa saja mereka iri membuat rumah tanggaku menjadi hancur. Bukannya dalam rumah tangga itu saling percaya sama pasangan masing masing.
Nuri menghela nafas kasar. "Terserah kamu lah. Tapi apa salahnya kamu menyeledikinya terlebih dahulu."
"Iya nanti saja ayo turun sudah sampai." Ajak ku. Kami beriringan masuk kerumah mertua.
"Rumahnya kok tidak di renovasi. Katanya mau renovasi rumah kok ini tidak ada yang berubah." Batinku..
"Salamualaikum..."
"Walaikum salam..."
"Nak kapan datang.? Kok tidak kabarin ibu dulu."
"Iya sepulang dari kantor bu. Saya mau liat rumah ibu sejauh mana di renovasi."
"Ehh... Itu Nayla uangnya di pake bayar kuliah adik kamu." Jawabnya terbata bata.
"Loh.. Bukannya dia kuliah peke bea siswa bu."
"Nayla ibu habis bikin puding. Ayo masuk cobain pudingnya." Mertua dia mengalihkan pembahasaan.
"Bu aku ke kamar dulu ya.?" Izinku
"Ehh...Jangan..."
"Kok jangan bu. Aku mau ambil barang ku yang ketinggalan."
"Itu.. Kunci kamarnya hilang.."
Dengan rasa kecewa akhirnya aku duduk kembali di sofa. Sementara Nuri hanya diam entah mungkin dia masih mengamati keadaan karna baru mampir kerumah mertuaku.
Selesai berbasa basi saya izin pulang. Karna di rumah pasti mas Edi sudah menungguku. "Bu aku pamit dulu ya. Soalnya mas Edi di rumah."
"Iya lain kali kalau mampir kabarin dulu ya."
Setelah pamit kami masuk mobil. "Nayla kamu tidak curiga sama mertua kamu.?"
"Tidak biasa saja Nur. Hanya kamu belum mengenalnya dengan baik. Dia itu sosok ibu yang penyayang tau."
"Sebaiknya kamu hati hati Nayla orang baik itu belum tentu baik loh."
"Apaan sih kamu Nur. Kamu tidak senangya kalau mertua aku baik."
"Bukan gitu Nay tapi alangkah baiknya kamu waspada."
Saya tidak jawab ocehannya. Menurutku dia cuma iri dengan kerukunan keluargaku. Maklum dia suka baca novel yang mertuanya jahat makannya dia over thingking duluan. Jadi apa apa dianggapnya bercanda. Selama setahun menikah saya di perlakukan dengan baik. Saya tidak pusing dengan namanya uang. Karna menurutku uang bisa di cari. Selama tiga bulan terakhir saya tidak permasalahkan uang nafkah. Karna juga saya kerja. Suami kasih uang keibunya itu wajar wajar saja.
"Sudah sampai ini. Ayo masuk ajakku."
"Salamuakaikum..."
"Walaikum salam...."
"Bapa mana bi..."
"Bapa dari tadi belum pulang bu. Saya tidak tau dia mau kemana."
"Dari jam berapa perginya.."
"Dari jam sepuluh tadi."
"Yah sudah bi. Aku masuk dulu ya. Nur kamu duduk aja kalau butuh apa apa bilang ke bibi. Nanti dia yang siapin."
"Boleh aku numpang mandi nggak.? Soalnya gerah ni. Tenang saja bawa ganti aku sudah bawa jadi aman."
"Iya sudah kamu masuk saja di ruang tamu. Kayaknya tidak terkunci."
Mas Edi kemana yah. Kok sudah magrib belum pulang juga. Mana di wa cuma centang satu. Telpon juga gak aktif. Dirumah ibunya tidak ada. Sukanya kelayapan tidak jelas sampai lupa waktu.
Lima belas menit selesai membersihkan badan saya keluar.
"Bi teman aku belum selesai ya."
"Belum kayaknya coba tengok di kamar."
Aku mengecek Nuri dalam kamar tamu. Tapi dia selesai mandi kangsung tidur pulas lagi. Biarkan dia istrahat dulu. Nanti makan baru saya kasih bangun. Kembali saya telpon mas Edi tapi tidak aktif.
Kebiasaan laki kalau sudah ngumpul sama temannya lupa pulang.
Semua makanan sudah siap di meja makan. Karna mas Edi belum pulang terpaksa kita makan hanya berdua dengan Nuri.
Selesai makan kita nonton sambil menunggu mas Edi pulang. Tapi hingga jam 12:30 belum juga pulang. "Nayla emang biasa suamimu tidak pulang.?" Pertanyaan Nuri berhasil menyentil hatiku.
"Iya biasa katanya nongkrong sama teman temannya. Baru tiga pulan kok dia suka nongkrong biasanya juga tidak. Mungkin karna pengaruh teman temannya. Saya juga tidak pernah kepoin." Jawabku seadanya.
"Terserah kamu Nay. Saya ingatin sekali lagi kalau suamiku kamu sudah gak wajar. Ingat laki laki berubah itu bukan karna temannya tapi karena adanya wanita baru. Terserah kamu mau marah silakan. Aku mau masuk tidur." Nuri berlalu begitu saja. Dia masuk di kamar untuk tidur. Saya pun mematikan televisi sebelum kekamar. Andaikan suamiku main wanita di luar sana mungkin sudah banyak bukti yang saya temukan. Kenapa ya orang orang pada berprasangka buruk. Kalau saya tidak percaya dengan suami saya mau percaya siapa lagi.
Aku membaringkan badanku diatas ranjang. Mas Edi semenjak tiga bulan yang lalu dia tidak lagi minta haknya. Biasa kalaiu laki laki berumah tangga akan meminta haknya. Cape dengan pikiran sendiri akhirnya saya tertidur dengan pulasnnya.
Azan subuh berkumandang itu artinya sudah waktunya solat subuh. Mas Edi tidak pulang semalam. Terus dia tidur di mana?. Nanti saya tanyakan sama dia nanti pulang.
Pas jam 6:30 mas Edi sudah pulang. "Mas kok baru pulang semalam kamu di mana?"
"Jangan banyak tanya suami baru pulang bukannya di sambut malah di omelin." Lagi lagi dia menjawab ketus. Ternyata perlakuan mas Edi tak luput dari mata Nuri. Sejak tadi dia geram tapi dia tidak bisa melakukan apa apa.
Mau tak mau aku menunggu mas Edi tapi setelah lima belas menit dia tidak tampak. "Nur tunggu yah aku mau ke kamar dulu mungkin dia tidur kembali." Benar saja dia tertidur dengan dengkuran halusnya. Astaga ni manusia.
"Mass... Bangun sudah telat mau ke kantor. Bangun...!" Mau tak mau sedikit membentak nya agar dia bangun. Tidak mungkin kan saya mau elus elus dia.
"Kenapa kamu teriak teriak Nayla. Kalau kamu mau kekantor sana jangan ganggu orang. Nanti jam sepuluh baru ke kantor. Dia berucap dengan entengnya.
"Mas di kantor harus absen paling lambat jam delapan pagi. Di kantor juga sudah ada bos baru"
"Aku sudah tau. Bosnya biar aku tangani." Berucap dengan sombongnya.
Ni suamiku mabuk deh kayaknya. Daripada harus telat ke kantor. Saya cepat cepat pergi masuk kemobil. Kebetulan Nuri yang bawa mobil jago ajak orang inalilahi. Tiga puluh menit kita sudah sampai di gedung pencakar langit ini. Selesai absen bergegas keruangan masing masing...
"Pagi pak Bara..."
"Pagi juga Nur..."
Selesai menyapa orang nomor satu di kantor. Saya kembali masuk keruangan saya.
Edi baru bangun kelimpungan karna sudah hampir jam makan siang dia masuk kantor. Tidak ada yang melapor jika Edi sering semena mena di kantor. Jika ada yang berani melapor dia memecat karyawan kantor tampa ada yang tau.
Bara keheranan melihat Edi salah satu kepala pemasaran datangnya telat. Dia tidak habis pikir dengan kelakuan karyawannya. Kakau begini terus sama saja dia makan gaji buta. Laporan pasti bawahannya yang kerja. Percuma di kasih fasilitas tapi pekerjaannya nol besar.
Selesai jam makan Siang Edi di panggil menghadap direktur..
"Pak Edi silakan keruangan pak Bara. Dia sudah menunggu anda."
Tampa menanyakan apa pun Edi pergi menemui atasannya dengan pongahnya.
Tokk.... Tokkk...Tookk..
Masukk.....!
Setelah di persilahkan dia masuk dalam ruangan itu. Bara menatap Edi dengan tajam. "Silakan duduk pak Edi."
Edi duduk di kursi depan bosnya. "Maaf pak ada apa yah memanggil saya."
"Kamu tidak tau kesalahan kamu.?"
"Loh emang saya salah apa pak?" Edi menampilkan wajah polosnya. Yang membuat Bara makin muak.
"Pak Edi masuk kantor jam berapa? Kenapa masuk kantor siang sekali.? Ini bukan kantormu kadi jangan seenaknya..!"
"Maaf pak karna ini kesalahan istri saya. Dia tidak mengurus keperluan saya. Dia juga menyuruhku mencuci masak dan lain lain di pagi hari. Jadi pak saya minta maaf. Saya juga tidak bisa melawan perempuan. Walaupun dia istriku tetap saya hargai." Edi mulai memunculkan kebohongan lain demi menutupi kebohongan lainnya.
"Itu urusan anda dan istri anda. Yang saya tau kamu kerja di kantor saya harus patuhi aturan yang ada. Atau kamu berhenti bekerja di kantor saya."
Edi mengepalkan tinju dia tidak terima jika harus di salahkan. Menurutnya dia juga berkuasa di kantor ini. Tapi jika dia melawan sekarang takutnya di pecat. Dia sudah tau harus melakukan apa. Jika dia keluar dari kantor ini setidaknya ada yang dia bawa keluar. Setelah larut dengan argument mereka yang alot akhirnya memutuskan untuk menyudahinya.
"Pak Edi silakan kembali bekerja. Jika besok anda masih telat saya tidak segan segan menurunkan jabatan anda.
"Baik pak..."
Edi keluar langsung keruangan istrinya. Siapa lagi yang melapor kalau bukan istrinya sendiri. Dia masuk tampa mengucapkan salam membuat Nayla mengeritkan keningnya. "Puas kamu suamimu di marahi sama atasan baru. Jadi istri jangan terlalu bego. Kamu kerja saja apa yang kamu kerjakan jangan ganggu urusan saya. Sekali lagi kamu buat ulah saya ceraikan kamu." Edi berlalu begitu saja selesai mengancam istrinya.
Nayla heran melihat perubahan dratis suaminya. Tidak seperti biasanya. "Dia mau ceraikan aku. Atau itu hanya alasan dia sebenarnya dia sudah punya yang lain. Gimana tidak kata katanya barusan sangat enteng seperti keluar tampa beban. Nayla di rundung kebimbangannya sendiri. Tidak mungkin dia selingkuh soalnya tidak ada tanda tanda nya.
Jika benar dia mendua saya akan membuatmu menyesal seumur hidupmu. Terlalu banyak sebenarnya kejanggalan selama tiga bulan terakhir ini tapi saya mencoba abai. Kayaknya benar kata orang orang dia memiliki simpanan. Saya akan menyeledikinya mas jika benar. Silakan angkat kaki dari rumahku enak saja mau tampung penghianat dalam rumah.
Nayla tidak lagi kosentrasi dalam bekerja. Dia tidak habis pikir suaminya akan melakukan itu. Terlalu menyakitkan ketika suaminya mengancamnya dengan kata cerai. Bagaimana nasib rumah tangga nya kini. Walaupun dalam hati kecilnya masih mencintai suaminya tapi di sisi lain dia merasa sudah tidak di hargai..
Jam pulang sudah tiba. Nayla sengaja akan memantau suaminya kali ini. Mobilnya di bawa sama Tio dia menggunakan taxi untuk membuntuti suaminya. Satu jam kemudian Edi keluar dari kantor. Dia memacu dengan kecepatan sedang. Berhubung ini macet taxi yang di tumpangi Nayla mepet di belakang mobilnya. Sesuai intruksi dari Nayla taxi tersebut setelah ter urai kemacetan akhirnya mereka mengikutinya dari jarak aman. "Kok mobil mas Edi kerumah ibunya. Tidak mungkin aku membuntutinya sampai di rumah ibunya. Tapi apa salahnya saya ikuti saja. Benar saja mobil berhenti di rumah Sari yang merupakan mertua Nayla.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!